Piameter
Membran yang paling dalam berupa dinding yang tipis, transparan yang
menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
1) Serebrum
Terdiri dari dua hemisfer yaitu substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding
serebrum yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi kortek serebri,
nukleus dan basal gang lia. Substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam
dan terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-gabian otak dengan yang
lain. Sebagian besar hemisfer serebri (teten sefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat
(ssp). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi
individu dan intelegensia.
Lobus serebrum antara lin lobus frontal yang terletak pada fossa anterior. Area ini
mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
Lobus parietal (lobus sensori). Area ini menginterprestasikan sensasi, sensasi rasa
yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu maupun
mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran,
ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini. Lobus aksipital
terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab
mengintepretasikan penglihatan
Dien sefalon
Fosa bagian tengah atau dien sefalon berisi talamus, hipotalamus dan kelenjar
hipofisis.
1) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktifitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua impus
memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom.
Mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu
tubuh melalui peningkatan vasokontruksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi
sekresi horonal dengan kelenjar hipofisis, sebagai pusat lapar, mengontrol
berat badan, mengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan
respon emosional (malu, marah, depresi, panik dan takut).
3) Kelenjar hipofisis
Hipofisis lobus anterior memproduksi hormon pertumbuhan, hormon
adrenakortikatropil (Acth), prolaktin, hormon perangsang tiroid (TSH), Hormon
folikel (FSH) dan luteinizing hormon (LH). Lobus posterior berisi hormon
antidiuretik (ADH) yang mengatur sekresi dan retensi cairan pada ginjal. Dua
syndrom yang sering muncul dihubungkan dengan abnormalitas ADH adalah
diabetes insipidus (DI) dan syndrom ketidak tepatan ADH (SIADH)
Serabut syaraf dari semua bagian korteks membentuk bundel yang padat
yang disebut kapsul internal masuk pons dan medulla dengan masing-masing
bundel secara bersamaan menyilang ke posisi yang berlawanan. Beberapa akson-
akson ini membuat hubungan dengan akson-akson dari serebelum, basal ganglia,
talamus dan hipotalamus, beberapa akson lain menyambung dengan sel-sel syaraf
otak. Serabut-serabut syaraf lain dari korteks dan pusat subkortikal melalui
saluran pons dan medulla menuju medulla spinalis.
2) Batang otak
Terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata, otak tengah
menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebelum. Bagian ini berisi
jalur sensorik dan morotik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medulla dan merupakan
jembatan antara bagian serebelum, dan juga antara medulla dan serebelum. Pons
berisis jaras sensorik dan motorik.
Medulla oblongata meneruskan serabut-serbaut motorik dari otak ke medulla
spinalis dan serabur-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Pons berisi pusat-
pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan dan tekanan darah dan
sebagai asal usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
3) Serebelum
Terletak pada fossa pasterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan
durameter nentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang
dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan getaran
halus. Ditambah mengontrol getaran yang benar, keseimbangan , posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.
b. Sirkulasi serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml/menit.
Sirkulasi ini sangat dibutuhkan karena otak tidak menyimpan makanan, sementara
mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi.
c. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007. diproduksi
didalam pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat. Sistem ventrikular
dan subarakhnoid mengandung kira-kira 150 ml air, 15 sampai 25 ml dari CSS.
Terdapat di masing-masing ventikel lateral. CSS mengandung protein, glukosa dan
klorida, juga mengandung immunoglobulin. Secara normal CSS mempunyai sedikit
sel-sel darah putih dan tidak mengandung sel darah merah.
d. Medulla Spinalis
Penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45
cm dan menipis pada jari-jari.
Saraf-saraf Spinal medula Spinalis, tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen
Servikal , 12 segmen Torakal, 5 Lumbal, 5 Sakral dan 5 segmen koksigeus. Medula
Spinalis, mempunyai 31 pasang saraf spinal.
Kolumna vertebra melindung medula Spinalis, memungkinkan gerakan kepala
dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra terpisah oleh
potongan-potongan kecuali servikal pertama dan kedua, sakral dan tulang belakang
koksigius.
e. Jaras Visual
Serabut-serabut yang berhubungan dengan saraf optik berakhir pada pangkal
masing-masing hemisfer. Sel-sel penerima ini bertanggunga jawab terhadap
penglihatan. Pengkajian penglihatan pasien dilakukan melalui uji ketajaman
penglihatan dengan menggunakan kartu snellen dan cara biasa dengan membaca
koran. Penglihatan pasien harus diperiksa dengan dan tanpa koreksi lenda.
2.
3. Pengertian Cedera Kepala
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, otak, cedera paling sering dan
merupakan penyakit neuroligist yang serius diantara penyakit neurologist dan merupakan
proporsi epodemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
(Bruner & Suddart, 2002)
Cedera kepala adalah cedera neurologik yang diakibatkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh pengaruh suatu
kekuatan atau energi yang diteruskan ke dalam otak dan akhirnya oleh efek percepatan,
perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku.(Price. J. Wilson,
2006)
Cedera kepala atau (cedera otak) adalah gangguan fungsi otak normal karena trauma
(trauma tumpul atau trauma tusuk) (Sandra. M. Nettima, 2002)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian terjadi akibat kecelakaan lalulintas. (Arif
Mansjoer, dkk. 1999)
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
(http//www.staroncology.)
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu cedera / trauma pada
kulit kepala, tengkorak, otak yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang
menembus atau merobek suatu jaringan otak, merupakan penyakit neuroligis yang seirus
diantara penyakit neurologis karena menyebabkan kematian / kecacatan terutama pada
kelompok usia produktif.
4. Etiologi
a. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau.
b. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga, dll,
menyebabkan cedera menyeluruh (difus). Kerusakan terjadi ketika energi atau
kekuatan diteruskan ke substansi otak. Energi diserap oleh lapisan pelindung yaitu
rambut, kulit, kepala, tengkorak dn otak.
7. Patofisiologi
Trauma
(tajam & tumpul)
↓
Kerusakan pada neuron
Pembuluh darah, jaringan otak
↓
Rusaknya BBB (Blood Brain Barrier)
Vasodilatasi
↓
Peningkatan tekanan intrakranial ------ > Herniasi otak
ICP ↓
Menekan pusat
pernapasan
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100
gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.Trauma kepala meyebabkan
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan
vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.Akibat adanya
perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan
vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar.
8. Manifestasi Klinik
a. Gangguan kesadaran
b. Konfusi abnormal tiba-tiba defisit neurologik
c. Abnormal pupil
d. Awitan tiba-tiba defisit neurologik
e. Perubahan tanda-tanda vital
f. Gangguan penglihatan dan pendengaran
g. Gangguan / disfungsi sensori
h. Kejang otot
i. Sakit kepala dan vertigo, Gangguan pergerakan
9. Komplikasi
a. Herniasi otak : akibat dari edema dan peningkatan TIK
b. Hidrosefalus : akibat peningkatan akumulasi cairan serebrospinal
c. Infeksi : terjadi pada cedera kepala terbuka
d. SIADH : terjadi bila lesi mengenai hipotalamus
11. Penatalaksanaan
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan hemastatis otak dan mencegah
kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi kardiovaskuler dan fungsi
pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral adekuat. Hemoragi terkontrol,
hipovotemia diperbaiki, dan nilai - nilai gas darah dipertahankan pada nilai yang
diinginkan.
a. Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal
1) Menilai jalas nafas : Bersihkan jalas nafas dari debris atau muntahan, lepaskan
gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan memasang kolar
servikal, pasang guedel bila ditolerir, jika pasien cedera orofasial mengganggu
jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2) Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak. Jika
tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas spontan, selidiki
dan atasi cedera dada berat seperti pneumotorak. Pasang oksimetri nadi jika
tersedia dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimun 95%.
3) Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua
perdarahan dengan menekan arterinya, perhatikan secara khusus adanya cedera
intraabdomen atau dada, ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan
darah, pasang alat pemantau dan EKG. Pasang jalur intravena yang besar, ambil
darah vena untuk meperiksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glutosa
dan analisa gas darah arteri.
4) Obati kejang : kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus
diobati. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan
diulangi sampai tiga kali masih kejang.
5) Menilai tingkat kesadaran :
a) Cedera kepala ringan (GCS13-15)
b) Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
c) Cedera kepala berat (GCS 3-8)
V. (Trigeminal)
1) Sensasi pada wajah
Pemeriksaan : anjurkan pasien menutup kedua mata, sentuhkan kapas pada
dahi, pipi dan dagu, bandingkan kedua sisi yang berlawanan. Sensitivitas
terhadap nyeri daerah permukaan diuji dengan menggunakan benda runcing
dan diakhiri dengan spatel lidah yang tumpul, lakukan pengkajian dengan
benda tajam dan tumpul secara bergantian.
2) Refleks kornea
Pemeriksaan : pada saat pasien melihat ke atas, lakukan sentuhan ringan
dengan sebuah gumpalan kapas kecil di daerah temporal masing – masing
kornea, bila terjadi kedipan mata keluarnya air mata adalah respons yang
normal.
3) Mengunyah
Pegang daerah rahang pasien dan rasakan gerakan dari sisi ke sisi.Palpasi
otot maseter dan temporal, apakah kekuatannya sama atau tidak sama.
VII. (Fasial)
Gerakan otot wajah, ekspresi wajah, sekresi air mata dan ludah.
Observasi simetrisitas gerakan wajah saat : tersenyum, bersiul,
mengangkat alis, mengerutkan dahi, saat menutup mata rapat-rapat.
Rasa kecap : dua pertiga anterior lidah.
Pasien mengekstensikan lidah, kemampuan lidah membedakan rasa gula
dan garam.
VIII. Vestibulokoklear.
Keseimbangan dan pendengaran
Pemeriksaan : uji bisikan suara / bunyi detak jam, uji untuk lateralisasi
(weber), uji untuk konduksi udara dan tulang (Rinne).
IX. Glosofaringeus
Rasa kecap : sepertiga lidah bagian pasterior.
X. Vagus
Konstraksi faring dengan tekan spatel lidah pada lidah posterior, atau
menstimulasi faring posterior untuk menimbulkan refleks menelan.
Gerakan simetris dari pita suara, gerakan simetris palatum mole minta pasien
mengatakan ah, observasi terhadap peninggia ovula simetris dan palatum mole.
XI. Aksesorius spinal
Gerakan otot sternokleidomastoid dan trapezius
Palpasi dan catat kekuatan otot trapezius pada saat pasien mengangkat bahu
sambil dilakukan penekanan.
Palpasi dan catat kekuatan otot sternokleidomastoid pasien saat memutar
kepala sambil dilakukan penahanan dengan tangan penguji ke arah yang
berlawanan.
XII. Hipoglosus
Gerakan lidah
Bila pasien menjulurkan lidah keluar, terdapat devlasi atau tremor.
Kekuatan lidah dikaji dengan cara pasien menjulurkan lidah dan menggerakkan
ke kiri / kanan sambil diberi tahanan.
g. Pemeriksaan Refleks.
Uji reflek ini memungkinkan orang yang menguji dapat mengkaji lengkung
refleks yang tidak disadari, yang bergantung pada adanya reseptor bagian aferen,
snaps spinal, serabut eferen motorik dan adanya beberapa pengaruh perubahan yang
bervariasi pada tingkat yang lebih tinggi.
1) Teknik
Palu reflek digunakan yuntuk menimbulkan refleks tenden profunda (RTP).
Batang palu dipegang longgar antara ibu jari dan jari telunjuk yang memberikan
getaran. Gerakan pergerakan tangan sama seperti pada saat digunakan selama
perkusi.ekstremitas diposisikan sehingga tendon sedikit meregang. Tendon yang
bergerak cepat dan respons sisi tubuh yang berlawanan variasi yang luas dari
respon reflek dapat dianggap normal, namun lebih penting adalah reflek yang
simetris. Bila dibuat perbandingan, kedua sisi sama dalam keadaan rileks dan
masing-masing tendon yang tergerak mempunyai kekuatan yang sama.
2) Derajat refleks
Respon reflek sering dikelaskan dengan nilai antara 0 sampai 4+.
4+ - hiperaktif dengan klonus terus menerus.
3+ - hiperaktif
2+ - normal
1+ - hipoaktif
0 – tidak ada refleks
3) Reflek biseps
Didapat melalui peregangan tendon bisep pada saat siku dalam keadaan fleksi.
Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan satu tangan sambil
menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu reflek. Respon normal
dalam fleksi pada siku dan kontraksi bisep
4) Reflek trisep
Lengan pasien difleksikan pada siku dan diposisikan di depan dada.
Pemeriksaan menyokong lengan pasien dan mengidentifikasi tendon trisep
dengan mempalpasi 2,5 sampai 5 cm di atas siku. Pemukulan langsung pada
tenson normalnya menyebabkan kontraksi otot trisep dan ekstensi siku.
5) Reflek brakhioradialis
Penguji meletakkan lengan pasien di atas meja laboratorium atau disilangkan
di atas perut. Ketukan palu dengan lembut 2,5 sampai 5 cm di atas siku.
Pengkajian ini dilakukan dengan lengan dalam keadaan fleksi dan supinasi.
6) Refleks patella
Ditimbulkan dengan cara mengetok tendon patella tepat di bawah patella.
Pasien dalam keadaan duduk atau tidur telentang. Jika pasien telentang, pengkaji
menyokong kaki untuk memudahkan relaksasi otak kontraksi qaudriseps dan
ekstsensi lutut adalah respon normal.
7) Refleks angkle
Buat pergelangan kaki dalam keadaan rileks, kaki dalam keadaan dorsi fleksi
pada pergelangan kaki dan palu diketok pada bagian tendon achilles. Reflek
normal yang muncul adalah fleksi pada bagian plantar. Jika penguji tidak dapat
menimbulkan refleks pergelangan kaki dan kemungkinan tidak dapat rileks,
pasien diinstruksikan untuk berlutut pada sebuah kursi atau tingginya sama
dengan penguji. Tempat pergelangan kaki dengan posisi dorsi fleksi dan kurangi
tegangan otot gastroknemeus. Tendon achilles digoresmenurun dan terjadi fleksi
plantas.
8) Refleks kontraksi abdominal
Reflek superfisial yang ada ditimbulkan oleh goresan pada kulit dindin
abdomen atau pada sisi paha untuk pria. Hasil yang didapat adalah kontraksi yang
tidak disadari otot abdomen dan selanjutnya menyebabkan skrutum tertarik.
9) Respons babinski
Reflek yang diketahui jelas sebagai indikasi adanya penyakit SSP yang
mempengaruhi fraktus kortikospinal, disebut respons babinski. Bila bagian latelal
telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores, maka terjadi kontraksi jari kaki
dan menarik bersama-sama pada pasien yang mengalami penyakit SSP pada
sistem motorik, jari-jari kaki menyebar dan menjauh.
h. Pemeriksaan Sensorik
Pengkajian sistem sensori mencakup tes sensasi raba, nyeri superfisial dan posisi
rasa (propriosepsi) keseluruhan pengkajian sensori dilakukan dengan mata pasien
tertutup. Kerja sama pasien dilakukan dengan petunjuk sederhana dan dengan
menenangkan bahwa penguji tidak menyakiti dan mengejutkan pasien.
1) Sensasi Taktil
Dikaji dengan menyentuh lembut gumpalan kapas pada masing-masing sisi
tubuh. Sensitivitas ekstremitas bagian proksimal dibandingkan dengan dengan
bagian distal.
2) Sensasi nyeri dan suhu
Pasien diinstruksikan untuk membedakan antara ujung yang tajam dan tumpul
dengan menggunakan lidi kapas yang dipatahkan atau spatel lidah, untuk
keamanan hindari penggunaan peniti karena dapat merusak integritas kulit. Kedua
sisi objek tajam dan tumpul digunakan dengan intensitas yang sama pada semua
pelaksanaan dan kedua sisi di uji dengan simetris
3) Vibrasi dan propriosepsi
Letakkan garpu tala yang bergetar pada sebuah tulang menonjol dan pasien
ditanya apakah ia merasakan sensasi dan instruksikan untuk memberi tanda pada
penguji bila sensasi dirasakan. Jika pasien tidak merasakan getaran pada tulang
yang menonjol bagian distal, penguji menaikkan getaran garpu tala sampai
dirasakan klien, setelah semua pengukuran sensasi, dibuat perbedaan dari satu sisi
ke sisi yang lain.
4) Merasakan posisi
Ditentukan dengan menanyakan pasien saat pasien tertutup matanya,
kemudian jari kaki digerakkan kearah mana pasien mampu menunjukkan dengan
gerakan.
5) Integrasi sensasi
Dengan membedakan dua titik . jika pasien disentuh dengan 2 objek tajam
bersamaan pada posisi tubuh berlawanan, apakah pasien merasakan dua atau satu
sentuhan. Pasien dengan keadaan ormal melaporkan bahwa sentuhan itu ada pada
dua tempat. Jika satu menunjukkan terjadi kepunahan.
g. Pernafasan
Tanda : perubahan pola nafas (abnea yang diselingi oleh hiperventilasi), napas
berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif.
h. Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, merintih, tidak bisa istirahat.
i. Keamanan
Gejala : trauma baru / trauma pada kecelakaan.
Tanda : fraktur / dislokasi, gangguang penglihatan, kulit, laserasi, abrasi, peruabahan
warna, adanya aliran cairan dari telinga / hidung, gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda : afasia sensorik / motorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disatria,
anomia.
k. Pemeriksaan diagnostik
1) CT-Scan : CT-Scan : untuk menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi
gangguan strukrutal
2) MRI : mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
3) X-Ray : mendeteksi dan mengidentifikasi fraktur dan dislokasi
4) GDA : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
5) Cerebral Angiography : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak, akibat edema, perdarahan trauma.
6) EEG : untuk memperlihatkan keberadaan / berkembangnya gelombang patologi.
7) Lumbal pungsi : dapat menduga kemungkinan adanya perubahan subarakhnoid
8) Kimia / elektrolit darah :
Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK.
9) Pemeriksaan toksiklogi
Mendetekti obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaranuk menentukan ada atau tidaknya darah dalam CSS, dalam memperoleh
CSS.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguang perfusi jaringan otak b.d. terhambatnya aliran darah karena adanya
(hematopa, perdarahan) edema otak.
b. Tidak efektifnya pola nafas b.d. depresi pada pusat pernapasan di otak.
c. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penerimaan , transmisi dan atau integritasi
(Trauma neurologist).
d. Keterbatasan aktivitas b.d. penurunan kesadaran.
e. Potensial gangguan integritas kulit b.d. imobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
f. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
3. Intervensi keperawatan
a. Dx 1 : Gangguan perfusi jaringan otak b.d terhambatnyaaliran darah karena adanya
(hematom, perdarahan), edema otak.
Intervensi
mandiri
1) Tentukan faktor – faktor yang berhubungan dengan keadaan yang menyebabkan
koma / penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
R/. Penurunan tanda / gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya
setelah serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu dipindahkan
ke perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK dan / atau pembedahan.
2) Pantau / catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
(GCS).
3) Kaji respon verbal : catat apakah klien sadar orientasi terhadap orang, tempat dan
waktu, baik / malah bingung R/. Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan
menunjukkan tingkat kesadaran.
4) Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana, catat gerakan anggota
tubuh dan catat sisi kiri dan kanan secara terpisah.
5) Pantau – TD. Catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan tekanan
nadi yang semakin berat.
R/. Peningkatan TD yang sistemik diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
6) Catat ada / tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk,
babinski, dsb.
7) Pantau suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi
R/ Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus
8) Perhatikan adanya gelisah, keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
R/ menunjukkan adanya TIK / menandakan adanya nyeri klien tidak
mengugkapkan keluhan secara verbal.
Kolaborasi
1) Berikan obat sesuai indikasi
a) Diuretik contohnya : mminitol (osmitol): Jurosemit (lasix
b) Steroid : aexametaxon
R/ menurunkan inflamasi yang menurunkan edema
c) Sedatif : dipendehidramin
R/ untuk mengendalikan kegelisahan
b. Dx 2 : Tidak efektifnya pola nafas b.d. depresi pada pusat pernafasan di otak.
Intervensi
mandiri
1) Pantau frekuensi irama, kedalaman pernafasan, catat ketidak teraturan pernafasan.
R/. Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal / menandakan
lokasi / luasnya keterlibatan otak
2) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannyta, posisi miring sesuai indikasi.
R/ untuk memudahkan ekspansi paru / ventilasi paru
3) Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.
R/ mencegah / menurunkan etelektasis
4) Pantau penggunaan obat-obatan depresan pernafasan seperti sedative.
R/ dapat meningkatkan gangguan / komplikasi pernafasan.
Kolaborasi
1) Lakukan rongent toraks langsung
R/ melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda – tanda komplikasi yang
berkembang.
2) Lakukan fisioteraphi dada jika ada indikasi
R/ untuk membersihkan jalan napas
4. Implementasi Keperawatan
a. Dx : gangguan perfusi jaringan otak b.d. terhambatnya aliran darah karena adanya
(hematom, perdarahan), edema otak. n
1) Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan yang menyebabkan
koma / penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
2) Memantau / mencatat status neurologis secara teratur dan menbandingkan dengan
nilai standar (GCS)
3) Mengkaji respon verbal : mencatat apakah klien sadar orientasi terhadap orang,
tempat dan waktu, baik / malah bingung
4) Mengkaji respon morotik terhadap perintah yang sederhana, mencatat gerakan
anggota tubuh dan mencatat sisi kiri dan kanan secara terpisah
5) Memantau TD mencatat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan
tekanan nadi yang semakin berat.
6) Mencatat adanya bradikardi, takikardi atau bentuk disritmia lainnya
7) Mencatat ada / tidaknya reflek – reflek tertentu seperti refleks menelan, batuk,
babinski, dsb.
8) Memantau suhu dan mengatur suhu lingkungan sesuai indikasi
9) Memperhatikan adanya gelisah, keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai
lainnya.
10) Mengkolaborasikan dalam pemberian obat sesuai indikasi
b. Dx : tidak efektifnya pola nafas b.d. depresi pada pusat pernafasan di otak
1) memantau frekuensi irama, kedalaman pernapasan, catat ketidak teraturan
pernapasan
2) Mengangkat kepala tempat tidur sesai aturannya. Posisi miring sesuai indikasi
3) Menganjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien
sadar.
4) Memantau penggunaan obat – obatan depresi pernafasan seperti sedative.
5) Mengkolaborasikan dalam melakukan rongent thorak langsung memberikan
oksigen dan melakukan fisioterapi dada
c. Dx : gangguan persepsi sensori b.d. gangguan penerimaan transmisi dan atau
integritasi (trauma neurologist)
1) Mengevaliasi / memantau secara teratur perubahan orientasi kemampuan
berbicara, alam perasaan / efektif, sensorik dan proses pikir
2) Mengkaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas / dingin, benda tajam
/ tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh
3) Mengobservasi respon perilaku seperti rasa menangis
4) Menghilangkan suara bising / stimulus yang berlebihan
5) Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan memberikan kesempatan untuk tidur
6) Merujuk pada ahli fisioteraphi, terapi wicara dan kognitif
5. Evaluasi Keperawatan
a. Dx : Gangguan perfusi jaringan otak b.d. terhambatnya aliran darah karena adnya
(hematom, perdarahan), edema otak
1) Klien mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik / sensori
2) mendemontrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda – tanda peningkatan TIK
b. Dx : Tidak efektifnya pola nafas b.d. depresi pada pusat pernapasan di otak
Evaluasi : mempertahankan pola pernafasan normal / efektif bebas sianosis, dengan
GDA dalam batas normal pasien
c. Dx : Gangguan persepsi sensori b.d. gangguan penerimaan, transmisi dan atau
integritasi (trauma neurologist)
Evaluasi
1) melakukan kembali / mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi
persepsi
2) mengetahui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan resian
3) mendemontrasikan perubahan perilaku / gaya hidup untuk mengkompensasi /
defisit hasil
d. Dx : Keterbatasan aktifitas b.d. penurunan kesadaran
Evaluasi
1) Klien dapat mempertahankan posisi fungsi normal, dibuktikan oleh tidak adanya
kontraktor
2) Klien dapat mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang sakit dan / atau kompensasi
3) Mendemontrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali
aktivitas.
e. Dx : Potensial gangguan integritas kulit b.d. imobilisasi tidak adekuatnya sirkulasi
pefrifer
Evaluasi
1) mengidentifikasikan faktor resiko individul
2) Mengungkanpan pemahaman tentang kebutuhan tindakan
3) Berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk mencegah kerusakan kulit