Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM SEDERHANA (KDS)

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi
antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000) Kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur
3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan
serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun
dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18
bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008).

Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada saat awal-awal
demam. Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum
dengan pergerakkan klonik selama kurang dari 10menit. Sistem syaraf pusat normal
dan tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang.
Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi
sangat jarang yang mengalami kejang demam setelah usia 6 tahun.

1.2 Etiologi
Menurut (Lumbantobing, 2001) faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang
demam, yaitu:
1.2.1 Demam itu sendiri
1.2.2 Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak).
1.2.3 Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
1.2.4 Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
1.2.5 Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui
atau ensekalopati toksik sepintas.
1.2.6 Gabungan semua faktor tersebut di atas.

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain lain.
1.3 Tanda dan Gejala
1.3.1 Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara
tiba-tiba)
1.3.2 Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam)
1.3.3 Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
1.3.4 Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
1.3.5 Lidah atau pipinya tergigit
1.3.6 Gigi atau rahangnya terkatup rapat
1.3.7 Gangguan pernafasan
1.3.8 Apneu (henti nafas)
1.3.9 Kulitnya kebiruan

1.4 Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut sehingga terjadi lepas
muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya
dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung
lama disertai dengan apnea, meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea dll,selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan


metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada
seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan
ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan


kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.

1.5.2 Pemeriksaan cairan cerebrospinal


Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal
pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk
yang berumur kurang dari 18 bulan.
1.5.3 Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit
1.5.4 Cairan Cerebo Spinal
Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab
kejang.
1.5.5 Skull Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
1.5.6 Tansiluminasi
Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2
tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala..

1.6 Komplikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama ( > 15
menit) yaitu:
1.6.1 Kerusakan otak
1.6.2 Retardasi mental
1.6.3 Biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosislaktat, hipotensi
arterial, suhu tubuh makin meningkat.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Pengobatan
a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam


yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
- Dosis awal : 0,3 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
- Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit
b. Turunkan panas
- Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
- Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila
aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk
profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3
0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
- Bebaskan jalan napas
- Beri zat asam
- Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
- Pertahankan tekanan darah

1.8 Pathway

Kurang O2
Penurunan O2
Penurunan konsentrasi glukosa darah
Infeksi otak Peradangan Berakumulasi

Merusak sel saraf Penaikan suhu tubuh

Fungsi sel saraf Melepas implus listrik Resti kejang

Jika terganggu

Aktifitas abnormal pada neuron serebral

Gangguan motorik dan sensorik

Pada otot tertentu General

Spasme otot involunter Spasme konvulatif


(tonik atau intermiten)
Klonik
Kurang pengetahuan

Resti kejang

Resiko cidera Distress pernafasan

Hipoksia

II. Rencana Asuhan Klien dengan KDS


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
- Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pusing, riwayat trauma
kepala.
2.1.2 Pemeriksaan fisik
a. Kepala

Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk


kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum ?.
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
c. Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas
? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi ?
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring,
cairan eksudat ?
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi
tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar ?
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
o. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi ?
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan cairan serebrospinal
b. Elektrosenfalografi (CEG) tetapi kurang mempunyai nilai prognostic, tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana
c. Pemeriksan lab rutin
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

2.2.1 Resiko terjadinya hipoksia/aspirasi berhubungan dengan kejang

2.2.2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


penyakit

2.2.3 Resti terjadinya kejang berhubungan dengan suhu tubuh terus meningkat.

2.3 Perencanaan
2.3.1 Diagnosa 1: Resiko terjadinya hipoksia/aspirasi berhubungan dengan kejang
a. Tujuan dan kriteria hasil
Mencegah terjadinya ditress pernafasan. Setelah dilakukan perawatan 1x
shift jaga didapatkan criteria hasil:
b. Intervensi

Intervensi Rasional
1. Jangan melakukan distress 1. Agar klien tidak mengalami
pernafasan distress nafas
2. Tempatkan selimut dibawah 2. Agar posisi kepala tetap
kepala tinggi
3. Longgarkan pakaian 3. Agar klien dapat bernapas
4. Jangan menempatkan apapun 4. Agar klien tidak tersedak
dimulut anak
5. Miringkan anak

2.2.4 Diagnosa 2: Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang penyakit.

a. Tujuan dan criteria hasil

Lebih dapat mengerti tentang penyakit. Setelah dilakukan perawatan 1x


shift jaga didapatkan kriteria hasil:

b. Intervensi

Intervensi Rasional

1. Berikan penkes 1. Agar keluarga klien paham


dan mengerti
2. Kaji ketidakmampuan pasien
3. Beri motivasi dan dukungan 2. Untu mengetahui sebatas
mana kemampuan klien
4. Jelaskan penyakit dengan
sederhana 3. Agar keluarga mengerti dan
paham

2.2.5 Diagnosa 3: Resti terjadinya kejang berhubungan dengan suhu tubuh terus
meningkat.

a. Tujuan dan kriteria hasil


Menghindari terjadinya kejang dan suhu tubuh dalam batas normal. Setelah
dilakukan perawatan 1x shift jaga didapatkan criteria hasil:
b. Intervensi

Intervensi Rasional
1. Monitor vital sign 1. Untuk mengetahui keadaan
2. Lakukan kompres
umum klien
3. Beri pakaian yang baik yang
2. Untuk mengurangi demam
meresap keringat 3. Agar suhu tubuh klien
4. Anjurkan anak untuk minum
menjadi normal
banyak 4. Agar tidak dehidrasi
5. Kolaborasi dakam pemberian
anti kejang

III.Daftar Pustaka

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 2012-
2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi
Subekti. Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Lumbantobing SM, .2001. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta: Gaya
Baru

Pelaihari, 10-Juli- 2017


Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(..) (..)

Anda mungkin juga menyukai