Anda di halaman 1dari 30

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARIUS


Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk system urinarius. Fungsi utama
ginjal adalah mengatur cairan serta e Nlektrolit dan komposisi asam – basa cairan tubuh,
mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam darah dan mengatur tekanan darah.
Urin yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melelui ureter ke
dalam kandung kemih tempat urin tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat
urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urin akan diekskresikan dari tubuh lawat uretra.

1. GINJAL
Adalah organ berbentuk seperti kacang, berwarna merah tua, panjangnya sekitar
12,5 cm, tebal 2,5 cm. Setiap ginjal memiliki berat antara 125 – 175 gram pada laki – laki
dan 115 – 155 gram pada perempuan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen,
posisi ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri karena diatas ginjal kanan terdapat hati.
Setiap ginjal diselubungi oleh 3 lapisan jaringan ikat yaitu :
 Facial renal adalah pembungkus terluas yang mempertahankan posisi organ
 Lemak perineal adlah jaringan adipose yang terbungkus facial ginjal. Jaringan ini
membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya
 Kapsul fibrosa adalah membrane halus transparan yang langsung membungkus ginjal
dan dapat dengan mudah dilepas.
Satu ginjal mengandung 1 – 4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk urin.
Nefron adalah unit structural dan fungsional dari ginjal, setiap nefron memiliki satu
komponen vaskuler ( kapiler ) dan satu komponen turbular. Nefron tersusun dari :
Glomerulus, adalah tempat penyaringan urin tepatnya pada kapsula bowman, Tubulus
Kontortus Proximal, Ansa Henle, Tubulus Kontortus Distal, Tubulus dan duktus
pengumpul.

1
a. Suplai Darah
1. Arteri ranalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing–masing
ginjal dan masuk ke hilus malalui cabang arterior dan posterior.
2. Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri – arteri interlobaris
yang mengalir diantara piramida – piramida ginjal.
3. Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan korteks dan
medulla.
4. Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arteari arkuata di sudut kanan
dan melewati korteks.
5. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Suatu arteriol aferen membentuk
sekitar 50 kapilar yang membentuk glomerulus.
b. Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal terdiri dari :
1. Pengeluaran zat sisa organik.
Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian
hemoglobin dan hormon.

2
2. Pengaturan Keseimbangan Asam - Basa Tubuh.
Ginjal mengendalikan ekskresi ion hydrogen ( H+), bikarbonat ( HCO3- ), dan
ammonium ( NH4- ) serta memproduksi urin asam atau basa, bergantung pada
kebutuhan tubuh
Asam ( H+ ) disekresikan oleh sel – sel tubulus ginjal ke dalam filtrate, dan disini
dilakukan pendaparan terutama oleh ion – ion fosfat serta ammonia ( ketika
didapar dengan asam, ammonia akan berubah menjadi ammonium ). Fosfat
terdapat dalam filtrate glomerulus dan ammonia dihasilkan oleh sel – sel tubulus
ginjal serta dikresikan ke dalam cairan tubuler. Melalui proses pendaparan, ginjal
dapat mengekskresikan sejumlah besar asam dalam bentuk yang terikat tanpa
menurunkan lebih lanjut nilai pH urin.
3. Pengaturan Konsentrasi ion – ion penting
Ginjal mengekskresi ion natrium, kalium, kalsium, sulfat dan fosfat. Ekskresi ion
– ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya melalui rute lain, seperti
saluran gastrointestinal atau kulit.
4. Pengaturan Produksi Sel Darah Merah
Ginjal melepas eritropoitin, yang mengatur produksi sel darah merah dalam
sumsum tulang.
5. Pengaturan Tekanan Darah
Suatu hormone yang dinamakan rennin disekresikan oleh sel – sel
jukstaglomerular ketika tekanan darah menurun. Suatu enzim akan mengubah
rennin menjadi angiotensin I yang akan diubah menjadi angiotensin II, yaitu
senyawa vasokonstriktor paling kuat. Vasokonstriksi menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Aldosteron disekresikan oleh korteks adrenal sebagai reaksi
terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai reaksi
terhadap perfusi yangjelek atau peningkatan osmolalitas serum. Akibatnya adalah
peningkatan tekanan darah.

3
Tekanan darah menurun

Ginjal renin ( disekresikan oleh sel – sel jukstaglomerular)

Hati Angiotensin I

Kelenjar hipofisis Angiotensin II (vasokonstriktor kuat)

ACTH Aldosteron (dilepas oleh kelenjar adrenal)


Meningkatkan
tekanan darah
Kelenjar adrenal Retensi air dan natrium

Volume cairan ekstrasel meningkat

6. Penendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah.
Ginjal melalui eksresi glikosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas
konsentrasi nutrient dalam darah.
7. Pengeluaran zat beracun.
Ginjal mengeluarakan polutan, zat tambahan makanan, obat – obatan, atau zat
kimia asing lain dari tubuh.

2. URETER
Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal
yang merentang sampai kandung kemih. Setiap ureter panjangnya antara 25–30 cm dan
berdiameter 4-6 mm.
Saluran ini menyempit di 3 tempat :
a. Di titik asal ureter pada pelvis ginjal
b. Di titik saat melewati pinggiran pelvis
c. Di titik pertemuannya dengan kandung kemih

4
3. KANDUNG KEMIH ( VESIKA URINARIA )
Adalah organ muscular berongga yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
urin, pada laki – laki, kandung kemih terletak tepat di belakang simfisis pubis dan di
depan rectum. Pada perempuan, organ ini terletak agak di bawah uterus di depan vagina.
Ukurannya sebesar kacang kenari dan terletak di pelvis saat kosong, organ berbentuk
seperti buah pir dan dapat mencapai umbilicus dalam rongga abdominopelvis jika penuh
berisi urin.
Kandung kemih ditopang dalam rongga pelvis dengan lipatan – lipatan
peritoneum dan kondensasi fasia.
a. Dinding kandung kemih terdiri dari 4 lapisan :
 Serosa, adalah lapisan terluar,
 Otot destrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari berkas – berkas
otot polos yang satu sama lain saling membentuk sudut. Ini untuk memastikan
bahwa selama urinasi, kandung kemih akan berkontraksi dengan serempak ke
segala arah,
 Sub mukosa,
 Mukosa adalah lapisan terdalam.
b. Trigonum, adlah area halus, triangular, dan relative tidak dapat berkembang yang
terletak secara internal di bagian dasar kandung kemih.

4. URETRA
Mengalirkan urin dari kandung kemih ke bagian eksterior tubuh. Uretra laki – laki
panjangnya mencapai 20 cm dan melalui kelenjar prostate dan penis. Uretra pada
perempuan, berukuran pendek ( 3,75 cm ). Saluran ini membuka keluar tubuh melalui
orifisium uretra eksternal yang terletak dalam vestibulum antara klitoris dan mulut
vagina. Panjangnya uretra laki – laki cenderung menghambat invasi bakteri ke kandung
kemih (sistitis) yang lebih sering terjadi pada perempuan.
Proses Pembentukan Urin
Glomerulus berfungsi sebagai ultra filtrasi, pada simpai bowmen berfungsi
sebagai/ untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi

5
penyerapan kembali dari zat – zat yamg sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan
diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah
ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.
Tiga tahap pembentukan urin :
1. Proses Filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan afferent labih besar dari
permukaan afferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang
tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung
oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat,
dan lain – lain, diteruskan ke tubulus ginjal.
2. Proses Reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, pospat dan beberapa ion bikarbonat, prosesnya terjadi secara pasif yang
dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus ginjal atas. Sedangkan pada
tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion
bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah,
penyerepannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses Sekresi
Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal
selanjutnya diteruskan keluar.
Karakteristik Urin
1. Komposisi
Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut berikut :
a. Zat buangan meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisma
asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatinin fosfat dalam jaringan
otot.
b. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
c. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal
dalam jumlah kecil.

6
d. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, ammonium, sulfat, fosfat, kalsium,
dan magnesium.
e. Hormon atau katabolit hormone ada secara normal dalam urin.
f. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara
normal ditemukan dalam jumlah kecil.
2. Sifat Fisik
a. Warna
Urin encer berwarna kuning pucat, dan kuning pekat jika kental. Urin segar
biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
b. Bau
Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau ammonia jika didiamkan.
Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet, misalnya setelah makan asparagus.
Pada diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.
c. Asiditas atau alkalinitas
pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0, tetapi juga
bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan meningkatkan
asiditas, sementara diet sayuran meningkatkan alkalinitas.
d. Berat jenis urin berkisar antara 1,001 sampai 1,035, bergantung pada konsentrasi
urin.
Filtrasi, Reabsorpsi dan ekskresi bahan tertentu dari Plasma yang Normal
Disaring 24 jam Direabsorpsi 24 jam Diekskresikan 24 jam
Natrium 540,0 g 537,0 g 3,3 g
Klorida 630,o g 625,0 g 5,3 g
Bikarbonat 300,0 g 300,0 g 0,3 g
Kalium 28,0 g 24,0 g 3,9 g
Glukosa 140,0 g 140,0 g 0,0 g
Ureum 53,0 g 28,0 g 25,0 g
Kreatinin 1,4 g 0,0 g 1,4 g
Asam urat 85 g 7,7 g 0,8 g

3. Proses Miksi

7
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stress reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah kurang lebih 250 cc sudah
cukup untuk merangsang berkemih ( proses miksi ).
Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat
yang sama terjadi relaksasi spinkter internus, segara diikuti oleh relaksasi spinkter
eksternus, akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

B. DEFINISI
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang persisten dan
irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat
digolongkan ringan, sedang dan berat. (Arif Mansjoer, 2000)
Gagal ginjal kronik adalah kehilangan permanent dari fungsi ginjal, gejala dari
gagal ginjal kronik tergantung dari luasanya kegagalan. Terjadi kerusakan fungsi ginjal
yang progresif ( penyakit ginjal tahap akhir ) yang berakhir fatal pada uremia (kelebihan
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner and Suddarth,2001)
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan irreversible yang berasal dari berbagai penyebab. (Price and Wilson, 2005)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Gagal
Ginjal Kronik (GGK) merupakan penurunan fungsi ginjal yang persisten dan irreversible,
gejalanya tergantung dari luasnya kegagalan dan terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan ringan,sedang dan berat.

C. ETIOLOGI
1. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis
2. Penyakit infeksi tubulointerstitial seperti nefropati refluks dan pielonefritis
kronik.
3. Penyakit vascular hipertensif seperti nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis.
4. Gangguan kongenital dan herediter seperti ginjal polikistik
5. Penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
6. Gangguan jaringan ikat seperti SLE dan poliarteritis nodosa.

8
7. Nefropati toksik seperti penyalahgunaan analgetik dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas : batu, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal dan traktus urinarius bagian bawah seperti hipertrofi prostat, striktur
uretra, anomali congenital leher vesica urinaria dan uretra.
9. Nefropati diabetik
10. Penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi.

D. PATOFISIOLOGI
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
dieksresikan kedalam urine) tertimbun dalam tubuh. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan klinis renal banyak muncul pada gagal ginjal sebagai akibat penurunan
jumlah glomeruli yang masih berfungsi yang dapat menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi
golemrulus (GFR) untuk dideteksi dengan mendapatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitive dari fungsi renal karena substansi-substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti
steroid.
Retensi air dan Natrium karena ginjal tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien
sering menahan air dan Natrium, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin-
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam; mencetuskan resiko terjadinya

9
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis karena ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk menyeksresi ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan eksresi
fosfat dan asam organic juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami pendarahan akibat peningkatan status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sumsum tulang belakang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan, angina
dan nafas sesak.
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal
balik, jika salah satunya meningkat maka yang lain akan turun. Namun demikian, pada
gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara normal sehingga kalsium di tulang menurun,
menyebabkan perubahan pada tulang. Selain itu, metabolit aktif pada vitamin D yang
secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik atau yang biasa disebut dengan osteodistrofi renal, terjadi
dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan ketidakseimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari eskresi protein dalam urine dan adanya hipertensi.
Pasien yang mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk daripada meeka yang tidak
mengalami kondisi ini.

10
Penurunan aliran darah ke ginjal
Penyakit ginjal primer
Kerusakan akibat penyakit lain

Penurunan filtrasi glomerulus

Hipertrofi nefron

Ketidakmampuan memekatkan urine

Fungsi nefron menurun

Kehilangan fungsi non ekskresi kehilangan fungsi ekskresi

Ggg fungsi reproduksi : pnurunan libido, infetil penurunan sekresi amoniak


Ggg imun : k’gglan pnymbuhan luka, infeksi penurunan eksresi Hidrogen : asidosis
metabolik
Peningkatan produksi lemak : arterosklerosis penurunan eksresi Phospor : hiperfosfatemia
Ggg fungsi insulin : p’ningkatan kadar glukosa penurunan eksresi Kalium
Kggalan m’produksi eritropoetin penurunan absorpsi Sodium
Penurunan absorpsi kalium ` penurunan eksresi sampah nitrogen

Uremia proteinuria Retensi air dan Natrium

Perubahan rasa Pruritus Gagal jantung


Hipertensi edema perifer&pulmo
anoreksia
Kerusakan integritas
kulit
Kelebihan vol cairan
perubahan SSP
Perubahan nutrisi, Penurunan
kurang dari kebutuhan curah jantung
tubuh

perubahan saraf perifer neuropati

peningkatan BUN, kreatinin dan asam urat

11
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinik secara umum adalah fatigue, malaise dan gagal tumbuh
2. Pada kulit : pucat, mudah lecet, rapuh dan leukonikia.
3. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput.
4. Mata : fundus hipertensif dan mata merah
5. Manifestasi pada kardiovascular yaitu hipertensi (akibat resistensi cairan dan Natrium
dari aktivasi system Renin-Angiotensin-Aldosteron), gagal jantung kongestif dan
edema pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik)
6. Pernafasan : hiperventilasi, asidosis, edema paru dan efusi pleura
7. Sistem gastrointestinal : anorexia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, colitis uremia,
diare yang disebabkan oleh antibiotik.
8. Pada saluran urinarius dapat terjadi nokturia, poliuria, haus, proteinuria dan penyakit
ginjal yang mendasarinya.
9. Pada sistem reproduksi terjadi penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia dan galaktore.\
10. Saraf : letargi, malaise, anorexia, tremor, mengantuk, kebingungan, mioklonus,
kejang bahkan sampai dengan koma.
11. Tulang : hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D
12. Sendi : gout, kalsifikasi extra tulang.
13. Hematologi : anemia, defisiensi imán, mudah mengalami pendarahan
14. Endokrin : multiple.
15. Farmakologi : obat-obat yang dieskresikan oleh ginjal.

F. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan Natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron

12
4. Anemia akibat penurunan erotropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar aluminium.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan Natrium.
2. Kontrol hipertensi, bila tidak terkontrol dapat terakselerasi denga hasil akhir gagal
jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan Natrium diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan
diuretic loop, selain obat antihipertensi
3. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit dengan menghindari masukan Kalium yang
besar (batasi hingga 60mmol/hari), diuretik hemat kalium obat-obat yang
berhunbungan dengan eksresi Kalium
4. Persiapkan dialisis dan program transplantasi. Indikasi dilakukan dialysis adalah
gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif
atau terjadi komplikasi.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan biokimia plasma untuk mengetahui fungsi ginjal dan gangguan
elektrolit, mikroskopik urine, urinalisa, tes serologi untuk mengetahui penyebab
glumerulonefritis dan tes-tes penyaringan sebagai persiapan sebelum dialisis (biasanya
Hepatitis B dan HIV)
USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal an penyebab gagal
ginjal; biasanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula dipakai foto polos abdomen.
Jika ginjal lebih kecil dari usia dan besar tubuh pasien maka lebih cenderung kearah
gagal ginjal kronik.

13
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise.
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, gangguan tidur
(insomnia/gelisah).
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lam atau berat. Palpitasi, nyeri dada
(angina).
Tanda : hipertensi, nadi kuat/lemah/halus, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan. Hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria.
Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : perubahan warna urine. Contoh kuning pekat, merah,

berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.


4. Makanan/Cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, mual, muntah, pernapasan
ammonia. Penggunaan diuretic.
Tanda : distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap
akhir).perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema(umum,
tergantung). Perdarahan gusi/lidah, penurunan otot, penurunan
lemak subcutan,
penampilan : Tak bertenaga.

14
5. Neurosensori

Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom


“kaki gelisah”. Kebas rasa terbakar pada telapak kaki.
Tanda : gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (ketidakseimbangan
elektrolit/asam basa, stupor, koma.
6. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala. Kram otot/nyeri hati (memburuk
Saat malam hari).
Tanda : perilaku berhati/hati, gelisah.
7. Pernapasan
Gejala : napas pendek, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : takipnea, dipsnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (napas
Kussmaul). Batuk priduktif dengan sputum kental
merah muda (edema paru).
8. Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenoria, infertilitas.
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal. Adanya/berulang infeksi
Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi). Pruritus, kulit kering.
10. Integritas Ego
Gejala : Factor stress, conoh financial, hubungan,dan sebagainya. Perasaan
: Tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah terangsang, perubahan
kepribadian.
11. Interaksi Sosial
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran bisanya dalan keluarga.

15
12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga (risiki tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi.
Pertimbangan rencana pemulangan : memerlukan bantuan dalam obat,
pengobatan, suplai, transportasi,
pemeliharaan rumah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan ekspansi paru-paru sekunder akibat


penumpukan cairan
b. Gangguan kesimbangan cairan tubuh: berlebihan b.d penurunan urine out put, diet
berlebihan serta retensi sodium dan air
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, nausea, vomiting,
pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral
d. Intoleransi aktivitas b.d fatique, anemia, retensi produksi sampah, dan prosedur
dialisa
e. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan cairan mempengaruhi
volume sirkulasi, verja miokardial dan tahanan vaskular sistemik

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. DX 1
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda oksigenisasi yang tidak adekuat
R/ mengawasi adanya perbaikan dan mencegah memburuknya hipoksia
2) Monitor perubahan penting hasil gas darah
R/ PaCO2 biasanya meningkat dan biasanya PaO2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar
3) Beri tindakan untuk memperbaiki oksigenisasi jaringan, beri posisi fowler, bantu
pasien untuk mobilisasi dan beri oksigen sesuai program

16
R/ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas
4) Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik.
R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.
b. DX II
Intervensi:
1) Kaji status cairan
R/ Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
2) batasi masukan cairan
R/ Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran urine, dan
respon terhadap terapi
3) Identifikasi sumber potensial cairan
R/ Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
4) Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
5) Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
R/ kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet
6) tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering
R/ higiene oral akan mengurangi kekeringan membran mucosa mulut
c. Dx III
Intervensi:
1) Kaji status nutrisi:
R/ menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
2) Kaji pola diet nutrisi pasien:
R/ pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun
menú
3) Kaji factor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

17
R/ menyediakan informasi mengenai factor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet
4) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
R/ mendorong peningkatan masukan diet
5) Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telor,produk susu dan daging
R/ protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk prtumbuhan dan penyembuhan
6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan
R/ Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan
anoreksia di hilangkan
7) Timbang berat badan harian
R/ untuk memantau cairan dan nutrisi
8) Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum
makan
R/ ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan rasa mual dan kenyang.
d. Dx IV
Intervensi :
1) Kaji factor yang menimbulkan keletihan
R/ menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
2) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
R/ meningkatkan aktivitas ringan atau sedang dan perbaiki harga diri
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
R/ mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi
dan istirahat yang adekuat
4) Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
R/ istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis yang banyak bagi pasien
karena itu sangat melelahkan.

18
e. DX V
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi jantung. Evaluasi adanya edema perifer atau kongesti
vaskular dan keluhan dispnea
R/ S3/ S4 dengan tonus muffled, takikardi, frekuensi jantung tidak teratur,
dispnea, takipnea, gemerisik, mengi, dan edema atau distensi jugular
menentukan GGK
2) Kaji adanya derajat hipertensi
R/ hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada disfungsi ginjal
yaitu pada sistem aldosteron renin angiotensin
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, dan beratnya
R/ Hipertensi dan GJK dapat menyebabkan IM , kurang lebih pada pasien
GGK dengan diálisis mengalami perikarditis, potensial resiko efusi
perikardial atau tamponade
4) Evaluasi bunyi jantung, TD, Nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti
vaskular, dan sensori
R/ hipotensi, nadiparadoksik, penyempitan tekanan nadi, penurunan atau
tidak adanya nadi perifer, distensi jugular, dan pucat. Gejala-gejala tersebut
menunjukkan tamponade yang merupakan kedaruratan medik
5) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
R/ Kelelahan dapat menyertai GJK dan juga anemia

D. EVALUASI

a. Menunjukkan pertukaran gas yang normal, baik dan lancar


b. Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat
c. Menunjukkan perubahan berat badan, mempertahankan pembatasan diet dan cairan
d. Dapat melakukan aktivitas secara mandiri
e. Tidak terjadinya penurunan curah jantung.

19
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HEMODIALISA

A. PENGERTIAN HEMODIALISA
Dialisa adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan dari
tubuh. Ada 2 metode dialisa, yaitu hemodialisa dan dialisa peritoneal (Medicastore.com,
2006)
Hemodialisa berasal dari kata hemo darah,dan dialisa pemisahan atau filtrasi.
Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat
atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel.
Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut
dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi
permeable(Pardede,1996).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia
seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui
membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan
dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).
HEMODIALISA merupakan suatu tindakan terapi dengan dialisa sebagai
pengganti fungsi ginjal untuk menurunkan kadar racun dalam di dalam darah. Pada
proses ini zat-zat racun (toksik), air dan elektrolit yang tidak bisa dikeluarkan lagi oleh
ginjal yang sakit, di”bersihkan” dari darah melalui proses haemodialisis.

B. TUJUAN HEMODIALISA
1. Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
6. Proses Hemodialisa Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti
berikut :

20
a. Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam
darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka
semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
b. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena
perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu
perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).
d. Alasan dilakukannya dialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
1) Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
2) Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
3) Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
4) Gagal jantung
5) Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).
6) Frekuensi dialisa. Frekuensis, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal
yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3
kali/minggu.

Program dialisa dikatakan berhasil jika :


a. Penderita kembali menjalani hidup normal.
b. Penderita kembali menjalani diet yang normal.
c. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal
ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita
menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan
hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal
kembali normal.

21
C. KOMPLIKASI
Komplikasi pada Hemodialisa Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang
sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah
1. Hipotensi
2. Kram otot
3. Mual atau muntah
4. Sakit kepala
5. Sakit dada
6. Gatal-gatal
7. Demam dan menggigil
8. Kejang ( Lumenta, 1996 )
9. Dialisis Peritoneal Pada peritoneal dialisa, yang bertindak sebagai penyaring adalah
peritoneum ( selaput yang melapisi perut dan membungkus organ perut ). Selaput ini
memiliki area permukaan yang luas dan kaya akanpembuluh darah. Zat-zat dari darah
dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan
dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam
rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah
metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut,
kemudian cairan dikeluarkan , dibuang dan diganti dengan cairan yang baru
( Medicastore.com,2006 )
Ada empat macam dialiasis peritoneal yang kini banyak digunakan, satu untuk
dialisis akut dan tiga lainnya untuk dialisis kronik :
1) Manual intermittent peritoneal dialysis
2) Continuous cycler-assisted peritoneal dialysis (CCPD)
3) Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD)
4) Automated intermittent oeritoneal dialysis (IPD), (Lorraine M. Wilson, 1996 )
Metode Hemodilisis Lainnya :
1) High-Flux Dialysis
2) Continuous Arteriovenous Hemofiltration (CAVH)
3) Continuous Arteriovenous Hemodialysis (CAVHD),( Brunner dan Suddarth,2002)
4) Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT)

22
5) Slow Continuous Ultra Filtrasi (SCUF)
6) Continuous Veno Venous Hemodialysis (CVVHD)
7) Continuous Veno Venous Hemofiltration (CVVH)

Type dialisis yang sering dilakukan dengan mengalirkan darah klien keluar tubuh
melalui circuit dialisis. Darah disaring dan dibersihkan dalam hemodialiser dan
dikembalikan lagi . (Dr. yoseph F. Smith,2004)
Pada pasien yang baru pertama kali hemodialisis, jika kondisi pasien
memungkinkan, pasien diorientasikan pada ruangan paviliun II dan alat-alat yang ada.
Selain itu pasien diberikan penjelasan ringkas tentang prosedur yang akan dijalankan,
prinsip hemodialisis, diet, pembatasan cairan, perawatan cimino, hal-hal yang boleh dan
tidak boleh dilakukan selama hemodialisis dan efek dari hemodialisis.
Pada pre hemodialisis, kegiatan perawatan meliputi : menghidupkan mesin,
meyediakan alat-alat, memasang alat pada mesin, sirkulasi cairan NaCl pada mesin,
mengawasi penimbangan berat badan pasien, mengukur suhu badan, mengukur tekanan
darah dan menghitung denyut nadi. Pada tahap pemasangan alat dan selama pemasangan,
kegiatannya meliputi : desinfeksi daerah penusukan, pemberian anestesi lokal (kalau
perlu), penusukan jarum, pemasukan heparin (bolus), selanjutnya menyambung jarum
pada arteri blood line. Lalu menekan tombol BFR, membuka klem venous dan arteri
blood line, memprogram penurunan berat badan, waktu pelaksanaan, venous pressure,
kecepatan aliran heparin dan UFR. Kemudian menghubungkan heparin contnous ke
sirkulasi, monitoring pernafasan, makan dan minum, pengaturan posisi tubuh, monitoring
alat-alat dan kelancaran sirkulasi darah, mengukur tekanan darah dan menciptakan
suasana ruangan untuk mengisi kegiatan pasien selama hemodialisis berlangsung. Pada
tahap penghentian hemodialisis meliputi : penghentian aliran darah, mencabut jarum inlet
dan menekan bekas tusukan sambil menunggu sampai aliran darah pada venous blood
line habis. Langkah selanjutnya adalah mencabut jarum out line dan menekan bekas
tusukan, mengganti gaas bethadine dan fiksasi dengan plester. Setelah penghentian
hemodialisis, dilakukan pengukuran tekanan darah, mengukur suhu, mengawasi
penimbangan berat badan, membereskan alat-alat dan dilanjutkan dengan desinfeksi alat.
Semua kegiatan baik pada tahap pre hemodialisis selama pemasangan dan penghentian
hemodialisis dilakukan oleh perawat kecuali penimbangan berat badan dan minum yang

23
pada beberapa pasien dilakukan sendiri. Disamping itu beberapa pasien telah dapat
melaporkan pada perawat apabila ada ketidakberesan pada mesin atau akses vaskular,
setelah mencoba mengatasi sendiri. Sistem pencatatan dan pelaporan yang dijalankan
dalam bentuk lembaran observasi pasien yang berisi tentang : TTV sebelum atau selama
dan sesudah HD, BB sebelum dan sesudah HD, dosis heparin, program penurunan BB ,
priming dan keluhan pasien setelah HD. Pembuatan rencana perawatan pasien sudah
berjalan dimana dalam pengkajian meliputi data fisik dan psikososial. Data psikososial
yang dikaji sebatas pada adanya rasa cemas dan bosan. Intervensi keperawatan yang
dilakukan mengarah kepada pemberian bantuan sepenuhnya. Hal ini dapat terlihat dari
kegiatan :
Pada tahap persiapan
a. Persiapan alat dan mesin Selama ini pasien dipersilahkan masuk ke ruangan HD
dalam keadaan mesin sudah siap pakai karena perawat sudah menyiapkannya.
Pada saat itu pasien menunggu di ruang tunggu. Sebenarnya bagi pasien yang
memungkinkan bisa dilibatkan sejak awal, dari mulai menghidupkan mesin,
mempersiapkan alat-alat, memasang alat pada mesin sampai mesin tersebut
dipakai. Menimbang BB Penimbangan BB bagi pasien yang mampu memang
sudah dilakukan sendiri oleh pasien begitu mereka masuk ruangan. Pasien
menyebutkan berapa BBnya dan perawat mencatatnya dalam lembaran observasi.
Dalam hal ini pasien dapat diberi kesempatan untuk mencatat Bbnya sendiri,
namun tetap dalam pengawasan perawat. Mengukur suhu badan, tekanan darah
dan menghitung denyut nadi. Kegiatan-kegiatan ini semuanya masih dilakukan
oleh perawat. Sebenarnya dapat mulai dikenalkan kepada pasien mengenai alat-
alat dan cara pengukurannya, mulai dari hal-hal yang sedrhana tapi dapat menarik
minat untuk belajar.
b. Pada tahap pelaksanaan
c. Pada tahap penghentian

24
D. MANFAAT HEMODIALISA
1. Meningkatkan Kualitas Hidup Bagi Penderita Gagal Ginjal Terminal
2. Meningkatkan Status Fungsional Penderita Gagal Ginjal Terminal Agar Tetap
Dalam Kondisi Baik Prima

E. FASILITAS UNIT HEMODIALISA


1. Menggunakan mesin hemodialisa dengan sistem komputerisasi standar internasional.
2. Mesin hemodialisa yang pengoperasiannya praktis sehingga membuat pasien merasa
aman, nyaman/tenang dan akurat.
3. Mesin hemodialisa dapat menggunakan cairan dialisa ACETAT dan
BICARBONATE.
4. Menggunakan water treatment dengan R/O sistem sehingga pasien merasa aman,
5. Dilayani oleh dokter spesialis penyakit dalam dan tenaga ahli yang telah dididik
secara khusus untuk tindakan dialisa bagi penderita gagal ginjal terminal.
6. Ruangan terasa nyaman dengan menggunakan AC, televisi dan tepat tidur yang
mudah diatur pada beberapa posisi.

F. INDIKASI
1. G G A :
- Intoksikasi [ makanan, obat, darah)
- G E berat
- Luka bakar.
- Trauma ginjal.
2. G G K :
- Dialisis preparatif
 HD dilakukan dengan:
1. Segera / Cito :
- Koma uremikum
- Hiperkalemia
- Odema paru
- Oliguria / Anuria.

25
2. Dini / Propilaksis :
- Gejala uremia
- Asidosis
- Creatinin > 8 mg %
- Ureum 2,14 X BUN.
- BUN > 100 mg %
- CCT ≤ 5 ml / menit.
 Kontra Indikasi :
1. Kelainan psykologi berat
2. Gangguan kardio vaskuler
3. Penyakit tumor ganas.
4. Keadaan umum buruk : Suhu badan meningkat, TD menurun, HB ≤ 5 mg %

G. KOMPONEN-KOMPONEN HD
1. VASCULER ACCES [ Pembuluh darah yang digunakan untuk sarana HD
Menurut sifatnya ada 2 macam :
a. Sementara / Temporer :
 Femoral fungsi.
 Sublavia cateter.
 Scribner shunt.
b. Menetap / permanent :
 Cimino shunt
 Graf fistula.
2. HEMODIALYZER / DIALISER : Ginjal buatan [GB] : Artificial Kidney (AK) :
Filter.
Merupakan suatu kotak / tabung tertutup. Yang terbagi atas 2 ruang / kompartemen
oleh suatu membrane semi permiabel. Yaitu kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Membrane terbuat dari polyakrikonitril (APN)
Luas permukaan (surface area ) ± 0,8 m²- 3m². untuk anak – anak < 1m².

26
3. WATER TREATMENT.
Selama proses dialisis dibutuhkan air yang sudah
dimurnikan dengan proses reverse osmosis (RO)
Bertujuan bebas dari logam, kotoran mikro organisme, elektrolit dan benda asing.
Air yang dibutuhkan 0,5 l/mt. : 1jam : membutuhkan 30 l air RO.
4. DIALISAT.
Cairan konsentrasi tinggi yang digunakan untuk proses HD.
Tersedia pada jerigen galon (5 l - 10l)
Jenis cairan yang dipakai : - asetat
- bikarbonat
Saat proses berlangsung cairan dialisat tercampur dengan air hasil RO (diatur oleh mesin
HD) dengan perbandingan 1 : 34 (1 liter konsentrat : 34 liter air)
5. SLANG DIALISIS / BLOOD LINE.
Terdiri dari 2 bagian besar :
a. Saluran arteri [arterial line] atau inlet set yaitu saluran sebelum dialiser warnanya
merah.
b. Saluran vena [venous line] atau outlet set yaitu saluran sesudah dialiser warnanya
biru.
Slang darah sebagian besar terbuat dari poly Vinil Ckloride (PVC) atau silicon.
dilengkapi dengan injection port atau tempat memasukkan injeksi yang terbuat dari karet
atau latek.
6. POMPA DARAH / BLOOD PUMP
Terdapat pada mesin HD. sangat penting dalam proses HD yaitu untuk mengeluarkan
dan memasukkan kembali darah dalam tubuh.
7. INFUS SET.
Untuk mengisi cairan nacl ke slang HD dan dialiser. Priming yaitu pengisian pertama
cairan pada slang HD
8. MONITORING.
 Blood like
 Conductivity
 Temperatur

27
 Arteri preasure
 Venous preasure
 TMP (Trans membrane Preasure)
9. HEPARINISASI
Digunakan untuk mencegah terjadinya pembekuan pada slang darah dan
dialiser
Ada beberapa macam pemberian heparin :
- Minimal heparin
- Intermiten heparin
- Heparin countinous
- Heparin regional

Persiapan Pasien HD
1. Persiapan pasien
Persetujuan , persiapan mental, persiapan fisik.
2. Persiapan alat
- Mesin HD
- DIaliser
- Blood line
- AV Fistula 2 buah
- Infus set / giving set
- Pengalas karet
- Plester gunting
- Bak suntikan steril berisi duk, klem, gaas, kom kecil, sarung tangan
dan spuit 10 cc / 5 cc.

Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektip s/d penumpukan cairan di paru (overload )
2. Gangguan keseimbangan cairan tubuh s/d pemasukan dan pengeluaraan cairan
yang tidak seimbang.
3. Resiko tinggi terjadi hipovolemik shock s/d penurunan berta badan

28
(ultrafiltrasi) pada waktu HD
4. Resiko tinggi terjadi perdarahan s/d prosedur HD
5. Gangguan rasa nyaman “nyeri” s/d dampak adanya pungsi selama HD
6. Resiko tinggi terjadi infeksi s/d adanya luka fungsi saat pemasangan jarum AV
fistula selama HD
7. Gangguan pemenuhan ADL : makan, minum, BAB, BAK selama HD s/d
pemasangan alat-alat HD
8. Gangguan rasa nyaman : gatal pd seluruh tubuh s/ d ketidakmampuan fungsi ginjal
dalam sekresi (ureum).
9. Cemas s/d pemasangan akses vaskuler femoralis setaiap akan dilakukan HD
10. Kurangnya pengetahuan mengenai tujuan, syarat, dan pengetahuan diet serta
pengolahan bahan Makanan s/d kurangnya informasi .

29
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilyn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC

Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. jakarta : EGC

Mansjoer Arif,dkk.2001. Kapita Selekta. Jilid pertama Kedokteran. Edisi 4 jilid 1. Media
Asculapius FK UI : Jakarta

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume 2.
Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi ke 8, Volume 2.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai