Anda di halaman 1dari 95

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTEGRITAS KULIT


PADA KUSTA DAN INTERVENSI AMIJI DI WILAYAH
PUSKESMAS ELLY UYO KOTA JAYAPURA.
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh


Gelar Ners

Oleh:
NAMA: PUTRI PRIMA BITASARI S.Kep
NIM: 2020086026004
PEMINATAN: KEPERAWATAN KOMUNITAS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDRAWASIH
JAYAPURA
2021
HALAMAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS
i
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa
Karya Ilmiah Akhir Ners yang berjudul:

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTEGRITAS KULIT
PADA KUSTA DAN INTERVENSI AMIJI DI WILAYAH
PUSKESMAS ELLY UYO KOTA JAYAPURA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Nama : PUTRI PRIMA BITASARI S.Kep


NIM : 2020086026004

Telah disetujui sebagai Karya Ilmiah Akhir Ners dan dinyatakan


telah memenuhi syarat untuk diseminarkan

Pembimbing 1

Astuti Yuni Nursasi


NIP: 197006091994032002

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini merupakan hasil karya saya sendiri, disusun
berdasarkan pedoman tata cara penulisan karya ilmiah Program Studi Ilmu Keperawatan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat pernyataan yang tidak benar, saya bersedia dituntut dan menerima segala
tindakan atau sangsi sesuai ketentuan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku.

Jayapura, Oktober 2021


Tertanda,

PUTRI PRIMA BITASARI S.Kep


NIM: 2020086026004

iii
ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN INTEGRITAS KULIT PADA KUSTA DAN INTERVENSI
AMIJI DI WILAYAH PUSKESMAS ELLY UYO KOTA JAYAPURA.

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan


masalah yang sangat kompleks, masalah yang di maksud bukan hanya dari segi
medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
kesehatan. Mengutip laman Kemenkes RI data yang dihimpun Kemenkes per
tanggal 13 Januari 2021, kasus baru kusta pada anak mencapai 9,14 persen. Angka
tersebut belum mencapai target pemerintah yaitu di bawah 5 persen. Direktur
Penegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung dr. Siti Nadia Tarmizi,
M.Epid, mengatakan, dalam penangana kusta, Kemenkes menerjunkan kader di
Puskesmas untuk melakukan penemuan kasus sedini mungkin agar bisa segera
diobati.
Tujuan penulisan ini adalah mengeksplorasi Asuhan Keperawatan Keluarga
Dengan Masalah Keperawatan Integritas Kulit Pada Kusta Dan Intervensi Amiji Di
Wilayah Puskesmas Elly Uyo Kota Jayapura. Desain yang digunakan pada
penyusunan tugas akhir ini adalah laporan kasus. Pengumpulan data dilakukan
terhadap dua keluarga yang salah satu anggota keluarga mengalami kusta yang
memenuhi kriteria partisipan, dengan teknik wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi. Intervensi yang direncanakan untuk partisipan adalah tindakan
kognitif, psikomotor dan afektif dengan fokus utama perawatan diri: kaki.
Implementasi yang dilakukan oleh penulis adalah perawatan kaki dengan
cara 3 M yaitu Merendam kaki dengan air biasa, Menggosok kaki yang mengalami
penebalan kulit dengan menggunakan batu (batu apung), Mengeringkan dengan
handuk lalu oleskan minyak kelapa pada kulit yang kering supaya lembab dengan
waktu 3 kali kunjungan dalam sehari 20-30 menit. Hasil tindakan yang dilakukan
kepada kedua anggota keluarga yang mengalami kerusakan integritas kulit
menunjukkan penurunan sehingga tujuan tercapai sebagian.
Dari hasil tersebut, kerusakan integritas kulit akan menunjukkan hasil lebih
optimal jika dilakukan secara perlahan dan berulang-ulang. Oleh karena itu, kepada
peneliti selanjutnya diharapkan kegiatan perawatan diri: kaki dilakukan dengan
frekuensi lebih dari 1 kali sehari untuk mengurangi kerusakan integritas kulit.
Kepada keluarga juga di harapkan melakukan perawatan kaki secara rutin kepada
anggota keluarga yang mengalami kusta.

iv
ABSTRACT

FAMILY NURSING CARE WITH SKIN INTEGRITY NURSING


PROBLEMS IN LEPROSY AND MASSAGE OIL WATER
INTERVENTION IN THE AREA OF ELLY UYO PUSKESMAS,
JAYAPURA CITY

Leprosy is one of the infectious diseases that causes very complex problems,
the problem is not only from a medical point of view but extends to social,
economic, cultural, security and health problems. Citing the Indonesian Ministry of
Health's website, data compiled by the Ministry of Health as of January 13, 2021,
new cases of leprosy in children reached 9.14 percent. This figure has not reached
the government's target of below 5 percent. Director of Prevention and Control of
Direct Infectious Diseases dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, said that in handling
leprosy, the Ministry of Health has deployed cadres at the Puskesmas to find cases
as early as possible so that they can be treated immediately.
The purpose of this paper is to explore family nursing care with skin
integrity nursing problems in leprosy and Amiji's intervention in the Elly Uyo
Community Health Center, Jayapura City. The design used in the preparation of this
final project is a case report. Data was collected on two families where one of the
family members had leprosy who met the participant criteria, using interview,
observation, and documentation studies. The interventions planned for the
participants were cognitive, psychomotor and affective measures with the main
focus of self-care: feet.
The implementation carried out by the author is foot care with the 3 M
method, namely soaking the feet with plain water, rubbing the feet with thickened
skin using a stone (pumice stone), drying with a towel and then applying coconut
oil on dry skin to keep it moist for 3 times. visits in a day 20-30 minutes. The
results of the actions taken for the two family members who experienced skin
integrity damage showed a decrease so that the goal was partially achieved.
From these results, damage to the integrity of the skin will show more
optimal results if it is done slowly and repeatedly. Therefore, for further
researchers, it is hoped that self-care activities: feet are carried out more than once a
day to reduce damage to skin integrity. Families are also expected to carry out
regular foot care for family members who have leprosy.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................iii
ABSTRAK..........................................................................................................iv
DAFTAR ISI......................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................5
2.1 Konsep Dasar Kusta.........................................................................5
2.1.1 Pengertian...................................................................................5
2.1.2 Etiologi........................................................................................5
2.1.3 Cara Penularan Kusta..................................................................6
2.1.4 Patofisiologi................................................................................6
2.1.5 Tanda dan Gejala........................................................................8
2.1.6 Gejala Singkat Penyakit..............................................................8
2.1.7 Klasifikasi Kusta.........................................................................9
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.............................................................11
2.1.9 Penatalaksanaan Kusta...............................................................14
2.1.10 Derajat Cacat Kusta.................................................................15
2.2 Konsep Teori EBP/Intervensi Inovasi...........................................15
2.2.1 Pengertian..................................................................................15
2.2.2 Mekanisme.................................................................................16
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga.......................................18
2.3.1 Data Pengjkajian Keluarga........................................................15
2.3.2 Pemeriksaan Fisik......................................................................28
2.3.3 Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga............................28
2.3.4 Intervensi Keperawatan Keluarga..............................................32
2.3.5 Implementasi atau Tindakan Keperawatan................................35
2.3.6 Evaluasi Keperawatan Keluarga................................................35
BAB 3 LAPORAN KASUS...............................................................................37
3.1 Pengkajian........................................................................................37
3.2 Data Fokus........................................................................................45
3.3 Perumusan Masalah........................................................................46
3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.....................................50
BAB 4 PEMBAHASAN....................................................................................76
4.1 Profil lahan praktek........................................................................76
4.2 Hasil Dan Pembahasan Asuhan Keperawatan.............................76
4.2.1 Pengkajian..................................................................................76
4.2.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................77
4.2.3 Intervensi Keperawatan.............................................................77
4.2.4 Implementasi Keperawatan........................................................78
4.2.5 Evaluasi Keperawatan................................................................78
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................79
5.1 Kesimpulan.......................................................................................79
5.2 Saran.................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................82
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks, masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi
medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
kesehatan. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara berkembang
sebagai akibat keterbatasan kemampuan Negara tersebut dalam memberikan
pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
sosial ekonomi pada masyarakat (Kemenkes RI, 2016: 1).
Permasalahan penyakit kusta yang sangat komplek terkait dengan kehidupan
klien kusta terjadi secara fisik. Kusta menyebabkan lesi pada kulit dan kecacatan
fisik. Permasalan psikologis pada kusta akan mengakibatkan gangguan interaksi
sosial pada penderitanya akibat pandangan yang negatif atau stigma dari
masyarakat. Permasalahan sosial muncul akibat ketakutan pada klien kusta di
komunitas (leprophobia), kurangnya pengetahuan, masih rendahnya sosialisasi pada
masyarakat, dan adanya stigma, sehingga menyebabkan rendahnya peran serta
masyarakat dalam pemberantasan kusta dan setiap tahunnya masih terus ditemukan
penderita baru (Susanto, 2019).
Mengutip laman Kemenkes RI, Jumat (29/1/2021) berdasarkan data yang
dihimpun Kemenkes per tanggal 13 Januari 2021, kasus baru kusta mencapai 9,14
persen. Angka tersebut belum mencapai target pemerintah yaitu di bawah 5 persen.
Direktur Penegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung dr. Siti Nadia
Tarmizi, M.Epid, mengatakan, dalam penanganan kusta, Kemenkes menerjunkan
kader di Puskesmas untuk melakukan penemuan kasus sedini mungkin agar bisa
segera diobati.
Masalah epidemologi masih belum terpecahkan. Cara penularan belum diketahui
pasti, hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit
yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab Mycobacterium
leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet. Masa tunas sangat
bervariasi, antara 4 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun, rata-rata 3-5
tahun. Penyebaran penyakit kusta dari satu tempat ke tempat lain sampai tersebar di
seluruh dunia, tampaknya di sebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi
2

penyakit tersebut (Wisnu, 2019 : 87).


Kusta termasuk penyakit yang ditularkan melalui saluran nafas dan menyerang
saraf tepi, kulit serta organ tubuh lain kecuali saraf pusat. Seseorang yang menderita
kusta akan memiliki tanda-tanda khas pada saat dilakukan pemeriksaan klinis
seperti kelainan kulit yang dapat berupa hipopigmentasi (bercak putih seperti panu),
bercak eritema (kemerahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan), berkurang
sampai hilang rasa pada kelainan kulit tersebut, dan penebalan syaraf tepi karena
adanya Bakteri Tahan Asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (Rahayu, Desi
Ariyana, 2011). Penderita kusta akan mengalami gangguan fungsi saraf tepi seperti
sensorik motorik, dan otonom. Rusaknya fungsi sensorik akan menyebabkan
terjadinya luka pada tangan dan kaki. Rusaknya fungsi otonom akan berakibat
terjadinya gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi
darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras, dan pecah-pecah.
Akibatnya pasien dapat mengalami masalah keperawatan kerusakan integritas kulit.
Masalah ini apabila tidak segera diatasi maka akan merusak fungsi motorik
sehingga akan mengakibatkan lemah atau lumpuhnya otot kaki dan tangan, jari-jari
tangan atau kaki menjadi bengkok. Oleh karena itu kerusakan integritas kulit pada
pasien kusta perlu mendapatkan perawatan yang khusus dan segera di atasi agar
tidak menjadi masalah yang lebih serius.
Berkaitan dengan masalah ini, upaya yang dapat dilakukan keluarga yaitu
terbentuknya perawatan kesehatan yang berkelanjutan dalam membantu penderita
kusta, bukan hanya memberikan perawatan secara fisik tetapi juga perawatan secara
psikologis dan sosial yang akan membentuk suatu sistem mekanisme koping yang
sehat bagi penderita kusta dan mengurangi masalah psikososial yang timbul di
masyarakat (Rahayu, Desi Ariyana, 2011). Adapun intervensi keperawatan yang
bisa dilakukan pada klien kusta dalam tatanan keluarga yang mengalami kerusakan
integritas kulit adalah keluarga mampu mengenali penyakit kusta dan keluarga
mampu merawat anggota keluarganya yang mengalami kerusakan integritas kulit.
Tugas petugas kesehatan baik tenaga medis maupun perawat, terutama tugas
sebagai perawat komunitas adalah sebagai konselor diharapkan mampu membantu
permasalahan klien. Pengobatan penyakit kusta memerlukan waktu yang lama dan
kepatuhan, oleh karena itu di perlukan program promosi kesehatan dalam bentuk
sosialisasi door to door dalam rangka memberikan pemahaman, pengertian dan
menumbuhkan ketaatan penderia kusta untuk melakukan perawatan diri secara
3

teratur, minum obat, dan menjaga kebersihan diri. Perawat juga dapat memberikan
pengawasan terhadap proses pengobatan penderita kusta dan dapat memberikan
dorongan serta motivasi kepada klien ke arah pemecahan masalah. Dukungan
perawat di harapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri pada klien, sehingga
klien mampu menerima kondisi penyakit kusta yang di alaminya.
Berdasar latar belakang yang telah disampaikan, penulis tertarik untuk
menulis KIAN dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Masalah
Keperawatan Integritas Kulit pada kusta dan intervensi AMIJI di Wilayah
Puskesmas Elly Uyo”

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan Keluarga yang Anggota
Keluarganya Menderita Kusta dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas
Kulit di Wilayah Puskesmas Elly Uyo
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIAN) ini adalah untuk


melakukan Analisis terhadap asuhan keperawatan keluarga dengan
anggota keluarga menderita kusta dengan masalah keperawatan
kerusakan integritas kulit dengan intervensi AMIJI mengurangi cacat
pada estermitas.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi kasus kelolaan pada dua Pasien yang
terdiagnosa kusta MB di Wilayah Puskesmas Elly Uyo Kota
Jayapura

b. Mengidentifikas itervensi inovatif dengan metode AMIJI


mengurangi tingkat kecacatan pada ekstermitas pada ke dua
pasien dengan diaknosa kusta tipe MB di Wilayah Puskesmas
Elly Uyo kota Jayapura Tahun 2021
4

1.4 Manfaat Penulisan.


1.4.1 Manfaat Aplikatif
a. Bagi Pasien
Penggunaan terapi AMIJI di harapkan dapat di baplikasikan oleh pasien
maupun keluarga pasien sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi rasa
nyeri dan mencegah terjadinya kecacatan pada pasien tersebut
b. Bagi perawat
AMIJI merupakan tindakan mandiri keperawatan untuk mengurangi tingkat
kecacatan pada pasien terkhusus pada pasien kusta yang mengalami
kekakuan dan kelemahan pada tangan, dan kaki
c. Bagi Puskesmas
Dapat menjadi dasar dalam mengembangkan pelayann asuhan keperawatan
yang berfokus terhadap perawatan mandiri perawat dengan metode Amiji
sehingga menjadi peningkatan kualitas pelayanan keperawatan
d. Bagi keluarga penderita

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan


pengetahuan untuk keluarga penderita agar dapat memberikan
perawatan keluarga yang komprehensif pada penderita kusta baik bio,
psiko, sosial dan spiritual.
1.4.2 Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis
Menjadi acuan pembelajaran mengenai respon fisiologis tubuh khususnya
bagian ekstermitas perawatan dengan metode AMIJI dengan tepat dan
efisien khususnya pada penderita kusta

d. Bagi Institusi Pendidikan


Menjadi evidence-based practice pada keperawatan dan intervensi
inovatif keperawatan pasien Kusta
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kusta


2.1.1 Pengertian
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lai kecuali susunan saraf pusat(Wisnu, 2019 : 87).
Penyakit kusta (Morbus hansen) adalah suatu penyakit infeksi menahun
akibat bakteri tahan asam yaitu Mycobacterium leprae yang secara primer
menyerang saraf tepi dan secara sekunder menyerang kulit serta organ lainnya.
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang dapat menimbulkan masalah
kecacatan(Susanto, 2017).
Kusta adalah penyakit menular yang banyak menyerang kulit dan syaraf.
Kusta dapat menyebabkan gangguan pada kulit, mati rasa, dan kelumpuhan pada
tangan dan kaki. Selain itu kusta dapat menyerang sistem pernapasan atas, mata,
dan membran selaput lendir. Kusta dapat menular melalui percikan dahak (Dinkes
Kabupaten Jayapura, 2018 : 32).

2.1.2 Etiologi
Penyakit Lepra atau penyakit Hansen disebabkanoleh bakteri
Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lamaantara
2–3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh
manusia.Kuman kusta memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat
memakan waktulebih dari 5 tahun(Kemenkes RI, 2019 : 175).
Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacteriium leprae yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron, lebar 0,2-0,5 mikron, biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel, dan bersifat tahan
asam (BTA). Penyakit kusta bersifat menahun karena bakteri kusta memerlukan
waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa tunasnya rata-rata2-5 tahun.
Penyakit kusta dapat ditularkan kepada orang lain melalui saluran pernapasan dan
kontak kulit(Widoyono, 2011).
6

2.1.3 Cara penularan kusta


Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun, akan tetapi
dapat juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila Mycobacterium leprae
yangutuh (hidup) keluar dari tubuh pasien dan masuk ke dalam tubuh orang lain.
Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan
pasien. Pasien yang sudah minum obat MDT tidak menjadi sumber penularan
keapada orang lain. Sampai saat ini hanya manusia satu-satunya yang di anggap
sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo,
simpanse dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus
(athymic nude mouse).Kuman kusta banyak di temukan di mukosa hidung
manusia.Telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari pasien tipe
lepromatosa merupakan sumber kuman. Menurut teoritis cara masuknya kuman ke
dalam tubuh adalah melalui pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit
(Kemenkes RI, 2017 : 9).

2.1.4 Patofisiologi (Cotran, 2009)


Mycobacterium leprae adalah organisme tahan asam intrasel yang sangat
sulit tumbuh dalam biakan, tetapi dapat ditumbuhkan dalam almadilo (trenggileng),
kuman ini tumbuh lebih lambat dari pada mikobakterium lain dan tumbuh paling
subur pada suhu 320C sampai 340C, yakni suhu kulit manusia dan suhu tubuh inti
armadilo, seperti M. Tuberkulosis Mycobacterium lepraetidak mengeluarkan
toksin, dan virulensinya didasarkan pada sifat dinding selnya. Dinding selnya cukup
mirip dengan dinding M. Tuberkulosis sehingga imunisasi dengan basil Calnette –
guerin sedikit banyak memberi perlindungan terhadap infeksi Mycobacterium
leprae.Imunitas seluler tercermin oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap
penyuntikan ekstrak bakteri yang disebut lepromin kedalam dermis.
Pada sebagian kasus, terbentuk antibodi terhadap respon antigen
Mycobacterium leprae. Antibodi ini biasanya tidak bersifat protektif, tetapi dapat
membentuk kompleks imun dengan gen antigen bebas yang dapat menyebabkan
eritema nodosem, vaskulitis dan glomerulonefritis.
7

Kusta tuberkuloid berawal dari lesi lokal yang mula – mula datar dan merah,
tetapi kemudian membesar dan membentuk ireguler disertai indurasi, peninggian,
tepi hiperpigmentasi dan bagian tengah yang pucat dan cekung (penyembuhan
disentral).Kelainan saraf mendominasi gambaran kusta tuberkuloid. Saraf
terbungkus oleh reaksi peradangan granulomatosa dan, jika cukup kecil (misalnya
cabang perifer), akan mengalami kerusakan. Degenerasi saraf menyebabkan
anastesi kulit serta atrofi kulit dan otot menyebabkan pasien mudah mengalami
trauma di bagian yang terkena, disertai kulit pembentukan ulkus kulit indolen.
Dapat terjadi kontraktur, paralisis dan autoamputasi jari tangan atau kaki. Kelainan
saraf wajah dapat menyebabkan paralisis kelopak mata, disertai keratitis dan ulkus
kornea. Pada pemeriksaan mikroskopik, semua lesi memperlihatkan lesi
granulotoma mirip dengan lesi yang ditemukan pada tuberkulosis, dan basil hampir
tidak pernah ditemukan. Adanya granuloma dan ketiadaan bakteri mencerminkan
imunitas sel T yang kuat. Karena kusta memperlihatkan perjalanan penyakit yang
sangat lambat, hingga berpuluh – puluh tahun, sebagian besar pasien meninggal
bersama kusta dan bukan disebabkan olehnya.
Kusta lepramatosa mengenai kulit, saraf perifer, kamera anterior mata,
saluran napas atas (hingga laring), testis, tangan dan kaki. Organ vital dan susunan
saraf pusat jarang terkena, mungkin karena suhu inti tubuh terlalu tinggi untuk
tumbuhnya Mycobacterium leprae.lesi lepramatosa mengandung agregat magrofat
penuh lemak (sel kusta), yang sering terisi oleh masa basil tahan asam. Kegagalan
menahan infeksi membentuk granuloma memcerminkan rendahnya respon
TH1.Terbentuk lesi makuler, papular, noduler diwajah, telingga, pergelangan
tangan, siku dan lutut.Seiring dengan perkembangan penyakit, lesi nodular menyatu
untuk menimbulkan fasies leonina (“muka singa”) yang khas sebagian besar lesi
kulit hipoestetik atau anestetik. Lesi dihidung dapat menyebabkan peradangan
persisten dan pembentukan duh yang penuh basil.Saraf perifer, terutama nervus
ulnaris dan pereneus dibagian yang dekat kulit, diserang mikobakteri disertai reaksi
peradangan minimal. Hilangnya sensibilitas dan kelainan – kelainan trofik ditangan
dan kaki mengikuti lesi saraf.Kelenjar limfe memperlihatkan agregat magrofag
berbusa didaerah parakorteks (sel T), disertai
8

pembesaran sentrum germinativum, pada penyakit tahap lanjut, agregat magrofag


juga terbentuk di pulpa merah limpa dan hati. Testis biasanya banyak mengandung
basil, disertai dektruksi tubulus seminiferus dan sterilitas.

2.1.5 Tanda dan Gejala (Widoyono , 2011)


Tiga gejala utama (cardinal sign) penyakit kusta adalah:
a. Makula hipopigmentasi atau anestesi pada kulit
b. Kerusakan syaraf perifer
c. Hasil pemeriksaan laboratorium dari kerokan kulit menunjukkan BTA positif.

2.1.6 Gejala Singkat Penyakit


Lesi di bawah dengan bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh, tidak
gatal kemudian membesar dan meluas, jika saraf sudah terkena, penderita mengeuh
kesemutan/baal pada bagiam tertentu ataupun kesukaran mengerakkan anggota
badan yang berlanjut dengan kekakuan sendi. Rambut alis pun dapat
rontok(Siregar, 2019 : 156).
Departemen Kesehatan RI (2006) menyatakan bahwa untuk menetapkan
diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau cardial sign yaitu :
a. Lesi (kelainan) kulit mati rasa, kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak
keputih-putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erythematous) yang
mati rasa( Susanto, 2017 : 23).
b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf, gangguan
fungdi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis
perifer). Gangguan fungsi sarapf ini berupa gangguan fungsi sensoris, gangguan
fungsi motoris, gangguan fungsi otonom.Gangguan fungsi sensoris merupakan
gangguan yang ditandai dengan keadaaan mati rasa.Gangguan fungsi motoris
merupakan gangguan yang ditandai dengan kelemahan otot (parase), atau
kelupuhan (paralise), sedangkan gangguan fungsi otonom merupakan gangguan
yang ditandai dengan kulit kering dan retak- retak(Susanto, 2017 : 23).
c. Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA
positif).Seseorang di nyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu
dari tanda-tanda utama di atas( Susanto, 2017 : 23).
9

2.1.7 Klasifikasi Kusta


Klasifikasi penyakit kusta oleh Burns et al (2010) yang berdasar skala Ridley
dan Jopling adalah tipe TT (tuberkuloid), BT (borderline tuberculoid), BB (Mid
Borderline), BL (Border line Lepromatous), dan LL ( lepromatosa). Klasifikasi
tersebut didasarkan pada status imunulogi penderita kusta.Berikut adalah gambar
spectrum dan tipe kusta(Susanto, 2017).
AIFO (associazione italiana amici di Raoul follereau) tahun 2004 menjelaskan
bahwa kusta muncul dengan gejala klinis yang berbeda. Pada kusta jenis
tuberculoid ditandai dengan karateristik resistensi yang tinggi dan rendahnya
jumlah bakteri, sedangkan pada kusta jenis lepromatuse ditandai dengan rendahnya
resistensi dan tingginya jumlah bakteri.Diantara kedua ujung spectrum seperti pada
gambar 2.1 terdapat tanda yang menunjukkan adanya penurunan resistensi dan
peningkatan jumlah bakteri pada tubuh, sehingga memunculkan jenis borderline
tuberculoid, mild borderline, dan borderline lepromatous.James et al (2011)
menambahkan bahwa penyakit kusta diklasifikasikan dengan skala ridley dan
jopling berdasarjkan pada kondisi klinis, bakteriologis, imunologi, dan
histopatologi. Tabel di bawah ini akan menjelaskan tentang perbedaan dari masing
– masing klasifikasi penyakit kusta (Susanto, 2017).

Tabel 2.1Klasifikasi penyakit kusta berdasarkan skala Ridley dan Jopling


Bordeline Bordeline
Tuberculoid Borderline (BB) Lepromatous
tuberculoid lepromatous
(TT) (LL)
(BT) (BL)
Sedikit atau
Banyak dan
Lesi 1 -– 3 Sedikit banyak dan Banyak
simetris
asimetris
Basil
0 1+ 2+ 3+ 4+
Smear
Tes
Lepro 3+ 2+ + + 0
min
Sel epitel
Peningkatan
Histolo berkurang
histiocytes, sel
gi kerusakan
busa, granuloma,
saraf,.
Bordeline Bordeline
Tuberculoid Borderline (BB) Lepromatous
tuberculoid lepromatous
(TT) (LL)
(BT) (BL)
sarcoid seperti
granuloma. seperti xanthoma.

Sumber: Andrew’s disease of the skin : klinical dermathology : halaman 343


10

Ridley & Jopling (1966) dalam Burns (2007) dalam Susanto (2010)
menjelaskan bahwa gambaran kulitpada kusta tipe borderline (BB) adalah
erythematous dan /atau hypopigmentasi macules atau plaques yang banyak
(multiple) dengan bentuk wujud yang berbentuk gelang (annular configurations).
Gambaran klinis kulit pada kusta borderline lepromatous (BL) adalah kulit
berkilauan (numerous shiny), macula kemerahan (erythematous macules), dan
nodules, serta umumnya lesi ditemukan simetris bilateral. Gambaran klinis kulit
untuk kusta jenis lepromatous (LL) adalah mulai adanya lesi yang menetap dalam
jumlah banyak dan berkilauan, erythematous macules atau papules yang akan
berkembang menjadi nodulularity,dan lesi umumnya simetris bilateral (Susanto,
2017).
Departemen kesehatan RI (2006) dan WHO (1982) membagi tipe kusta
menjadi tipe paucibacillary (PB) dan multibacillary (MB). Perbedaan dari kedua
tipe tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 dan tabel 2.3. dasar dari klasifikasi ini
adalah gambaran klinis dan hasil pemeriksaan BTA skin smear (Depkes RI, 2006).
Tabel 2.2 Klasifikasi kusta PB dan MB berdasarkan WHO
No Tipe PB Tipe MB
1 Lesi kulit (macula datar, a. 1 – 5 lesi a. Lebih 5 lesi.
papula yang meninggi, b. Hipopigmentasi/eritmia b. Distribusi lebih
nodus) c. Distribusi tidak simetris simetris
d. Hilangnya sensasi yang c. Hilangnya sensasi
jelas \\
2 Kerusakan saraf Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf.
(menyebabkan hilangnya
sesansi/ kelemahan otot
yang dipersarafi oleh saraf
yang terkena)
Sumber :(Susanto, 2017).

Perbedaan tipe penyakit kusta antara PB dan MB menurut P2MPLP dijelaskan pada
tabel 2.3 di bawah ini.
11

Tabel 2.3 Klasifikasi kusta PB dan MB menurut P2MPLP


Kelainan kulit dan Hasil
No Pemeriksaan Bakteriologis Tipe PB Tipe MB

Bercak (makula):
1. Jumlah 1. 1 – 5 1. Banyak
2. Ukuran 2. Kecil dan besar 2. Kecil – kecil
3. Distribusi 3. Unilateral atau bilateral 3. Bilateral. Simetris
asimetris.
4. Permukaan 4. Kering dan kasar 4. Halus berkilat.
5. Batas 5. Tegas 5. Kurang tegas
1 6. Gangguan sensibilitas 6. Selalu ada dan jelas 6. Biasanya tidak jelas
jika ada, terjadi pada
7. Kehilangan yang sudah lanjut.
kemampuan 7. Bercak tidak berkeringat, 7. Bercak masih
berkeringat, rambut ada bulu rontok pada berkeringat, bulu
rontok pada bercak. bercak. tidak rontok.

2 Infiltrate :
1. Kulit 1. Tidak ada 1. Kadang – kadang ada
2. Membrana mukosa 2. Tidak pernah ada 2. Ada, kadang –
(hidung tersumbat kadang tidak ada.
pendarahan di
hidung)
3 Nodulus Tidak ada Kadang – kadang ada
4 Penebalan syaraf tepi Lebih sering terjadi dini, Lanjut biasanya lebih dari
asimetris satu dan asimetris
5 Deformitas (cacat) Biasanya asimetris terjadi dini Terjadi pada stadium
lanjut.
6 Sediaan apus BTA negative BTA positif
7 Ciri – ciri khusus central healingpenyembuhan di Puched out (lesi seperti kue
tengah donat),madarosis,
ginekomastia, hidung
perlana, suara sangau.

atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap
basil tahan asam (BTA), antara lain dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakterioskopik
negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung
kuman Mycobacterium leprae (Wisnu, 2019).
12

Pertama-tama harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling padat


oleh kuman, setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tempat yang akan diambil.
Mengenai jumlah lesi juga ditentukan oleh tujuannya, yaitu untuk riset atau rutin.
Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin sebaiknya minimal 4-6
tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain yang paling
aktif , berarti yang paling infiltrative. Pemilihan kedua cuping telinga tersebut tanpa
menghiraukan ada tidaknya lesi di tempat tersebut, oleh karena atas dasar
pengalaman tempat tersebut diharapkan mengandung kuman paling banyak. Cara
pengambilan bahan dengan menggunakan skapel streril. Setelah lesi tersebut
didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik,
sehingga kerokan jaringan mengandung sedikit mungkin darah yang akan
menganggu gambaran sediaan. Irisan yang dibuat harus sampai dermis, melampaui
supidermal clear zone agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak
mengandung sel Virchow (Sel lepra) yang di dalamnya mengandung kuman
Micobactery leprae(Wisnu, 2019).
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non solid pada sebuah
sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+
menurut RIDLEY. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP)(Wisnu,
2019).
1) (1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP)
2) (2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP)
3) (3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP)
4) (4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP)
5) (5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP)
6) (6+ bila >1000 BTA rata-rata dalam 1 LP)

b. Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan serologic kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada
tubuh seseorang yang terinfeksi oleh Mycobacterium leprae. Kegunaan
pe\meriksaan serologic ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan,
karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Di samping itu dapat membantu
menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit, misalnya pada
narakontak serumah. Macam-macam pemeriksaan serologic kusta ialah :
13

1) Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)


Uji ini berdasarkan reaksi aglutinasi antara antigen sintetik PGL-1 dengan
antibody dalam serum.Uji MLPA merupakan uji yang praktis untuk dilakukan di
lapangan, terutama untuk keperluan skrining kasus seropositif(Wisnu, 2019).
2) Uji ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
Prinsip uji ELISA adalah mengukur banyaknya ikatan antigen entibodi yang
terbentuk dengan diberi label (biasanya berupa enzim) pada ikatan tersebut,
selanjutnya terjadi perubahan warna dapat diukur dengan spektrofotometer dengan
pnjang gelombang tertentu. Pemeriksaan ini umumnya menggunakan plat mikro
untuk tempat terjadinya reaksi(Wisnu, 2019).
3) ML dipstick test (Mycobacterium Leprae Dipstick)
Uji Mycobacterium leprae dipstick merupakan pemeriksaan yang mudah
untuk mendeteksi antibodi IgM PGL-1 Mycobacterium leprae dengan sensitivitas
yang hampir sama dengan uji ELISA, namun tidak memerlukan berbagai peralatan
serta ketrampilan khusus. Reagen yang digunakan pada uji Mycobacterium leprae
dipstick stabil dan tidak memerlukan alat pendingin.Hasil uji Mycobacterium
leprae disptick terdiri atas dua pita horizontal.Satu pita di bawah mengandung
epitop imunodominan Mycobacterium leprae yang spesifik, yaitu PGL-1 dan pita
kedua berada di atas sebagai kontrol.Pengukuran ini menunjukkan ikatan antara
antibodi IgM Mycobacterium leprae yang spesifik terhadap antigen Mycobacterium
leprae. Ikatan antibodi IgM dapat dideteksi secara spesifik dengan anti human dye
conjugated. Dipstick yang mengandung antigen dicelupkan dalam serum yang
diencerkan 1:50 dan dicampur dengan reagen, selanjutnya diinkubasi selama 3
jam.Pewarnaan pada pita antigen menunjukkan antibodi IgM spesifik terhadap
Mycobacterium leprae.Pita kontrol digunakan untuk melihat integritas
reagen.Walaupun secara teori uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi kusta
stadium subklinis, namun masih perlu penelitian lebih lanjut.Data mengenai
sensitivitas dan spesifisitas uji ini pada penyakit kusta stadium subklinis belum
pernah dilaporkan.Sekula dkk.menyatakan bahwa kombinasi uji ini dengan
perhitungan jumlah lesi klinis dapat meningkatkan nilai sensitivitas dari 85%
menjadi 94%.22(Wisnu, 2019).
14

4) ML Flow Test (Mycobacterium Leprae Flow Test)


Uji Mycobacterium leprae adalah pemeriksaan yang mudah untuk
mendeteksi antibodi IgM anti-PGL-1Mycobacterium leprae. Uji Mycobacterium
leprae flow merupakan pemeriksaan imunokromatografi yang terdiri atas strip
nitroselulosa. Pada salah satu ujung strip terdapat bagian yang terbuat dari serat
wool mengandung antibodi anti human IgM yang dilabel dengan koloid emas
kering, dan di sisi lainnya terdiri atas bagian yang berfungsi untuk absorpsi.Bahan
yang digunakan sebagai sampel adalah darah atau serum. Apabila ditemukan
antibodi IgM spesifik, maka akan terjadi ikatan dan tampak garis
kemerahan.Penilaian sensitivitas dan spesifisitas uji ini pada penyakit kusta stadium
subklinis belum pernah dilaporkan. Namun, terdapat laporan bahwa bila
ujiMycobacterium leprae flow digunakan untuk deteksi dini kusta tipe MB disertai
gejala klinis, pemeriksaan BTA, serta histopatologi, menunjukkan sensitivitas
97.4%.28(Wisnu, 2019).

2.1.9 Penatalaksanaan Kusta


Pengobatan kombinasi DDS dan rifampisin.
a. Tipe TT, dan BT
DDS 100 mg/hari dan rifampisin 600 mg setiap bulan.Keduanya dinerikan
selama 6-9 bulan.Pemeriksaan bakteriologi dilakukan setelah 6 bulan
pengobatan.Pengawasan dilakukan selama 2 tahun.Jika tidak ada aktivasi secara
klinis dan bakteriologi tetap negative dinyatakan relief from control (RFC) (bebas
dari pengamatan)(Wisnu, 2019).
b. Tipe BB, BL, LL
Kombinasi DDS, rifampisin dam Lampren. DDS 100 mg/hari, rifampisin
600 mg setiap bulan, dan Lampren 300 mg setiap bulan, diteruskan dengan 50 mg
setiap hari dan 100 mg selang hari atau 3 x 100 mg setiap minggu. Pengobatan
dilakukan selama 2-3 tahun.Pemeriksaan bakteriologi setiap 3 bulan. Jika setelah 2-
3 tahun bakteriologi tetap negative, pemberian obat dihentikan (release from
treatment = RFT). Jika setelah pengawasan tidak ada aktivitas klinis dan
pemeriksaan bakteriologi selalu negative, dinyatakan bebas dari pengawasan (RFC
= release from control)(Wisnu, 2019).
2.1.10 Derajat Cacat Kusta
WHO Ekspert Committee on Leprosy (1977) membuat klasifikasi cacat bagi
penderita kusta.Pada pertemuan yang ketujuh dibuat amandemen khusus untuk
mata.Hal ini dapat dilihat pada tabel 11-6(Wisnu, 2019).
a.Cacat pada tangan dan kaki
1) Tingkat 0 : tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas
yang terlihat.
2) Tingkat 1 : ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang
terlihat.
3) Tingkat 2 : terdapat kerusakan atau deformitas Cacat pada mata
4)Tingkat 0 : tidak kelainan/kerusakan pada mata termasuk visus
b. Cacat Pada Mata
1) Tingkat 1 : ada kelainan/kerusakan pada mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit
berkurang.
2)Tingkat 2 : ada kelainan mata yang terlihat dan atau visus sangat terganggu

2.2 KONSEP TEORI EBP/INTERVENSI INOVASI

2.2.1 Pengertian

Penanggulangan penyakit kusta telah banyak didengar di mana-mana

dengan maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang

berguna, mandiri, produktif dan percaya diri. Metode penanggulangan ini

terdiri dari metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi

sosial, rehabilitasi karya dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan

akhir dari rehabilitasi, di mana penderita dan masyarakat membaur sehingga

tidak ada kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem

yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Di Indonesia tujuan program

pemberantasan penyakit kusta adalah menurunkan angka prevalensi penyakit

kusta menjadi 0,3 per 1000 penduduk pada tahun 2000. Upaya yang dilakukan

untuk pemberantasan penyakit kusta melalui :

1. Penemuan penderita secara dini.


2. Pengobatan penderita.

3. Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.

4. Peningkatan ketrampilan petugas kesehatan di bidang kusta

5. Rehabilitasi penderita kusta.

Tidak perlu diragukan lagi bahwa timbulnya cacat pada penyakit kusta

merupakan salah satu hal yang paling penting ditakuti. Walaupun dengan

pengobatan yang benar dan teratur penyakit kusta dapat disembuhkan, akan

tetapi cacat yang telah timbul atau mungkin yang akan timbul merupakan

persoalan yang cukup kompleks. Bila hal ini tidak ditangani secara benar, maka

akan berlanjut semakin parah serta berakhir fatal. Makin berat keadaan suatu

cacat, maka makin cepat pula keadaan memburuk.

2.2.2 Mekanisme

Diperlukan pencegahan cacat sejak dini dengan disertai pengelolaan

yang baik dan benar. Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medik

secara terpadu, mulai dari pengobatan, psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka,

bedah rekonstruksi dan bedah septik, pemberian alas kaki, protese atau alat

bantu lainnya, serta terapi okupasi. Penting pula diperhatikan rehabilitasi

selanjutnya, yaitu rehabilitasi sosial (rehabilitasi nonmedis) agar mantan

pasien kusta dapat siap kembali ke masyarakat, kembali berkarya membangun

negara, dan tidak menjadi beban pemerintah. Kegiatan penderita terpadu

pengelolaan pasien kusta dilakukan sejak diagnosis ditegakkan. Rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial merupakan satu kesatuan kegiatan yang dikenal

sebagai rehabilitasi paripurna. Bila kasus dini, upaya rehabilitasi medis lebih

bersifat pencegahan kecacatan. Bila kasus lanjut, upaya rehabilitasi difokuskan

pada pencegahan handicap dan mempertahankan kemampuan fungsi yang


tersisa. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pasien adalah :

1) Pemeliharaan kulit harian dengan metode AMIJI

a) cuci tangan dan kaki setiap malam sesudah bekerja dengan sedikit

sabun (jangan detergen)

b) rendam kaki sekitar 20 menit dengan air dingin

c) kalau kulit sudah lembut. Gosok kaki dengan karet busa atau

dengan batu kali secara perlahan agar kulit kering terlepas.

d) Balur minyak di tangan dan kaki setelah itu di lakukan urut urut secara
perlahan
e) secara teratur kulit diperiksa (adakah kemerahan, hot spot, nyeri, luka

dan lain-lain)

2) Proteksi tangan dan kaki

a) Tangan :

(1) pakai sarung tangan waktu bekerja

(2) stop merokok

(3) jangan sentuh gelas/ barang panas secara langsung

(4) lapisi gagang alat-alat rumah tangga dengan bahan lembut

b) Kaki

(1) selalu pakai alas kaki

(2) batasi jalan kaki, sedapatnya jarak dekat dan perlahan

(3) meninggikan kaki bila berbaring

3) Latihan fisioterapi dengan Tujuan latihan adalah :

a) Cegah kontraktur

b) Peningkatan fungsi gerak

c) Peningkatan kekuatan otot


d) Peningkatan daya tahan (endurance)
18

4.) Bidai

Pembidaian penderita dapat dilakukan untuk jari dan pergelangan

tangan agar tidak terjadi deformitas. Bidai dipasang pada anggota

gerak fungsional saat timbul reaksi penyakit. Bidai dapat mengurangi

nyeri dan mencegah kerusakan saraf. Dianjurkan memakai bidai yang

ringan yang dipakai sepanjang hari, kecuali pada waktu latihan

lingkup gerak sendi.

5.) Program terapi okupasi

merupakan program yang sangat penting untuk mempertahankan dan

meningkatkan kemampuan menolong diri, tetapi perlu diingat hal-hal

yang harus diperhatikan untuk melindungi alat gerak dari bahaya

pekerjaan rumah tangga. Alat bantu khusus dapat dibuat untuk

kemudahan bekerja, sesuai dengan deformitas pasien.

6.) Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal

yang harus dilaksanakan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan

evaluasi kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi

psikososial.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Kusta


Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang komplek dengan
menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan
individu-individu sebagai anggota keluarga (Padila, 2017).
2.3.1 Pengkajian Keluarga

a. Pengkajian Data Umum Keluarga

1) Nama Kepala Keluarga (KK)

2) Umur dan Jenis Kelamin (KK)

3) Pendidikan (KK)
19

Pendidikan seseorang semakin tinggi maka semakin rendah angka


ketidakpatuhan dan ketidaktahuan seseorang itu mengenai sesuatu dikarenakan
ilmu yang didapatkan dijadikan acuan.
4) Pekerjaan (KK)
Diisi dengan pekerjaan pokok kepala keluarga.
5) Alamat dan nomor telepon
Alamat dan nomor telepon klien juga perlu dicatat terutama jika klien harus
menjalani perawatan tindak lanjut.
b. Komposisi keluarga yang berisi mengenai riwayat anggota keluarga.
Dikaji tentang daftar anggota keluarga dan genogram dan mencari masalah
yang mengalami atau menderita penyakit yang sama. Anak-anak lebih peka di
banding dengan orang dewasa perbandingan 3:2. Laki-laki lebih banyak dijangkiti
oleh penyekit kusta dibanding wanita (karena kontak lebih banyak pada laki-laki)
c. Genogram/Silsilah Keluarga
Adalah simbol-simbol yang dipakai dalam pembuatan genogram untuk
menggambarkan susunan keluarga. Aturan pembuatan genogram adalah sebagai
berikut (ADP, 2017) ;
1) Anggota keluarga yang lebih tua berada di sebelah kiri.
2) Umur anggota kelurga ditulis pada simbol laki-laki atau perempuan.
3) Tahun dan penyebab kematian ditulis di sebelah simbol laki-laki dan
perempuan.
4) Disusun tiga generasi.
d. Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga saat ini berdasarkan tipe
pembagian keluarga tradisional dan non tradiasional beserta kendala atau masalah
yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut (ADP, 2017).
1) Keluarga inti (Nuclear family): keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan
anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2) Keluarga besar (Extended family): keluarga inti ditambah anggota keluarga lain
yang masih mempunyai hubungan darah.
3) Orang tua tunggal (Single parent family): keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
4) The Single adult living alone: orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah.
20

5) Keluarga usila (Middle age/Aging couple): suami sebagai pencari uang, istri
dirumah atau kedua-keduanya bekerja atau tinggal di rumah, anak-anaknya sudah
meninggalkan rumah karena sekolah / perkawinan / meniti karir (ADP, 2017).
6) Nuclear dyed: keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak, tingal
dalam satu rumah yang sama.
7) Three generation family: keluarga yang terdiri dari tiga generasi yaitu kakek,
nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah.
8) Eldery couple : keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri paruh baya (Ali,
2010).

e. Suku Bangsa

1) Latar belakang etnis keluarga atau anggota keluarga. Dikaji asal usul bangsa
keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait
dengan kesehatan.
2) Tempat tinggal keluarga (bagian dari sebuah lingkungan yang secara etnis
bersifat homogen.
3) Kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, budaya, rekreasi, pendidikan (apakah
kegiatan-kegiatan ini berada dalam kelompok kultur atau budaya keluarga).
4) Kebiasaan-kebiasaan diet dan berbusana (tradisional atau moderrn)

5) Struktur kekuasaan keluarga tradisional atau modern

6) Penggunaan jasa-jasa perawatan kesehatan keluarga dan praktisi. Dikaji apakah


keluarga mengunjungi pelayanan praktik-praktik pelayanan kesehatan
tradisional, atau memiliki kepercayaan tradisional asli dalam bidang kesehatan.
7) Penggunaan bahasa sehari-hari dirumah (ADP, 2017).

f. Agama dan Kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan

1) Apakah anggota keluarga berbeda dalam praktik keyakinan beragama mereka.

2) Seberapa aktif keluarga tersebut terlibat dalam kegiatan agama atau organisasi-
organisasi keagamaan lain.
3) Agama yang dianut keluarga (ADP, 2017).
r 21

g. Status Sosial Ekonomi Keluarga


Status ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi
keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga
serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga (ADP, 2017). Menurut Susanto,
(2017) Sosial ekonomi dan pendidikan pada populasi penderita kusta merupakan
suatu faktor resiko. Penderita kusta sebagian besar merupakan masyarakat dengan
status ekonomi yang rendah.

h. Aktivitas Rekreasi Keluarga


Rekreasi keluarga tidak hanya untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu,
namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas
rekreasi (ADP, 2017).

i. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga adalah mengkaji keluarga berdasarkan tahap
kehidupan keluarga berdasarkan duvall, ditentukan anak tertua dari keluarga inti
dan mengkaji sejauh mana keluarga melaksanakan tugas sesuai tahapan
perkembangan.
a) Tahap 1 : pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu yaitu suami dan istri
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga
masing-masing dalam arti secara psikologis keluarga tersebut sudah memiliki
keluarga baru. Dua orang yaitu suami dan istri yang membentuk keluarga baru
tersebut perlu mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan
penyesuaian peran dan fungsi sehari-hari. Masing- masing pasangan menghadapi
perpisahan dengan keluarga orang tuanya dan mulai membina hubungan baru
dengan keluarga dan kelompok sosial pasangan masing- masing. Masing-masing
belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya.
Hal lain yang perlu diputuskan adalah kapan waktu yang tepat untuk mempunyai
anak dan jumlah anak yang diharapkan.
22

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah :


(1) Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
(2) Menetapkan tujuan bersama.
(3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
(4) Merencanakan anak-KB.
(5) Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi
orang tua.
Fungsi perawat :
Selain melakukan kegiatan asuhan keperawatan juga melakukan konsultasi,
misalnya : tentang KB, perawatan pre natal dan komunikasi. Kurangnya informasi
tentang berbagai hal tersebut dapat menimbulkan masalah seksual, emosional, rasa
takut atau cemas, rasa bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan.

b) Tahap 2 : keluarga kelahiran anak pertama (child bearing family)


Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (3,2
tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan oleh pasangan suami istri
melalui beberapa tugas perkembangan yang penting. Kelahiran bayi pertama
memberi perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus
beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi, Sering terjadi
dengan kelahiran bayi, pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua
pasangan tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya
istri belum siap menjadi ibu. (Wahit, 2004)
Tugas perkembangan pada tahap ini :
(1) Persiapan menjadi orang tua.
(2) Membagi peran dan tanggung jawab.
(3) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang
menyenangkan.
(4) Mempersiapkan biaya atau dana child bearing.
(5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga.
(6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita.
(7) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
20

Fungsi perawat :

Melakukan perawatan dan konsultasi terutama bagaimana merawat bayi,


mengenali gangguan kesehatan bayi secara dini dan cara mengatasinya, imunisasi,
tumbuh kembang anak, interaksi keluarga, keluarga berencana, pemenuhan
kebutuhan anak terutama pada ibu yang bekerja.
c) Tahap 3 : keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak
berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap kebutuhan-
kebutuhan dan minat dari anak pra sekolah dalam meningkatkan pertumbuhannya.
Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak sangat tergantung pada
orangtua.Kedua orangtua harus mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga
kebutuhan anak, suami istri dan pekerjaan dapat terpenuhi. Orangtua menjadi
arsitek keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga agar
kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng dengan cara menguatkan kerjasama
antar suami-istri. Orangtua mempunyai peran untuk menstimulasi perkembangan
individual anak khususnya kemandirian anak agar tugas perkembangan anak pada
fase ini tercapai.
Tugas perkembangan keluarga :

(1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal,


privasi dan rasa aman.
(2) Membantu anak untuk bersosialisasi.

(3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, di dalam maupun di luar keluarga
(keluarga lain dan lingkungan sekitar).
(4) Pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan anak.

(5) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

(6) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang anak. Fungsi Perawat :
Melakukan perawatan dan penyuluhan kepada orangtua tentang penyakit dan
kecelakaan yang biasanya terjadi pada anak-anak, sibling rivalry tumbuh kembang
anak, keluarga berencana, peningkatan kesehatan dan mensosialisasikan anak.
21

d) Tahap 4 : keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children)
Tahap ini dimulai pada saat anak tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya keluarga mencapai jumlah
anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di
sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat sendiri. Demikian pula
orangtua yang mempunyai aktifitas berbeda dengan anak. Untuk itu, keluarga perlu
bekerja sama untuk mencapai tugas perkembangan. Pada tahap ini keluarga
(orangtua) perlu belajar berpisah dengan anak, memberi kesempatan pada anak
untuk bersosialisasi, baik aktifitas disekolah maupun diluar sekolah.
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah :
(1) Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan semangat
belajar.
(2) Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan.
(3) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
(4) Menyediakan aktivitas untuk anak.
(5) Menyesuaikan pada aktivitas komunitas dengan mengikutsertakan anak. Fungsi
Perawat :
Melakukan perawatan dan konsultasi baik dalam keluarga maupun disekolah.
Misalnya anak yang mengalami gangguan kesehatan, maka perawat bekerja sama
dengan guru sekolah dan orang tua anak.

e) Tahap 5 : keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)


Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya
berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah
orangtuanya. Tujuannya adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab
serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.
Tahap ini merupakan tahapan yang paling sulit, karena orangtua melepas
otoritas dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Anak harus mempunyai
otoritas tersendiriyang berkaitan dengan peran dan fungsinya. Seringkali muncul
konflik antara orang tua dan remaja karena anak menginginkan kebebasan untuk
melakukan aktivitasnya, sementara orangtua perlu menciptakan komunikasi yang
22

terbuka, kecurigaan, dan permusuhan sehingga hubungan orangtua dan remaja tetap
harmonis.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
(1) Memberikan kebebasan yangs eimbang dengan tanggung jawab mengingat
remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
(2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga .
(3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua, hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
(4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga. Fungsi
perawat :
Mengarahkan keluarga pada peningkatan dan pencegahan penyakit, serta
membantu tercipatanya komunikasi yang lebih efektif antara orangtua dengan anak
remajanya.
f) Tahap 6 : keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center
families)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini tergantung jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum
berkeluarga dan tetap tinggal bersama orangtua. Tujuan utama pada tahap ini adalah
mengorganisasi kembali keluarga untuk sendiri. Keluarga mempersiapkan anaknya
yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap membantu anak terakhir
untuk lebih mandiri. Pada saat semua anak meninggalkan rumah, pasangan perlu
menata ulang dan membina hubungan suami-istri seperti pada fase awal. Orangtua
akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong karena
anak-anak sudah tidak tinggal serumah lagi. Untuk mengatasi keadaan ini orangtua
perlu melakukan aktivitas kerja, meningkatkan peran sebagai pasangan dan tetap
memelihara hubungan dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga :
(1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
(2) Mempertahankan keintiman pasangan.
(3) Membantu orangtua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.
(4) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya.
23

(5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.
(6) Berperan suami-istri kakek dan nenek.
(7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-
anaknya.
Fungsi perawat :
Memberi konsultasi penyakit-penyakit yang dapat timbul, misal penyakit
kronis atau faktor-faktor predisposisi misalnya kolesterol tinggi, obesitas, problem
menopause, juga peningkatan kesehatan serta pola hidup sehat perlu diperhatikan.

g) Tahap 7 : keluarga usia pertengahan (middle age families)


Tahapan ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan
pade fase ini dirasakan sulit karena masalah lanjut usia. Perpisahan dengan anak
dan perasaan gagal sebagai orangtua. Pada tahap ini semua anak meninggalkan
rumah, maka pasanga berfokus untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai
aktivitas. Pola hidup sehat, diit seimbang, olahraga rutin, menikmati hidup dan
mengisi waktu dengan perkerjaan. Pasangan juga mempertahankan hubungan
dengan teman sebaya dan keluarga anaknya dengan cara mengadakan pertemuan
keluarga antar generasi atau anak cucu, sehingga pasangan dapat merasakan
kebahagiaan sebagai kakek nenek. Hubungan antar pasangan perlu semakin
dieratkan dengan memperhatikan ketergantungan dan kemandirian pasangan
masing-masing pasangan.
Tugas perkembangan keluarga :
(1) Mempertahankan kesehatan.
(2) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat
sosial dan waktu santai.
(3) Memulihkan hubungan antara generasi muda tua.
(4) Keakraban dengan pasangan.
(5) Memelihara hubungan / kontak dengan anak dan keluarga.
(6) Persiapan masa tua atau pensiun dan meningkatkan keakraban pasangan.
24

Fungsi perawat :
Melaksanakan perawatan dan konsultasi yang terkait dengan upaya
peningkatan kesehatan seperti : kebutuhan ostirahat yang cukup, aktivitas ringan
sesuai kemampuan, nutrisi yang baik, berat badan sesuai dan lain sebagainya.
h) Tahap 8 : keluarga lanjut usia
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini adalah dimulai pada saat salah satu
pasangan pensiun berlanjut salah satu pasangan meninggal sampai keduanya
meninggal. Proses lanjut usia dan pensiun merupakan realita yang tidak dapat
dihindari karena berbagai proses stressor dan kehilangan yang harus dialami
keluarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai
hubungan sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktivitas
dan fungsi kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Lanjut usia umunya lebih dapat
beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Hasil riset
Day and Day, 1933 wanita yang tinggal dengan pasangan-pasangannya
memperlihatkan adaptasi lebih positif dalam memasuki masa tuanya dibandingkan
wanita yang tinggal dengan teman-teman sebayanya. Orangtua juga perlu
melakukan “file review” dengan mengenang pengalaman hidup dan keberhasilan di
masa lalu agar orangtua merasakan bahwa hidupnya berkualitas dan berarti.
Tugas perkembangan keluarga :
(1) Mempertahankan suasan rumah yang menyenangkan.
(2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
(3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.
(4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
(5) Menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian. Fungsi
perawat :
Melakukan perawatan pada orangtua terutama terhadap penyakit-penyakit
kronis dari fase akut sampai rehabilitasi. Memperhatikan peningkatan kesehatan
seperti : Nutrisi, aktivitas, istirahat, pemeriksaan mata, gigi dan pencegahan
kecelakaan di rumah. (ADP, 2017)
25

2) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi


Tugas ini ditentukan sampai dimana perkembangan keluarga saat ini dan
tahap apa yang belum dilakukan oleh keluarga serta kendalanya.

3) Riwayat kesehatan keluarga


a) Riwayat kesehatan keluarga saat ini
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti.
b) Riwayat penyakit keturunan
c) Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga dapat ditulis dalam
sebuah tabel seperti dibawah ini :
(1) Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan
Dikaji mengenai sumber pelayanan kesehatan yang digunakan saat salah
satu anggota keluarga sakit.
(2) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya

j. Pengkajian Lingkungan
1) Karakteristik Rumah
Menjelaskan mengenai gambaran tipe tempat tinggal (rumah apartemen, sewa
kamar dll), kepemilikan rumah atau tempat tinggal, gambarkan kondisi rumah,
dapur, amati suplai air minum, sanitasi, kondisi ventilasi, pengaturan tidur dalam
rumah, keberadaan sampah dan pembuangannya, serta gambaran denah dari rumah
(ADP, 2017).
Termasuk dalam pengkajian karakteristik rumah adalah pengkajian kondisi lantai
dengan benda-benda berbahaya yang berserakan misal peniti, pensil, atau jarum di
area yang mungkin sering dilewati pasien untuk ambulasi, kurang tertatanya benda-
benda yang mudah jatuh (seperti tempat sampah, tisu, kursi tanpa sandaran) dan
pencahayaan yang kurang dapat mencetuskan terjadinya risiko cedera.
Faktor lingkungan pada populasi penderita kusta merupakan faktor resiko.
Penderita kusta sangat rentan terhadap paparan lingkunan yang kurang mendukung
dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya sehingga berisiko untuk terkena
penyakit infeksi dalam jangka waktu cepat maupun lambat dan
26

tergantung pada status nutrisi dan imutas. Kontak serumah akan dapat menularkan
kusta lebih cepat apabila didukung denga perilaku hiegenitas individu yang buruk
yang akan menempatkan ke kondisi at risk yang lebih tinggi (Susanto, 2017).

2) Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW


Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas setempat yang
meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, ataupun aturan kesepakatan penduduk
setempat, budaya yang mempengaruhi kesehatan.

3) Mobilitas Geografis Keluarga


Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan dengan kebiasaan keluarga
berpindah tempat. Sudah berapa lama keluarga tinggal didaerah ini dan apakah
sering berpindah-pindah tempat tinggal. Menurut Wikipedia, (2009) yang dikutip
dari Susanto, (2017) kelompok yang beresiko tinggi terkena kusta adalah yang
tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti lingkungan tempat
tinggal yang tidak memadai air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan
adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.

4) Perkumpulan Keluarga dan Interaksi Dengan Masyarakat


Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul
serta perkumpulan keluarga yang ada.
5) Sistem Pendukung Keluarga
Sistem pendukung adalah jumlah anggota kelarga yang sehat, fasilitas yang
dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan yang meliputi fasilitas fisik,
psikologis atau dukungan dari keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan
masyarakat setempat dengan mengkaji siapa menolong keluarga pada saat keluarga
membutuhkan pertolongan, dukungan konseling aktivitas-aktivitas keluarga (ADP,
2017).

k. Struktur Keluarga
1) Pola atau cara komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga, bahasa
yang digunakan dalam keluarga, frekuensi dan kualitas komunikasi yang
berlangsung dalam keluarga dan mungkin ada masalah dalam keluarga yang
27

tertutup untuk didiskusikan.


a) Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain
untuk mengubah perilaku diantaranya yang perlu dikaji adalah sebagai berikut :
(1.) Siapa yang membuat keputusan dalam keluarga
(2.) Cara keluarga dalam mengambil keputusan (otoriter, musyawarah, atau
diserahkan pada masing-masing individu)
(3.) Apakah keluarga merasa puas dengan pola yang diterapkan
(4.) Siapa pengambil keputusan tersebut
b) Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal
maupun informal dan siapa yang menjadi model peran dalam keluarga dan apakah
ada konflik dalam pengaturan peran yang selama ini dijalani.
c) Nilai dan norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga yang berhubungan
dengan kesehatan (ADP, 2017).

l. Fungsi Keluarga (ADP, 2017)


1) Fungsi afektif
Mengkaji gambaran diri keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki keluarga,
dukungan keluarga tarhadap anggota keluarga lainnya, kehangatan kepala keluarga
dan keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.
2) Fungsi sosial
Menjelaskan mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga dan sejauh
mana anggota keluarg belajar disiplin, norma, atau budaya dan perilaku.
3) Fungsi perawatan keluarga
Sejauh mana keluarga menyiapkan makanan, pakaian dan perlindungan
terhadap anggota keluarga yang sakit. Pengetahuan keluarga mengenai sehat- sakit,
kesanggupan keluarga melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga yang
meliputi, mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan mengenai tindakan
kesehatan yang tepat, merawat anggota keluarga yang sakit, memelihara
28

lingkungan rumah yang sehat dan menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehatan
di masyarakat.
4) Fungsi reproduksi
Mengkaji jumlah anak, perencanaan jumlah anggota keluarga, metode apa
yang digunakan keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga.
5) Fungsi ekonomi
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
papan, dan memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya
meningkatkan status kesehatan keluarga.

m. Stres dan koping keluarga


1) Stressor jangka pendek
Stressor jangka pendek yaitu yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan.
2) Stressor jangka panjang
Stressor jangka pendek yaitu yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
3) Respon keluarga terhadap situasi
Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi atau stressor.
4) Strategi koping
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
5) Strategi adaptasi disfungsional
Dijelaskan mengenai adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan (ADP, 2017).

2.2.2 Pemeriksaaan fisik pada klien kusta


1) Gunakan sepotong kapas yang ujungnya dilancipkan, periksalah dengan
menyentuhkan ujung dari kapas secara tegak lurus pada kelainan kulit yang
dicurigai.
2) Terangkan terlebih dahulu jika orang yang diperiksa merasakan sentuhan, ia
harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya. Jika lokasi bercak
29

sulit dijangkau, pasien diminta mengihtung jumlah sentuhan atau mengacungkan


tangan.
3) Jika telah jelas, pemeriksaan yang sama dilakukan dengan mata pasien tertutup.
Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang
normaldisekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anastesi.

2.2.3 Diagnosa keperawatan keluarga


Diagnosa keperawatan adalah keputusan tentang respon keluarga tentang
masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan keluarga sesuai dengan
kewenangan perawat (Setiadi, 2008).
Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari :
1) Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan)
2) Resiko (ancaman kesehatan)
3) Keadaan sejahtera/potensial (wellness)
Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapat
pada pengkajian yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan berhubungan
dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan keluarga. Diagnosa
keperawatan mengacu pada PES dimana untuk problem digunakan rumusan nanda,
E adalah etiologi yaitu berhubungan dengan 5 tugas kesehatan keluarga, dan S
adalah tanda/sign (Suprajitno, 2004):
1) Masalah (problem, P)
Adalah suatu penyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang
dialami oleh keluarga atau anggota (individu) keluarga.
Problem dalam laporan kasus ini adalah Kerusakan Integritas Kulit.
Toksonomi NANDA-I, Diagnosa Kerusakan Integritas Kulit Domain : Domain
11
Kelas :2
Kode Diagnosa : 00046
Definisi : Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis
30

2) Penyebab (etiologi, E) adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan


masalah berupa ketidaktahuan, ketidakmampuan dan ketidakmauan keluarga
dengan mengacu pada lima tugas keluarga, yaitu :
a) mengenal masalah kesehatan.
b) mengambil keputusan.
c) merawat anggota keluarga.
d) memodifikasi lingkungan.
e) memanfaatkan fasilitas kesehatan.

3) Tanda dan Gejala (Symptom, S)


Pada tanda gejala berisi batasan karakteristik dari masalah keperawatan serta
tanda dari ketidaktahuan, ketidakmauan, dan ketidakmampuan keluarga dalam
menjalankan 5 tugas keluarga.
Batasan karakteristik Kerusakan Integritas Kulit menurut Wilkinson (2011) adalah:
(1) Kerusakan pada lapisan kulit (dermis)
(2) Kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)
(3) Invasi struktur tubuh

d. Penentuan Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga Masalah perlu diprioritaskan


karena pertimbangan berikut ini :
1) Masalah keperawatan keluarga yang dijumpai lebih dari 1
2) Sumber daya yang dimilki keluarga dan komunitas terbatas
3) Keterbatasan IPTEK keperawatan yang dikuasai perawat keluarga
4) Berat dan menonjolnya masalah yang dirasakan oleh keluarga berbeda
5) Waktu yang dimiliki terbatas
6) Mengatasi masalah prioritas dapat mengatasi masalah lain yang ditimbulkan
akibat masalah inti tersebut
31

e. Cara membuat skor penentuan prioritas masalah keperawatan keluarga :

Tabel 2.4 Penentuan prioritas masalah keperawatan keluarga

NO KRITERIA SKOR BOBOT

1 Sifat masalah
 Aktual (Tidak/kurang sehat) 3
 Ancaman kesehatan 2 1
 Keadaan sejahtera 1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah


 Mudah 2
 Sebagian 1 2
 Tidak dapat 0

3 Potensi masalah untuk dicegah


 Tinggi 3
 Sedang 2 1
 Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
 Masalah berat, harus segera ditangani 2
 Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani 1 1
 Masalah tidak dirasakan 0

Skoring :
Skor x Bobot Angka tertinggi
Catatan: Skor dihitung bersama dengan keluarga
Nilai bobot di atas (1 – 2 – 1- 1) merupakan sebuah ketetapan, jadi tidak bisa
menggantinya dengan angka 3, 4 ataupun angka lainnya. Skoring maksimal adalah 5
(bobot maksimal = 1+2+1+1=5)
1) Kriteria 1
Sifat masalah; bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat karena
yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan oleh
keluarga

2) Kriteria 2
Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu memperhatikan
terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut:
a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani
masalah
32

b) Sumber daya keluarga dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga


c) Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan waktu.
d) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fadsilitas, organisasi dalam masyarakat
dan dukungan masyarakat

3) Kriteria 3
Potensi masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a) Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau masalah
b) Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada
c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang tepat dalam
memperbaiki masalah.
d) Adanya kelompok ‘high risk” atau kelompok yang sangat peka menambah
potensi untuk mencegah masalah.
4) Kriteria 4
Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga
melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai skor tertinggi yang terlebih dahulu
dilakukan intervensi keperawatan keluarga.

2.3.3 Intervensi Keperawatan Keluarga


a. Menetapkan Tujuan Intervensi
Tujuan merupakan pernyataan yang lebih spesifik tentang hasil yang diharapkan
dari tindakan perawatan yang akan dilakukan. Beberapa ciri tujuan yang baik
adalah spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis, dan ada batasan waktu (Ali,
2009)
Tujuan dalam intervensi dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Tujuan umum, merupakan tujuan yang lebih menekankan pada pencapaian akhir
sebuah masalah, di mana perubahan perilaku dari yang merugikan kesehatan ke
arah perilaku yang menguntungkan kesehatan. Tujuan umum ini lebih mengarah
kepada kemandirian klien dan keluarga sebagai sasaran asuhan keperawatan
keluarga.
2) Tujuan khusus, dalam rencana keperawatan lebih menekankan pada pencapaian
hasil dari masing-masing kegiatan. (Setiawati, 2008)
33

b. Penetapan Kriteria dan Standart


1) Kriteria
Merupakan gambaran faktor petunjuk tercapainya tujuan dalam tiga domain
kognitif pengetahuan, sikap, dan psikomotor.
2) Standart
Merupakan tingkat pelaksanaan yang diinginkan untuk membandingkan
dengan pelaksanaan sebenarnya yang berfokus pada keluarga, singkat & jelas, dapat
diobservasi & diukur, realistik, dan ditentukan oleh perawat & keluarga.
a. Intervensi
Intervensi merupakan salah satu tahap proses keperawatan keluarga yang
memberikan kesempatan bagi perawat untuk membangkitkan minat keluarga dalam
mengadakan perbaikan ke arah perilaku hidup sehat (Ali, 2009).
Intervensi yang bai harus memenuhi beberapa syarat berikut :
1). Intervensi harus berdasarkan pada masalah yang telah disusun dengan
jelas dan benar.
2). Rencana tersebut harus realistis, dan dapat dilaksanakan (ada sarana,
metodologi, dan sumber daya manusianya).
3). Rencana harus sesuai dengan falsafah dan tujuan serta kebijaksanaan
pemerintah dan institusi layana kesehatan tersebut.
4). Intervensi dibuat bersama keluarga karena keluarga sebagai objek dan
subjek pelayanan.
5). Rencana dibuat secara tertulis agar dapat ditindaklanjuti oleh orang
lain secara berkesinambungan dan mudah dievaluasi.
6). Intervensi difokuskan pada tindakan yang dapat mencegah
masalah/meringankan masalah yang sedang dihadapi.
7). Intervensi dilaksanakan berdasarkan pada prose yang sistematis.
8). Intervensi terkait dengan masa yang akan datang dan masa yang lalu.
9). Intervensi terkait dengan masalah kesehatan dan masalah keperawatan
yang telah diidentifikasi sebelumnya.
10). Intervensi merupakan strategi untuk mencapai tujuan.
11). Intervensi merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus
menerus. (Ali, 2009)
34

b. Domain Intervensi
Ada tiga domain yang bisa digunakan dalam menyusun intervensi (Calgary), yaitu:
1). Domain kognitif, ditunjukkan untuk memberikan informasi, gagasan,
motivasi, dan saran kepada keluarga sebagai target asuhan keperawatan
keluarga.
2). Domain afektif, ditujukan membantu keluarga dalam berespon
emosional, sehingga dalam keluarga terdapat perubahan sikap terhadap masalah
yan dihadapi. 3). Domain psikomotor, ditujukan untuk membantu anggota
keluarga dalam perubahan perilaku yang merugikan ke perilaku yang
menguntungkan. (Setiawati, 2008)
e. Fokus dari tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal di bawah
ini :
1) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan
kebutuhan kesehatan dengan cara :
(a) Memberikan informasi
(b) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
(c) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
2) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan
cara :
(a) Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan
(b) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
(c) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan
(d) Memutuskan tindakan yang dilakukan sesuai dengan kondisi
3) Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit
dengan cara :
(a) Mendemonstrasikan cara perawatan
(b) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
(c) Mengawasi keluarga melakukan perawatan
4) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan
menjadi sehat, dengan cara ;
(a) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
(b) Melakukan perubahan lingkungan dengan seoptimal mungkin
35

5) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada


dengan cara :
a) Memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga
b) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

(NANDA NIC-NOC)
1) Periksakulit untuk mengetahui adanya iritasi, retak, lesi, kelainan katimumul, kapalan,
kecacatan, atau edema
2) Periksa sepatu pasien agar dapat menggunakan dengan tepat
3) Berikan rendaman kaki, jika diperlukan
4) Keringkan pada sela sela jari dengan seksama
5) Oleskan lotion
6) Bersihkan kuku
7) Berikan bedak tabur yang menyerap kelembaban, sesuai indikasi
8) Diskusikan dengan pasien mengenai perawatan rutin kaki
9) Anjurkan pasien/keluarga mengenai pentingnya perawatan kaki
10) Berikan umpan balik positif mengenai kegiatan perawatan kaki
11) Monitor cara berjalan dan tumpuan berat badan klien pada kaki
12) Anjurkan pasien memeriksa bagian dalam sepatu pada bagian-bagian yang kasar
13) Monitor tigkat hidrasi kaki
14) Monitor insufisiensi arteri di kaki bagian bawah
15) Monitor edema pada kaki dan tungkai kaki
16) Monitor kebersihan dan kondisi umum sepatu serta kaus kaki pasien
17) Anjurkan klien untuk memonitor suhu pada kaki dengan menggunakan punggung tangan
18) Anjurkan pasien akan pentingnya pemerikasaan kaki terutama ketika sensasi mulai berkurang
19) Pangkas ketebalan kuku kaki dengan normal ketika kuku terasa lembut dengan menggunakan
pemotong kuku menggunakan lengkungan jari kaki sebagai panduan
20) Rujuk pada ahli penyakit kaki untuk pangkas kuku menebal
21) Periksa kuku untuk mengetahui ketebalan dan perubahan warna
22) Ajarkan pasien bagaimana mempersiapkan dan memotong kuku

2.3.4 Implementasi atau Tindakan keperawatan


Implementasi merupakan aktualisasi dari perencanaan yang telah disusun
sebelumnya. Prinsip yang mendasari implementasi keperawatan keluarga antara
lain :
a. Implementasi mengacu pada rencana perawatan yang dbuat.
b. Implementasi dilakukan dengan tetap memperhatikan prioritas masalah.
c. Kekuatan-kekuatan keluarga berupa finansial, motivasi, dan sumbersumber
pendukung lainnya jangan di abaikan.
d. Pendokumentasian implementasi keperawatan keluarga janganlah terlupakan
dengan menyertakan tanda tangan petugas sebagai bentuk tanggung gugat dan
tanggung jawab profesi. (Setiawati, 2008).
36

Penderita kusta dengan kerusakan integritas kulit memerlukan dukungan dari orang
sekitar terutama keluarga, agar dalam melakukan implementasi yang sudah di buat
pada intervesi tersebut bisa dijankan.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan Keluarga


Perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan keluarga
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Tahapan Evaluasi:
Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan tahapan dengan
sumatif dan formatif.
a. Evaluasi berjalan (Sumatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisisan format catatan
perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga.
b. Evaluasi Akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang
akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap
dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah
atau rencana yang perlu dimodifikasi.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional.
S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan intervensi
keperawatan.
A : Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan terkait
dengan diagnosa keperawatan.
P : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada tahap
evaluasi.(Setiadi, 2008).
37

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

1. Data Umum Pasien

a. Nama KK : Ny. M

b. Umur : 66 Tahun

c. Pekerjaan KK : Pedagang Kecil

d. Pendidikan KK : SD

e. Agama : Kristen Protestan

f. Alamat : Ardipura II Polimak

g. Tanggal Berobat : 4 Februari

h. Tanggal Pengkajian : 20 September 2021

i. Komposisi anggota keluarga :

Tabel 3.1 Komposisi Anggota Keluarga

NO Nama L/P Umur Hub. Kel. Pekerjaan Pendidikan

1. Ny. M P 66 Orangtua Pedagang Kecil SD

2. Ny. R P P 40 Saudara IRT SMA

3. Ny. W 24 Saudara - SMP

4. Tn. A L 26 Pasien Belum Bekerja SMA


38

1. Genogram:

Suami Istri

? ? ? ? ? ? ?

60 48

40 24 26

Keterangan:

= Laki-laki = Perempuan
X = Meninggal dunia ------ = Tinggal bersama
= Menikah = Pasien
? = umur tidak diketahui

G1: Kakek dan nenek dari Tn. A telah meninggal dunia karena factor umur.
G2: Ayah Tn. A telah meninggal dunia karena factor umur, dan Ibu dari Tn. A
dalam keadaan sehat.
G3: Tn. A tinggal Bersama ibu dan kedua saudara perempuannya dimana Ny. R
merupakan anak sulung, dan Tn. A adalah anak bungsu.
39

2. Tipe keluarga

Tipe keluarga Ny. M merupakan keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari ibu,

dan anak yang tinggal dalam satu rumah.

3. Suku bangsa

Keluarga Ny. M berasal dari Papua, dan bahasa yang di gunakan sehari – hari

adalah bahasa Indonesia dan bahasa lokal Papua.

4. Agama

Seluruh keluarga Ny. M beragama Kristen Protestan, dan menjalani ibadah sesuai

dengan agama yang di anut.

5. Status sosial ekonomi

Ny. M bekerja sebagai pedangang kecil. Penghasilan keluarga dalam sebulan ±

1.500.000 tidak menentu.

6. Aktivitas rekreasi keluarga

Keluarga Ny. M hanya sekali setahun untuk pergi rekreasi, dan keluarga

mendapatkan sarana hiburan dari menonton TV dan HP.

II.Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga


1. Tahap perkembangan keluarga sat ini (ditemukan dengan anak bungsu): anak bungus

saat ini sudah dewasa dan terkena/menderita penyakit kusta tipe MB.

2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan kendalanya: keluarga

memberikan kebebasan pada anak-anaknya.

3. Riwayat keluarga inti

- Ny. M hingga saat ini mengatakan tidak ada keluhan

- Ny. R hingga saat ini mengatakan tidak ada keluhan

- Ny. W hingga saat ini mengatakan tidak ada keluhan


40

- Tn. A mengatakan mengalami nyeri..

P : Reaksi kusta.

Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk

R : Mata, tangan dan kaki

S : Skala 6

T : Hilang timbul
-

2. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya Ny. M mengatakan bahwa suaminya pernah

menderita kusta menyelesaikan pengobatan tuntas meninggal bukan kusta namun

karena factor umur. Ny. M mengatakan bahwa anaknya Tn. A. awal mulanya hanya

mengeluh mati rasa pada kulit (bercak) dan kedua telapak kaki sakit.

III. Lingkungan

1. Karakteristik rumah

1). Luas rumah: 7 mm x 10 mm 2). Type rumah: permanen

3). Kepemilikan: milik sendiri

4). Jumlah dan rasio kamar/ruangan: 5 ruangan antara lain: 2 kamar, 1 ruang tamu,

1 dapur, dan 1 kamar mandi.

5).Ventilasi/jendela: cukup hampir semua ruangan ada ventilasi dan terang.

6). Pemanfaatan ruangan: ruang tamu jadi satu dengan ruang keluarga.

7). Septic tank: ada di belakang rumah.

8). Sumber air minum: PDAM/Air Bersih

9). Kamar mandi/WC: ada

10). Sampah: dikumpulkan dibelakang rumah dan dibuang pada TPA/bakar.

11). Kebersihan lingkungan: bersih, hanya perabotan dapur kurang tertata rapi.
41

2. Denah Rumah

Ruang TamuKamar II
Teras

Kamar I DapurWC

Gambar 3.2. Denah Rumah

3. Karakteristik tetangga dan komunitas RT/RW

Tidak ada karakteristik khusus tetangga atau komunitas, hubungan bertetangga dan

komunitas berjalan rukun, tidak ada aturan khusus yang mengikat individu dalam

bermasyarakat selama tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat lainnya.

4. Mobilitas geografis keluarga

Keluarga Ny. M merupakan penduduk asli Kelurahan Ardipura dan tidak pernah

pindah rumah.

5. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Tidak ada perkumpulan yang diikuti keluarga, interaksi keluarga dengan

masyarakat terjalin baik, interaksi antar warga banyak dilakukan pada saat selesai

ibadah di gereja.

6. Sistem pendukung keluarga

Jika ada masalah maka keluarga akan menyelesaikan dengan musyawarah.

Keluarga memanfaatkan layanan kesehatan KPS yang tersedia yaitu di Puskesmas

Elly Uyo.

IV. Struktur Keluarga


42

1. Pola komunikasi keluarga

Keluarga Ny. M selalu berkomunikasi dengan baik dan selalu berkomunikasi

dengan keluarga yang lainnya, bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa

lokal Papua dan bahasa indonnesia. Komunikasi dilakukan dengan cara terbuka,

jika ada masalah maka keluarga akan menyelesaikan dengan musyawarah.

2. Struktur kekuatan keluarga

Pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan dengan cara musyawarah

seluruh anggota keluarga. Ny. M selaku Ibu memiliki kekuatan untuk

mengendalikan dan mempengaruhi anggota keluarga untuk merubah perilaku.

3. Struktur Peran formal :

Ny. M berperan sebagai Ibu Rumah Tangga dan mencari nafkah sebagai pedagang.

Ny. R, W, dan Tn. A berperan sebagai anak yang mengurus rumah dan Ny. R telah

memiliki suami yang diharuskan bertugas hingga jarang pulang ke rumah. Suami

Ny. R juga ikut membantu perekonomian dalam keluarga.

4. Nilai dan norma

Di dalam keluarga Ny. M selalu mengajarkan kesopanan pada anak – anak,

terutama nilai kesopanan terhadap orang tua. Ny. M mengajarkan nilai kejujuran

sejak kecil pada anak anak. tidak ada nilai dan norma khusus yang mengikat

anggota keluarga, untuk masalah kesehatan keluarga juga tidak memiliki praktik

yang harus dilakukTn. Sistem nilai yang dianut dipengaruhi oleh adat dan agama.

5. Fungsi Keluarga

1. Fungsi afektif

Keluarga Ny. M dengan ibu, beserta saudara-saudaranya terjalin dengan baik,

anggota keluarga saling menghormati, memperhatikan, menyayangi dan


43

menyemangati.

2. Fungsi sosialisasi

Interaksi dalam keluarga terjalin dengan akrab dan disiplin, saling mengenal

dengan masyarakat lainnya.

3. Fungsi reproduksi

Tn. A (pasien kusta) belum menikah

4. Fungsi ekonomi

Ny. M mengatakan penghasilannya maupun penghasilan suami Ny. R cukup

untuk kehidupan sehari – hari. Keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan

yang ada, keluarga menggunakan kartu KPS untuk berobat di Puskesmas /

Rumah Sakit.

V. Fungsi perawatan kesehatan keluarga

1). Pengetahuan dan persepsi keluarga tentang penyakit/masalah kesehatan

keluarga: keluarga Ny. M masih kurang tentang mengenal tentang penyakit

kusta hal ini disebabkan oleh penyuluhan yang kurang menyeluruh, dan

pemahaman keluarga terhadap masalah yang diderita oleh Tn. A tidak begitu

banyak.

2). Kemampuan keluarga mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat:

Ny. M. dan keluarga membawa Tn. A ke tenaga medis atau kesehatan.

3). Kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya yang sakit: keluarga Ny.

M tidak tahu cara merawat.

4). Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat: keluarga Ny.

M memahami kebersihan lingkungan dan dibuktikan dengan rumah bersih,

kamar mandi dan WC bersih.


44

5). Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan di masyarakat:

keluarga kurang mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan.

VI. Stres Dan Koping Keluarga

a. Stresor jangka pendek: tidak merasakan adanya gangguan.

b. Stresor jangka panjang: Tn. A menderita penyakit kusta.

c. Respon keluarga terhadap stressor : Keluarga Ny. M bingung dan cemas apakah

Tn. A dengan sakit kusta apa dapat sembuh dan ada obatnya.

d. Strategi koping: dibawa ke puskesmas.

e. Strategi adaptasi disfungsional: tidak ada.

VII. Pemeriksaan Fisik

Tabel 3.2 Pemeriksaan Keluarga Tn. A

Data Tn. A Ny. M Ny w


TTV TD : 110/80 mmHg N : TD : 110/80 mmHg N : 72 TD : 130/80 mmHg N : 80
80 x/m x/m x/m
P : 20 x/m P : 20 x/m P : 22 x/m
SB : 36.8oC SB : 36.7oC SB : 36.6oC
Kepala Bentuk simetris, bersih, Bentuk simetris, bersih, Bentuk simetris, bersih,
rambut warna putih rambut warna putih dan rambut warna hitam
panjang
Leher Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening kelenjar getah bening dan kelenjar getah bening
dan vena jugularis dan vena jugularis
vena jugularis
Aksila Tidak ada lesi Tidak ada lesi dan Tidak ada lesi dan
dan pembengkakan
pada Axial pembengkakan pada Axial pembengkakan pada axial
Dada Dada tampak simetris, Dada tampak simetris, tidak Dada tampak simetri
tidak terdengar suara terdengar suara nafas Terdengar suara nafas
45

nafas tambahan, tidak tambahan, tidak ada lesi tambahan ronkhi,tidak ada
ada lesi dan dan pembengkakkan atau lesi dan pembengkaka atau
pembengkakkan atau berupa benjolan, tidak ada berupa benjolan, tidak ada
berupa benjolan, tidak retraksi dinding dada retraksi dinding dada
ada retraks dinding
dada
Abdomen Tidak ada asietes, tidak Tidak ada asietes, tidak ada Tidak ada asietes, tidak ada
ada nyeri tekan nyeri tekan lepas nyeri tekan

Ekstremita Simetris kiri dan kanan, Simetris kiri dan kanan, Simetris kiri dan kanan,
Atas Tidak oedema, Tidak oedema, pergerakan Tidak oedema, pergerakan
pergerakan Baik baik
Baik
Ekstremitas Simetris kiri dan kanan, Simetris kiri dan kanan, Simetris kiri dan kanan,
Bawah Tidak oedema, varises Tidak oedema, varises tidak Tidak oedema, varises tidak
tidak ada, turgor kulit ada, turgor kulit baik ada, turgor kulit
baik baik

VII. Harapan Keluarga


Keluarga memiliki harapan dengan adanya petugas kesehatan yang berkunjung dan

mengajarkan perawatan diri secara mandiri bagi keluarga dan dapat memberikan

pengetahuan tentang penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya.

B. Data Fokus
Nama Pasien : Tn. A

Kepala Keluarga : Ny. M

Table 3.3 Data Fokus Hasil Pengkajian Keperawatan Keluarga

Data Subjektif Data Objektif

- Tn. A mengatakTn. Saat ini dalam keadaan kurang Pemeriksaan rasa raba pada kelainan
sehat sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. kulit
- Tn. A mengeluh penyakitnya menimbulkan adanya - Kulit/bercak pada tubuh saat dites
kelainan kulit bercak merah timbul, dan warna dengan menggunakan kapas
46

putih seperti panu. ujungnya dilancipkan terjadi mati


- Tn. A mengatakan daerah mata, tangan dan kaki rasa dan hampir kelihatan disemua
terasa sakit sekali seperti tertusuk-tusuk (nyeri) tubuh.
P : Reaksi Kusta - Pada pemeriksan saraf ada
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk R : Mata, tangan penebalan pada saraf tangan kanan
dan kaki (saraf ulnaris) dan kaki kanan (saraf
S : Skala Nyeri 6 T : Hilang Timbul perinius)
- Tn. A mengatakan hampir semua kulit tubuh ada
- Tanda-tanda Vital
bercak keputihan mati rasa.
- TD: 110/80 mmHg
- keluarga belum mengerti bagaimana cara merawat
- Nadi: 80 x/menit
keluarga yang sedang sakit kusta.
- Respirasi: 20 x/menit
- keluarga tidak tau apa itu kusta, apa saja faktor
penyebabnya, serta cara menanganinya - Suhu: 36 C

- BB:42 kg
- Penebalan syaraf tepi
C. Perumusan Masalah
Nama Pasien : Tn A
Kepala Keluarga : Ny . M

No Data Etiologi Masalah


47

1. Nyeri akut Reaksi kusta Nyeri Akut


DS :
- Klien mengatakan nyeri
pada daerah mata, tangan Terjadinya peningkatan celluler-
mediatedimmunity
dan kaki.
DO :
- Tanda - tanda vital: TD : Saraf tepi
130/80 mmHg N : 80x/m
RR : 22x/m SB : 36.5 oC
- P : Reaksi kusta Q:Nyeri Gangguan fungsi saraf

seperti
tertusuk-tusuk R:
Cacat
Saraf tepi
S : Skala nyeri 6.
T : Hilang timbul

2. DS : Status Kesehatan Menurun Defisit


- Klien dan keluarga Pengetahuan
mengatakan tidak
mengetahui tentang Kurang Terpajan Informasi
penyakit kusta Terkait Penyakit
- Klien dan keluarga tidak
mengetahui tentang Kurang Pengetahuan
proses penyakit Kusta
- Keluarga merasa cemas
dengan penyakit Tn. A
DO :
- Tn. A dan keluarga
tampak bingung dan tidak
mengerti ketika ditanya
mengenai
penyakit kusta.
48

Intervensi Keperawatan
Tabel 3.5 Intervensi Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Objektif Intervensi

1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri


Di tandai dengan :
- Melaporkan nyeri yang terkontrol Dengan - Identifikasi nyeri yang komprehensif
- Klien mengatakan nyeri pada
skala : (P,Q,R,S,T)
mata, tangan dan kaki
1 = menurun - Berikan teknik non farmakologis
- Tanda - tanda vital:
2 = cukup menurun 3 = sedang untuk mengurangi rasa nyeri (Therapy
- TD : 130/80 mmHg
4 = cukup meningkat 6 = meningkat menggunakan Teknik Amiji dengan
- N : 80x/m
- Menggunakan teknik non-farmakologi frekuensi 4x seminggu)
RR : 22x/m
dalam mengurangi nyeri - Kontrol lingkungan yang
SB : 36.6 oC
- Menggunakan teknik farmakologi dalam memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
- P : Reaksi kusta
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk mengurangi nyeri ruangan, pencahayaan, kebisingan)
R : saraf tepi - Frekuensi pernafasan
S : Skala nyeri 6. - Tekanan Darah
T : Hilang timbul
49

2. Defisit Pengetahuan Tingkat Kepatuhan Edukasi Proses Penyakit


DS : - Verbalisasi kemauan memenuhi program Observasi
- Klien dan keluarga mengatakan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
perawatan atau pengobatan
tidak mengetahui tentang penyakit menerima informasi
- Perilaku mengikuti program perawatan
kusta Terapeutik
atau pengobatan
- Sediakan materi dan media
- Klien dan keluarga tidak
pendidikan kesehatan
mengetahui tentang proses
- Berikan kesempatan untuk bertanya
penyakit kusta.
Edukasi
DO :
- Jelaskan penyebab dan faktor resiko
- Tn. A dan keluarga tampak
penyakit kusta
bingung dan tidak mengerti ketika
- Ajarkan cara meredakan atau
ditanya mengenai penyakit Kusta.
mengatasi gejala yang di rasakan.
50

D. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Hari Ke I

No. Diagnosa Hari /


Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tanggal
1. Nyeri akut Jumat 09.00 - Mengidentifikasi nyeri yang S : - Klien mengatakan nyeri
1 Oktober
Di tandai dengan : komprehensif (P,Q,R,S,T) pada mata, tangan dan kaki
2021
- Klien mengatakan Hasil : O : - Klien nampak meringis
nyeri pada mata, P : Reaksi kusta dan memegang daerah
tangan dan kaki Q : Nyeri seperti tertekan nyeri
- Tanda - tanda vital: benda berat - Skala 6
TD : 130/80 mmHg N R : Saraf tepi A : Masalah nyeri akut belum
: 80x/m S : Skala nyeri 6. teratasi
RR : 22x/m P : Intervensi di lanjut dengan :
T : Hilang timbul
SB : 36.6 oC - Kontrol lingkungan di
- Memonitor keberhasilan
- P : Reaksi kusta pertahankan
therapy komplementer yang
Q:Nyeri seperti - Therapy perawatan diri di
sudah di berikan. pertahankan
tertusuk-tusuk
51

R : Saraf tepi Hasil:


- Therapy pengobatan
S : Skala nyeri 6. TD : 130/80 mmHg
prednison sesuai protap
T : Hilang timbul RR : 22x/menit
penatalaksanaan program
N : 80 x/m
kusta.
SB : 36.5 oC
- Memberikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Perawatan diri dengan teknik
Amiji
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika nyeri
timbul.
- Mengontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
52

Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika nyeri
timbul.
- Mengontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Hasil :
Suhu ruangan di atur,
pencahayaan di atur dan
kebisingan di kurangi guna
meningkatkan kenyamanan
klien.
- Kolaborasi pemberian
analgetik
Hasil :
Pemberian prednison sesuai
protap penatalaksaan program
kusta ketika nyeri
timbul
53

2. Defisit Pengetahuan Jumat, 10.00 - Mengidentifikasi knesiapan dan S : Klien dan keluarga
01 0ktober
Ditandai dengan : DS : kemampuan menerima mengatakan tidak
2021
1. Keluarga Tn. A informasi mengetahui tentang penyakit
mengatakan tidak Hasil : Klien dan keluarga kusta
mengetahui tentang bersedia untuk di berikan O : Klien dan keluarga nampak
penyakit kusta. edukasi bingung dan tidak tau
2. Keluarga mengatakan - Menyediakan materi dan tentang penyakit kusta
tidak media pendidikan kesehatan A : Masalah defisit pengetahuan
tahu cara merawat Hasil : Pemberian penyuluhan belum teratasi
anggota keluarga terkait penyakit kusta P : Intervensi di lanjut dengan :
yang sakit dengan dengan leaflet - Jadwalkan kembali
kusta - Memberikan kesempatan untuk pertemuan selanjutnya
DO : bertanya untuk penyuluhan.
Tn. A dan keluarga Hasil : Klien dan keluarga
- Lakukan evaluasi di akhir
tampak bingung dan Berikan kesempatan untuk
penyuluhan
tidak mengerti tentang bertanya terkait materi yang
penyakitnya. diberikan.
Menjelaskan penyebab dan
faktor resiko penyakit (kusta)
Hasil : Klien dan keluarga di
jelaskan penyebab dan faktor
resiko penyakit (kusta).
54

Hari Ke II

No. Diagnosa Hari /


Keperawatan Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
1. Nyeri akut Sabtu, 09.00 - Mengidentifikasi nyeri S : - Klien mengatakan nyeri pada
02 Oktober
Di tandai dengan : yang komprehensif mata, tangan dan kaki
2021
- Klien mengatakan (P,Q,R,S,T) O : - Klien nampak meringis dan
nyeri pada Hasil : memegang daerah nyeri Skala 4
mata, tangan P : Reaksi kusta A : Masalah nyeri akut belum teratasi
dan kaki Q : Nyeri seperti tertekan P : Intervensi di lanjut dengan :
Tanda - tanda
benda berat - Kontrol lingkungan di pertahankan
vital: R : Saraf tepi - Therapy perawatan diri di
TD : 130/80 mmHg S : Skala nyeri 6. pertahankan
N : 80x/m
T : Hilang timbul - Therapy pengobatan prednison
RR : 22x/m sesuai protap penatalaksanaan
- Memonitor keberhasilan
o
SB : 36.6 C therapy komplementer program kusta.
- P : Reaksi kusta yang sudah di berikan.
Q:Nyeri seperti Hasil :
tertusuk-tusuk TD : 120/80 mmHg
R : Saraf tepi
RR : 22x/menit
S : Skala nyeri 6.
N : 80 x/m
T : Hilang timbul
SB : 36.5 oC
55

- Memberikan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Perawatan diri dengan
teknik Amiji
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika
nyeri timbul.
- Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika
nyeri timbul.
- Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
56

kebisingan)

Hasil :
Suhu ruangan di atur,
pencahayaan di atur dan
kebisingan di kurangi
guna meningkatkan
kenyamanan klien.
- Kolaborasi pemberian
analgetik
Hasil :

Pemberian prednison
sesuai protap
penatalaksaan program
kusta ketika nyeri timbul
dan muncul reaksi
57

2. Defisit Pengetahuan Sabtu, 10.00 - Mengidentifikasi kesiapan S : Klien dan keluarga mengatakan tidak
02 Oktober
Ditandai dengan : dan kemampuan mengetahui tentang penyakit kusta
2021
DS : menerima informasi O : Klien dan keluarga nampak
1. Keluarga Tn. A Hasil : bingung dan tidak tau tentang
Klien dan keluarga
mengatakan tidak penyakit kusta
bersedia untuk di berikan
mengetahui tentang A : Masalah defisit pengetahuan belum
edukasi
penyakit kusta. teratasi
- Menyediakan materi dan
2. Keluarga P : Intervensi di lanjut dengan :
media pendidikan
mengatakan tidak
kesehatan - Jadwalkan kembali pertemuan
tahu cara merawat
Hasil : selanjutnya untuk penyuluhan.
anggota keluarga
Pemberian penyuluhan
yang sakit dengan - Lakukan evaluasi diakhir
terkait penyakit kusta
kusta penyuluhan
dengan leaflet
DO :
- Memberikan kesempatan
Tn. A dan keluarga
untuk bertanya
tampak bingung
Hasil : Klien dan keluarga
dan tidak mengerti
di berikan kesempatan
tentang
untuk bertanya terkait
penyakitnya.
materi yang di berikan.

- Menjelaskan penyebab
58

dan faktor resiko penyakit


(kusta)
Hasil : Klien dan
keluarga di jelaskan
penyebab dan faktor
resiko penyakit.
Hari Ke III

No. Diagnosa Keperawatan Hari /


Jam Implementasi Evaluasi
Tanggal
1. Nyeri akut Minggu, 09.00 - Mengidentifikasi nyeri yang S : Klien mengatakan nyeri pada
Di tandai dengan : 03 Oktober komprehensif (P,Q,R,S,T) mata, tangan dan kaki
- Klien mengatakan nyeri pada 2021 Hasil : O : Klien nampak meringis dan
mata, tangan dan kaki P : Reaksi kusta memegang daerah nyeri
- Tanda - tanda vital: Q : Nyeri seperti tertekan skala 2
TD : 130/80 mmHg benda berat A : Masalah nyeri akut belum
N : 80x/m R : Saraf tepi teratasi
RR : 22x/m S : Skala nyeri 6. P : Intervensi di lanjut dengan
SB : 36.6 oC - Kontrol lingkungan di
T : Hilang timbul
pertahankan
- Memonitor keberhasilan
59

- P : Reaksi kusta therapy komplementer - Therapy perawatan diri di


Q:Nyeri seperti tertusuk- yang sudah di berikan. pertahankan
tusuk Hasil : - Therapy pengobatan
R : Saraf tepi TD : 120/80 mmHg prednison sesuai protap
S : Skala nyeri 6. penatalaksanaan program
RR : 22x/menit
T : Hilang timbul kusta.
N : 80 x/m
SB : 36.5 oC
- Memberikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Perawatan diri dengan
Teknik Amiji
Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika
nyeri timbul.
60

- Mengontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
- Hasil :
Klien diajarkan teknik
perawatan diri, ketika nyeri
timbul.
- Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Hasil :
Suhu ruangan di atur,
pencahayaan di atur dan
kebisingan di kurangi guna
meningkatkan kenyamanan
klien.
61

- Kolaborasi
pemberian
analgetik

Hasil :

Pemberian
prednison sesuai
protap
Penatalaksaan
program kusta
ketika nyeri timbul
reaksi
2. Defisit Pengetahuan Jumat,0 10.00 - Mengidentifikasi S : Klien dan
Ditandai dengan : 3 kesiapan keluarga
DS : Oktober dan kemampuan mengatakan tidak
1. Keluarga Tn. A 2021 menerima mengetahui
mengatakan tidak informasi tentang penyakit
mengetahui tentang Hasil : Klien dan kusta.
penyakit kusta. keluarga bersedia O : Klien dan
2. Keluarga untuk di berikan keluarga nampak
mengatakan tidak edukasi bingung dan tidak
tahu cara merawat - Menyediakan tau tentang
anggota keluarga materi da media penyakit kusta
yang sakit dengan pendidikan A : Masalah defisit
kusta kesehatan pengetahuan
Hasil : Pemberian teratasi
DO : penyuluhan terkait P : Intervensi di
hentikan
Tn. A dan keluarga penyakit kusta
- Perawatan diri tetap
tampak bingung dan dengan leaflet
di pertahankan.
tidak mengerti tentang Memberikan
penyakitnya. kesempatan untuk
bertanya

Hasil : Klien dan


keluarga di berikan
kesempatan untuk
bertanya terkait
materi yang di
berikan.
- Menjelaskan
penyebab dan
faktor resiko
62

penyakit (kusta)
Hasil :
Klien dan keluarga
di jelaskan
penyebab dan
faktor resiko
penyakit (kusta)

B. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Keluarga

1.Identitas Kepala Keluarga

Nama : Tn. T

Umur : 48 th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Suku/Bangsa : Papua

Bahasa : Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kelurahan Ardipura Polimak IV

2.Komposisi Keluarga

NO Nama L/P Umur Hub. Kel. Pekerjaan Pendidikan

1. Tn. T L 48 Suami KK Buruh tani SMA

2. Ny. S P 42 Istri Ibu rumah tangga SMA

3. Tn. S L 30 Anak I Belum nikah SMA

4. An. M L 17 Anak II Pelajar SMA

3.Tipe Keluarga

1) Jenis tipe keluarga: nuclear family

2) Masalah yang terjadi dengan tipe tersebut: tidak ada masalah dengan tipe

keluarga.

4. Suku Bangsa
63

1) Asal suku bangsa: Papua


2) Budaya yang berhubungan dengan kesehatan : bila badan terasa sakit minum
obat toko dan berobat ke puskesmas
5. Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan

Keluarga beragama kristen dan keluarga percaya bahwa anggota keluarga lain

sakit merupakan ujian dari Tuhan.

6. Status Sosial Ekonomi Keluarga

1) Anggota keluarga yang mencari nafkah: ayah

2). Penghasilan: kurang lebih 1.000.000,- s/d 2.500.00,-

3) Upaya lain: -

4) Harta benda yang dimiliki (perabot, traspotasi dll): sepeda motor, rumah,

tanah, perabotan rumah tangga.

5) Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan: buat biaya listrik, biaya sehari-hari

7. Aktifitas Rekreasi Keluarga: melihat TV bersama keluarga.

2. Riwayat dan Tahapan Perkembangan Keluarga

a. Tahap perkembangan keluarga saat ini (ditemukan dengan anak sulung): anak

tertua saat ini sudah dewasa dan terkena/menderita penyakit kusta tipe MB.

b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan kendalanya:keluarga

memberikan kebebasan pada anak-anaknya.

c. Riwayat kesehatan keluarga inti:

1). Riwayat kesehatan keluarga saat ini:

Keluarga Tn.T. Mengatakan Tn. S. saat ini dalam keadaan kurang sehat sejak

kurang lebih 9 bulan yang lalu mengeluh penyakitnya timbul bercak merah,

Tangan dan kaki hampir semua kulit tubuh ada bercak mati rasa. Keluhan ini

dibiarkan tidak berobat dan kelama-lamaan tidak hilang dan akhirnya di bawa

ke Puskesmas dan di diagnosa bahwa Tn. S menderita kusta tipe basah/MB

dan diberikan obat sesuai dengan program.

2). Riwayat penyakit keturunan: keluarga tidak memiliki penyakit turunan

apapun.

3). Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga


64

No Nama Umur BB Keadaan Imunisasi Masalah Tindakan


kesehatan (BCG/Polio Kesehatan yg telah
/DPT/ dilakukan
Campak/HB)
1. Tn. T 48 40 Keadaan umum Tidak terkaji Tidak ada Biasanya
baik beli obat
2. Ny. S 42 44 Keadaan umum Tidak terkaji Tidak ada ke toko
baik bila ber
3. Tn. S 30 42 Keadaan umum Orang tua Kusta ulang kali
cukup, klien lupa lengkap tidak
mengeluh mati apa tidak sembuh
rasa pada kulit baru
(bercak) dan dibawah
kedua telapak ke
kaki sakit. puskesmas
Keadaan umum Imunisasi
4. An. M 17 40 baik Tidak ada
lengkap

4). Sumber pelayanan yang dimanfaatkan: Puskesmas

d. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya

Tn.T. mengatakan tidak pernah punya riwayat penyakit yang lama atau menular.

Keluarga Tn.T. mengatakan bahwa anaknya Tn. S awal mulanya hanya mengeluh

mati rasa pada kulit (bercak) dan kedua telapak tangan dan kaki sakit. Dan klien

mengatakan pernah punya teman sakit yang sama sepeti dirinya kurang lebih tiga

tahun yang lalu di tempat kerjanya.

3. Pengkajian Lingkungan

a. Karakteristik Rumah

1). Luas rumah: 7 mm x 10 mm

2). Type rumah: permanen

3). Kepemilikan: milik sendiri

4). Jumalah dan rasio kamar/ruangan: 4 ruangan antara lain: 1 kamar, 1 ruang

tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.

5).Ventilasi/jendela: cukup hamper semua ruangan ada ventilasi dan terang.

6). Pemanfaatan ruangan: ruang tamu jadi satu dengan ruang keluarga.

7). Septic tank: ada di belakang rumah.

8). Sumber air minum: sumur

9). Kamar mandi/WC:ada

10). Sampah: dikumpulkan di belakang rumah dan di bakar.

11). Kebersihan lingkungan: bersih, hanya perabotan dapur kurang tertata rapi.
65

b. Karakteristik Tetangga dan komunitas RW

1). Kebiasaan: mengikuti kegiatan ibadah gereja

2). Budaya: Mengikuti ibadah pemuda di gereja.

c. Mobilitas Geografis Keluarga: tidak pernah pindah , ini rumah milik sendiri.

d. Perkumpulan keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat:

Tn.T. rukun dan rajin mengikuti kegiatan masyarakat disekitarnya dan tidak ada

masalah dengan keluarga maupun tetangga.

4. Struktur Keluarga
a. Pola/cara Komunikasi Keluaraga: komunikasi dalam keluarga lancar dan

menggunakan bahasa local Papua dan Indonesia

b. Struktur Kekuatan Keluarga: keluarga yang paling berperan mengambil

keputusan adalah ayah.

c. Struktur Peran (peran masing-masing anggota keluarga):

1). Tn.T. : sebagai kepala keluarga, sekaligus bekerja sebagai wiraswasta dan

pengambil keputusan di keluarga.

2). Ny.S. : Sebagai ibu rumah tangga dan bekerja rumah.

3). Tn. S. : sebagai anak pertama dalam keluarga.

4). An. M. : sebagai anak kedua dalam keluarga.

d. Nilai Dan Norma Keluarga

Keluarga mengutamakan kesehatan sehingga, jika ada salah satu yang sedang

sakit langsung dibawah berobat dan keluarga mengikuti norma-norma di

masyarakat dan agama yang dianut.

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi afektif

Keluarga Tn.T. sangat menyayangi anak-anaknya dan tidak membedabedakan, dan

keluarga berinteraksi dengan anggota masyarakat yang lainnya saling


66

menghormati satu sama lainnya.

b. Fungsi sosialisasi

1). Kerukunan hidup dengan keluarga: Tn.T rukun pada tetangganya,

masyarakat dan keluarganya.

2). Interaksi dan hubungan dengan dalam keluarga: baik

3). Anggota keluarga yang dominan dalam pengambilan

keputusan: ayah/kepala keluarga.

4). Kegiatan keluarga waktu senggang: sore hari nonton TV

5). Partisipasi dalam keluarga sosial: Tn.T sering mengikuti kegiatan warga dan

ibadah gereja rutin

c. Fungsi keperawatan kesehatan

1). Pengetahuan dan persepsi keluarga tentang penyakit/masalah kesehatan

keluarga: keluarga Tn.T. masih kurang tentang mengenal tentang penyakit

kusta hal ini disebabkan pemahaman keluarga terhadap masalah yang

diderita oleh anaknya Tn. Stidak begitu banyak.

2). Kemampuan keluarga mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat:

keluarga Tn.T. dan keluarga membawah Tn. S ke tenaga kesehatan

(puskesmas).

3). Kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya yang sakit: keluarga

Tn.T. tidak tahu cara merawat Tn. S dan hanya memberi obat.

4). Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat: keluarga

Tn.T memahami kebersihan lingkungan dibuktikan dengan rumah bersih,

kamar mandi dan WC bersih.

5). Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan di masyarakat:

Apabila anggota keluarga sakit akan dibawa berobat ke Puskesmas.

d. Fungsi reproduksi

1). Perencanan jumlah anak: 2 anak, pada kenyataannya jumlah anaknya 2.

2). Akseptor: Pasang sudah 2 tahun.

e. Fungsi ekonomi

Usaha pemenuhan sandang pangan: Tn.T kerja sebagai wiraswasta

.
67

6. Stres dan koping keluarga

a. Stresor jangka pendek: tidak merasakan adanya gangguan.

b. Stresor jangka panjang: keluarga Tn.T salah satu anaknya Tn. S menderita
penyaki kusta.
c. Respon keluarga terhadap stresor: Keluarga Tn.T bingung dan cemas apakah
anaknya Tn. S dengan sakit kusta apa ada obatnya.
d. Strategi koping: dibawa ke puskesmas.
e. Strategi adaptasi disfungsional: tidak ada.

7. Keadaan gizi keluarga

Pemenuhan gizi: makan sehari 3 kali dengan lauk pauk sederhana tempe, sayur,

kadang dengan ikan.

Upaya lain: tidak ada.

8.Pemeriksaan fisik

a. Identitas

Nama : Tn. S.

Umur : 30 tahun

L/P : laki-laki

Pendidikan: SMA

Pekerjaan: belum kerja

b.Keluhan/Riwayat Penyakit Saat Ini:

Tn. S. saat ini dalam keadaan kurang sehat sejak kurang lebih 9 bulan dan

akhirnya di bawah ke Puskesmas dan di diagnose bahwa Tn. S. menderita kusta

tipe basa/MB dan diberikan obat sesuai dengan program

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Sebelumnya Tn.S. tidak memiliki penyakit kusta

Tanda-tanda Vital

Tensi: 110/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, respirasi: 20 x/menit, suhu: 36 BB: 42

kg

d. System Cardio Vaskuler

Iktus tidak tampak, tidak ada pembesaran jantung, S1 dan S2 tunggal, irama

normal.
68

e. System Respirasi

Pernafasan tiada kelainan, gerakan simetris, retraksi dada minimal, tidak ada

suara nafas tambahan.

f. Sytem Gastrointestinal

Bising usus 5 x/menit, bentuk perut datar, tidak mempunyai riwayat sakit

lambung.

g. Sytem Persarafan

Saraf tangan kanan menebal dan kaki kanan dantidak ada mati rasa raba pada

tangan maupun kaki.

h. System Muskoloskeletal

Kekuatan gerak tangan dan kaki normal, tapi pada kaki buat jalan sakit.

9. Harapan Keluarga

Keluarga Tn.T. mengharapkan obat anak saya obat yang paling baik dan cepat

sembuh. Dan berharap pada petugas agar memberikan pelayanan yang baik an tepat

pada siapa saja yang membutuhkan.

B . Analisis Data

Tangal Analisa: 4 – 10 – 2021

NO Tanggal Data Diagnosa Keperawatan


1. 04/10/2021 DS: Tn. S. saat ini dalam Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan ketidak
keadaan kurang sehat sejak
mampuan keluarga merawat
kurang lebih 9 bulan dan
pasien efek kusta pada anggota
akhirnya di bawah ke keluarga

Puskesmas dan di diagnose

bahwa Tn. S menderita kusta

tipe basa/MB dan diberikan

obat sesuai dengan program


69

DO: kulit/bercak pada tubuh


saat dites terjadi mati rasa
dan hampir kelihatan
disemua tubah. Ada
pemeriksan saraf ada
penebalan pada saraf tangan
kanan (saraf ulnaris) dan
kaki kanan (saraf perinius).
Tanda-tanda Vital
Tensi: 110/80 mmHg,
Nadi: 80 x/menit,
respirasi: 20 x/menit
suhu: 36 C
BB: 42 kg

C. Scoring Data

Diagnosa keperawatan: Ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarganya (sakit

kusta) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan penyakit kusta

KRITERIA NILAI BOBOT SCORING PEMBENARAN


Sifat masalah: 3 1 3/3 x 1 = 1 Karena keluarga Tn.T.tidak
Aktual mengetahui Penyakit Kusta.

Kemungkinan 1 2 1/2 x 2 = 1 Keluarga Tn.T. belum terlalu


diubah: dapat mengenal tentang cara
diubah perawatan penyakit kusta.
Sebagian
Potensial 3 1 3/3 x 1 = 1 Kurang lebih 9 bulan Tn.
dicegah: Smenderita penyakit kusta
Tinggi dan dalam pengobatan.
Menonjol 1 1 1/2 x 1 = 1/2 Keluarga Tn.T. menganggap
Masalah: ada bahwa masalah yang
masalah tetapi dihadapi Tn. S adalah
tidak perlu masalah yang biasa-biasa
segera saja
ditangani
Jumlah total 8 5 3½

D. Diagnosis Keperawatan Keluarga Sesuai Prioritas

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga

merawat pasien efek kusta pada anggota keluarga


70

E. Intervensi Asuhan Keperawatan Keluarga Tanggal: 04 – 10 – 2021 Jam: 09.00 WIT.

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawat an TUM TUK

Gangguan integritas kulit Keluarg a mampu Keluarga dapat/mampu:


merawat masalah 1. Keluarga mengerti apa itu kusta, 1. Menjelaskan pengertian apa itu kusta, penyebab, 1. Agar mengetahui penyakit kusta dan
berhubungan dengan kesehatan tentang penyebab, tanda kusta dan cara tanda kusta dan perawatan penyakit kusta dari mempercepat kesembuhan dan
penyakit kusta merawat anggotanya yang sakit yang sederhana dan mudah dilakukan. mengura ngi kecacatan .
ketidak mampuan keluarga setelah dilakukan kusta
kunjungan rumah
merawat pasien efek kusta selama 7 hari. 2. Keluarga bisa menyebutk an apa 2. Menjelaskan benda-benda yang bisa 2. Agar tidak terjadi kecacatan/luka.
yang harus dihindari oleh membahayakan kecacatan/luka dan bahaya pada
pada anggota keluarga penderita kusta antara lain api, penderita kusta antara lain api, benda panas dan
benda panas dan tajam. tajam.

3. Keluarga mengerti akibat bila 3. Menjelaskan akibat-akibat bila perawatan tidak 3. Agar tidak timbul kecacatan.
penderita tidak terawat dilakukan.

4. Cara
merawat kulit yang mati rasa 4.Mengajarkan/mendemonstr asikan perawatan pada 4. Agar tidak terjadi kecacatan,
infeksi pada kulit dan keluarga
dengan pemberian Teknik Amiji. kulit yang mati rasa dan kering dengan direndam mengetahui cara pemeriksaan kulit
menggunakan air angkat balur minyak dan pijit
pada telapak tangan /kaki rasa rabanya bertmbah banyak atau tidak
berkurang/hilang dengan memakai alas kaki, dan Yang mati rasa
pada tangan memakai sarung tangan bila pegang
yang panas dan cara pemeriksaan kulit yang mati
rasa.
71

F. Perencanaan Keperawatan Dan Evaluasi Tanggal : 05 – 10 – 2021 / 09.00 WIT.

Diagnosis Implementasi Respon


Keperawatan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan 1. Menjelaskan kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan Hasil: Keluarga Tn.T. bisa menyebutkan benda- benda
ketidak mampuan keluarga merawat pasien efek oleh kuman M.leprae dengan tanda bercak pada kulit mati rasa, yang membayakan bagi penyakit kusta yang kulitnya
kusta pada anggota keluarga kerusakan saraf tepi, pemeriksaan laboratorium BTA, dan mati rasa, pengertian kusta, penyebab dan tidak bisa
perawatan penyakit kusta dari yang sederhana dan mudah menyebutkan tanda kusta, cara perawatan penyakit
dilakukan, seperti pemberian minyak pada kulit yang kering dan kusta.
pelindungan pada telapak kaki dan tangan.
2. Menjelaskan benda-benda yang bisa menyebabkan kecacatan /luka Hasil: Keluarga Tn.T. mengatakan
dan bahaya pada penderita penyakit kusta diantaranya api, panas, pentingnya perawatan klien dengan kusta dan akan
dan benda tajam . melaksanakan perawatan pada anggota keluarganya
3. Menjelaskan akibat-akibat bila perawatan tidak dilakukan yang sakit.
diantaranya bisa luka pada kulit yg mati rasa kena api atau pisau.
4. Mengajarkan/mendemonstrasikan perawatan pada kulit yang mati
rasa dan kering dengan direndam menggunakan air angkat balur Hasil: Keluarga Tn.T. mau mencoba cara perawatan
minyak dan pijit pada telapak tangan /kaki rasa rabanya pada kulit yang mati rasa dan telapak tangan dan kaki
berkurang/hilang dengan memakai alas kaki, dan pada tangan yang mati rasa.
memakai sarung tangan bila pegang yang panas dan cara
pemeriksaan kulit yang mati rasa
72

Tanggal: 06 – 10 – 2021 / 09.00 WIT

Diagnosis Keperawatan Implementasi Respon

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan 1. Menjelaskan kembali kusta adalah penyakit yang menahun dan Hasil: Keluarga Tn.T. bisa menyebutkan benda- benda
ketidak mampuan keluarga merawat pasien efek disebabkan oleh kuman M.leprae dengan tanda bercak pada kulit yang membayakan bagi penyakit kusta yang kulitnya
kusta pada anggota keluarga mati rasa, kerusakan saraf tepi, pemeriksaan laboratorium BTA, mati
dan perawatan penyakit kusta dari yang sederhana dan mudah rasa,pengertian kusta, penyebab dan bisa menyebutkan
dilakukan, seperti pemberian minyak pada kulit yang kering dan tanda kusta,tapi cara perawatan penyakit kusta masih
pelindungan pada telapak kaki dan tangan. belum bisa.
2. Mengajarkan cara perawatan pada kulit yang mati rasa dan kering
dengan mengoleskan minyak, dan pada telapak tangan /kaki yang Hasil: Keluarga Tn.T. mengatakan
rasa rabanya berkurang /hilang dengan memakai alas kaki yang pentingnya perawatan klien dengan kusta dan akan
bawahnya keras tapi atasnya lunak, dan pada tangan memakai melaksanakan perawatan pada anggota keluarganya
sarung tangan/pelindung tangan yang tahan panas bila memegang yang sakit.
benda yang panas.
Hasil: Keluarga Tn.T. mau mencoba cara perawatan
pada kulit yang mati rasa dan telapak tangan dan kaki
yang mati rasa.
73

Tanggal: 07 – 10 – 2021 / 09.00 WIT

Diagnosis Implementasi Respon


Keperawatan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan 1. Mengajarkan cara perawatan pada kulit yang mati rasa dan kering Hasil: Keluarga Tn.T. bisa melakukan cara perawatan
ketidak mampuan keluarga merawat pasien efek dengan mengoleskan minyak, dan pada telapak tangan /kaki yang penyakit kusta dan pemeriksan
kusta pada anggota keluarga rasa rabanya berkurang /hilang dengan memakai alas kaki yang tanda atau bercak yang mati rasa.
bawahnya keras tapi atasnya lunak, dan pada tangan memakai sarung
tangan/pelindung tangan yang tahan panas bila memegang benda
yang panas. Hasil: Keluarga Tn.T. mengatakan
pentingnya perawatan klien dengan kusta dan akan
melaksanakan perawatan pada anggota keluarganya
yang sakit.

Hasil: Keluarga Tn.T. mau mencoba cara perawatan


pada kulit yang mati rasa dan telapak tangan dan kaki
yang mati rasa.
74

G. Evaluasi

No Diagnosis Hari/Tgl. Evaluasi


1 Gangguan integritas kulit Senin S:
berhubungan dengan 04-10-2021 1. Keluarga Tn.T. mengatakan tidak bisa anggota merawat anaknya yang penyakit kusta.
ketidak mampuan 10.00 WIT 2. Keluarga Tn.T. bisa menyebutkan tanda penyakit kusta.
keluarga merawat pasien 3. Keluarga Tn.T bisa menyebutkan apa itu kusta, penyebab dan yang berbahaya buat
efek kusta pada anggota penderita kusta (api, benda panas, benda tajam) juga akibatnya.
keluarga
O:
1. Keluarga Tn.T. kooperatif atas pertanyan yang diberikan.
2. Tidak bisa menyebut kan tanda penyakit kusta.

A: Tujuan belum tercapai

P: Lanjutkan Intervensi 1dan 4.


No Diagnosis Hari/Tgl. Evaluasi
2 Gangguan integritas kulit Rabu S:
berhubungan dengan 05-10-2021 1. Keluarga Tn.T. mengatakan masih belum bisa merawat anaknya yang sakit kusta
ketidak mampuan 10.00 WIT (dalam pemeriksaan tanda bercak mati rasa).
keluarga merawat pasien 2. Keluarga Tn.T. bisa menyebutkan tanda tanda penyakit kusta (bercak pada kulit mati
efek kusta pada anggota rasa, kerusakan saraf tepi, pemeriksaan laboratorium BTA).
keluarga O:
1. Keluarga Tn.T. kooperatif atas pertanyan yang diberikan.
2. Keluarga Tn.T masih belum bisa melakukan pemeriksaan tan da bercak mati rasa.

A: Tujuan tercapai

P: Lanjutkan intervensi no 4
75

3 Ketidak mampuan keluarga merawat anggota Jumat S:


keluarganya (sakit kusta) yang berhubungan 06-10-2021 Keluarga Tn.T. mengatakan sudah bisa merawat anaknya
dengan kurangnya pengetahuan tentang 10.00 WIT yang sakit kusta.
perawatan penyakit kusta.
O:
1. Keluarga Tn.T. kooperatif atas pertanyan yang
diberikan.
2. Keluarga Tn.T bisa melakukan pemeriksaan tanda-
tanda kusta meskipun masih kaku.

A: Tujuan tercapai

P: Hentikan intervensi.
76

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1.Profil Lahan Praktek

1. Letak geografis Puskesmas Elly Uyo terletak di Kelurahan Ardipura Distrik

Jayapura Selatan.Wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Kelurahan

Ardipura. Dilihat dari geografis Puskesmas Elly Uyo terletak di Jl. Raya

Ardipura III kelurahan Ardipura Distrik Jayapura Selatan dapat terjangkau

dengan kendaraan roda dua atau roda empat pribadi maupun sarana angkutan

umum berupa ojek, Sehingga akses masyarakat ke Puskesmas Elly Uyo

menjadi mudah dan masuk dalam Akreditas B (Utama).

2.Visi dan Misi Puskesmas Elly Uyo

a. Visi Puskesmas Elly Uyo adalah Terwujudnya masyarakat Ardipura

Sehat Tahun 2030

b. Misi Puskesmas Elly Uyo adalah:

 Memberikan pelayanan dan memberikan informasi yang cepat dan

akurat kepada masyarakat

 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kemandirian hidup

sehat

 Mengembangkan manajemen dan sumber daya yang profesional

 Meningkatkan mutu layanan dan menjamin keselamatan pasien

4.2. Pengkajian
Pada pengkajian, data yang muncul pada kedua klien dengan masalah

keperawatan keluarga Kerusakan Integritas Kulit dengan adanya gejala Luka pada
77

tangan dan kaki, Kulit Kering, Kulit yang terdapat bercak tidak berkeringat dan

mengalami mati rasa, terdapat bercak di tangan kanan, Terdapat callus pada kaki

kanan. Kedua klien mengatakan bahwa dirinya sudah lama mengalami mati rasa

pada tangan dan kakinya , keluarga juga mengatakan jika bahwa terdapat bercak

putih di tangan yang hampir mirip dengan panu yang kemudian lama-lama menjadi

besar.

4.3. Diagnosa keperawatan

Masalah keperawatan yang ditemukan pada kedua klien adalah kerusakan

integritas kulit berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga dalam mengenal

penyakit kusta. Salah satu penyebabnya adalah karena ketidaktahuan keluarga

dalam mengenal penyakit kusta. Batasan karakteristik yang muncul pada klien 1

ada (dua) 1 Kerusakan pada lapisan epidermis, 2 kerusakan pada lapisan dermis dan

pada Klien 2 ada (dua) 1 Kerusakan pada lapisan epidermis, 2 kerusakan pada

lapisan dermis.

4.4. Intervensi

Pada intervensi atau rencana tindakan keperawatan ini mengacu pada

diagnosa klinis yang ada pada kusta dengan ketidaktahuan keluarga dalam

melaksanakan 5 tugas keluarga yang disesuaikan dengan penetapan tujuan yang

terdiri dari TUP atau tujuan jangka panjang dan TUK atau Tujuan jangka pendek

serta penetapan kriteria dan standart. Intervensi disusun berdasarkan pada teori

menurut NANDA NIC-NOC ada 22 Intervensi dan yang digunakan ada 7 intervensi

yaitu : 1) Periksa kulit untuk mengetahui adanya iritasi, retak, lesi, kelainan

katimumul, kapalan, kecacatan, atau edema, 2) Berikan rendaman kaki, jika

diperlukan, 3) Keringkan pada sela sela jari dengan seksama, 4) Oleskan minyak, 5)
78

Diskusikan dengan pasien mengenai perawatan rutin kaki dan tangan, 6) Anjurkan

pasien/keluarga mengenai pentingnya perawatan tangan dan kaki, 7) Anjurkan

pasien akan pentingnya pemeriksaan kaki dan tangan terutama ketika sensasi mulai

berkurang.

4.5.Implementasi

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. M dan Tn. T juga

terdapat faktor ketidaktahuan dalam mengenal penyakit kusta sehingga terdapat

kesulitan dalam implementasi diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga dalam mengenal penyakit kusta.

Adapun Implementasi yang di lakukan pada kedua klien sudah dilakukan tetapi ada

beberapa implementasi tidak bisa dilakukan yaitu seperti mengajarkan minum obat

yang benar, karena kedua klien sudah mampu dan tau bagaimana cara minum obat

yang benar.

4.6. Evaluasi

Dalam mengevaluasi hasil dari tindakan keperawatan dilakukan kriteria

standart yang telah ditetapkan pada perencanaan. Kriteria standart yang tercapai

pada kedua klien ada (dua) dan masalah tercapai sebagian. Dengan kesimpulan

seluruh masalah yang di alami klien dan keluarga dengan masalah kerusakan

integritas kulit berhubungan dengan ketidaktahuan mengenal masalah penyakit

kusta pada kasus nyata dapat tercapai sebagian. di karenakan waktu untuk

mengatasi kerusakan integritas kulit membutuhkan waktu yang cukup lama.


79

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan serta penulisan analisa yang telah dilakukan, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

A. Hasil dari pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2021

dapat disimpulkan bahwa salah satu keluarga Ny. M dan Tn.T. menderita

penyakit kusta tipe MB dan telah mendapatkan pengobatan program dari

Puskesmas Elly Uyo.

B. Dan didapatkan satu diagnosis keperawatan keluarga yang berdasarkan

scoring yang telah dilakukan yaitu: Gangguan integritas kulit berhubungan

dengan ketidak mampuan keluarga merawat pasien efek kusta pada anggota

keluarga

C. Perencanan adalah penyusun rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari

komponen tujuan umum, tujuan khusus, kriteria, rencana tindakan dan

standar untuk menyelesaikan masalah keperawatan keluarga berdasarkan

prioritas dan tujuan yang telah ditetapkan yang dibuat pada diagnosis

keluarga mampu merawat masalah kesehatan tentang penyakit kusta setelah

dilakukan kunjungan rumah selama 7 hari. Dengan kreteria keluarga mengerti

apa itu kusta, penyebab, tanda kusta dan cara merawat anggotanya yang sakit

kusta, Keluarga bisa menyebutkan apa yang harus dihindari oleh penderita

kusta antara lain api, benda panas dan tajam, keluarga mengerti akibat bila

penderita tidak terawat, Cara merawat kulit yang mati rasa dengan pemberian

minyak dan cara pemeriksaan kulit mati rasa.


80

D. Penulisan pelaksanaan melakukan tindakan keperawatan keluarga

berdasarkan dari rencana tindakan keperawatan keluarga yang telah penulis

dan semua rencana tindakan keperawatan tersebut yang telah dilakukan oleh

penulis pada diagnosis adalah menjelaskan kusta adalah penyakit yang

menahun dan disebabkan oleh kuman M.leprae dengan tanda bercak pada

kulit mati rasa, kerusakan saraf tepi, pemeriksaan laboratorium BTA, dan

perawatan penyakit kusta dari yang sederhana dan mudah dilakukan, seperti

pemberian minyak pada kulit yang kering dan pelindungan pada telapak kaki

dan tangan, menjelaskan benda-benda yang bisa menyebabkan kecacatan

/luka dan bahaya pada penderita penyakit kusta diantaranya api, panas, dan

benda tajam, menjelaskan akibat-akibat bila perawatan tidak dilakukan

diantaranya bisa luka pada kulit yg mati rasa kena api atau pisau,

mengajarkan cara perawatan pada kulit yang mati rasa dan kering dengan

mengoleskan minyak, dan pada telapak tangan /kaki yang rasa rabanya

berkurang /hilang dengan memakai alas kaki yang bawahnya keras tapi

atasnya lunak, dan pada tangan memakai sarung tangan/pelindung tangan

yang tahan panas bila memegang benda yang panas.

E. Evaluasi metode SOAP untuk mengetahui keefektifan tindakan keperawatan.

Pada evaluasi diagnosis keperawatan adalah S: keluarga Tn.T. dan Ny. M

mengatakan tidak bisa merawat anggota keluarganya yang memiliki penyakit

kusta, keluarga Ny. M dan Tn.T. bisa menyebutkan tanda penyakit kusta,

Keluarga Ny. M dan Tn. T bisa menyebutkan apa itu kusta, penyebab dan

yang berbahaya buat penderita kusta (api, benda panas, benda tajam) juga
81

akibatnya, O: keluarga Ny. M dan Tn.T. kooperatif atas pertanyan yang

diberikan, tidak bisa menyebut kan tanda penyakit kusta, A: Tujuan belum

tercapai, P: Lanjutkan Intervensi no. 1 dan 4 dan pada akhir kunjungan

tanggal 07 Oktober 2021 dengan SOAP masalah teratasi.

5.2. Saran
Mengingat bahwa kusta merupakan penyakit yang menyerang sistim saraf

tepi dan penularannya dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan klien,

oleh karena itu, klien dengan kusta perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin

mengenai sensitivitas pada ekstremitas atas maupun bawah agar tidak sampai

terjadi kecacatan yang lebih lanjut. Oleh karena itu, peran serta keluarga sangat

penting untuk penyembuhan klien karena keluarga merupakan unit terkecil dari

suatu sistem maka keluarga juga harus dilibatkan dalam proses asuhan keperawatan

tersebut.

Mengingat tujuan asuhan keperawatan keluarga untuk menyelesaikan masalah

kesehatan yang di alami keluarga dengan menggunakan pendekatan keperawatan,

maka peran perawat disini adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan baik pada

klien dan keluarganya.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Buku Penerbit


kedokteran EGC.

ADP, S. G. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: CV Trans Info Media.

Cotran, R. d. (2009). Dasar Patalogis Penyakit. Ed. 7. Jakarta: EGC.

Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura. 2018. Profil Kesehatan Kabupaten


Jayapura. Jayapura. Dinas Kesehata Kabupaten Jayapura.

Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan. 2019. Profil Kesehatan Propinsi


Sulawesi selatan. Makasar.Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan.

Gusti, S (2017). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: CV Trans Info Media.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Profil Kesehatan Indonesia,


Jakarta, Kementrian Kesehetan Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Nasional Program


Pengendalian Kusta. Jakarta. Kementrian Kesehatan Indonesia.

Muttaqin, Kumala Sari (2017). Asuhan Keperwatan Gangguan Sistem Integumen.


Jakarta, Salemba Medika.

Orientari, W. (2019). Eridikasi Kusta. Universitas Indonesia , 161.

Profil Kesehatan Jawa Timur. 2018. Profil Kesehatan Jawa Timur. Surabaya.
Dinas Kesehatan Jawa TImur.

Rahayu, Desi Ariyana. Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Dukungan


Psikososial Keluarga Pada Anggota Keluarga Dengan Penyakit Kusta Di
Kabupaten Pekalongan. Tesis. Depok : Program Magister Keperawatan
Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan.

Razhmah, lani dan Patrician Cahanar. 2000. Ilmu Penyakit Kulit, Jakarta :
Hipokrates

Setiawati, Santun. 2008. Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga.


Jakarta : Trans Info Medika.
Siregar, R.S. 2019. Atlas Berwarna Penyakit Kulit.Jakarta : EGC

Susanto, Tantut, dkk. 2017. Perawatan Klien Kusta di Komunitas.Jakarta : CV.


Trans Info Media.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, penularan, pencegahan dan


pemberantasannya. Edisi II. Jakarta. Erlangga.

Wilkinson, Judith. Ahern, Nancy. 2011. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Edisi
9. Jakarta : EGC.

Wisnu, I Made, dkk.2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta : Badan


Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai