Anda di halaman 1dari 4

Nama : Mohamad Ikbal A.

Janim

Nim : A02420011

Prodi : Geografi (Semester 2)

SEJARAH PETA INDONESIA

Kegiatan pemetaan di Indonesia dimulai sejak 8 Abad yang lalu yaitu saat
pemerintahan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1292 M. Ditemukan bukti adanya peta
administratif pada masa pemerintahan Raden Wijaya. Dalam artikel tulisan C.J Zandvliet
pada Holland Horizon Volume 6 Nomor 1 Tahun 1944, yang isinya “Pada catatan sejarah
Cina yang disusun pada tahun 1369 M dan 1370 M ditulis bahwa pada penyerbuan tentara
Yuan ke Jawa tahun 1292-1293 M, Raden  Wijaya menyerahkan peta administratif Kerajaan
Kediri kepada penyerbu sebagai tanda menyerah”.

Setelah pembuatan peta navigasi pertama oleh Laksamana Cheng Ho, pada abad 15
bersamaan saat Portugis melakukan ekspedisi mencari rempah-rempah ke Pulau Jawa dan
Kepulauan Maluku, seorang kartografer yang ikut ekspedisi yaitu Francisco Rodrigues
membuat peta perairan dan kepulauan yang dikunjungi.

Pada tahun 1540 tercatat dua bangsa Jerman yaitu Sebastian Münster (1488-1550)
seorang kosmografer dan pembuat karya geografi ilustrasi paling popular abad 16 bersama
pelukis dan pembuat cetakan yaitu Hans Holbein the Younger (1497-1543) mempublikasikan
pertama kali Peta Sumatera (Taprobana) termasuk didalamnya Java Minor sebagai Borneo
yang terletak di utara Jawa ( Java Mayor).

Selanjutnya, pada tahun 1548, bangsa Italia yaitu Cornelio Castaldi dan Girolamo
Ramusio juga mempublikasikan peta Borneo yang posisinya lebih mendekati kebenaran
dibandingkan peta Java Minor yang dibuat oleh Münster.  Pada tahun 1561 terbit peta Pulau
Jawa yang dikenal Java Insula buah karya Johannes Honter asal Hongaria dan Kronstad asal
Norwegia.
Cikal bakal survei dan pemetaan di Indonesia yaitu diawali oleh kedatangan Belanda
di Nusantara yang tak lama kemudian Belanda mendirikan kongsi dagang VOC, disinilah 
kegiatan survei dan pemetaan dilakukan secara intensif. Untuk mendukung kegiatannya
memperoleh rempah-rempah, VOC mendirikan sebuah kantor pemetaan yang ditempatkan di
galangan kapal di Batavia. Mulai abad 17, peta perairan Indonesia buatan Belanda menjadi
rujukan bangsa lain, mulai saat itu Belanda berpikir untuk membuat peta topografi militer dan
sipil demi mempertahankan dan memperluas pengawasan di seluruh daerah kekuasaan.

Dalam usaha meningkatkan SDM, pada tahun 1782 didirikan sekolah untuk mendidik
tenaga teknik, antara lain surveyor pemetaan yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah.
Tenaga dibidang survei dan pemetaan semakin produktif menghasilkan produk-produk peta
kala itu. Belanda mendirikan Depo Peta Laut yang kemudian berkembang menjadi Bureau
Hidrographic Departement van Marine. Bureau ini menerbitkan Bericht aan Zee
verenden (B.A.Z) yang kini menjadi “Berita Pelaut Indonesia” (BPI).

Pada abad ke 19, orang-orang pribumi mulai aktif bekerja di Dinas Topografi hingga
pada abad ke 20 Dinas Topografi mempekerjakan sekitar 500 orang yang sebagian besar
adalah bangsa Indonesia. Sebuah pencapaian yang baik, pada tahun 1938 Dinas Topografi
menerbitkan sebuah karya besar yaitu Atlas van Tropisch Netherland , yang merupakan peta
Indonesia yang rinci yang menjadi dasar untuk pembuatan dan penerbitan atlas sekolah.
Hingga tahun 1969, peta Indonesia yang digunakan merupakan produk pada masa
pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu informasi tentang pengetahuan geospasial, termasuk
sumber daya alam dan lingkungan wilayah tanah air masih sangat terbatas. Saat itu baru
sekitar 15% dari wilayah daratan Indonesia yang dicakup oleh peta topografi skala 1:50.000
yang terkontrol secara geodetik dan hanya 26% peta kompilasi skala 1:100.000 dan skala
1:500.000, sisanya berupa peta-peta skets.

Setelah terbentuk pemerintahan baru, pada tahun 1969 diterbitkan Keputusan Presiden
no.83 tanggal 17 Oktober 1969 tentang pembentukan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional (BAKOSURTANAL) yang menetapkan badan koordinasi ini sebagai aparatur
pembantu pimpinan pemerintah yang berkedudukan langsung dibawah presiden dan
bertanggung jawab kepada presiden RI. Salah satu produk unggulan BAKOSURTANAL
yaitu peta rupabumi (RBI).
Badan Informasi Geospasial (BIG) lahir untuk menggantikan BAKOSURTANAL
yang berkantor di Kompleks Cibinong Science Center.  Lahirnya BIG ditandai dengan
ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 94 tahun 2011 mengenai Badan Informasi
Geospasial pada tanggal 27 Desember 2011. Hampir seluruh wilayah Indonesia telah
dipetakan oleh BAKOSURTANAL dengan menggunakan skala yang berbeda-beda. Untuk
Wilayah Indonesia Barat telah dibuat peta dengan skala 1:25.000 sedangkan Wilayah Timur
Indonesia bervariasi dari skala 1:100.000 sampai dengan skala 1:250.000.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Liesnoor Setyowati, dkk., 2018. Kartografi Dasar. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

http://saig.upi.edu/2019/01/06/sejarah-perpetaan-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai