Pemberian suntikan (injeksi) adalah kegiatan rutin dalam penanganan pasien, dan teknik
suntikan yang baik mengurangi rasa sakit yang dialami pasien. Namun, penguasaan teknik
tanpa mengembangkan dasar pengetahuan dapat memberikan resiko komplikasi yang tidak
diinginkan.
Ada empat pertimbangan utama mengenai pemberian suntikan: rute, lokasi, teknik dan peralatan.
RUTE INJEKSI
1. RUTE INTRAVENA
Rute Intravena (IV) memanfaatkan sistem peredaran darah untuk menyebarkan baik cairan,
elektrolit, zat makanan maupun obat, termasuk juga darah dan komponen-komponennya.
Beberapa keuntungan menggunakan rute Intravena ni adalah merupakan rute yang langsung dapat
menyebarkan terapi ke seluruh tubuh, dapat dilakukan pada pasien tidak sadar maupun yang tidak
kooperatif, absorbsi obat langsung ke aliran darah. Namun rute ini mempunyai dapat menuai
kerugian, yaitu : dapat terjadi kelebihan cairan, embolus udara, septikemia maupun infeksi
setempat, thrombophlebitis, hematoma, nyeri dan juga reaksi hipersensitifitas.
Secara umum suntikan Intravena mempunyai arti pemberian pengobatan dalam jumlah sedikit
yang langsung dimasukan ke dalam aliran vena. Metode ini mengharapkan reaksi obat yang
cepat. Biasanya, obat intravena akan diberikan dalam lingkungan di mana unit darurat dan
peralatan resusitasi tersedia. Karena risikoanafilaksis, epinefrin harus tersedia.
Rute ini menggunakan jarum 20G – 23G dan sebuah torniquet yang berguna untuk membendung
vena.
2. RUTE INTRADERMAL
Rute intradermal lebih mengutamakan efek lokal daripada sistemik, dan lebih digunakan untuk
tujuan diagnostik seperti pengujian alergi atau tuberkulin atau untuk anestesi lokal.
Untuk memberikan suntikan intradermal digunakan jarum 25G yang ditusukan dengan sudut 10-
15 °, bevel up, sampai tepat di bawah epidermis, dan selanjutnya cairan disuntikkan 0.5 ml
sampai gembungan muncul di permukaan kulit. Lokasi yang cocok untuk suntikan intradermal
sama dengan untuk suntikan subkutan, termasuk juga lengan bagian dalam dan tulang belikat.
3. RUTE SUBKTAN
Rute subkutan digunakan untuk penyerapan obat yang lambat dan berkelanjutan. Biasanya cairan
yang diberikan sebanyak 1-2 ml disuntikkan ke dalam jaringan subkutan. Rute ini sangat ideal
untuk obat-obatan seperti insulin, yang memerlukan pelepasan obat yang lambat dan stabil, dan
juga karena relatif bebas dari nyeri, sangat cocok untuk suntikan yang sering dilakukan.
Suntikan Subkutan dilakukan dengan sudut 45 ° pada kulit yang sedikit diangkat. Namun, dengan
adanya jarum insulin yang lebih pendek (5, 6 atau 8 mm), direkomendasi suntikan dengan sudut
90 ° untuk insulin. Pengangkatan kulit dilakukan dengan mencubit kulit untuk mengangkat
jaringan adiposa menjauhi otot yang berada di bawahnya, terutama pada pasien kurus.
Jika suntikan diberikan terlalu dalam dan masuk ke dalam otot, insulin diserap lebih cepat dan
dapat menyebabkan ketidakstabilan glukosa dan potensi hipoglikemia. Episode hipoglikemik ini
dapat juga terjadi jika lokasi anatomis suntikan dipindah, seperti insulin diserap pada tingkat yang
bervariasi dari lokasi anatomi yang berbeda. Oleh karena itu suntikan insulin harus sistematis
diputar dalam lokasi anatomi misalnya, menggunakan lokasi pada lengan atas atau perut selama
beberapa bulan, sebelum dipindah ke tempat lain di tubuh.
4. RUTE INTRAMUSKULAR
Suntikan Intramuskular (IM) merupakan teknik memasukan obat dengan memanfaatkan perfusi
otot, memberikan penyerapan sistemik yang cepat dan menyerap dosis yang relatif besar. Pilihan
lokasi dalam suntikan Intramuskular ini harus mempertimbangkan keadaan umum pasien, usia,
dan jumlah obat yang diberikan. Lokasi yang direncanakan untuk suntikan harus diperiksa untuk
mencari tanda-tanda adanya peradangan, dan harus bebas dari lesi kulit. Demikian pula, 2-4 jam
setelah suntikan, lokasi suntikan harus diperiksa untuk memastikan tidak ada reaksi yang
merugikan. Dokumentasi berupa foto dan notifikasi diperlukan pada suntikan yang dilakukan
berulang atau sering, untuk memastikan rotasi yang seimbang. Hal ini dapat mengurangi
ketidaknyamanan pasien akibat suntikan yang berlebihan dari salah satu lokasi, dan mengurangi
kemungkinan komplikasi, seperti atrofi otot atau abses steril yang dihasilkan dari jeleknya
absorbsi jaringan.
Pasien yang telah berumur dan pasien kurus cenderung memiliki lebih sedikit otot daripada yang
lebih muda atau pasien yang aktif. Oleh karena itu lokasi suntikan harus dinilai banyaknya massa
otot. Pada pasien yang memiliki massa otot sedikit lebih baik melakukan penggembungan otot
sebelum penyuntikan.
DAFTAR PUSTAKA