Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan systole dan diastole mengalami
kenaikan yang melebihi batas normal yaitu tekanan darah systole > 140mmHg dan
diatole . 90 mmHg. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu penyakit salah
satu resiko tinggi yang bisa menjadi penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal (
Muwarni, 2011 ;Zhao, 2013).
Kaplan memberikan batasan hipertensi dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin
( Soeparman dalam buku Udjianti, 2010).
a. Pria berusia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada
waktu berbaring lebih dari 120/90 mmHg
b. Pria berusia 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari
145/95 mmHg.
c. Wanita, hipertensi bila tekanan darah lebih dari 150/95 mmHg
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 102)

Distolik
No Kategori Sistolik mmHg mmHg
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi
5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
7 Grade 4 (sangat berat) >210 >120
8
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan:

a. Hipertensi Primer (esensial)/ Idiopatik

Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor-


faktor yang meningkatkan risiko antara lain yaitu :
1) Merokok :Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida suatu vasokontriktor
poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga mulai
peningkatan noreprinefrin plasma dan saraf simpatetik. Efek sinergistik merokok dan
tekanan darah tinggi pada risiko kardiovaskular telah jelas. Merokok menyebabkan
aktivasi simpatetik, stress, oksidatif, dan efek vasopresor akut yang dihubungkan
dengan peningkatan marker inflamasi, yang akan mengakibatkan difungsi endotel,
cedera pembuluh darah, dan meningkatnya kekakuan pembuluh darah. Setiapbatang
rokok dapat meningkatkan tekanan darah 7/4 mmHg, perokok pasif dapat
meningkatkan 30% risiko penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan peningkatan
80% pada perokok. (Pikir dkk, 2015, p. 8)
2) Obesitas : Obesitas terjadi paada 64% pasien hipertensi. Lemak badan mepengaruhi
kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat badan menurunkan tekanan
darah pada pasien obesitas memberikan efek menguntungkan pada faktor risiko yang
terkait, seperti resistensi insulin, diabetes mellitus, heperlipidemia, dan hipertrofi
ventrikel kiri. Penurunan tekanan darah sistolik dan distolik pada penurunan berat
badan 5,1 kg adalah 4,4 dan 3,6 mmHg. Insiden obesitas lebih tinggi pada penurunan
34,4% dibandingkan pada laki-laki 28,6%. Obesitas ,sebuah masalah kesehatan dunia,
telah diidentifikasi sebuah faktor risiko sangat penting untuk hipertensi. Individu
obesitas mempunyai risikolebih tinggi signifikan terjadinya hipertensi. Obesitas
diketahui pada hasil kombinasi disfungsi pusat makan diotak, ketidakseimbangan
asuhan energy dan pengeluaran, variasi genetic.peningkatan risiko yang sama juga
juga telah diidentifikasi untuk hipertensi, penyakiit vascular sebral dan perifer,
hiperlipidemia, penyakit traktus bilier, osteoarthiritis, dan gout. Pada obesitas, lemak
visceral mengakibatkan resistensi insulin. Akibat lanjut dari hiperinsulimenia, adalah
promosi peningkatan absorbsi Na oleh ginjal sehingga dapat terjadi hipertensi. (Pikir
dkk, 2015, p. 7)
3) Alkoholisme : Konsumsi alcohol akan meningkatkan risiko hipertensi, namun
mekanismenya belum jelas, mungkin akibat meningkatnya transport kalsium kedalam
sel otot polos melalui peningkatan katekolamin plasma.terjadinya hipertensi lebih
tinggi pada peminum alcohol berat akibat dari aktivasi simpatetik. Peminum alcohol
lebiih dari dua gelas sehari akan memiliki risiko hipertensi dua kali lipat dibandingkan
bukan peminum, serta tidak optimalnya efek dari obat anti hipertensi. Pada pasien
hipertensi yang mengonsumsi alcohol disarankan kurang dari 30 ml per hari atau 40
ml etanol per hari. (Pikir dkk, 2015, p. 8)
4) Stress :Merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang berpengaruh
terhadap kerja jantung. Stressor merupakan stimuli instrinsik atau ekstrinsik yang
menyebabkan gangguan fisiologi dan psikologi, dan dapat membahayakan kesehatan.
Walaupun data epidemiologi menunjukkan stress mental terkait dengan hipertensi,
penyakit kardiovaskular, obesitas, dan sindrom metabolic, efek stress mental pada
manusia belum dipahami sepenuhnya. Prevalensi tinggi dari hipertensi pada individu
obesitas terkait pada faktor psikososial termasuk stress kronik. Aksis hipotalamus –
hipofisi – adrenal merupakan kunci mekanisme yang menghubungkan obesitas,
hipertensi, dan stress kronis. Oleh karena itu, orang seharusnya mengurangi stress
untuk menghindari lingkaran setan stress mental, obesitas, hipertensi, dan diabetes.
(Pikir dkk, 2015, p. 9)
5) Konsumsi garam : Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja
ginjal yang mengeluargkan rennin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan
darah (Haryanto & Rini, 2015, p. 39)
6) Kopi (kafein) : kopi merupakan minuman stimulant yang dikonsumsi secara luas
diseluruh dunia. Dimana kopi dapat meningkatkan secara akut teknan darah dengan
memblok reseptor vasodilatasi adenosine dan meningkatkan neropinefrin plasma.
Minum dua sampai 3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah secara akut,
dengan variasi yang luas antara individu dari ¾ mmHg sampai 15/13 mmHg. Dimana
tekanan darah akan mencapai puncak dalam satu jam dan kembali ketekanan darah
dasar setelah 4 jam. (Pikir dkk, 2015, p. 9)
7) Kontrasepsi oral : peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada kebanyakan
perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi peningkatan besar kadang
teradi. Hal ini disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatic
subtran rennin dan aktivasi sistem rennin – angiotensin – aldosteron. Kontrasepsi
esterogen akan meningkat tekanan arah 3-6/ 2-5 mmHg, sekitar lima persen
perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral jangka panjang menunjukkan
peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Hipertensi terkait kontrasepsi lebih
sering pada perempuan diatas 35 tahun, pada mereka yang menggunakan kontrasepsi
lebih dari 5 tahun, dan individu gemuk. Jarang terjadi pada mereka yang
menggunakan tablet esterogen dosis kesil. Umumnya, hipertensi reversible setelah
penghentian kontrasepsi, tetai mungkin perlu beberapa minggu. Esterogen pada
postmenoupose umumnya tidak menyebabkan hipertensi, tetapi tentu memelihara
vasodilatasi diperantarai endotel. (Pikir dkk, 2015, p. 7)

a. Hipertensi Sekunder

Penyebabnya yaitu : dipicu oleh obat-obatan, penyakit ginjal, sindrom scushing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan

1) Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama dengan
kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal
2) Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah dalam kisaran
normal tetapi juga dapat memicu hipertensi
3) Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan agen
antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan hipertensi.
Begitu juga konsumsi alcohol yang kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga dapat
meningkatkan tekanan darah
4) Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan Pheochromocytoma
memiliki hipertensi primer
5) Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid, terutama
aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias hipertensi, hipokalemia
yang tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis metabolic. Namun beberapa pasien
memiliki konsentrasi plasma kalium normal. Pravalensi aldosteronisme primer juga
harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten

3. Tanda & gejala


Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidah terukur
b. Gejala yang lazim
Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepalakarena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi
dan tekanan intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan hipertensi
sehingga intrakarnial naik
2) Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang
mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf simatis
sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran darah menurun sehingga
suplei O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi lemas.
3) Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan krontaktilitas
jantung
4) palpitasi (berdebar-debar): karena jantung memompa terlalu cepat sehingga dapat
menyebabkan berdebar-debar, Gampang marah (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

4. Patofisiologi
Menurut (Triyanto,2014) Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa rerjadi
melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturanya dan menjadi
kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. inilah
yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola) untuk sementara waktu untuk
mengarut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah. Bertambahnya
darah dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi
jika terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran,
banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal
mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat,
ginjal akan mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah
menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah
bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan
darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan
hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ peting dalam mengembalikan tekanan darah; karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan
darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu
atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah (Triyanto 2014).
Pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggung pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekwensinya
, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya), mengakibatkan penurunan
curah jantunng dan meningkatkan tahanan perifer (Prima,2015).
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai


viskositas dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia(Udjianti, 2013, p. 109)
2) Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
3) BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau faal
renal
4) Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator
hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin
5) Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus
6) Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
7) Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokontriksi dan hipertensi
8) Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
9) Elektrolit (Udjianti, 2013, p. 109)
10) Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi deuretik)
11) Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
12) Urine(Udjianti, 2013, p. 109)
13) Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine
mengidentifikasikan difusi renal atau diabetes
14) Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma
15) Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar
rennin juga meningkat

b. Radiologi
EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi atau
disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)

6. Penalaksanaan medis
Menurut (junaedi,Sufrida,&Gusti,2013) dalam penatalaksanaan hipertensi
berdasarkan sifat terapi terbagi menjadi 2 bagian, sebagai berikut:
a. Terapi non-farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi merupakan pengobatan tanpa obatobatan yang
diterapkan pada hipertensi. Dengan cara ini, perubahan tekanan darah diupayakan
melalui pencegahan dengan menjalani perilaku hidup sehat seperti :
1) Pembatasan asupan garam dan natrium
2) Menurunkan berat badan sampai batas ideal
3) Olahraga secara teratur
4) Mengurangi / tidak minum-minuman beralkohol
5) Mengurangi/ tidak merokok
6) menghindari stres
7) menghindari obesitas
b. Terapi Farmakologi
Selain cara terapi non-farmakologi, terapi dalam obat menjadi hal yang utama. Obat-
obatan anti hipertensi yang sering digunakan dalam pegobatan, antara lain obat-obatan
golongan diuretik, beta bloker, antagonis kalsium, dan penghambat konfersi enzim
angiotensi.
1) Diuretik merupakan anti hipertensi yang merangsang pengeluaran garam dan
air. Dengan mengonsumsi diuretik akan terjadi pengurangan jumlah cairan dalam
pembuluh darah dan menurunkan tekanan pada dinding pembuluh darah.
2) Beta bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dalam memompa darah dan
mengurangi jumlah darah yang dipompa oleh jantung.
3) ACE-inhibitor dapat mencegah penyempitan dinding pembuluh darah
sehingga bisa mengurangi tekanan pada pembuluh darah dan menurunkan tekanan
darah.
4) Ca bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dan merelaksasikan pembuluh
darah.
7. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
b. Jenis kelamin : Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia. Namun,
pada usia tua, risiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan dibandingkan laki-
laki. Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih besar dibandingkan
dengan perempuan obesitas dengan berat badan sama. Di Kamerun utara, pravelensi
hipertensi pada perempuan (51,7%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (48,7%).
Hormone seks berkontribusi terhadap perbedaan gender dalam control tekanan darah.
55% perempuan hipertensi berusia >40 tahun. Hipertensi berat sebanyak 88,5%.
Usia.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
c. Usia : Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun meningkat secara cepat, pada kurang
dari 30 tahun, satu dari 5 orang di Amerika Serikat akan berusia diatas 65 tahun
(Spillman dan Lubizt, 2000). Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia
dan orang lanjut usia dengan hipertensi merupakan risiko besar untuk penyakit
kardiovaskuler.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
d. Ras : orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah lebih
tinggi bila dibandingkan bukan dengan kulit hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009) dan
keseluruhan angka mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi dari pada kulit hitam. Pada
multiple risk factor intervention trial, yang melibatkan lebih dari 23.000 laki-laki kulit
hitam dan 325.000 laki-laki kulit putting yang dipantau selama 10 tahun, didapatkan
suatu perbedaan rasial yang menarik: anggota mortalitas penyakit jantung koroner
lebih rendah pada laki-lak kulit hitam dengan tekanan diastolic melebihi 90 mmHg
dibandingkan pada laki-laki kulit putih.(Pikir dkk, 2015, p. 6)
e. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Fatingue, lemah, dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi
denyut jantung, disritmia, dan takipnea. (Udjianti, 2013, hal. 108)
2) Alasan masuk rumah sakit
Alasan masuk rumah sakit dikarenakan pasien memiliki keluhan lemah, sulit
bernapas, dan kesadaran menurun. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit
kepala, kelelahan, selah, susah nafas, mual, gelisah, kesadaran menurun, pengelihatan
menjadi kabur, tinnitus (telinga berdenging), palpitasi (berdebar-debar), kaku kuduk,
tekanan darah diatas normal, gampang marah. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)
4) Riwayat kesehatan terdahulu
a) Riwayat penyakit sebelumnya
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya.Misalnya : klien pernah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal dan klien
mengalami sakit yang sangat berat. (Haryanto & Rini, 2015, p. 41)
b) Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi pada orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga sekitar 15-
35%.Suatu penelitian pada orang kembar, hipertensi terjadi 60% laki-laki dan 30-40%
perempuan. Hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada orang
dengan riwayat hipertensi keluarga (Pikir dkk, 2015, p. 6)
c) Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu
Pengobatan anti hipertensi :
Diuretic : semua deuretik menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan ekskresi
natrium urin dan dengan mengurangi volume plasma, volume cairan ekstraseluler, dan
curah jantung. Mereka dapat menurunkan tekanan darah dengan mengurangi volume
vascular, seperti ditunjukkan dalam sebuah studi oleh Gifford dan kawan-kawan dari
25 pasien.
Angiotensin : angiotensin II bekerja secara langsung pada dinding pembuluh dara,
menyebabkan hipotrofi medial, menstimulasi pertumbuhan jaringan ikat, dan
meruksak endotel yang berujung pada aterosklerosis(Pikir dkk, 2015, p. 219)
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran
Seorang pasien yang terkena hipertensi kesadarannya adalah sadar dan juga dapat
mengalami penurunan kesadaran (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan darah
yang dimiliki oleh penderita hipertensi systole diatas 140 mmHg dan tekanan diastole
diatas 90 mmHg (Haryanto & Rini, 2015, p. 37)
b) Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi atau
tidak ada denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior
tibia. (Udjianti, 2013, p. 108)
c. Body system
1) Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan pada
saat berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan
fisik meliputi sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara napas
tambahan (ronkhi rales, wheezing) (Udjianti, 2013, p. 109)
Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : gerakan dinding abnormal
Palpasi : denyut apical kuat
Perkusi :denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
Auskultasi : denyut jantung takikardia dan disritmia, bunyi jantung S2 mengeras S3
(gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar jika stenosis atau insufisiensi katup.
(Udjianti, 2013, p. 108)
2) Sistem persarafan
Melaporkan serangan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode
mati-rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi nadan. Gangguan visual (diplopia-
pandangan ganda atau pandangan kabur) dan episode epistaksis (Udjianti, 2013, p.
109)
3) Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri (Udjianti, 2013, p. 108)
4) Sistem pencernaan
Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian
deuretik.Temuan fisik fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema,
kongesti vena, distensi vena jugularis, dan glikosuria. (Udjianti, 2013, p. 109)
5) Sistem integument
Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis,
diaphoresis, atau flusing (Udjianti, 2013, p. 108)
6) Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leheer (Haryanto & Rini, 2015, p. 40)
7) Sistem endokrin
Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem
endokrin (Udjianti, 2013, p. 109)
8) Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat
melakukan hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil yang
memiliki hipertensi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)
9) Sistem penginderaan
Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema atau
papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya hipertensi (Udjianti,
2013, p. 109)
10) Sistem imun
Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (Manurung,
2016, p. 103)
8. Diagnosa keperawatan
Menurut NANDA (2018)
a. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan tidak konsisten
dengan program pengobatan
b. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular selebral
c. Intoleransi aktivitas
d. Risiko jatuh
9. Intervensi
10. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan, keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan
antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan
tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dan
tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Budi. (2015). Hipertensi Manajemen Komperhensif. Surabaya: AUP Airlangga University


Press.

Haryanto, A., & Rini, S. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: KDT.

Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wajan, J. (2013). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai