2. EPIDEMIOLOGI
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar
telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai
disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya.
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien
dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar dan cedera
inhalansi yang berhubungan dengan luka bakar. Satu juta hari kerja hilang setiap tahunnya
karena luka bakar. Lebih separuh dari kasus luka bakar yang dirawat dirumah sakit seharusnya
dapat dicegah. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk
mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering
menderita luka bakar dibandingkan yang diperkirakan lewat representasinya dalam total
populasi. Sebagian besar luka bakar terjadi dirumah. Memasak, memanaskan atau menggunakan
alat-alat listrik merupakan pekerjaan yang lazimnya terlibat dalam kejadian ini. Kecelakaan
industri juga menyebabkan banyak kejadian luka bakar.
The National Institusi of Burn Medicine yang mengumpulkan data-data statistik dari
berbagai pusat luka bakar di seluruh Amerika Serikat mencatat bahwa sebagaian besar pasien
(75%) merupakan korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak
yang baru belajar berjalan, barmain-main dengan korek api pada anak-anak usia sekolah, cidera
karena arus listrik pada remaja laki-laki, dan penggunaan obat bius, alkohol serta sigaret pada
orang dewasa semuanya ini turut memberikan kontribusinya pada angka statistik tersebut. Cobb,
Maxwell dan Silverstein (1992) menemukan bahwa sekitar 13% pasien luka bakar yang dirawat
di rumah sakit atau pun anggota keluarganya sudah pernah dirawat sebelumnya karena luka
bakar (Smeltzer, 2002).
3. ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Selain itu luka bakar juga disebabkan oleh ledakan, aliran listrik, api, zat kimia, uap panas,
minyak panas, dan pajanan suhu tinggi dari matahari.
Ada lima mekanisme timbulnya luka bakar, yaitu :
a. Api : kontak dengan kobaran api.
b. Luka bakar cair : kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
c. Luka bakar kimia : asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan
organik.
d. Luka bakar listrik : tidak terlalu sering terjadi di Indonesia. Bisa timbul dari sambaran
petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang unik, sebab
sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh, tetapi kebakaran/kerusakan yang
parah justru terjadi di dalam tubuh.
e. Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan wajan panas
atau knalpot sepeda motor. Hal ini sangat sering terjadi di Indonesia.
Luka bakar juga dapat dibagi berdasarkan kedalaman lukanya. Kedalaman luka bakar
ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi
pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam
luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan
sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi,
lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar. Klasifikasi luka bakar
menurut kedalamannya, yaitu:
a. Zona koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh
panas.
b. Zona statis
Daerah yang berada lansgsung di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trobosit dan leukosit, sehingga
terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler
dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera, dan
mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
c. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak
melibatkan reaksi seluler.
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan, luka
bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan luka serta waktu
penyembuhannya, yakni :
Kedalaman dan
Bagian Kulit Perjalanan
Penyebab Luka Gejala Penampilan Luka
yang terkena Kesembuhan
bakar
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
(Superfisial) Hiperestesia
menjadi putih lengkap dalam
Tersengat matahari
(supersensitivitas)
Terkena api dengan ketika ditekan waktu satu minggu
akibat iritasi dari Minimal atau Pengelupasan kulit
intensitas rendah
saraf sensorik tanpa edema,
Rasa nyeri mereda
tidak dijumpai
jika didinginkan
bullae
- Tampak bula – Dasar luka kemerahan (derajat IIA) – Dasar luka pucat keputihan (derajat IIB) –
Nyeri hebat terutama pada derajat IIA
Gambar 3: Luka bakar derajat II
Derajat IIa Kerusakan Gejala luka bakar Penampilan luka Penyembuhan
(superficial) mengenai derajat II bakar derajat II terjadi secara
bagian spontan dalam
superfisial waktu 10-14 hari,
dari dermis. tanpa operasi
Organ-organ penambalan kulit
kulit seperti (skin graft).
folikel
rambut,
kelenjar
keringat,
kelenjar
sebasea
masih utuh.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, kemungkinan morbiditas, dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam
persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka
bakar, yaitu:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan
individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien
dengan derajat luka II atau III.
Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan’The Rule of Nines’ yang dikembangkan oleh Wallace (1940), dimana
setiap anggota badan dihitung berdasarkan kelipatan sembilan ini, yaitu:kepala 9%, tubuh
bagian depan 18%, tubuh bagian belakang 18%, ekstremitas atas 18%, ekstremitas bawah
kanan 18%, ekstremitas bawah kiri 18%, organ genital 1%.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan
bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk
anak.
Korban harus dibawa ke gawat darurat apabila:derajat 1 dengan luas luka lebih dari 15%,
derajat 2 lebih dari 10%, derajat 3 lebih dari 2%, derajat 4, mengenai wajah, alat kelamin,
persendian, tangan, kaki, luka bakar dengan komplikasi patah tulang, gangguan jalan nafas,
luka bakar akibat tegangan listrik, terjadi pada anak anak dan manula.
5. PATOFISIOLOGI
Kulit manusia memiliki banyak fungsi, antara lain menghindari terjadinya kehilangan
cairan. Apabila terjadi luka bakar, maka kulit akan mengalami denaturasi protein, sehingga
kehilangan fungsinya. Semakin banyak kulit yang hilang, semakin berat kehilangan cairan
(Basic Trauma Life Support, 2011).
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,
klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat
berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (syok hipovolemik)
menurut Smeltzer (2002), merupakan komplikasi yang sering terjadi dengan manisfestasi
sistemik tubuh seperti:
a) Respon Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik
akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan
frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan
curah jantung.
b) Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume intravaskuler
maka aliran darah ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun
dan bisa berakibat gagal ginjal.
c) Respon Gastro Intestinal
Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya
peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus
merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung
dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi
lambung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi
sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau
vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum
(ulkus curling).
d) Respon Imunologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis
mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk. Terjadinya
gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam luka.
e) Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali
lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal. Cedera pulmoner
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi
akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk
pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur
oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan
halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup
kegagalan akut respirasi dan ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) (Smeltzer,
2002).
6. MANIFESTASI KLINIS
a. Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:
Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
Kulit memucat bila ditekan.
Edema minimal.
Tidak ada blister.
Kulit hangat/kering.
Nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b. Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep partial thickness.
Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
Luka tampak merah sampai pink.
Terbentuk blister
Edema
Nyeri
Sensitif terhadap udara dingin
Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness penyembuhannya14 - 21 hari, pada
deep partial thickness penyembuhannya 21 - 28 hari (penyembuhan bervariasi tergantung
dari kedalaman luka dan ada tidaknya infeksi).
c. Full thickness (derajat III)
Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat juga mengenai
permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.
Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.
Tanpa ada blister.
Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
Edema.
Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
Memerlukan skin graft.
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.
d. Fourth degree (derajat IV)
Luka mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
Kulit tampak seperti arang, gosong, dan meninggalkan sisa kehitaman bekas bakaran.
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi:
Menentukan derajat dan kedalaman luka bakar (baik menggunakan metode telapak
tangan, rule of nine, atau Lund and Browder chart).
Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat.
Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal,
berwarna kemerahan, terdapat bula, atau kerusakan seluruh jaringan kulit.
Mukosa bibir kering.
Tanda-tanda inflamasi, seperti lubor, dolor, tumor, kalor, fungsiolesa.
Klien tampak meringis karena nyeri
Klien tampak lemah.
Terdapat edema.
Klien tampak dispnea
Klien tampak sedikit berkemih
Distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
Perdarahan lambung ditandai dengan feses atau vomitus yang berdarah
b. Palpasi:
Denyut nadi (frekuensi meningkat dan lemah).
Suhu pada luka.
c. Perkusi :
Perkusi abdomen hipertimpani.
Perkusi paru hipersonor.
d. Auskultasi:
Auskultasi bunyi nafas pada paru (Stridor, wheezing, ronchi).
Auskultasi bising usus (BU menurun).
Rumus Konsesus
Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x kg berat
badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Rumus Evans
1. Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (Salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh diberikan dalam 8 jam
pertama: separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan kolid yang diberikan pada hari
sebelumnya: seluruh penggantian cairan insesibel
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang
melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas permukaan
tubuh.
Rumus Brooke Army
1. Koliod : 0,5ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (RL) : 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertam: separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan kolid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh
penggantian cairan insesibel
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dhitungberdasarkan 50% luas permukaan tubuh
Rumus Parkland/Baxter
Larutan Ringer Laktat: 4 ml kg berat badan x % luas luka bakar
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya
Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid
Manajemen
Luka bakar Luka Bakar Luka Bakar Deep <48 jam
Superficial Partial Partial Thickness Gunakan balutan seperti pada luka bakar
Flowchart
Thickness Manajemen Luka Bakar, (NSW Health Departement)
partial thickness
Berikan obat penurun rasa nyeri
<48 jam <48 jam
Bersihkan dengan Bersihkan dengan
Chlorhexidine/NS Chlorhexidine/NS 3-6 hari
Berikan balutan AIVG Berikan Silvazene dan Kaji ulang warna,
(Antibacterial Impregnated balutan kedalaman, infeksi,
Vaselin Gauze) Berikan obat penurun dan nyeri
Berikan obat penurun rasa rasa nyeri Jika ada
sakit Lanjutkan dengan penyembuhan,
Biarkan secara utuh selama perawatan luka tiap lanjtkan perawatan
48 jam hari luka dengan
Tinggikan silvazine
extremitas/tungkai jika
edema
Monitor warna luka dan
3-6 hari infeksi
Setelah 6 hari 12-14 hari
Kaji ulang warna, kedalaman, Jika ada beberapa
Jika ada
infeksi dan nyeri potongan kecil
penyembuhan,
Jika ada penyembuhan, luka tidak sembuh
gunakan balutan
lanjutkan dengan perawatan >1cm,
7-10 hari AIVG (jika tidak
luka, ganti balutan 2-3 hari konsultasikan
Jika ada penyembuhan, tersedia gunakan
sekali dengan spesialis
lanjtkan dengan perawatan kassa vaselin)
Jika ada infeksi, konsultasi ke unit luka bakar.
luka, ganti balutan 3hari Jika tidak sembuh,
spesialis unit luka bakar
sekali lanjutkan dengan
Gunakan sorbolene ketika balutan silvezine.
sembuh
Fase Rehabilitasi
Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap
akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar
sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya
hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan
aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi.
Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu
mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar
dapat melatih rentang gerak (Smeltzer, 2002).
11. KOMPLIKASI
Syok hipovolemik
Kekurangan cairan dan elektrolit
Hypermetabolisme
Infeksi
Gagal ginjal akut
Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri,
edema.
Paru dan emboli
Sepsis pada luka
Ilius paralitik
SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) bervariasi tergantung etiologi.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan pneumonia nosokomial, gagal ginjal,
perdarahan saluran cerna, dan stres gastritis, anemia, trombosis vena dalam (Deep
Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular
coagulation (DIC).
b) Pengkajian Awal
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan pasien yang
meliputi ABC (Airway, Breathing, dan Circulation)
Airway
- Data subjektif
pasien mengeluh sesak , pasien mengeluh nyeri .
- Data objektif
terdengar suara krekels dan stridor , terdapat edema pada laring
Breathing
- Data subjektif
Pasien mengeluh sesak .
- Data objektif
terdapat adanya gerakan otot bantu nafas , RR lebih dari 20 kali permenit,
nampak pernafasan cuping hidung
Circulation
- Data subjektif
pasien mengeluh pusing
- Data objektif
nadi klien meningkat > 100 x permenit .
c) Pengkajian Berdasarkan 6B
Breathing
- Data subjektif
Pasien mengatakan susah untuk bernafas.
- Data objektif
Pasien telihat sesak (RR> 20 x/menit), pernafasan cuping hidung, menggunakan
otot bantu pernafasan
Blood
- Data subjektif
Klien mengeluh pusing .
- Data objektif
Nadi klien meningkat > 100 x permenit , hematokrit meningkat , leukosit
meningkat , trombosit menurun.
Brain
- Data subjektif
Pasien merasa pusing, pasien mengeluh nyeri kepala.
- Data objektif
Pasien mungkin disorientasi.
Bladder
- Data subjektif
Pasien mengatakan sedikit kencing
- Data objektif
Haluaran urin menurun.
Bowel
- Data subjektif
Pasien mengeluh susah BAB .
- Data objektif
Pasien mungkin mengalami penurunan berat badan dan konstipasi.
Bone
- Data subjektif
Pasien mengeluh letih dan pegal-pegal.
- Data objektif
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas ditandai
dengan irama napas cepat dan dangkal, dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan,
RR : >20x/mnt, terdapat bunyi napas tambahan berupa snoring
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (evaporasi
melalui luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh haus, wajah pasien tampak
pucat, adanya penurunan turgor kulit, penurunan haluaran urin (< 0,5-1cc/kgBB/jam),
peningkatan frekuensi nadi (> 100 x/menit), dan adanya luka bakar pada kulit pasien.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka bakar dan luka post operasi
skin graft) ditandai dengan Pasien mengeluh nyeri pada luka bakar yang terletak di
kedua lengan atas sehingga susah untuk digerakkan, dan nyeri pada luka post skin
graft, nyeri skala 7 dari 0-10
4) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan
Hb, penekanan respons inflamasi.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera
berat) atau katabolisme protein.
6) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas) ditandai
dengan kerusakan pada lapisan kulit, gangguan pada permukaan kulit.
7) Keletihan berhubungan dengan anemia ditandai dengan ketidakmampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari
8) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (mengalami luka bakar)
ditandai dengan pasien mengeluh khawatir dengan kondisinya
9) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai
dengan prilaku tidak tepat dan tidak mengikuti arahan tenaga kesehatan
10) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan pada preload ditandai
dengan perubahan dalam bacaan EKG, perubahan dalam tekanan darah
11) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan keterbatasan
dalam ROM dan ambulasi
12) Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan dalam membasuh, mengeringkan, dan mengambil peralatan mandi
13) Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan dalam menuju toileting, dan membersihkan perineum secara
mandiri
14) Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
mengenakan, mengambil pakaian secara mandiri
15) PK Syok hipovolemik
16) PK Anemia
17) PK Hiponatremia
Diagnosa Prioritas:
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas ditandai dengan
irama napas cepat dan dangkal, dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, RR :
>20x/mnt, terdapat bunyi napas tambahan berupa snoring
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (evaporasi
melalui luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh haus, wajah pasien tampak pucat,
adanya penurunan turgor kulit, penurunan haluaran urin (< 0,5-1cc/kgBB/jam),
peningkatan frekuensi nadi (> 100 x/menit), dan adanya luka bakar pada kulit pasien.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas) ditandai
dengan kerusakan pada lapisan epidermis dan dermis
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka bakar dan luka post operasi skin
graft) ditandai dengan Pasien mengeluh nyeri pada luka bakar yang terletak di kedua
lengan atas sehingga susah untuk digerakkan, dan nyeri pada luka post skin graft, nyeri
skala 7 dari 0-10
3. INTERVENSI
aktif (evaporasi melalui NOC Label >> Fluid Balance terkait perubahan cairan atau tingkat elektrolit
Berikan cairan yang adekuat
luka bakar) ditandai Tekanan darah dalam batas normal (sistolic Berikan intake oral
Monitor status hemodinamik klien
dengan pasien mengeluh 100-130 dan diastolic 70-89 mmHg) Kaji membran mukosa klien untuk mengindikasikan
HR dalam batas normal (60-100 x/menit)
haus, wajah pasien adanya perubahan keseimbangan cairan dan
tampak pucat, adanya NOC Label >> Burn Recovery
elektrolit
penurunan turgor kulit, Granulasi Jaringan baik Monitor kehilangan cairan
Persen dari luas luka bakar berkurang NIC Labels >>> Fluid Monitoring
penurunan haluaran urin Suhu tubuh stabil 1. Kaji riwayat intake & output (eliminasi) cairan
(< 0,5-1cc/kgBB/jam), Edema di area luka bakar berkurang pada pasien.
Balance cairan pasien baik 2. Kaji faktor risiko yang memungkinkan
peningkatan frekuensi
NOC Label >> Hydration terjadinya ketidakseimbangn cairan pada pasien,
nadi (> 100 x/menit), dan
Urin output 0,5-1 cc/kgBB misalnya adanya peningkatan suhu tubuh,
adanya luka bakar pada
Mukosa membran lembab
kulit pasien. adanya infeksi, pasca tindakan operasi, dll.
NOC Label >> Keseimbangan Asam Basa dan 3. Monitor intake & output cairan.
4. Monitor albumin darah & protein total.
Elektrolit
NIC Labels >>> Vital Sign Monitoring
RR dalam batas normal (16 – 20 x/menit) 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
Hematokrit dalam batas normal frekuensi pernapasan jika diperlukan.
BUN dan Kreatinin dalam batas normal 2. Monitor tanda dan gejala terjadinya peningkatan
Elektrolit Serum dalam batas normal
Albumin serum dalam batas normal atau penurunan suhu tubuh
3. Monitor tekanan dan kualitas nadi pasien.
4. Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban kulit
pasien.
5. Monitor adanya sianosis perifer.
4. EVALUASI
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Ketidakefektifan pola napas NOC Label >> Respiratory Status: Airway patency
berhubungan dengan obstruksi Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas reguler,
jalan napas ditandai dengan irama frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
napas cepat dan dangkal, dispnea, Tidak terdengar suara napas tambahan: snoring
3 Kerusakan integritas jaringan NOC Label >> Wound Healing : Secondary Intention
berhubungan dengan suhu Ukuran lesi pada kulit klien berkurang.
ekstrem (air panas) ditandai Inflamasi pada luka berkurang.
Granulasi dalam jaringan subkutan klien meningkat.
dengan kerusakan pada lapisan Eritema kulit sekitarnya berkurang
epidermis dan dermis Tidak ada blister pada daerah luka bakar
NOC Label >> Tissue Integrity : Skin & Mucous Membranes
Suhu kulit normal
Jaringan parut tidak ada
Integritas kulit normal
Lesi kulit tidak ada
Eritema tidak ada
4 Nyeri akut berhubungan dengan NOC Label >> Pain Level
agen cedera fisik (luka bakar dan Klien melaporkan adanya rasa nyeri yang ringan
luka post operasi skin graft) Klien tidak mengerang atau menangis terhadap rasa sakitnya
Klien tidak menunjukkan rasa sakit akibat nyerinya
ditandai dengan Pasien mengeluh
NOC Label >> Pain Control
nyeri pada luka bakar yang
Klien menyadari onset terjadinya nyeri dengan baik
terletak di kedua lengan atas Klien dapat menjelaskan faktor penyebab timbulnya nyeri dengan sering
sehingga susah untuk digerakkan, Klien sering menggunakan tindakan pencegahan
Sering menggunakan pengobatan non farmakologis untuk meredakan rasa sakit
dan nyeri pada luka post skin Kadang-kadang menggunakan analgesic jika dianjurkan
graft, nyeri skala 7 dari 0-10 Klien mengatakatn nyerinya terkontrol
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Askep Combustio (Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka
Bakar/Combustio. (online) (http://nursingbegin.com/askep-combustio/, diakses 7
Juli 2013).
Moorhead, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Prasetyo, Budi. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Luka Bakar (combustio),
(online), (http://nurse-community.socialgo.com/, diakses 7 Juli 2013)
Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC.