Anda di halaman 1dari 19

BAB I

TINJUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Seksio sesaria atau persalinan sesaria didefinisikan sebagai
melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (taporatomi) dan
dinding uterus atau histerotomi (Cunningham Mac Donald) Definisi ini
tidak mencakup pengangkatan janin dari kavum abdomen dalam kasus
rupteri uteri atau kehamilan abdominal.
Kelahiran sesaria adalah kelahiran janin melalui insisi
transabdomen pada uterus (Bobak. 2004). Meskipun mitos yang ada
menyatakan bahwa Julius Caesar dilahirkan dengan cara ini, istilah ini
kemungkinan besar berasal dari bahasa “caeda” yang berarti “memotong”.
Persalinan sesaria merupakan sesuatu prosedur pembedahan yang
mana melahirkan putus melalui insisi pada dinding abdominal dan uterus.
Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat), kehilangan
pengalaman melahirakan anak secara tradisional dapat memberi efek
negatif pada konsep diri wanita. Suatu upaya dilakukan untuk
mempertahankan focus pada kelahiran seorang anak lebih daripada
prosedur operasi itu melahirkan melalui abdomen, bukan per vaginam.

2. Etiologi
Tujuan dasar kelahiran sesaria untuk memelihara kehidupan atau
kesehatan ibu dan janinnya. Penggunaan cara sesaria didasarkan pada
bukti adanya stress maternal atau fatal.
Indikasi untuk dilakukan bedah caesar mungkin tidak dapat
dipertanyakan karena persalinan biasa mustahil dilakukan tanpa
membahayakan keselamatan jiwa si ibu atau bayinya.

1
Indikasi yang paling sering yang menyebabkan dijalankannya
bedah Caesar adalah :
a. Ketidakseimbangan Sefalopelvik (KSP)
Dalam pengertian yang sederhana ini berarti bahwa bayi terlalu
besar atau pelvik (panggul) terlalu kecil sehingga tidak dapat menjadi
jalan keluar yang aman. Ukuran relative kepala bayi dan jalan keluar
pelvik dapat diukur selama minggu-minggu terakhir kehamilan.
Ukuran bayi dapat diperkirakan dengan menggunakan Scan suara
ultra. Lingkar serta berat perut diukur, sementara pengukuran panggul
dilakukan dengan Sinar X. Diagnosa KSP lebih umum terjadi pada
kelahiran anak pertama. Mungkin dapat diperkirakan adanya
persalinan yang berjalan tidak lancar, persalinan berkepanjangan,
pecahnya selaput secara berkepanjangan (yaitu pecahnya lapisan tipis
yang mengelilingi janin), atau timbulnya kesulitan rahim.
b. Salah-Letak Bayi
Posisi ideal bayi untuk persalinan vagina adalah dengan kepala
ke bawah (sefalit) dan dengan dagu pada dadanya, lentur dengan baik
(verteks) dan menghadap kearah bagian belakang tubuh anda. Ia
terletak dengan baik pada panggul dengan kepala dibawah. Kedua
lengannya melintang di depan dada, lututnya terlipat, dan kakinya
bersilang. Jika dagunya terangkat maka ia berada dalam presentasi
kening. Jika ia terbaring melintang, sehingga kepala maupun
bokongnya tidak terletak dibawah, maka satu-satunya cara
mengeluarkannya adalah dengan bedah Caesar.
c. Distress Janin
Jika pola denyut jantung bayi menunjukkan perubahan besar
selama persalinan, mungkin itu berarti ia terkena distress. Kondisi bayi
dan kontrksi uterus dapat dipantau terus menerus sementara ibu
melahirkannya lewat suatu alat pemantau janin yang ditempelkan pada
perut ibu.

2
Jika terjadi perubahan yang tidak menyenngkan seperti
ketidakteraturan tidak alamiah pada denyut jantung bayi, munkin itu
menunjukkan bahwa ia tidak mendapat cukup oksigen sehingga
timbullah distress akut. Distress janin akut dapat membahayakan jika
tali pusar turun, akan mengalami prolapsus, kedalam vagina diatas
bayi atau jika tali pusar terpampat oleh bayi. Dalam bentuk kronisnya,
distress janin dapat terjadi si ibu mempunyai penyakit kardiovaskuler,
atau penyakit yang mempengaruhi kesehatan pembuluh darah atau
mengalami infeksi berat.
d. Plasenta Previa
Plasenta previa terjadi jika plasenta melekat pada ujung bawah
uterus (rahim) sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya
atau jika plasenta terletak di bawah bagian presentasi bayi. Ketika
servik membuka selama persalinan ibu mungkin kehilangan banyak
darah. Plasenta previa dapat dideteksi dengan Skan suara ultra.
Hemologi dapat juga disebabkan oleh abrupsi plasenta yang mungkin
juga dihilangkan dengan tosemia kehamilan atau hipertensi (tekanan
darah tinggi kronik).
e. Penyakit Ibu
Hanya beberapa penyakit ibu yang menyebabkan perlunya
dilakukan bedah Caesar, misalnya : hipertensi yang mempengaruhi
sistem kardiovaskuler dan cenderung mempersulit atau menghalangi
pembuluh darah. Penyakit kardiovaskuler dapat mempengaruhi
pertumbuhan bayi dalam rahim karena suplai oksigen dan makanan
jadi berkurang.
f. Fibroid
Kadang fibroid uterus dapat menghalangi jalan lahir. Akibatnya
si bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina. Halangan ini biasanya
dapat ditemukan ketika kehamilan masih dini sehingga dapat
direncanakan bedah Caesar sebelumnya.

3
g. Diabetes
Jika ibu yang sedang hamil adalah penderita diabetes yang
tergantung pada insulin, maka sang ibu akan mempunyai masalah
karena bayi yang terlalu besar atau karena aliran darah pasenta yang
lemah. Diabetes dapat menjadi indikasi harus dilakukan bedah Caesar
efektif pada minggu ke-37 untuk mencegah kehamilan sampai cukup
bulan karena itu bias menimbulkan resiko tidak memadainya plasenta.
h. Toksemia Kehamilan (pre-eklampsia)
Jika terkena toksemia (keracunan) selama kehamilan lanjut.
Tekanan darah akan naik. Di dalam urin akan ditemui sejumlah besar
protein dan didalam tubuh terendap cairan dalam jumlah berlebihan.
Endapan cairan dapat dilihat di wajah, tangan, dan kaki yang bengkak.
Pada toksemia berat bayi perlu dikeluarkan secepat mungkin. Jika
persalinan dapat diinduksi dengan aman dan tekanan darah dapat
dikendalikan, persalinan vagina dapat dilakukan. Dalam kasus lain,
diperlukan bedah Caesar.
i. Infeksi Herpes
Herpas jarang mengancam nyawa ibu, tetapi jika setelah
mendekati persalinan terkena herpes di vulva atau vagina yang disertai
dengan luka terbuka, sebaiknya dilakukan bedah Caesar. Ini untuk
mencegah bayi terkena virus herpes yang bias menyebabkan
berjangkitnya penyakit yang tidak dapat diobati atau bahkan kemauan.
Jika infeksi sedang remisi dan tidak terdapat luka terbuka, persalinan
vagina dapat dilakukan.
j. Faktor Rhesus
Jika Ibu mempunyai darah Rhesus negative sedangkan bayi ber-
Rhesus positif, maka ibu mungkin memproduksi antibodi yang
menghancurkan sel darahnya. Akibatnya si bayi menjadi anemic (tidak
memadainya sel darah merah dan/atau hemoglobin). Ini dapat
berakibat fatal, kecuali jika berada dalam perawatan rumah sakit.

4
k. Bedah Caesar Terdahulu
Apabila seorang ibu pernah mendapat pembedahan pada rahim,
irisan (insisi) yang dibuat menciptakan garis kelemahan yang
potensial. Pada persalinan berikutnya terdapat kemungkinan kurang
dari satu persen pecahnya uterus.
l. Kehamilan Jamak
Jika Ibu mengandung tiga bayi atau lebih, maka agaknya harus
menjalani bedah Caesar. Hal ini akan menjamin bahwa bayi-bayi
tersebut dilkukan dalam kondisi sebaikmungkin dengan trauma
minimum. Banyak bayi kembar yang dilahirkan biasa, tetapi bedah
Caesar munkin diperlukan jika salah satu tersangkut atau dalam posisi
sulit.

3. Patofisiologi
a. Tipe Insisi Klasik.
a) Sesaria Klasik.
Kelahiran sesaria klasik kini jarang dilakukan, tetapi dapat
dilakukan bila diperlukan perlahiran yang cepat dan pada beberapa
kasus presentasi bahu dan plasenta plevia insisi vertikal dilakukan
kedalam bagian tubuh atas uterus. Prosedur ini berkaitan dengan
jumlah insiden kehilangan darah, infeksi dan ruptur uterus yang
lebih tinggi pada kehamilan selanjutnya daripada pelahiran dengan
prosedur sesaria segmen bawah.
b) Sesaria Segmen Bawah.
Sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi
vertikal (selherm) atau insisi transversal. Insisi transversal lebih
popular karena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relative
lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, dan
kemungkinan rupture pada kehamilan selanjutnya lebih kecil.
Karena per vaginam setelah sesaria dengan insisi klasik
dikontraindikasikan.

5
b. Komplikasi / Risiko.
1) Komplikasi pada Ibu.
a) Infeksi Puerporal. Komplikasi ini bersifat ringan, seperti
kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, atau
bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.
b) Perdarahan. Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang-cabamg arteri liberina ikut terbuka,
atau karena atonia uteri.
c) Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing,
embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
d) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang
kuatnya perut dan dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bias terjadi rupture uteri kemungkinan peristiwa ini
lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
2) Komplikasi Pada Anak
Resiko pada janin lahir premature jika usia gestasi tidak
dikaji dengan akurat dan resiko cedera janin dapat terjadi selama
pembedahan (dunn,1990), seperti halnya dengan ibunya, nasib
anak yang dilahirkan denga seksiao sesarea banyak tergantung dari
keadaan yang menjadi alas an untuk melakukan seksia sesarea.
c. Anestesia.
Anestesi spinal, epidural dan umum digunakan pada kelahiran
sesaria pilihan anastesi tergantung pada beberapa faktor. Riwayat
medis ibu dan kondisinya saat ini, seperti cedera spinal atau
perdarahan, dapat menjadi kontraindikasi penggunaan anestesi
regional, waktu, merupakan faktor lain, terutama jika terjadi
kedaruratan dan kehidupan ibu atau bayi terancam factor lain ialah
wanita itu sendiri. Ia mungkin tidak mengetahui seluruh pilihan
tersebut atau ia mungkin takut akan “jarum di punggungnya” atau
takut untuk berada dalam keadaan sadar dan merasa nyeri, sehingga

6
dengan demikian wanita tersebut harus di informasikan mengenai
pilihan annestesi yang dapat digunakan dalam seksio sesaria.
d. Kelahiran Sesaria Terjadwal
Wanita yang menjalani kelahiran sesaria terjadwal atau
terencana, jika persalinan dikontraindikasikan (misalnya : karena
plasenta previa), bila kelahiran harus dilakukan tetapi tidak dapat
diinduksi (misalnya, keadaan hipertensi yang menyebabkan
lingkungan intrauterus yang buruk yang mengancam janinnya), atau
bila ada sesuatu keputusan yang dibuat antara petugas kesehatan dan
wanita (misalnya, kelahiran sesaria berulang), para wanita ini biasanya
memiliki waktu persiapan psikologis.
e. Kelahiran Sesaria Darurat
Wanita yang mengalami kelahiran sesaria darurat atau tidak
terencana berbagai suka duka dengan keluarga mereka tentang
perubahan mendadak yang terjadi pada harapan mereka terhadap
kelahiran, perawatan setelah melahirkan dan perawatan bayi tersebut
biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak bersemangat
bila ternyata persalinana tidak memberi hasil mereka memerlukan leih
banyak perawatan pendukung.
4. Penatalaksanaan Medik
a. Persiapan Prenatal
Tidak seorang wanita pun bias dijamin akan melahirkan
pervaginam, bahkan jika ia sehat dan tidak ada indikasi bahaya
terhadap janinnya sebelum persalinan dimukai. Setiap wanita perlu
menyadarinya dan dipersiapkan untui kemungkinan ini, para pemberi
penyuluhan tentang kelahiran anak mereka akan pentingnya persamaan
an perbedaan antara kelahiran sesame dan kelahiran per vagiram.
Wanita yang menjalni kelahiran sesaria menyepakati bahwa kehadiran
dan dukungan yang kontinu dari pasangan membantu mereka berespon
secara positif terhadap pengalaman secara keseluruhan (Fawceh,
Henklein, 1987)

7
b. Perawatan Selama Kelahiran Sesaria
Persiapan wanita dalam menghadapi kelahiran sesarea sama
dengan persiapan bedah, baik bedah elektif maupun bedah darurat.
1) Ahli kebidanan membicarakan kebutuhan untuk kelahiran sesaria
dan progresis kelahiran itu bagi ibu dan bayinya bersama wanita
dan keluarganya.
2) Dokter anestesi mengkaji sistem kardiopultroner wanita tersebut
dan menawarkan pilihan tipe anestesi dan dibuat persetujuan
tindakan (informed consent).
3) Tanda-tanda vital dan tekanan darah ibu serta denyut jantung janin
terus dikaji sesuai rutinitas rumah sakit sampai operasi dimulai.
4) Persiapan fisik praoperatif biasanya dilakukan dengan mencukur
rambut pubis (Gallup, 1983), memasang kateter untuk
mengosongkan kendung kemih, dan memberi obat preoperative
sesuai resep.
5) Antosida seringkali diberikan untuk mencegah aspirasi akbiat
sekresi asam lambung kedalam paru-paru pasien.
6) Cairan introvera mulai diberikan untuk mempertahankan hidrasi
dan menyediakan suatu saluran terbuka ( open line) untuk darah
atau obat yang diperlukan.
7) Sampel darah dan urine diambil dan dikirm ke laboratorium untuk
dianalisis (hitung darah lengkap dan kimia darah, golongan darah
dan eros-matching, serta urinalisis.
8) Selama periapan pre-operatif, orang terdekat yang
menyongkongnya didorong unutk tetap bersama wanita tersebut
selama mungkin untuk memberikan dukungan emosional secara
berkelanjutan (shearer, Shiono, Rhoads,1988).
9) Selama persiapan operasi, perawatan memberi informasi yang
esensial tentang prosedur.
10) Perawat harus mengkaji persepsi wanita dan pasangan suaminya
tentang kelahiran sesaria.

8
11) Segera setelah wanita tersebut dubawa kekamar operasi untuk
menjalani pembedahaan, perawatannya menjadi tanggung jawab
tim kebiadanan, ahli bedah, dokter anestesi, dokter anak dan staf
keperawatan bedah.
12) Perawatan dikamar bedah (circulating nurse) bias membantu
mengatur posisi wanita tersebut di atas meja operasi (uterus berada
di posisi lateral untuk menghindari perakanan pada vera kova
inferior yang dapat menurunkan perfusi plasenta (Bawes,1989).
13) Bila memungkinkan ayah dapat mengenakan pakaian yang sesuai,
menyertai ibu keunit bedah dan tetap bersamanya. Namun jika
tidak, perawat dapat berkomunikasi dengannya dan memberi
laporan tentang kemajuan persalinan.
14) Perawatan bayi didelegasikan kepada dokter anak dan perawatan
yang terampil melakukan resusitasi neoratur.
15) Jika kondisinya memungkinkan , bayi tersebut dapat diberikan
kepada ayahnya untuk dipeluk, jika ibunya terjaga ia dapat melihat
dan menyentuh bayinya.
c. Perawatan Pasca Partum
Perawatan wanita setelah melahirkan secara sesaria merupakan
kombinasi antara asuhan keperawatan bedah dan maternitas dimana
ibu akan dipindahkan ke area pemulihan.
1) Pengkajian keperawatan meliputi pemulihan dari efek anestesi,
status pasca operasi dan pasca melahirkan dan derajat nyeri.
2) Kepatenan jalan napas dipertahankan dan posisi wanita tersebut
diatur untuk mencegah kemungkinan aspirasi.
3) Tanda-tanda vital diukur setaip 15 menit selama satu sampai dua
jam atau sampai wanita itu stabil.
4) Kondisi balutan insisi, fundus dan jumlah lakea dikaji, demikian
pula masukan dan haluaran.
5) Perawatan membantu wanita tersebut mengubah posisi dan
melakukan napas dalam serta melatih gerakan kaki.

9
6) Obat-obatan unutk mengatasi nyeri dapat diberikan.
7) Ketika bersama bayi, ibu dan ayah diberi waktu tersendiri untuk
memfasilitasi banding dan attachment dengan bayi, menyesui dapat
segera dimulai, jika ingin mencobanya.
8) Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama dapat didominasi
oleh nyeri akibat insisi dan nyeri dari gas di usus halus dan
kebutuhan untuk menghilangkan nyeri.
9) Perawatan sehari-hari meliputi perawatan perineum, perawatan
payudara dan perawatan higienis rutin, termasuk mandi siram
(shower) setelah balutan luka diangkat.

10
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Observasi atau temuan
Indikasi :
1) DSP pada kehamilan sekaran
2) Disties janin
3) Kegagalan untuk melanjutkan persalinan
4) Mal posisi janin
a) Persentasi bokong
b) Melintang
c) Presentasi verteks abnormal
5) Pralaps tali pusat
6) Absupsio plasento
7) Plasento previa
b. Pemeriksaan praoperasi atau aragnostik
1) Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2) Pemantauan EKG
3) JDL dengan diferensial
4) Elektrolit
5) Hb / Ht
6) Golongan dan pencocokan silang darah
7) Urinalisis
8) Amniosentesis terhadap maturitos paru janin
sesuai indikasi
9) Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
10) Ultrasound sesuai pesanan
c. Potensial Komplikasi
1) Homorogi; fundus uterus lunak, relaks
2) Syok

11
3) Anemia
4) KID
5) Infeksi
a) Peningkatan suhu
b) Takikardia
c) Bau lakhia busuk
6) Sisi insisi
a) Kemerahan
b) Nyeri
c) Bengkok
d) Drainase
7) Sistitis
8) Pembebasaan payudara
9) Pneumonia
10) Poralitik ileus
11) Tromboflebitis
12) Emboli pulmoner
13) Perubahan perilaku
a) Rasa bersalah
b) Depresi
c) Menarik diri
d) Kurang kontak daengan atau perawatan baru lahir

14) Reaksi anesthesia : hipertermia malignan


15) Cedera janin selama pembedahan
16) Depresi atau resusitasi neonatal pada saat
melahirkan.
d. Penatalaksanaan Medik
1) Cairan IV sesuai indikasi
2) Anesthesia : regional atau general

12
3) Perjanjian dari orang terdekat atau tujuan
seksiosesaria
4) Tes laboratorium atau diagnostic sesuai indikai
5) Pemberian oksitoksik sesuai indikasi
6) Tanda vital per protocol ruangan pemulihan
7) Perisapan kulit pembedahan abdomen
8) Persetujuan ditandatangani
9) Pemasangan kateter foley

2. Dagnosa Keperawatan, Intervensi dan Evaluasi


a. Diagnosa 1 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi tentang prosedur dan perawatan sebelum
melahirkan sesar.
Tujuan dan criteria hasil
1) Menuturkan pemahaman kondisi efek prosedur dan pengobatan.
2) Dengan tepat menunjukan prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan dilakukan tindakan.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan ibu dan orang terdekat alasan utuk seksio
sesaria.
Rasional : Ibu dan keluarga mengetahui penyebab dilakukan
seksio sesaria.
2) Jelaskan prosedur praoperasi “normal” dan potensial variasi untuk
situasi saat ini.
Rasional : ibu dan keluarga mengetahui langkah-langkah
praoperasi “normal” sehingga dapat menekan rasa
cemas.
3) Saksi penandatanganan persetujuan tindakan dana dapatkan tanda
vital dasar.
Rasional : memupuk kepercayaan antara tim medis, dan untuk
mengetahui kondisi umum klien.

13
4) Ambil darah untuk JDL, elektrolit : golongan darah dan skrin.
Rasional : mendapatkan informasi awal klien yang dapat
membantu dalam keadaan darurat.
5) Dapatkan urine untuk urinalisasi
Rasional : untuk mengetahui apabila terdapat infeksi atau
tindakan yang paling efektif.
6) Pertahankan status puasa
Rasional : menghindari pengotoran pada saat insisi
7) Lakukan persiapan pembedahan abdomen perkebijakan rumah
sakit dan prinsip tektik aseptic.
Rasional : Meminimalkan jumlah bakteri pada lokasi operasi.
8) Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan ibu
9) Lepaskan lensa kotak dan perhiasan
Rasional : benda-benda asing yang terbuat dari logam akan
berkonduksi dengan alat-alat eletrik dan
membahayakan tubuh terhadap pemakaian
elektrokauter.
10) Diskusikan adanya suami atau orang terdekat lain di ruan operasi
bila tepat.
Rasional : ahli bedah, Dokter dan perawatan, dapat
berkomunikasi dengan suami atau orang terdekat
untuk mengurangi stess dan menjelaskan kesealahan
konsep, mencegah kebingungan dan keraguan akan
kesehatan pasien.

Evaluasi
1) Pasien mengutarakan pemahaman proses operasi
dan harpan pasca operasi.
2) Pasien melakukan prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alas an dari suatu tindakan.

14
3) Pasien dapat bekerja sama dalam persiapan
prebedah.
b. Diagnosa 2 : Nyeri berhubungan dengan kondisi pasca operasi
Tujuan dan criteria hasil :
1) Nyeri berkurang dengan criteria hasil
2) Pasien mengatkan bahwa rasa sakitnya hilang
3) Pasien tidak tampak meringis
Intervensi :
1) Lakukan pemeriksaan TTV 3 X sehari setiap ganti sip
Rasional : memantau keadaan umum pasien
2) Lakukan reposisi sesuai petunjuk.
Rasional : mengurangi sakit atau nyeri dan meningkatkan sirkulasi.
3) Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam, visualisasi,
bimbingan imajinasi.
Rasional : melepaskan teganggan emosional dan otot,
meningkatkan perasaan kontrola yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan koping dan mengurangi
nyeri.
4) Berikan obat nyeri sesuai dengan indikasi dan evaluasi
efektivitasinya.
Rasional : mengurangi rasa nyeri, namun efeknya akan
menurunkan respirasi atau menimbulkan efek
sinergistik sehingga perlu di evaluasi efektivitasnya.

Evaluasi
1) Pasien mengungkapkan bahwa ia merasa nyaman
2) Pasien tampak santai dapat beristirahat atau tidur dan ukur serta
dalam aktivitas sesuai kemampuan.
c. Diagnosa 3 : Kerusakan perfusi jaringan kardiopulmoner dan perifer
berhubungan dengan interupsi aliran sekundert terhadap
imobilitas pascaoperasi.

15
Tujuan dan kriteria hasil
Kerusakan perfusi jaringan kordiopulmoner dan prifer dapat
diatasi dengan Kriteria hasil :
1) Respirasi rate / pernafasan normal (12 - 20 x /menit )
2) Temperature normal ( 36,9 – 37,40 C )
Intervensi
1) Kaji dan pantau TTV
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien terutama yang
berkaitan dengan pernapasan. Merupakan indicator
dari volume sirkulasi dan fungsi organ / perfusi
jaringan odekuat
2) Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif
kaki dan lutut
Rasional : menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah
terjadinya vena statis sehingga menurunkan resiko
pembentukan thrombus.
3) Bantu dengan ambulasi awal
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan mengembalikan fungsi
normal organ.
4) Gunakan bantal yang diletakkan dibawah lutut,
ingatkan pasien agar tidak menyilang kaki atau duduk dengan kaki
tergantung lam.
Rasional : mencegah terjadinya sirkulasi vena statis dan
menurunkan resiko tromboflebitis
5) Kaji ekstiemitas bagian bawah seperti adanya
aritema, tanda-tanda human-homan positif.
Raional : sirkulasi mungkin harus dibatasi untuk beberapa posisi
selama proses operasi, sementara itu obat-obatan
anesteri dan menurunnya aktivitas dapat mengganggu
tonusitas vasomotor, kemungkinan bendungan

16
vaskulan dan peningakatan resiko pembentukan
trombus
6) Beri cairan IV/ produk-produk darah sesuai
kebutuhan
Raional : mempertahankan volume sirkulasi, mendukung
terjadinya perfusi jaringan
7) Berikan obat-oabatan anti embolik sesuai indikasi
Rasional : meningakatkan pengembalian aliran vena dan
mencegah aliran vena statis pada kaki utuk
menurunkan resiko tiombosis.
Evaluasi
Pasien : - Tidak mengalami kongesti pernapasan
- Menunjukkan tidak ada gejala emboli pulmener atau
tiombasis vena dalam selama perawatan di Rumah Sakit.
d. Diagnosa 4 : Potensial terhadap perubahan pola eliminasi perkemihan
dan atau konstipasii berhubungan dengan manipulsi dan atau
trauma sekunder terhadap seksio sesame.
Tujuan : Perubahan pola eliminasi perkemihan dan atau konstipasi
dapat diatasi dengan kriteria hasil :
1) Menunjukkan aliran urine terus menerus, dengan haluan urine
adekuat untuk situasi individu
2) Pasien mengalami defekasi dalam 3-4 hari setelah pembedahan.
Intervensi
1) Anjuran berkemih setiap 4-6 jam bila mungkin.
Rasional : merehabilitasi control berkemih.
2) Berikan teknik untuk mendorong berkemih sesuai dengan
kebutuhan
Raisonal : membantu perkemihan apabila reflek berkemih belum
pulih
3) Ajarkan prosedu rperawatan perineal per kebijakan rumah sakit

17
Rasional : menjaga kebersihan perineum dan meminimalkan
resiko infeksi
4) Pantau masukan dan keluaran sampai pengeluaran adekuat.
Rasional : mengetahui jumlah input dan output pasien
5) Berikan peunak feses / laksatif sesuai indikasi
Rasional : mempermudah pasien dalam eliminasi fese jika
fesesnya keras
6) Berikan antiflatulens sesuai indikasi
Raional : mencegah terjadinya faltus
Evaluasi
Pasien :
1) Berkemih secara spontan tanpa ketidaknyamanan
2) Mengalami defeksi dalam 3-4 hari setelah dilakukan seksio
sesaria.
e. Diagnosa 5 : Potensial terhadap infeksi atau cedera berhubungan
dengan prosedur pembedahan
Tujuan dan criteria hasil
Infeksi atau cidera dapat teratasi dengan kriteri hasil
1) Suhu tubuh pasien normal (36,9-37,4)
2) Insisi bersih dan kering, tanpa tanda atau gejala infeksi.
Intervensi
1) Kaji TTV 3 kali sehari setiap ganti sip.
Raional : mengetahui keadaan umum pasien terutama yang
berkaitan dengan tanda infeksi yaitu peningkatan suhu.
2) Penggantian pembalut sesuai indikasi
rasional : mencegah kontaminasi lingkungan terhadap luka
3) Observasi insisi terhadap tanda infeksi
Raional : mengetahui timbulnya infeksi pada pasien.
Evaluasi
Pasien :
1) Insisi bersih dan kering, tanpa tanda atau gejala infeksi

18
2) Envolusi uterus berlanjut secaa normal.

DAFTAR PUSTAKA

Farrer Helen.1999.Perawatan Maternitas.Jakarta:EGC

Laurie Nehls, Shewen.1947.Maternity Nursing : Care of the Child Bearing


Family .Jakarta

Lumsden, Mary Ann.2000. Complete Women Health.London:Hammersmith.

Lyer Ptricia W,Camp Nancy H.2004.Dokumen Keperawatan.Jakarta:EGC

Smith, Trisha Duffett.1998.Persalinan Dengan Bedah Sesar.Jakarta:Arcan

Tuckerdks,Susan Maitin.1998.Standar Perawatan Pasien.Jakarta:EGC

2002.Buku Panduan Praktik Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal.Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai