Anda di halaman 1dari 12

Monday, February 4, 2013

MAKALAH ENCEPHALITIS PADA ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di indonesia, penyakit ensefalitis merupakan penyakit yang paling sering dialami anak kecil.
Sebagaimana yang kita tahu Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe
dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini
disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.

Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah, kepekaan
penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan mengantuk,
kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan kesadaran ,
kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat yang tiba-tiba
dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan encephalitis.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Agar mahasiswa/i dapat menggambarkan secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
pada anak dengan ensefalitis.

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan ensefalitis

b. Menentukan masalah keperawatan pada anak dengan ensefalitis

c. Merencanakan asuhan keperawatan pada anak dengan ensefalitis

d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan pada anak


dengan ensefalitis

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Defenisi

Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh
virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak.

Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme.

Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain
yang non-purulen (+).

Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa,
jamur, ricketsia atau virus.

2. Patofisiologi

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam
tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

a. Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.

b. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.

c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri
tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat. Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan
perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia,
Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

3. Gejala klinis

Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat
digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa ensefalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun.

Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak, seringkali
terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda
perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor,
kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.
Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak khas seperti
infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala,
muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan
kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku
kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia.

Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan langsung pada
jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan saraf terhadap antigen virus
yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi aktivasi
virus neurotropik yang bersifat laten.

Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas atas
atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda radang SSP seperti kaku
kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul
bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat
terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian,
disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental.

Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh:

a. Berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat

b. Patogenesitas agen yang menyerang

c. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita

4. Komplikasi

Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan :

a. Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps) atau cacar.

b. Susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan
pendengaran

c. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap

d. Defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan


mental sering terjadi.

e. Komplikasi pada bayi biasanya berupa :

- Hidrosefalus

- Epilepsi

- Retardasi mental karena kerusakan SSP berat

5. Pemeriksaan diagnostik
a. Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu.
Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang
meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

b. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat
tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di
daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah
lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

6. Penatalaksanaan

Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya gejala-
gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan
mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata laksana
yang dikerjakan sebagai berikut :

a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.
Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam
(0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur)
dan pemberian oksigen.

c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri
dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan
dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga
dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk.
Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

b. Keluhan utama

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

c. Riwayat penyakit sekarang

Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari,
sakit kepala.

d. Riwayat penyakit dahulu


Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes,
penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dll. Bakteri
contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E, Coli, dll.

f. Imunisasi

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP

g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

1) Kebiasaan

Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan
penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)

2) Status Ekonomi

Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

3) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi

4) Pola Eliminasi

Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat
melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.

5) Pola tidur dan istirahat

Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapatdievaluasi karena
pasien sering mengalami apatis sampai koma.

6) Pola Aktivitas

a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk
mengalami kelemahan.

b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan
positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan
pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk. Kesulitan yang
dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal, mudah terInfeksi berat, aktifitas togosit turun, Hb
turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan

7) Pola Hubungan Dengan Peran


Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena
kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

2. Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.

b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

c. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.

d. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

e. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM Terbatas.

f. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.

g. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan
saraf pusat.

h. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.

i. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.

j. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun

Tujuan: tidak terjadi infeksi


Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen

Intervensi:

1) Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung.
Pantau dan batasi pengunjung.

R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi,
mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.

2) Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.

R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .

3) Berikan antibiotika sesuai indikasi

R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

b. Dx 2 : Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi sensorik/motorik.


Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak adanya/menurunkan sakit kepala.
Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi
setelah dilakukan pungsi lumbal

R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang
memerlukan tindakan medis dengan segera.

2) Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya,
seperti GCS.

R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK
adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari
kerusakan serebral

3) Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik yang terus-
menerus dan tekanan nadi yang melebar

R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan sebagai
dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin
mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang menimbulkan peningkatan
TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan tekanan
darah diastolic(tekanan darah yang melebar)

4) Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan

R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga tampaknya


menimbulkan pengaruh trelaksasi pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan TIK.

5) Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason, metilprednison(medrol)

R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral, dapat
juga menurunkan risiko terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.

c. Dx 3 : Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum

Tujuan : Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :

1) Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn
terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.

R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit. Catatan:
memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.

2) Pertahankan tirah baring dalam fase akut.

R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.


3) Kolaborasi.

Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.

R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

4) Abservasi tanda-tanda vital

R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

d. Dx 4 : Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan : menunjukkan postur rileks dan
mampu istirahat/tidur dengan tepat

Intervensi :

1) Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan indikasi

R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan
istirahat/rileksasi

2) Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata

R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang selanjutnya akan
menurunkan nyeri

3) Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting

R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

4) Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi sedikit pada meningitis

R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

5) Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher dan bahu.

R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa
tidak nyaman tersebut.

6) Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein

R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat, catatan : narkotik mungkin
merupakan kotra indikasi sehingga menimbulkan ketidakakuratan dalam pemeriksaaan neurologis

e. Dx 5 : Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.

Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan oleh
tidak terdapatnya kontraktur, footdrop. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi
umum. Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.

Intervensi :
1) Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)

R/. Pasien mampu mandiri(nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan yang minimal(nilai 1);
memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan(nilai 2); memerlukan
bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus(nilai 3); tergantung secara total pada
pemberi asuhan(nilai 4).

2) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan. Ubah
posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi
tersebut.

R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh. Jika ada paralysis atau keterbatasan kognitif,
pasien harus diubah posisinya secara teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam jangka
waktu yang sangat terbatas.

3) Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak

R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis.

4) Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.

R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu meningkatkan arus
balik vena untuk menurunkan risiko terjadinya trauma jaringan.

f. Dx6: Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.

Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan Kriteria : BB dalam batas
normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak ditemukan defisiensi nutrisi

Intervensi :

1) Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai’

R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI

2) Kaji antropometri setiap hari

R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status nutrisi

3) Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin

R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi klien

4) Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari makan pedas/terlalu
asam

R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi klien

5) Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan


R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan
memudahkan masukan diet

6) Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan

R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori

g. Dx 7 : Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan


susunan saraf pusat.

h. Dx`8 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.

i. Dx 9 : Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.

j. Dx 10 : Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang

Tujuan :Tidak terjadi kontraktur

Kriteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi dan dapat menggerakkan anggota tubuh

Intervensi

1) Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik, terjadi kekacauan
sendi.

R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program
perawatan.

2) Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap

R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.

3) Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam

R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya
pertahanan tubuh .

4) Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam

R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan
inteR/ensi segera

5) Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi

R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif
yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu
langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.

6. Penkes

Pengendalian vektor penyakit sulit dilakukan. Penyemprotan dengan insektisida dilakukan apabila
terjadi epidemi, namun demikian penyemprotan hanya bersifat mengurangi populasi vektor, tidak
menghilangkan sama sekali. Vaksin inaktif menggunakan formaldehyde sebagai bahan inaktifan
pernah digunakan untuk mengimmunisasi kuda terhadap virus EEE, WEE, dan VEE.

Dalam jumlah terbatas, immunisasi juga dapat dilakukan terhadap para pekerja laboratorium.
Pencegahan terhadap virus VEE pernah dilakukan dengan menggunakan vaksin aktif (live-attenuated
vaccine) yang dikenal sebagai TC-83. Vaksin tersebut digunakan untuk mengimmunisasi tentara dan
digunakan pada jutaan kuda sewaktu terjadi wabah VEE pada kumn waktu 1969 — 1971. Vaksin aktif
ini cukup aman diberikan pada kuda yang sedang bunting.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh
virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak.

Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah, kepekaan
penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan mengantuk,
kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan kesadaran ,
kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat yang tiba-tiba
dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan encephalitis.

B. Saran

Encephalitis ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada penderita agar peduli
terhadap penyakitnya dengan konsultasikan kepada dokter jika terjadi gejala-gejala yang tiba-tiba
sakit kepala, muntah, kepekaan penglihatan pada sinar. Untuk menghindari resiko akibat penyakit
ecephalitis, perlu adanya menjaga lingkungan agar tetap bersih dan bebas dari virus-virus terutama
virus yang menyebabkan encephalitis.
DAFTAR PUSTAKA

Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005


Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aesculapius

Ngastiah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai