Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER PAYUDARA
Disusun untuk Menyelesaikan Tugas State Keperawatan Medikal Bedah 1
di Ruang Teratai Lantai 4 Selatan RSUP Fatmawati

Di susun oleh:
Desi Rahmawati Dewi

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H
A. Konsep Kanker Paru
1. Definisi Kanker Paru
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud
dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus
(karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma) (Kemenkes RI, 2017). Kanker paru
atau disebut karsinoma bronkogenik merupakan tumor ganas primer sistem
pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan berasal dari mukosa
percabangan bronkus (Nurarif & Kusuma, 2015).
Kanker paru adalah keganasanyang berasal dari luar paru maupun yang berasal
dari paru sendiri (primer), dimanakelainan dapat disebabkan oleh kumpulan
perubahan genetika pada sel epitelsaluran nafas yang dapat mengakibatkan proliferasi
sel yang tidak dapatdikendalikan (Purba & Wibisono, 2015). Kanker paru-paru adalah
pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm jaringan paru-parudapat
disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo,
2010).
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga 13
persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan 1/3
dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan
terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan 160.390 kematian akibat
kanker paru. Berdasarkan data WHO, kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak
pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada
perempuan Kanker paru juga merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak
pada laki-laki dan kedua pada perempuan (Kemenkes RI, 2017).

2. Etiologi Kanker Paru


Menurut American Cancer Society (2013) kasus kanker paru disebabkan oleh
rokok (perokok aktif) sebesar 80%, dimana perokok pasif 20% sampai 30% beresiko
terkena kanker paru. Selain faktor utama penyebab kanker paru, terdapat faktor lain
seperti polusi udara, paparan radon, genetik dan lingkungan (Urman & Hosgood,
2015: 491).
Etiologi lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan adalah sebagai berikut:
a. Paparan zat karsinogen, seperti :
• Asbestos, sering menimbulkan mesotelioma
• Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
• Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida
Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluhkali lebih besar daripada masyarakat umum.
b. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
c. Penyakit paru seperti pneumonitis intersisial kronik
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru.
d. Riwayat paparan radiasi daerah torak
e. Genetik (Stopler, 2010; Tim Editor, 2016).

3. Tanda dan Gejala Kanker Paru


Pada stadium awal, sebagian besar kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis.
Gejala dan tanda kanker paru umumnya terjadi pada kasus stadium lanjut, antara lain:
a. Lokal:
□ Batuk baru atau batuk yang lebih hebat pada batuk kronis
□ Hemoptisis
□ Mengi/ stridor karena obstruksi saluran napas
□ Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
□ Atelektasis
b. Invasi lokal:
□ Nyeri dada
□ Sesak napas karena efusi pleura
□ Invasi ke perikardium yang menyebabkan tamponade atau aritmia
□ Sindrom vena kava superior
□ Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
□ Suara serak, karena penekanan berulang pada N. laringeal
□ Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brachialis dan saraf simpatis
servikalis
c. Gejala penyakit metastasis:
□ Pada otak, tulang, hati, adrenal
□ Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
d. Sindroma Paraneoplastik: Terdapat pada 10% pasien dengan kanker paru
□ Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
□ Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
□ Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid
□ Dermatologik : eritema multiformis, hiperkeratosis, jari tabuh
□ Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
□ Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
□ Neuromiopati
□ Hipertrofi osteoartropati
e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
□ Sering terdapat pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis
□ Kelainan berupa nodul soliter (Tim Editor, 2016).

Adennokarsinoma Karsinoma sel Karsinoma sel kecil Karsinoma sel besar


dan skuamosa
bronkoalveolar
1. Nafas 1. Batuk 1. SIADH 1. Batuk
dangkal 2. Dyspnea 2. Sindrom berkepanjangan
Tanda 2. Batuk 3. Nyeri dada cushing 2. Nyeri dada saat
dan 3. Penurunan 4. Atelektasis 3. Hiperkalsemia menghirup
Gejala nafsu makan 5. Pneumonia 4. Batuk 3. Suara sesak
4. Trousseau postobstruktif 5. Stridor 4. Sesak nafas
syndrome 6. Mengi 6. Nafas dangkal
7. Kelelahan 7. Sesak nafas
8. Hemoptisis 8. Anemia
9. Penurunan berat
badan

(Sumber : Tan, 2017)


4. Jenis-Jenis Kanker Paru
Terdapat dua jenis kanker paru, yaitu (Varalakhsmi, 2013: 63):
a. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis kanker paru yang tumbuh lebih cepat daripada jenis kanker
NSCLC, akan tetapi pertumbuhan SCLC lebih dapat terkendali dengan
kemoterapi. Sekitar 20% kasus kanker paru adalah SCLC, atau sekitar 30.000
pasien setiap tahunnya terdiagnosis penyakit tersebut.
b. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
Sekitar 75%-80% kasus kanker paru adalah NSCLC. Terdapat 3 tipe NSCLC,
yaitu:
1) Adenokarsinoma
Adenokarsinoma adalah jenis dari NSCLC yang paling umum dari kanker
paru dan lebih banyak muncul pada wanita. Kanker tipe ini berkembang dari
sel-sel yang memproduksi lendir pada permukaan saluran udara.
2) Karsinoma skuamosa
Jenis ini paling umum dari kanker paru serta paling banyak terjadi pada pria
dan orang tua. Karsinoma skuamosa berkembang dalam sel yang mengisi
saluran udara, dan kanker ini tumbuh relatif lambat.
3) Karsinoma sel besar
Pertama kali muncul biasanya di saluran pernapasan yang lebih kecil dan
dapat menyebar dengan cepat. Tipe ini sering disebut juga karsinoma tidak
berdiferensiasi karena bentuk sel kanker ini bundar besar.
Tabel TNM Klasifikasi Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil
Tumor Primer (T)
Tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan denganadanya sel-
TX sel ganas dalam sputum atau bronkial tetapi tidak divisualisasikan dengan
bronkoskopi

T0 Tidak terdapat tumor primer


Karsinoma in situ
Tis
Tumor ≤ 3cm , di kelilingi oleh paru
TI -paru atau pleura visceral, tidak ada bukti bronkoskopi invasi lebih proksimal
dari bronkus lobus (tidak di bronkus utama), penyebaran tumor dangkal di
saluran udara yang utama (terbatas pada dinding bronkus).

Tumor ≤ 2 cm dalam dimensi terbesar


TIa
Tumor > 2 cm tetapi ≤ 3 cm dalam dimensi terbesar
TIb
Tumor > 3 cm tetapi ≤ 7 cm atau tumor dengan salah satu dari berikut:
T2 Menyerang pleura visceral, Terutama melibatkan bronkus ≥ 2 cm distal
karina, Terkait dengan atelektasis/ pneumonitis obstruktif memperluas ke
daerah hilus tetapi tidak melibatkan seluruh paru- paru

Tumor berapapun ukurannya yang menginvasi langsung ke: dinding dada


T3 (termasuk tumor sukus superior), diafragma, pleural mediastinum, atau
perikardium parietal, atau tumor di bronkus utama < 2 cm di bawah karina,
tetapi tidak ada keterlibatan karina; atau disertai atelektasis atau pneumonitis
obstruktif seluruh parenkim paru
Tumor berapapun ukurannya yang telah menginvasi ke: mediastinum,
T4 jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus vertebra, karina, atau tumor
disertai dengan efusi pleura atau perikardial maligna, atau dengan nodul-
nodul tumor satelit di lobus paru tumor primer ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional (N)

NX Kelenjar getah bening (KGB) regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional


Metastasis ke KGB peribronkial dan/ atau hilar ipsilateral dan kelenjar
N1 intrapulmonal akibat ekstensi langsung dari tumor primer
Metastasis ke KGB mediastinal ipsilateral dan/ atau nodus limfatikus di
N2 bagian bawah karina
Metastasis ke KGB mediastinal kontralateral, hilar kontralateral, scalenus
N3 ipsilateral atau kontralateral, atau subklavikula
Metasttasis Jauh (M)

MX Adanya metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh


(Purba & Wibisono, 2015; Tim Editor, 2016)

5. Tahapan Klasifikasi Stadium Kanker Paru


Menurut Global Bioscience (2013) tahapan kanker paru adalah sebagai berikut:
a. Tahap Perkembangan SCLC
1) Tahap terbatas merupakan tahapan kanker yang hanya ditemukan pada satu
bagian paru-paru saja dan pada jaringan di sekitarnya.
2) Tahap ekstensif merupakan tahapan kanker yang ditemukan pada jaringan
dada di luar paru-paru ataupun ditemukan pada organ-organ tubuh yang jauh.
b. Tahap Perkembangan NSCLC
1) Tahap tersembunyi merupakan tahap ditemukannya sel kanker pada dahak
(sputum) pasien di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat
adanya tumor di paru-paru.
2) Stadium 0 merupakan tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada lapisan
terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
3) Stadium I merupakan tahap kanker yang hanya ditemukan pada paruparu dan
belum menyebar ke kelenjar getah bening sekitarnya.
4) Stadium II merupakan tahap kanker yang ditemukan pada paru-paru dan
kelenjar getah bening di dekatnya.
5) Stadium III merupakan tahap kanker yang telah menyebar ke daerah di
sekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar
getah bening di sisi yang sama atau pun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
6) Stadium IV merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus
paru. Sel-sel kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke
otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang.

6. Patofisiologi Kanker Paru


Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskamasi sehingga terjadi penngendapan karsinogen. Dengan
adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan
dysplasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan
dysplasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah
satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul
dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral
dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esophagus, pericardium,
otak, tulang rangka.

(Syoretta, 2017)
7. Penatalaksanaan Kanker Paru
Terdapat perbedaan fundamental antara perangai biologis NSCLC dengan SCLC
sehingga tata laksananya pun harus dibedakan:
a. NSCLC
Staging TNM yang didasarkan ukuran tumor (T), kelenjar getah bening yang
terlibat (N),dan ada tidaknya metastasis bermanfaat dalam penentuan tata laksana
NSCLC ini. Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti
serta perhatian khusus kepada keadaan sistemik, kardiopulmonal, neurologi, dan
skeletal. Hitung jenis sel darah tepi dan pemeriksaan kimia darah diperlukan
untuk mencari kemungkinan adanya metastasis ke sumsum tulang, hati, dan
tengkorak
1) Terapi Bedah
Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II pada pasien
dengan parenkim paru yang adekuat. Reseksi paru biasanya ditoleransi baik
bila hasil prediktif FEV1 pasca reseksi yang didapat dari pemeriksaan
spirometri preoperatif dan pemeriksaan kuantitatif ventilasi perfusi melebihi
1000 ml. Prosedur lobektomi atau pneumonektomi tetap jadi standar bila
segmentektomi dan reseksi baji bilobektori atau reseksi sleeve menjadi pilihan
pada situasi tertentu. Angka ketahanan hidup penderita yang dioperasi pada
stadium I mendekati 60%, stadium II 26-37 %, dan IIa 17-36,3%. Pada
stadium IIIa, masih terdapat kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila
kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding toraks terdapat metastasis.
Penderita stadium IIb dan IV tidak dioperasi saja melainkan diterapi dengan
kombinasi modalitas, yaitu gabungan radiasi dan kemoterapi dengan operasi
(dua atau tiga modalitas). Terapi kombinasi dilaporkan dapat memperpanjang
ketahanan hidup dari beberapa studi yang dilaporkan.
2) Radioterapi
Pada beberapa kasus yang tidak dapat dioperasi, radioterapi dilakukan sebagai
pengobatan kuratif. Namun, radioterapi bisa juga sebagai terapi adjuvan/
paliatif pada tumor dengan komplikasi, misalnya dengan tujuan mengurangi
efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus. Efek samping
yang sering terjadi adalah disfagia karena esofagitis post radiasi, sedangkan
pneumonitis post radiasi jarang terjadi (< 10%). Radiasi dosis paruh yang
bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang tidak dapat
dioperasi, namun belum disokong data percobaan klinis yang sahih.
Keberhasilan memperpanjang ketahanan hidup sampai 20% dengan cara
radiasi dosis paruh ini didapat dari kasus stadium I usia lanjut, kasus dengan
penyakit penyerta sebagai penyulit operasi, atau penderita yang menolak
dioperasi. Penderita dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat
tumor sudah merambat sebatas sayatan operasi dianjurkan untuk dilakukan
radiasi post operasi. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar
saat reseksi dapat dicapai lebih komplit, seperti pada tumor Pancoast atau
kasus stadium IIIb, dilaporkan bermanfaat dari beberapa pusat kanker. Radiasi
paliatif juga dilaporkan sangat bermanfaat pada kasus sindrom vena kava
superior, kasus dengan komplikasi dalam rongga dada akibat kanker
(hemoptisis, batuk berulang, atelektasis), serta nyeri akibat metastasis ke
tulang tengkorak dan tulang.
3) Kemoterapi
Pengobatan kuratif kemoterapi dikombinasikan secara terintegrasi dengan
modalitas pengobatan kanker lainnya pada pasien dengan penyakit
lokoregional lanjut. Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien
mulai dari stadium IIIa dan pengobatan paliatif. Kemoterapi adjuvan diberikan
mulai dari stadium II agar tumor lokoregional dapat direseksi lengkap.
Kemoterapi diberikan setelah terapi lokal definitif dengan pembedahan,
radioterapi, atau keduanya. Regimen yang dikembangkan adalah CAP
(siklofosfamid, doksorubisin, dan cisplatin). Kemoradioterapi konkomitan
bertujuan untuk meningkatkan kontrol lokoregional dimulai dari stage III
(tumor lokoregional yang tidak dapat direseksi). Protokol yang digunakan
adalah protokol dengan basis cisplatin misalnya FP (5-Fluorouracil dan
cisplatin), selanjutnya dikembangkan dengan memasukkan etoposide menjadi
protokol EFP. Pada protokol FP, 68% kasus menjadi dapat direseksi komplit.
Pada protokol EFP, kasus yang dapat direseksi komplit menjadi 76% .
Sebagian besar obat sitostatik mempunyai aktivitas yang cukup baik pada
terapi NSCLC dengan tingkat respon antara 15-33%. Walaupun demikian,
penggunaan obat tunggal tidak dapat mencapai remisi komplit. Kombinasi
beberapa sitostatik telah banyak diteliti untuk meningkatkan tingkat respon
yang akan memperpanjang harapan hidup. Salah satunya regimen CAMP
(siklofosfamid, doksorubisin, metotreksat, prokarbasin) yang memberikan
tingkat respon sebesar 26%. Obat baru saat ini telah banyak dihasilkan dan
dicobakan sebagai obat tunggal, seperti Paclitaxel, Docetaxel, Vinorelbine,
Gemcitabine, dan Irenotecan dengan hasil yang cukup menjanjikan.
4) Terapi biologi dan gen
Penggunaan agen biologi seperti Levamisole, BCG, interferon,dan interleukin
dengan kombinasi modalitas lainnya hasilnya masih kontroversial. Akhir-
akhir ini dikembangkan pula penyelarasan gen (Chimeric) dengan cara
transplantasi sel punca dari darah tepi maupun sumsum tulang alogenik.
b. SCLC
SCLC dibagi menjadi dua, yaitu:
(1) limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi
kemoterapi dan radiasi) dengan angka keberhasilan terapi sebesar 20%;
(2) extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dengan angka respon
terapi inisial sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%.
Angka median-survival time untuk limited-stage disease adalah 18 bulan dan
untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan.
(Tim Editor, 2016)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan patologi anatomi
Pemeriksaan patologi anatomi mencakup pemeriksaan sitologi dan histopatologi,
pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis tumor (mis. TTF-1 dan
lain-lain), dan pemeriksaan petanda molekuler, seperti mutasi EFGR, yang
dilakukan apabila fasilitasnya tersedia
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, leukosit, trombosit, serta fungsi hati, dan
fungsi ginjal.
c. Pemeriksaan Pencitraan
1) Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien
dengan kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini,
lokasi lesi dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang
dan penanganan dapat ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang
dicurigai sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT scan toraks wajib
dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut.
2) CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosa, menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru
yang terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas hingga kelenjar
adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut. CT scan
kepala/MRI kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita mengeluh
nyeri kepala hebat untuk menilai kemungkinan adanya metastasis ke otak.
3) Pemeriksaan lainnya seperti USG abdomen dilakukan kecuali pada stadium
IV, bone scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-tulang, bone
survey dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada, dan PET Scan dilakukan
untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
d. Pemeriksaan khusus
1) Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis kanker paru.
Prosedur ini dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan
tumor intraluminal dan mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi
dan histopatologi, sehingga diagnosis dan stadium kanker paru dapat
ditentukan. Salah satu metode terkini adalah bronkoskopi fleksibel yang dapat
menilai paru hingga sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan kadang
hingga derajat ke-enam. Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi
dan histologi didapat melalui bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi
bronkus. Prosedur ini dapat memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru
dengan tepat, terutama kanker paru dengan lesi pada regio sentral.
Kontraindikasi prosedur bronkoskopi ini yaitu hipertensi pulmoner berat,
instabilitas kardiovaskular, hipoksemia refrakter akibat pemberian oksigen
tambahan, perdarahan yang tidak dapat berhenti, dan hiperkapnia akut.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pneumotoraks dan perdarahan.
2) Bila tersedia, pemeriksaan Endobrachial Ultrasound (EBUS) dapat dilakukan
untuk membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus,
intrapulmoner juga untuk penilaian lesi perifer dan saluran pernapasan, serta
mendapatkan jaringan sitologi dan histopatologi pada kelenjar getah bening
yang terlihat pada CT scan toraks maupun PET CT scan.
3) Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy/TTB) merupakan tindakan biopsi
paru transtorakal yang dapat dilakukan tanpa tuntunan radiologic (blinded
TTB) maupun dengan tuntunan USG (USG-guided TTB) atau CT scan toraks
(CT-guided TTB) untuk mendapatkan sitologi atau histopatologi kanker paru.
4) Tindakan biopsi lain, seperti aspirasi jarum halus kelenjar untuk pembesaran
kelenjar getah bening, maupun biopsi pleura dapat dilakukan bila diperlukan.
e. Pemeriksaan lainnya
1) Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan menghasilkan
spesimen intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada cairan pleura
yang dapat merubah stadium dan tatalaksana pasien kanker paru. Jika hasil
sitologi tidak menunjukkan adanya sel ganas, maka penilaian ulang atau CT
scan toraks dianjurkan.
2) Mediastinoskopi dengan VATS kadang dilakukan untuk mendapatkan
spesimen, terutama penilaian kelenjar getah bening mediastinal, dan
torakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika dengan
semua modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas.
9. Prognosis Kanker Paru
Prognosis kanker paru dikelompokkan berdasarkan stadiumnya dimana semakin
tinggi tingkatan kankernya maka angka 5 years survivalnya akan semakin rendah.
(American Cancer Society, 2016).
Stage 5 Years Survival
IA 49 %
IB 45 %
II A 30 %
II B 31 %
III A 14 %
IIIB 5%
IV 1%

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
 Pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat
dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeks
pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh
satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat
struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
2) Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan
jari- jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data
missal nyatentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :

 Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.

 Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering

 Kuku jari perawat harus dipotong pendek.

 Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.

Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.


3) Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan)
dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi
lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan.
Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan
suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
 Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
 Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-
paru pada pneumonia.
 Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah
jantung, perkusi daerah hepar.
 Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga
kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.
4) Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yangdihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop.Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan
bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
 Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran
halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar)
Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
 Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi
maupun saatekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien
batuk. Misalnya padaedema paru.
 Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
 Pleura friction rub : bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas
pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : kelesuan (biasanya tahap lanjut)
b. Sirkulasi
Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial
(menunjukkan efusi), Takikardi/ disritmia, Jari tabuh.
c. Integritas ego
Gejala : Perasaan takut. Takut hasil pembedahan, Menolak kondisi yang
berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang.
d. Eliminasi
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil). Peningkatan
frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
e. Makanan/cairan
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan,Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut) Edema wajah/
leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil) Glukosa dalam urine
(ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada
tahaplanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan
posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul
g. Pernafasan
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industri,
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja. Peningkatan fremitus taktil
(menunjukkan konsolidasi). Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi
(gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area
yang mengalami lesi). Hemoptisis.
h. Keamanan
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma) Kemerahan, kulit
pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
i. Seksualitas
Tanda : ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
j. Penyuluhan
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis,
kegagalan untuk membaik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang berlebih
b. Nyeri akut b.d agen cedera
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
d. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(Purnama, 2014)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
. Keperawatan
1. Ketidakefektifa Tujuan : Airway Suction
n bersihan jalan  Respiratory status :  Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
nafas b.d Ventilation  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
produksi  Respiratory status : suctioning.
sputum yang Airway patency  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
berlebih suctioning
Kriteria hasil :  Minta klien nafas dalam sebelum suction
 Mendemonstrasikan dilakukan.
batuk efektif dan  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
suara nafas yang memfasilitasi suksion nasotrakeal
bersih, tidak ada  Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
sianosis dan dyspneu
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
(mampu
setelah kateter dikeluarkan dan nasotrakeal
mengeluarkan
sputum, mampu  Monitor status oksigen pasien
bernafas dengan  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
mudah, tidak ada suksion
pursed lips)  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
 Menunjukkan jalan pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
nafas yang paten saturasi O2, dll
(klien tidak merasa Airway Management
tercekik, irama nafas,  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
frekuensi pernafasan thrust bila perlu
dalam rentang  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
normal, tidak ada  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
suara nafas nafas buatan
abnormal)  Pasang mayo bila perlu
 Mampu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mengidentifikasikan
dan mencegah faktor  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
yang dapat  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
menghambat jalan tambahan
nafas  Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCI
Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2. Nyeri akut b.d Tujuan : Pain Management


agen cedera  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
 Pain control termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi,
 Comfort level kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
Kriteria hasil :  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
 Mampu mengontrol mengetahui pengalaman nyeri pasien
nyeri (tahu  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
penyebab nyeri,  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
mampu  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
menggunakan tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa Iampau
tehnik  Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari dan
nonfarmakologi menemukan dukungan
untuk mengurangi  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri, mencari nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
bantuan) kebisingan
 Melaporkan bahwa  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri berkurang  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
dengan non farmakologi dan inter personal)
menggunakan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
manajemen nyeri intervensi
 Mampu mengenali  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
nyeri (skala,  Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri
intensitas, frekuensi  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa  Tingkatkan istirahat
nyaman setelah  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
nyeri berkurang tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

3. KetidakseimbanAnTujuan : Nutrition Management


gan nutrisi  Nutritional Status :  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari  Nutritional Status :  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kebutuhan food and Fluid jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
tubuh b.d faktor Intake  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
biologis  Nutritional Status:  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
nutrient Intake vitamin C
 Weight control  Berikan substansi gula
 Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
Kriteria hasil : serat untuk mencegah konstipasi
 Adanya  Berikan makanan yang terpilih (sudah
peningkatan berat dikonsultasikan dengan ahli gizi)
badan sesuai  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
dengan tujuan makanan harian.
 Berat badan ideal  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
sesuai dengan  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
tinggi badan
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
 Mampu yang dibutuhkan
mengidentifikasi Nutrition Monitoring
kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-  BB pasien dalam batas normal
tanda malnutrisi  Monitor adanya penurunan berat badan
 Menunjukkan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
peningkatan fungsi dilakukan
pengecapan dan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
menelan  Monitor lingkungan selama makan
 Tidak terjadi  Jadwalkan pengobatan dan perubahan pigmentasi
penurunan berat  Monitor turgor kulit
badan yang berarti
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar
Ht
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nutrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

4. Intoleransi Tujuan : Activity Therapy


aktivitas b.d  Energy  Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik
ketidakseimban conservation dalam merencanakan program terapi yang tepat
gan antara  Activity tolerance  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
suplai dan  Self Care : ADLs mampu dilakukan
kebutuhan  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
oksigen dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
Kriteria hasil :  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
 Berpartisipasi dalam sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
aktivitas fisik tanpa diinginkan
disertai peningkatan  Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
tekanan darah, nadi seperti kursi roda, krek
dan RR  Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Mampu melakukan  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
aktivitas sehari-hari luang
(ADLs) secara  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
mandiri kekurangan dalam beraktivitas
 Tanda-tanda vital  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
normal beraktivitas
 Energy psikomotor  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
 Level kelemahan dan penguatan
 Mampu berpindah:  Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
dengan atau tanpa
bantuan alat
 Status
kardiopulmunari
adekuat
 Sirkulasi status baik
 Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

(Nurarif & Kusuma, 2015)


DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. Types of non-small cell lung cancer. [Diakses 10 November 2019,
16:2], Diambil dari: https://www.cancer.org/cancer/non-small-celllung-cancer/about/what-is-
non-small-cell-lung-cancer.html/

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker


Paru. Kementerian Kesehatan Nasional; 2017. [Diakses 10 November 2019, 16:23] Diambil dari:
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu/

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Purba, Ardina Filindri & Wibisono. 2015.


Pola Klinis Kanker Paru di RSUP dr. Kariadi Semarang Periode Juli 2013- Juli 2014.
http://eprints.undip.ac.id/46681/3/BAB_II_HASIL_KTI.pdf (Diakses pada 10 November 2019).

Purnama, Dian E. 2014. Laporan Pendahuluan “Kanker Paru”. Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Stoppler, M.C. 2010. Kanker Paru. http://www.emedicinehealth/ (Diakses pada 10 November


2019).

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First.
Tim Editor. Kanker Paru: Sebuah Kajian Singkat. Ina J CHEST Crit and Emerg Med. 2016; 1
(3), [Diakses 10 November 2019, 16:23] Diambil dari: http://www.indonesiajournalchest.com/

Syoretta, Hawinenyni. 2017. Laporan Pendahuluan Ca Paru/ Kanker Paru. Palangkaraya :


Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangkaraya.

Anda mungkin juga menyukai