Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau
global, muncul mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut
menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar,
bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain
(Riskesdas, 2013). Stroke melibatkan onset mendadak defisit neurologis fokal yang
berlangsung setidaknya 24 jam dan diduga berasal dari pembuluh darah. Stroke bisa berupa
iskemik atau hemoragik (Dipiro et al., 2014).
Menurut World Health Organization, di seluruh dunia stroke menjadi penyebab utama
kematian nomor dua dan penyebab utama ketiga untuk kecacatan. Secara global, 70%
kematian disebabkan oleh stroke dan 87% kematian disebabkan oleh stroke dan kecacatan
yang terjadi pada beberapa tahun terakhir di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Selama empat dekade terakhir, insiden stroke di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah terjadi lebih dari dua kali lipat. Selama dekade ini insiden stroke telah menurun
sebesar 42% di negara-negara berpenghasilan tinggi (WHO, 2016).
Prevalensi estimasi stroke menunjukkan sedikit variasi di negara-negara Asia Selatan.
Sri Lanka, dengan populasi sekitar 20 juta jiwa, diperkirakan memiliki prevalensi stroke 9 per
1.000 penduduk. Data yang terbatas yang tersedia dalam kaitannya dengan prevalensi stroke
pada Bangladesh: satu studi melaporkan prevalensi keseluruhan 3 per 1.000 penduduk, naik
setinggi 10 per 1.000 pada orang di atas usia 70 tahun (Wasay et al., 2014). Prevalensi stroke
di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis
tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis
nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung
dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis
nakes dan gejala tertinggi terdapat diSulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰),
Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas, 2013).). Jumlah
pasienpenyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
(Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%), sedangkan berdasarkan
diagnosis/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1%). Berdasarkan diagnosis
Nakes maupun diagnosis/gejala, provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita
terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%), sedangkan
provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007orang
(3,6%) dan 2.955 orang (5,3%)(Litbangkes, 2013).
Berdasarkan penyebabnya stroke terbagi menjadi 2, stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi yaitu sebanyak
87% terjadi karena adanya pembentukan trombus lokal atau embolus oklusi arteri serebral.
Stroke hemoragik atau dapat disebut stroke pendarahan merupakan jenis stroke yang paling
sedikit terjadi yaitu 13% namun lebih berbahaya daripada stroke iskemik (ASA, 2013).
Penyebab stroke hemoragik diantaranya adalah kerusakan aliran darah pada jaringan
parenkim otak di sekitarnya akibat penumpukan dan neurotoksisitas komponen darah
hemoragik dapat mengakibatkan peningkatan yang mendadak pada tekanan intrakranial
sehingga dapat menyebabkan kematian (Fagan and Hess, 2008).
Menurut National Stroke Association stroke hemoragik terjadi karena pecahnya
pembuluh darah di otak dan tumpahan darahnya masuk ke dalam atau ke area sekitar otak.
Hal ini dapat menyebabkan hematoma yang dapat mengubahdan melukai jaringan otak.
Adanya tekanan dapat menyebabkan hilangnya suplai darah akan berdampak ke jaringan otak
sehingga menghasilkan infark. Penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi (hipertensi)
dan aneurisma (daerah yang lemah atau tipis pada pembuluh darah) yang dapat membuat
pembuluh darah cukup lemah sehingga lebih mudah robek (NSA, 2014).
Intracerebral hemorrhage(ICH) terjadi bila pembuluh darah pecah di dalam otak dan
menyebabkan hematoma. Hal ini biasanya akibat dari kerusakan pembuluh darah oleh
hipertensi kronis atau kelainan pembuluh darah. Subarachnoid hemorhage(SAH) biasanya
berasal dari trauma atau pecahnya aneurisma atau arteriovenous malformation intrakranial
(AVM). Pada stroke hemoragik terdapat gejala seperti ketidakmampuan untuk berbicara,
gangguan penglihatan, vertigo, atau bisa jatuh. Defisit neurologis pada pemeriksaan fisik
tergantung pada daerah otak yang terlibat. Pasien dengan peredaran stroke posterior mungkin
memiliki vertigo dan diplopia sedangkan pasien dengan peredaran stroke anterior umumnya
mengakibatkan aphasia (Fagan and Hess, 2008).
Tujuan terapi pada pasien stroke adalah untuk (1) mengurangi
adanyacederaneurologisdan penurunan angka kematian sertakecacatan dalamjangka panjang,
(2) mencegah komplikasi sekunder imobilitas dan disfungsi neurologis, dan (3) mencegah
kekambuhan stroke. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
terapi secara farmakologis pada pasien stroke yaitu antifibrinolitik (Dipiro etal.,2014).Obat
golongan antifibrinolitik dapat menurunkan kejadian perdarahan ulang (re-bleeding) tanpa
peningkatan efek samping yang seriusmelalui penghambatan fibrinolisis endogen (Meier
etal.,2013).Asamtraneksamatbekerja mengurangi perdarahan dengan cara menghambat
aktivasi plasminogen menjadi plasmin pada cascade pembekuan darah. Karena plasmin
berfungsi mendegradasi fibrin, maka asam traneksamatbekerja menghambat degradasi fibrin,
yang berujung pada meningkatnya aktivitas pembekuan darah. Asam aminokaproat bekerja
menghambat aktivasi plasminogen, sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi
plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi bekuan fibrin serta fibrinogen dan protein
plasma lainnya termasuk faktor-faktor prokoagulan V dan VIII(Drugs, 2016).
Vitamin K memiliki peran sebagai kofaktor penting untuk enzim gamma-karboksilase
yang mengkatalisis gamma-carboxylation posttranslasionalresidu asam glutamat pada
prekursor hati yang tidak aktif dari faktor koagulasi II (protrombin), VII, IX dan X. Gamma-
karboksilasi mengubah prekursor tidak aktif ini menjadi aktif (Drugbank, 2017).Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Sprigg et al. (2014) menguji kelayakan asam traneksamat
untuk menurunkan mortalitas secara signifikan pada perdarahan setelah trauma.
Penelitian ini memberikan perlakuan pada pasien intracerebral hemorrhage (ICH)
spontan dengan pemberian asam traneksamatsecara intravena 1g bolus dan dilanjutkan
dengan infus asam traneksamat 1g/jam selama 8 jam. Dari penelitian tersebut dinyatakan
bahwa asam traneksamat dapat digunakan pada pasien stroke hemoragik dengan intracerebral
hemorrhage (ICH) karena dapat mengurangi terjadinya perdarahan ulang (re-bleeding) pada
otak. Studi penelitian lain dilakukan oleh Arumugam et al. (2015), penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi ukuran dan volume hematoma menggunakan Computed
Tomography(CT) Scandengan asam traneksamatsebagai obat yang digunakan dalam
penelitian ini.Hasilnya menunjukkan tidak ada ekspansi ukuran hematoma signifikan antara
awal dan setelah 24 jampada kelompok perlakuan. Hal ini menyatakan bahwa asam
traneksamatmerupakan obat yang sangat efektif untuk menstabilkan hematoma pada pasien
stroke hemoragikdengan pemberian secara intravena 1g bolus dan dilanjutkan dengan infus
asam traneksamat1g/jam selama 8 jam.Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengevaluasi kebutuhan dosis dan signifikansi efek dari asam traneksamatagar pemberian
terapinyadapat menjadi lebih efektif dan efisien.Pada penelitian Morgenstren et al. (2010)
pasien stroke hemoragik intracerebral hemorrhage (ICH) tidak direkomendasikan asam
traneksamat, pasien stroke hemoragik intracerebral hemorrhage (ICH) direkomendasikan
vitamin K dan fresh frozen plasma (FFP) sebagai terapi hemolitik, akan tetapi akhir-akhir
iniprothrombin complex concentrates (PCCs)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1 Apakah pengertian dari CVA Intracerebral.?
2. Apakah klasifikasi dari CVA Intracerebral.?
3. Bagaimana etiologi dari CVA Intracerebral.?
4. Bagaimana patofisiologi dari CVA Intracerebral.?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari klien yang menderita CVA Intracerebral.?
6. Bagaimana pemeriksaan penujang dari CVA Intracerebral.?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari CVA Intracerebral.?
8. Apakah komplikasi dari CVA Intracerebral.?
9. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan dari penyakit CVA Intracerebral.?
10. Bagaimana pengumpulan data asuhan keperawatan dari penyakit CVA Intracerebral.?
11. Bagaimana diagnosa keperawatan asuhan keperawatan dari penyakit CVA Intracerebral.?
12. Bagaimana intervensi asuhan keperawatan dari penyakit CVA Intracerebral.?
13. Bagaimana implementasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA Intracerebral.?
14. Bagaimana evaluasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA Intracerebral.?

1.3 TUJUAN

1 Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari CVA Intracerebral


2. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi dari CVA Intracerebral
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari CVA Intracerebral
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari CVA Intracerebral
5. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dari klien yang menderita CVA
Intracerebral
6. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penujang dari CVA Intracerebral
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari CVA Intracerebral
8. Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari CVA Intracerebral
9. Mahasiswa mampu memahami pengkajian asuhan keperawatan dari penyakit CVA
Intracerebral
10. Mahasiswa mampu memahami pengumpulan data asuhan keperawatan dari penyakit CVA
Intracerebral
11. Mahasiswa mampu memahami diagnosa keperawatan asuhan keperawatan dari penyakit
CVA Intracerebral
12. Mahasiswa mampu memahami intervensi asuhan keperawatan dari penyakit CVA
Intracerebral
13. Mahasiswa mampu memahami implementasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA
Intracerebral
14. Mahasiswa mampu memahami evaluasi asuhan keperawatan dari penyakit CVA
Intracerebral
BAB II

2.1 Pengertian CVA Intracerebral


Cerebrovascular Accident atau Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Intracerebral Hematoma adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat dan cidera kepala terbuka. Intracerebral
hematom dapat timbul pada penderita stoke hemoragik akibat melebarnya pembuluh nadi
( Corwin, 2009 )
2.2 Etiologi CVA Intracerebral
1. Kecelakaan yang menyebankan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Jatuh
4. Kecelakaan kendaraan bermontor
5. Hipertensi
6. Anurisma
7. Distraksia darah
8. Obat
9. merokok
2.3 Manifestasi Klinik CVA Intracerebral
Beberapa gejala dari CVA Intracerebral diantaranya sebagai berikut.
1. Dari sebagian orang akan menggalami sakit kepala berat
2. Badan menjadi lemah
3. Lumpuh pada ekstermitas
4. Kehilangan prasa dan mati rasa
5. Penglihatan terganggu
6. Pupil bisa menjadi tidak normal atau kecil
7. Mual dan muntah
8. Kesadaran tiba-tiba menurun

2.4 Patofisiologi CVA Intracerebral


Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang
dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam
otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat
mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan,
spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang
pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah
yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun
menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada
neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat
dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada
cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-
8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian.
Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain
yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik
secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat
berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)
2.5 Pathway CVA Intracerebral
2.6 Pemeriksaan Penunjang CVA Intracerebral
1. Angiografi
2. Ct scanning
3. Lumbal pungsi
4. MRI
5. Thorax photo
6. Laboratorium
7. EKG

2.7 Penatalaksanaan CVA Intracerebral


Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk CVA Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :

a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.


b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik
dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang
menunjang.
BAB 3

PEMBAHASAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal masuk : 02 Desember 2019 Jam MRS : 21.35 wib
Tanggal pengkajian : 09 Desember 2019 Jam Pengkajian : 11.00 wib
Nama : Tn. L Penanggung Jawab :
Umur : 57 Th Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 50 Th
Pekerjaan : Buruh tani Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Pendidikan : SD
Status perkawinan : Menikah Pekerjaan : Buruh Tani
Diagnose medis : CVA + ICH Status hubungan : Istri

B. ANAMNESA
Keluhan utama : Penurunan kesadaran
Keluhan saat pengkajian : Pasien masih mengalami penurunan kesadaran
Keluhan saat MRS : Keluarga mengatakan penurunan kesadaran mendadak saat
istirahat sejak 3 jam sebelum masuk IGD, disertai kelemahan
anggota gerak kanan.
Riwayat penyakit dahulu : Keluarga mengatakan pasien mempunyai riwayat penyakit
hipertensi
Riwayat penyakit keluarga : Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit apapun

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Kesadaran : somnolen
b. Keadaan umum : lemah
c. GCS :E=4 V=2 M=4
d. Tanda vital
Tekanan darah : 180/100 Pernafasan : 22x/m
Nadi : 80x/m Suhu : 37’C
e. Kepala
Bentuk : bulat, simetris
Massa : tidak ada massa
Lesi : tidak ada lesi
Kebersihan : rambut bau dan kotor
f. Mata
Bentuk : simetris ka-ki
Konjungtiva : anemis
Pupil : isokor, respon terhadap cahaya (+)
Sclera : ikterik
g. Hidung
Bentuk : simetris
Pembengkakan : tidak ada
Pendarahan : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Sinus : tidak ada
h. Mulut dan tenggorokan
Warna bibir : merah kehitaman
Mukosa : kering
Warna lidah : pucat
Kebersihan : berbau dan kotor
Gangguan berbicara : ada, tidak bisa berkomunikasi
i. Telinga
Bentuk : simetris ka-ki
Massa : tidak ada
Gangguan pendengaran : tidak ada
j. Leher
Gerakan : terbatas
Vena jugularis : teraba
Kelenjar thyroid : tidak teraba pembesaran
k. Dada
Pergerakan dada : normal
Nyeri tekan : tidak ada
Pola nafas : vesikuler
Jantung
Inspeksi : terlihat denyut jantung di ics 5 mid clavicula
Palpasi : tidak teraba adanya massa, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : S1/S2 tunggal, S3 tambahan (-)
Paru
Inspeksi : pergerakan dada simetris
Palpasi : tidak teraba adanya massa, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, ronki -/- , wheezing -/-
l. Payudara dan ketiak
Kesimetrisan : simetris ka-ki
Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Massa : tidak ada
m. Abdomen
Inspeksi : tidak ada luka
Auskultasi : bising usus 10x/m
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak teraba pembesaran hepatomegali, tidak ada
massa
n. Ekstremitas
Kekuatan otot : ek atas 3/3, ek bawah 4/4
Pergerakan : terbatas
Deformitas : kelainan pada kaki kiri
Pembengkakan : tidak ada pembengkakan
Luka : tidak ada
o. Kulit dan kuku
Turgor : Cukup, capillary refill time < 2 detik
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak ada
Lesi : tidak ada
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap ( Tanggal 11 desember 2019 )
Darah Lengkap Flag Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 9.5 g/dL 13.2 – 17.3
Eritrosit 3.87 10^6/µL 4.40 – 5.90
Leukosit 10.9 10^3/µL 4.1 – 10.9
Hematokrit 30.1 % 36.0 – 56.0
Trombosit 169 fL 150 – 450
MCV 77.8 10^3/µL 80.0 – 100.0
MCH 24.5 pg 28.0 – 36.0
MCHC 31.6 g/dL 31.0 – 37.0
RDW-CV 16.4 % 10.0 – 16.5
PDW 18.4 % 12.0 – 18.0
MPV 5.7 fL 5.0 – 10.0
PCT 0.10 % 0.10 – 1.00
Hitung Jenis (diff) :
Eosinofil 1.0 % 0.0 – 6.0
Basofil 0.1 % 0.0 – 2.0
Neutrofil 88.7 % 42.0 – 85.0
Limfosit 3.7 % 11.0 – 49.0
Monosit 6.5 % 0.0 – 9.0
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 134 mg/dL 30 - 180

b. Hasil CT Scan
Tampak lesi hyperdens pada temporal sinistra, ukuran 4x7x6 cm
Diferensiasi gray matter dan white matter jelas
Ventrical lateral terdesak
Devisiasi mideline structure : 0,6

Kesimpulan : ICH Temporal sinistra ukuran 4x7x6 cm


c. Terapi Obat
Infuse Ring-As 16 tpm
Injeksi citicolin 2x250 mg
Injeksi ranitidine 2x50 mg
ANALISA DATA

HARI/
DATA ETIOLOGI MASALAH
TANGGAL
DS :- Pecahnya pembuluh Penurunan perfusi
Senin. darah diotak jaringan serebral
09 desember DO :
2019 - Kesadaran somnolen
- KU lemah
- GCS : 424
- Hasil CT scan : ICH --
Temporal sinistra ukuran
4x7x6 cm
- SPO2 :100
- TTV :
TD: 180/100 mmhg
N : 80 x/menit
S : 36
RR : 22 x/menit

DS : - Infark serebri Gangguan perfusi


jaringan perifer
DO :
- - Ku lemah
- - Kesadaran somnolen
- - GCS = 423
- - Wajah pucat
- - konjungtiva anemis
- - CRT <2
- - HB 9,5 g/dL
- - tidak ada sianosis
-
- DS : - Kelemahan fisik Hambatan mobilitas
-
fisik
DO :
- Akral hangat
- - Pergerakan otot terbatas
- - Kekuatan otot 3/3, 4/4
- - Pasien tampak bedrest
- - Semua kebutuhan ADL
dibantu keluarga
DS :- Keterbatasan Resiko kerusakan
DO : mobilisasi integritas kulit
- pasien bedrest
- turgor cukup
- pasien jarang miring
kanan - kikri
INTERVENSI KEPERAWATAN

Hari/ Diagnosa Keperawatan


No. Intervensi
Tanggal (Tujuan Dan Kriteria Hasil)
1. Senin, Gangguan perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d NIC :
09 Desember Intrupsi aliran darah hemorargik serebral 1. Monitor tanda vital dan GCS
2019 2. Letakkan posisi agak ditinggikan (30’) dan dalam posisi anatomis
Tujuan : 3. Pertahankan keadaan tirah baring
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam 4. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat
diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat.

Kriteria Hasil :
- Menunjukkan peningkatan tingkat kesadaran
menjadi composmentis.
- Menunjukkan tekanan darah dalam rentang normal.
- Tidak ada tanda-tanda TIK.
- Nilai GCS 10-12

2. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d Infark serebri NIC :


1. Obervasi tanda- tanda vital
Tujuan : 2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan perfusi jaringan adekuat

Kriteria Hasil :
- Klien tidak pucat
- Pasien tidak lemah
- Tanda vital dalam batas normal
- CRT <2 detik
Hari/ Diagnosa Keperawatan
No. Intervensi
Tanggal (Tujuan Dan Kriteria Hasil)
3. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan fisik NIC :

Tujuan : 3. Obervasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
diharapkan. 5. Ajarkan keluarga pasien untuk merubah posisi setiap 2 jam
6. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan
Kriteria Hasil : program terapi yang tepat
- Mampu melakukan ADLs secara mandiri
- Keseimbangan aktivitas dan istirahat

-
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Hari/
Jam Tindakan Keperawatan Jam Evaluasi (Soap) Ttd
Dx Tanggal
1. Senin, 1. Mengobservasi tanda vital S:-
09-12- 2. Mempertahankan tirah baring O:
19 3. Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat : - Tanda vital
- Citicolin 2x250gr TD = 180/100
N = 80x/m
- Ranitidine 1x2ml
- Pasien sudah mulai menujukkan peningkatan
kesadaran
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjut intervensi ( 1,2,3,4)

S : keluarga mengatakan ADL masih dibantu


2. 1. Mengobervasi adanya pembatasan klien dalam
O:
melakukan aktivitas
- Perawat menyibin klien dengan octentic
2. Melakukan sonde 3x sehari
- Perawat melakukan sonde
3. Mengajarkan keluarga pasien untuk merubah posisi
A : Masalah belum teratasi
setiap 2 jam
P : Lanjut intervensi ( 1,2,3,4)
4. Berkolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat
No Hari/
Jam Tindakan Keperawatan Jam Evaluasi (Soap) Ttd
Dx Tanggal
1. Selasa, 1. Mengobservasi tanda vital S:-
10-12- 2. Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat : O:
19 - Citicolin 2x250gr - Tanda vital
- Ranitidine 1x2ml TD = 170/90
N = 80x/m
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut intervensi ( 1,4)

1. Mengobervasi adanya pembatasan klien dalam S : keluarga mengatakan ADL masih dibantu dan sudah
melakukan aktivitas bisa menggerakan anggota gerak sedikit demi sedikit
2.
2. Melakukan sonde 3x sehari O:
3. Mengajarkan keluarga pasien untuk merubah posisi - Perawat menyibin klien dengan octentic
setiap 2 jam - Perawat melakukan sonde
4. Berkolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam A : Masalah belum teratasi
merencanakan program terapi yang tepat P : Lanjut intervensi ( 1,2,3,4)

Anda mungkin juga menyukai