BANGSAL NEUROLOGI
“STROKE HEMORAGIK DAN HIPERTENSI EMERGENSI”
Oleh:
KELOMPOK I
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65
tahun sebesar 33,5% (PERDOSSI, 2011).
Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan kejadian
hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg (BASC: Blood
Preassure in Acute Stroke Collaboration 201; IST: International Stroke Trial 2002
(PERDOSSI, 2011).
Seseorang dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang
berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi
dasar penentuan diagnosis hipertensi (PERKI, 2015).
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara
lain hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta
mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau
penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara mendadak. Afasia
merupakan gangguan bahasa yang mempengaruhi kemampuan dalam
berkomunikasi. Paling sering disebabkan karena stroke yang terjadi pada area otak
yang mengontrol kemampuan berbicara dan bahasa (PERDOSSI, 2011).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stroke Hemoragik
2.1.1 Definisi
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri, perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid (Mardjono, 2009). Stroke atau
serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan neurologis yang disebabkan oleh
sumbatan atau interupsi sirkulasi darah normal ke otak. Stroke hemoragik
merupakan suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi 6 cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Weaver & Terry, 2013).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di negara
maju, saat ini juga banyak terdapat di negara berkembang salah satunya di negara
Indonesia. Satu diantara enam orang di dunia akan terkena stroke. Masalah stroke
di Indonesia menjadi semakin penting karena di Asia menduduki urutan pertama
dengan jumlah kasusnya yang semakin banyak. Penyakit stroke merupakan salah
satu dari penyakit tidak menular yang masih menjadi masalah kesehatan yang
penting di Indonesia. Seiring dengan semakin meningkatnya morbiditas dan
mortalitas dalam waktu yang bersamaan, dimana di Indonesia peningkatan kasus
dapat berdampak negatif terhadap ekonomi dan produktivitas bangsa, karena
pengobatan stroke membutuhkan waktu lama dan memerlukan biaya yang besar
(Weaver & Terry, 2013).
2.1.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian nomor 5 dan penyebab utama
terjadinya kecacatan di Amerika Serikat (American Stroke Assosiation, 2019).
Stroke adalah penyebab kematian terbesar nomor 3 setelah penyakit jantung dan
kanker. Indonesia saat ini menjadi negara penderita stroke terbesar di Asia
(Juwita, 2018). Penyakit serebrovaskular merupakan penyakit urutan ketiga
4
penyebab kematian setelah kanker dan jantung di negara maju dengan memiliki
prevalensi 794 per 100.000 di Amerika serikat setiap tahunnya dikeluarkan dari
rumah sakit dengan penyakit stroke yaitu lebih dari 400.000 pasien (Harrison,
2015).
2.1.3 Etiologi
Stroke hemoragik 6–7 % terjadi akibat adanya perdarahan subaraknoid
(subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang subaraknoid
yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM (malformasi
5
arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor resiko
dari penyakit ini.Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau kematian.
Pada aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi
kongenital atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan tengah
dinding arteri(Terry & Weaver, 2013).
Stroke hemoragik termasuk subarachnoid hemorrhage (SAH) dan
intracerebral hemorrhage (ICH). SAH terjadi ketika darah memasuki ruang
subarachnoid (tempat cairan serebrospinal disimpan) karena trauma, pecahnya
intracranial aneurisma, atau pecahnya malformasi arteriovenosa (AVM).
Sebaliknya, ICH terjadi saat darah pembuluh darah pecah di dalam parenkim otak
itu sendiri, mengakibatkan pembentukan hematoma. Ini jenis perdarahan sangat
sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dan terkadang
terapi antitrombotik atau trombolitik. Stroke hemoragik, meskipun lebih jarang,
adalah secara signifikan lebih mematikan daripada stroke iskemik, dengan tingkat
kematian kasus selama 30 hari sebesar 46,5% dibandingkan dengan 9% sampai
23% pada stroke iskemik (Dipiro., et al. 2009)
6
berry dapat berukuran lebih kecil dari ujung jarum pentul dengan diameter 2-3
cm. Sering ukurannya sebesar biji kacang polong dan timbul pada atau di dekat
percabangan suatu arteria. Aneurisme ini berupa gelembung berdinding tipis yang
menonjol dari arteria pada tempat yang lemah. Makin lama aneurisme menjadi
semakin besar dan dapat pecah. Gambaran klinis akibat dari terjadi pecahnya
aneurisme yaitu berupa sakit kepala yang hebat dan mendadak, dan tidak sadar
sebentar disertai bingung. Salah satu faktor yang menjadi kemungkinanan
terjadinya ruptur yaitu hipertensi atau adanya gangguan perdarahan dan memiliki
kecenderungan mengalami perdarahan berulang (Price S, 1995).
7
degradasi hemoglobin. Hal ini, menyebabkan hematoma terus berkembang dan
mengakibatkan terjadinya pecah pembuluh darah (Caceres et al., 2012).
2.1.4 Patofisiologi
Stroke hemoragik dibagi menjadi dua yaitu stroke intraserebral hemoragik
dengan persentase 75% dan stroke subarachnoid hemoragik dengan persentase
25%. Stroke subarachnoid hemoragik terjadi dikarenakan terjadinya malformasi
vascular, aneurisma terjadi dilatasi yang menyebabkan pembuluh darah melemah
dan juga dikarenakan pengaruh obat-obatan seperti kokain, dekongestan, dan juga
antikoagulan. Sedangkan terjadinya stroke intraserebral hemoragik dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu amyloid angiopathy. Amyloid angiopathy terjadi
dikarenakan deposit amiloid pada pembuluh darah yang dapat menyebabkan
dinding pembuluh darah melemah.
Faktor kedua dipengaruhi oleh hipertensi, dimana hipertensi ini juga dapat
menyebabkan pembuluh darah melemah. Stroke hemoragik rata-rata terjadi dipicu
karena adanya peningkatan tekanan darah atau hipertensi. Selain itu stroke
hemoragik juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya. Peningkatan tekanan
darah atau aliran darah ke otak secara mendadak akan mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah pada stroke hemoragik terjadi saat
pembuluh darah pecah di parenkim otak sehingga menyebabkan terjadinya
pembentukan hematoma dan mengakibatkan rusaknya jaringan melalui efek
massa neurotoksisitas dari komponen darah serta timbulnya degradasi.
8
Meluasnya hematoma dapat menyebabkan tekanan intrakranial pada otak
semakin tinggi. Hal ini, menyebabkan terjadinya lisis pada sel darah merah
sehingga mengakibatkan sitotoksik Hb yang memicu pengeluaran komponen dari
Hb (heme dan besi), sehingga menyebabkan terbentuknya radikal bebas akibat
terjadinya oksidasi. Oksidasi ini mampu merusak protein, asam nukleat,
karbohidrat, dan lemak sehingga dapat menimbulkan terjadinya nekrosis.
Nekrosis terjadi ditandai dengan adanya gejala motorik yang melemah, aphasia,
gangguan penglihatan, gangguan sensorik, gangguan keseimbangan dan gejala
umum seperti mual, muntah, pusing, kejang, dan lesu. Selain terjadinya lisis pada
sel darah merah, juga terjadi penurunan adenosin triphosphate (ATP), sehingga
mempengaruhi astrocytes release glutamat dan mengakibatkan eksitotoksisitas
dan mengaktifkan mGluR serta meningkatkan influx 𝐶𝑎2+.
Selain itu penurunan ATP juga dapat mengakibatkan disfungsi natrium
dan kalium serta ATPase pompa neuron. Peningkatan 𝑁𝑎+ menyebabkan influx
𝐶𝑎2+ serta outflux 𝐾 + dan menimbulkan terjadinya depolarisasi yang memicu
pelepasan neuron glutamat dan menyebabkan eksitotoksisitas. Selain itu, disfungsi
tersebut juga menyebabkan 𝐻2O influx bersama dengan 𝑁𝑎+ dan menyebabkan
timbulnya edama. Selain terjadi penurunan ATP juga terjadi peningkatan kadar
laktat yang menyebabkan astrocyte mati dan menimbulkan microglia clear debris
sehingga melepaskan 𝑇𝑁𝐹𝛼, 𝐼𝐹𝛾, dan IL-1β yang dihasilkan dari proses inflamasi
dan memiliki efek pada peningkatan tekanan intrakranial seperti papilledema,
pusing mendadak, pupil tidak reaktif, mual dan muntah (Kuczynski A, 2018;
Bahrudin, 2015).
Faktor risiko merupakan salah satu cara untuk pengendalian risiko atau
penyebab terjadinya kecacatan stroke. Faktor risiko dibagi menjadi beberapa
kelompok yang meliputi nonmodifiable, modifiable, dan Potentially Modifiable
(Dipiro et al., 2015).
9
a) Usia : faktor risiko berdasarkan usia rata-rata stroke menyerang pada saat
seseorang pada fase masa produktif dan usia lanjut yaitu ditunjukkan pada
hasil persentase suatu profil usia 65 tahun yaitu 33,5% (PERDOSSI, 2011).
Prevalensi stroke yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan disebutkan
gejala stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi pada
usia ≥ 75 tahun dengan persentase diagnosis 43,1% dan diagnosis disertai
gejala 57,0% (RISKESDAS, 2013).
b) Jenis kelamin : faktor risiko stroke hemoragik tertinggi didapatkan pada jenis
kelamin wanita yaitu 59,4%. Hal ini terjadi dikarenakan kemungkinan
terbesar karena jumlah pasien wanita yang masuk rumah sakit lebih tinggi
dibandingkan jumlah pasien laki-laki. Prevalensi stroke berdasarkan jenis
kelamin sesuai diagnosis ataupun diagnosis beserta gejala oleh tenaga
kesehatan diperoleh persentase yang mirip antara laki-laki dan wanita namun
wanita tetap mendominasi lebih tinggi (RISKESDAS, 2013).
c) Faktor genetik : Faktor risiko genetik dapat diberikan konseling dan skrining
baik kepada keluarga penderita stroke maupun penderita stroke yang
dikarenakan faktor genetik (PERDOSSI, 2011).
10
menjadi pemicu terjadinya stroke hemoragik selain itu obesitas juga dapat
dikatakan sebagai faktor prediktor dominan yang digunakan untuk
memprediksi terjadinya kematian pada stroke hemoragik.
c) Hipertensi : Seseorang dikatakan hipertensi atau memiliki tekanan darah yang
tidak normal jika tekanan sistolik melebihi dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg (PERKI, 2015). Hipertensi yang merusak
pembuluh darah di otak dapat memicu terjadinya risiko stroke dan terjadinya
kerusakan pada otak berbanding lurus dengan resiko peningkatan derajat
tekanan (Katzung, 2015). Faktor risiko terjadinya stroke hemoragik lebih
tinggi dialami oleh pasien dengan tekanan darah yang tidak normal sebesar
91,1%. Dari beberapa faktor risiko yang memiliki potensi tinggi
menyebabkan stroke yaitu hipertensi (Dipiro et al., 2015).
d) Diabetes merupakan tingginya kadar gula yang tidak normal dalam tubuh.
Diabetes juga dapat menjadi salah satu faktor risiko stroke hemoragik dengan
persentase pengaruh hasil penelitian sebesar 57,4.
e) Dislipidemia : Begitu juga dengan halnya profil kadar lipid darah yang tidak
normal atau yang disebut dengan dislipidemia. Rerata pasien stroke
hemoragik dikarenakan memiliki kadar profil lipid yang tidak normal dengan
persentase sebesar 90,1% .
f) Fibrilasi atrium : Terjadinya fibrilasi atrium biasanya dapat dijumpai pada
keadaan hipertensi. Dimana hipertensi yang diakibatkan oleh terjadinya
fibrilasi atrium sendiri juga 15 merupakan salah satu faktor yang dapat
memicu terjadinya peningkatan kejadian kematian, stroke, dan gagal jantung
(PERKI, 2015).
g) Aktivitas fisik : Dilakukannya peningkatan aktivitas fisik menjadi salah satu
alternatif yang pasti dapat menurunkan serangan stroke. Hal ini dikarenakan,
dengan melakukan aktivitas fisik yang memiliki nilai aerobik seperti
berenang, bersepeda, berjalan cepat, dan lain-lain yang dilakukan secara
teratur terbukti dapat menurunkan tekanan darah, mengatur kadar gula dalam
darah, menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar lemak baik
dalam tubuh (PERDOSSI, 2011).
11
Sedangkan untuk faktor risiko potentially modifiable (berpotensi dapat
dimodifikasi) meliputi migrain (sakit kepala sebelah), penyalahgunaan
penggunaan narkoba dan alkohol, radang dan infeksi, dan tingginya kadar
lipoprotein. (Dipiro et al., 2015).
a) Migrain Terjadinya migrain yang sering ini memiliki hubungan dengan faktor
risiko serangan stroke (PERDOSSI, 2011). Migrain atau sakit kepala terjadi
karena tegangan (kontraksi otot) yang disebabkan oleh hipertensi,
peningkatan tekanan intrakranial, trauma atau tumor kepala, dan perdarahan
atau aneurisma intrkranial (Kowalak J, 2014)
b) Penyalahgunaan narkoba dan alkohol Penyalahgunaan narkoba dan konsumsi
alkohol dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah atau hipertensi yang
dapat memicu terjadinya stroke hemoragik (PERDOSSI, 2011). Karena
terjadinya stroke hemoragik dipengaruhi oleh faktor tekanan darah atau
hipertensi.
c) Radang dan infeksi Pasien yang mengalami inflamasi seperti halnya pada
penderita rheumatoid arthritis (RA) harus diwaspadai terkait dengan faktor
risiko terjangkit stroke yang tinggi (PERDOSSI, 2011).
d) Kadar lipoprotein tinggi Pada pasien dengan kadar lipoprotein yang tinggi
dengan diberikannya terapi niacin dapat bermanfaat sebagai pencegahan
stroke iskemik (PERDOSSI, 2011). Niacin digunakan untuk penanganan
aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah
pada stroke iskemik. Niacin memiliki mekanisme kerja dengan menghambat
aktivitas enzim katalisator dalam pembentukan trigliserida yang efektif dalam
menurunkan kadar lipoprotein.
12
Stroke yang parah dapat menimbulkan kematian mendadak (World Health
Organization, 2015).
Gejala stroke biasanya ditandai dengan merasa lemah secara tiba-tiba atau
mati rasa pada bagian wajah, lengan dan atau kaki, paling sering terjadi pada 9
sebagian tubuh. Selain itu juga ditandai dengan rasa bingung, gangguan berbicara
serta pemahaman ucapan, gangguan penglihatan salah satu atau keduanya,
gangguan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan tubuh, rasa sakit kepala
yang parah tanpa diketahui penyebabnya hingga pingsan (World Health
Organization, 2015). Perbedaan yang timbul antara pasien stroke iskemik dan
hemoragik yaitu pasien stroke iskemik tidak disertai sakit kepala dan gejalanya
tidak menyakitkan sedangkan stroke hemoragik gejalanya lebih parah dari stroke
iskemik (Dipiro et al., 2015).
CT scan
CT scan kepala akan mengungkapkan area hiperintensitas (putih) di area
perdarahan dan akan normal atau hipointens (gelap) di daerah infark. CT scan
mungkin membutuhkan waktu 24 jam (dan jarang lebih lama) untuk menunjukkan
area infark.
13
MRI kepala akan mengungkapkan area iskemia dengan resolusi lebih tinggi
dan lebih awal dari CT scan. DWI akan mengungkapkan infark yang
berkembang dalam beberapa menit.
14
Disfagia
Disfagia adalah suatu gejala gagalnya proses pemindahan bolus makanan
dari rongga mulut sampai ke lambung atau proses penelanan. Disfagia sendiri
dapat memicu terjadinya malnutrisi, dehidrasi, bahkan kematian (Nayoan C,
2017). Munculnya disfagia pada pasien stroke memiliki rentang persentase 37%
dan 78%. Terjadinya disfagia menyebabkan adanya pembatasan asupan oral pada
pasien sehingga pasien memiliki resiko kekurangan gizi dan dehidrasi. Untuk
mengatasi hal tersebut dalam pemenuhan gizi maka digunakan (PEG) gastronomi
endoskopi perkutan yang memiliki fungsi untuk menyalurkan makanan
dikarenakan pasien tidak mampu menelan setelah beberapa hari (Kumar S, 2010).
A. Neuroprotektan
Penggunaan terapi neuroprotektan bertujuan untuk melindungi dari kematian
sel neuron. Terapi neuroprotektan juga memiliki tujuan untuk mengurangi
15
terjadinya kerusakan sel akibat dari terhambatnya aliran darah yang sebagai
pemasok oksigen. Dalam terapi stroke obat yang sering dipakai yaitu piracetam
dan citicoline (Bahrudin, 2015; Praja, 2013). Neuroprotektan atau yang
didefinisikan sebagai perlindungan saraf yang digunakan sebagai strategi serta
memiliki potensi untuk melindungi otak dalam kondisi otak tertentu.
Neuroprotektan secara farmakologis dapat digunakan sebagai pencegahan
terjadinya pembentukan gumpalan seperti antitrombotik atau antiplatelets dan
pemecahan gumpalan seperti trombolitik, sebagai pelindung saraf, serta
menargetkan pembuluh darah otak yang disebut neuroprotektan ekstrinsik atau
secara tidak langsung (Minnerup J, 2012).
1) Citicoline
Citicoline memiliki nama kimia yaitu CDP-choline atau cytidine diphospate
choline yang tersusun atas ribosa, pirofosfat, sitosin, dan kolin yang berperan
penting dalam metabolisme sel dan berpartisipasi dalam biosintesis fosfolipid
membran sel. Hal ini merupakan komponen penting yang digunakan dalam
integritas membran sel dan perbaikan. Citicoline memiliki efek yang dapat
menstabilkan membran sel dengan cara meningkatkan fosfatidilkolin dan sintesis
sphingomyelin serta menghambat proses pelepasan asam lemak bebas. Selain itu,
citicoline juga memiliki fungsi sebagai pelindung membran dengan cara
menghambat pelepasan glutamat. Citicoline berfungsi dalam mendukung fungsi
otak, memperbaiki beberapa kerusakan kumulatif, memperbaiki fungsi kognitif
motorik, dan untuk perbaikan neuron (Doijad, 2012). Dosis yang digunakan untuk
stroke iskemik yaitu 250 – 1000 mg/hari secara i.v terbagi dalam 2 – 3 kali/hari
selama 2 hingga 14 hari. Sedangkan untuk stroke hemoragik yaitu 150 – 200
mg/hari secara i.v terbagi dalam 2 – 3 kali/hari selama 2 hingga 14 hari
(PERDOSSI, 2011).
2) Piracetam
Piracetam adalah obat nootropik dan termasuk turunan siklik dari gamma-
asam aminobutirat, dengan nama kimia 2-oxo-1-pyrrolidine acetamide. Piracetam
memiliki karakteristik yang mudah larut dalam air, karena memiliki inti pyrolidon
dengan struktur kimia seperti pyroglutamat. Piracetam memiliki fungsi dalam
16
memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki neurotransmisi, dan
menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi ADP menjadi ATP
(PERDOSSI, 2004). Piracetam mampu memperbaiki fungsi neurotransmitter
dengan melalui reseptor kolinergik muskarinik yang terlibat dalam proses
memori.
Piracetam dapat menggunakan efek global pada neurotransmisi otak melalui
modulasi ion (yaitu 𝑁𝑎+ dan 𝐾 +). Sedangkan dalam proses metabolisme ATP
dapat meningkatkan konsumsi oksigen dalam otak. Selain fungsi diatas, piracetam
juga digunakan sebagai terapi yang mampu mempengaruhi fungsi saraf, pembuluh
darah, fungsi kognitif tanpa bertindak sebagai obat penenang atau stimulan, untuk
pengobatan degenerasi saraf, mengobati kecanduan alkohol, pembekuan,
koagulasi, gangguan vasospastik alzheimer, pikun, depresi, dan kecemasan pada
stroke, dyspraxia, serta trauma kranioserebral. Dosis normal piracetam yang
dipakai yaitu mulai dosis 4,8 – 9,6 gram dibagi menjadi 3 dosis harian per 8 jam
(Doijad et al, 2012).
B. Antihipertensi
Pada pasien stroke rata-rata disertai dengan peningkatan tekanan darah dan
pengobatan hipertensi dengan menggunakan terapi antihipertensi dikaitkan
dengan penurunan kejadian keterulangan stroke. Penggunaan antihipertensi
golongan ACE inhibitor dengan atau tanpa golongan diuretik thiazid yaitu
indapamide menunjukkan penurunan tekanan sistolik sebanyak 9 mmHg dan
tekanan diastolik 4 mmHg dengan persetase keterulangan stroke sebesar 28%.
Sedangkan, untuk penggunaan terapi antihipertensi secara kombinasi
menunjukkan penurunan tekanan sistolik 12 mmHg dan tekanan diastolik 5
mmHg dengan persentase keterulangan stroke lebih signifikan yaitu sebesar 43%.
Namun, dalam penerapannya penurunan tekanan darah pada stroke akut sebagai
tindakan rutin tidak diperobolehkan dikarenakan dapat memperburuk gejala serta
neurologis (PERDOSSI, 2011).
Penatalaksanaan terapi antihipertensi menurut PERDOSSI (2004) pada
stroke hemoragik yaitu apabila:
Pasien memiliki tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik >
140 mmHg, untuk diberikan terapi nikardipin, diltiazem, atau nimodipin.
17
Apabila pasien stroke hemoragik memiliki tekanan sistolik 180-230 mmHg
atau tekanan diastolik 105-140 mmHg atau tekanan darah arterial rata-rata
130 mmHg, maka:
Labetalol 10-20 mg iv selama 1-2 menit. Diulangi atau dilakukan
penggandaan setiap 10 menit dengan dosis maksimum 300 mg atau
diberikan dosis awal bolus diikuti labetalol secara iv drip 2-8 mg/menit
Nicardipin
Diltiazem
Nimodipin
Selain itu pada pasien stroke akut penurunan tekanan darah tidak boleh lebih
dari 20%-25% dari tekanan darah arteri rerata.
Sedangkan untuk pasien dengan tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan
diastolik < 105 mmHg untuk dilakukan penangguhan pemberian obat
antihipertensi.
Kemudian menjaga atau mempertahankan tekanan perfusi otak > 70 mmHg
melalui pemantauan tekanan intrakranial.
Pada pasien dengan memiliki riwayat hipertensi, maka penrunan tekanan
darah dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg.
Jika tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg harus dicegah
segera pada waktu pasca-operasi dekompresi.
Dan harus diberikan terapi obat untuk meningkatkan tekanan darah
(vasopresor) ketika tekanan darah arterial sistolik pasien turun < 90 mmHg.
C. Manitol
Mannitol digunakan oleh bedah saraf sejak tahun 1960an berkisar 3
dekade hingga saat ini. Mannitol sangat luas digunakan untuk mengontrol
hipertensi intrakranial pada cedera otak traumatik. Mannitol efektif untuk
mengontrol hipertensi intrakranial dengan dosis 0,25–1 gr/kgbb. Mannitol dosis
tunggal memiliki keuntungan karena sangat efektif bila digunakan pada prosedur
diagnostik (CT-scan) atau untuk intervensi (pengangkatan tumor otak). Mannitol
juga dapat digunakan dalam jangka waktu lama sebagai terapi mengendalikan
hipertensi intracranial (Bisri, 2013).
18
Mannitol diberikan secara bolus intravena dengan dosis 0,25–1 gr/kg BB.
Bekerja dalam waktu 10–15 menit dan efektif kira-kira selama 2 jam. Mannitol
tidak menembus sawar darah-otak yang intact. Dengan peningkatan osmolalitas
darah relatif terhadap otak, mannitol menarik air dari jaringan otak ke dalam
darah. Bila sawar darah-otak rusak, mannitol dapat memasuki otak dan
menyebabkan rebound kenaikan tekanan intrakranial sebab ada suatu perbedaan
osmotik yang terbalik dimana osmolaritas jaringan otak lebih tinggi dibanding
plasma sehingga air akan masuk ke dalam jaringan otak. Akumulasi mannitol
dalam otak terjadi pada dosis besar dan pengulangan pemberian.
Mannitol dapat menyebabkan vasodilatasi, yang bergantung besarnya
dosis dan kecepatan pemberian. Vasodilatasi akibat mannitol dapat menyebabkan
peningkatan volume darah otak dan tekanan intrakranial secara selintas yang
simultan dengan penurunan tekanan darah sistemik. Karena mannitol pertama-
tama dapat meningkatkan tekanan intrakranial, maka harus diberikan secara
perlahan (infus 20 menit) dan dilakukan bersama dengan manuver yang
menurunkan volume intrakranial (misalnya hiperventilasi).
19
(Bahrudin, 2015). Selain itu, mengatur pola makan yang sehat dengan cara
mengkonsumsi makanan yang rendah lemak dan kolesterol dapat menurunkan
tingkat resiko terjangkit serangan stroke. Penambahan konsumsi susu yang
memiliki kandungan protein, Zn, Vit B12, kalsium juga dapat membantu sebagai
proteksi terhadap stroke. Dari segala bentuk yang sudah dijelaskan, pemicu faktor
risiko dari stroke harus selalu dimonitoring dengan cara pemeriksaan secara
teratur dan patuh terhadap saran dokter baik terkait dengan diet dan juga
pengkonsumsian obat (PERDOSSI, 2011).
2.2.2 Epidemiologi
Pada pasien HT kronik diperkirakan sekitar 1-2% akan mengalami krisis
HT dalam kurun waktu hidupnya, diantaranya HT emergensi diperkirakan kurang
lebih 25% kasus. Insiden tahunan HT emergensi diperkirakan sebanyak 1-2 kasus
per 100.000 pasien. Faktor risiko yang paling penting didapatkan pada krisis HT
adalah mereka yang tidak terdiagnosis atau tidak patuh menjalani pengobatan.
Mortalitas selama perawatan di rumah sakit pada krisis HT diperkirakan sebanyak
4-7%. Angka kematian dalam 1 tahun diantara pasien dengan HT emergensi
mencapai angka lebih dari 79% (Whelton et al., 2017).
2.2.3 Etiologi
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016):
Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid,
dan trauma kepala.
Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard
akut, pasca operasi bypass koroner.
Kondisi ginjal: Glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal
karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
20
Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan
atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik,
mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi,
hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis.
Eklampsia
Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular.
Luka bakar berat
Epistaksis berat.
Thrombotic thrombocytopenic purpura
21
Peningkatan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dapat
menimbulkan hipertensi emergensi (Elliott et al., 2013).
Temuan funduscopy
Pada hipertensi emergensi dapat ditemukan pendarahan, eksudat dan
edema papil (Alwi et al., 2016).
Status neurologi
22
Status neurologis pada hipertensi emergensi adalah rasa sakit di kepala,
terjadi kebingungan, mengantuk, pingsan, gangguan pada penglihatan, kejang,
gangguan neurologi fokal, koma (Alwi et al., 2016).
Gejala ginjal
Terdapat gejala gangguan ginjal pada hipertensi emergensi seperti
azotemia, proteinuria, oliguria, Acute Kidney Injury (Alwi et al., 2016).
2.2.5 Patofisiologi
A. Gangguan Mekanisme Autoregulasi
Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak, jantung, dan
ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan tekanan
perfusi (Taylor, 2015). Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang sesuai akan
menurun sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa menit
berikutnya.
23
Jika terjadi kerusakan fungsi autoregulasi, jika tekanan perfusi turun, hal
ini menyebabkan penurunan aliran darah dan peningkatan resistensi vaskular.
Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di vascular bed dan aliran
darah sehingga tekanan darah meningkat secara mendadak dan resistensi vaskular
sistemik dapat terjadi, yang sering menyebabkan stres mekanis dan cedera
endotelial (Taylor, 2015).
24
2.2.6 Tatalaksana
Pada pedoman ACC/AHA-2017 target penurunan TD dibedakan dengan
melihat ada atau tidaknya kondisi yang memaksa (with or without compelling
condition) . Secara umum bila tidak didapatkan compelling condition, tatalaksana
HT emergensi adalah dengan melakukan penurunan TD maksimal 25% dalam jam
pertama, kemudian target penurunan TD mencapai 160/100-110 mm Hg dalam 2
sampai 6 jam, selanjutnya TD mencapai normal dalam 24 sampai 48 jam.1
Penurunan TD yang lebih agresif dilakukan bila didapatkan compelling condition
(aorta dissekan, pre-eclampsia berat atau eclampsia, dan krisis
pheochromocytoma). Sedangkan penurunan TD yang kurang agresif dilakukan
pada HT dengan kondisi komorbid penyakit serebro-vaskuler (perdarahan
intraserebral akut dan stroke iskhemik akut) (Whelton et al., 2017).
25
10 mg nicardipin/50 cc cairan; 1 cc= 0,2 mg=200 mcg.
pada kasus ini BB pasien adalah 62 kg sehingga dosis yaitu 310 – 930
g/jam, maka :
Rumus = (dosis permintaan (mcg) x BB (kg) x 60 menit) / jumlah mcg/cc
= 0,3 mcg x 62 kg x 60 menit/200 mcg
= 5,58 cc/jam.
26
BAB III
TINJAUAN UMUM KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. H
Tanggal Lahir/Umur : 12-05-1966/57 tahun
Berat badan : 62 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Ruangan : Neuro Lt.4
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pembayaran/Status : BPJS
Mulai MRS : 11 Juli 2021
Keluar RS : 15 Juli 2021
27
3.3.1 Pemeriksaan Fisik dan Tanda Vital
28
3.5 Tatalaksana/terapi pengobatan
Terapi selama dirumah sakit
Simvastatin 20 mg 1x1 PO.
Neurodex ( vitamin B1 100 mg, B6 200 mg dan B12 200 µg) 1x1 PO.
Capcam 1 (Parasetamol 300 mg, Tramadol 30 mg dan Amitriptilin 2,5 mg)
2x1 PO.
KSR (Potassium klorida) 600 mg 3x1 PO.
Candesartan 8 mg 1x1 PO.
IVFD NaCl 0,9 % /12 Jam
Ranitidin50 mg 2x1 IV.
Citicolin 500 mg 2x1 mg IV.
Manitol + Lasix 4x125 ml, 3x125 ml, 2x125 ml, 1x125 ml.
29
Hemiparesis
A SH/ICH
P Aff Infus
FT
Besok pulang
30
3.7 Lembar Penggunaan Obat
31
No Drug Therapy Problem Check list Keterangan/Rekomendasi
1 Terapi obat yang tidak
diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi Tidak ada Obat yang diberikan sudah sesuai indikasi klnis pasien :
masalah Simvastatin diberikan untuk meningkatkan kadar HDL.
Neurodex diberikan untuk vitamin syaraf dan otot.
KSR diberikan untuk terapi hipokalemia.
Candesartan diberikan untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi
Nacl 0,9 % diberikan untuk menjaga keseimbangan perfusi jaringan serebral.
Ranitidin inj diberikan untuk mengatasi stress ulcer.
Citicolin inj digunakan Melindungi otak serta mengurangi jaringan otak
yang rusak akibat cedera, dan mempercepat masa pemulihan akibat stroke.
Mannitol + lasix digunakan untuk Sebagai osmoterapi (meningkatkan
tekanan Osmolaritas didalam pembuluh darah).
Pasien masih memungkinkan Tidak ada Pasien tidak memungkinkan menjalani terapi non farmakologi.
menjalani terapi non masalah
farmakologi
Terdapat duplikasi terapi Tidak ada Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat memiliki mekanisme kerja yang
masalah berbeda-beda. Dan telah sesuai dengan kebutuhan pasien.
Simvastatin bekerja dengan menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim
A (HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam
pembentukan kolesterol.
Neurodex adalah obat yang mengandung vitamin B1, vitamin B6, vitamin
B12.
KSR bekerja untuk mengurangi retensi cairan/bengkak dan menyebabkan efek
diuresis (sering BAK).
32
Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 dengan cara mengurangi sekresi
asam lambung sebagai akibat dari penghambatan reseptor histamin H2.
Citicolin bekerja dengan cara meningkatkan senyawa kimia diotak bernama
phospholipiid phosphatidylcholine.
Mannitol +lasix bekerja dengan meningkatkan osmolalitas plasma sehingga
aliran cairan dari jaringan menuju kedalam plasma meningkat, terjadi
penurunan viskositas darah.
Pasien mendapat penanganan Tidak ada Berdasarkan pengamatan pasien tidak mengalami efek samping obat (penjelasan
terhadap efek samping yang masalah pada lembar MESO), akan tetapi pasien mengalami hipokalemia, hal ini dapat
seharusnya dapat dicegah disebabkan karena penggunaan mannitol+lasix, sehingga pemberian
mannitol+lasix harus dimonitoring.
2 Kesalahan Obat
Bentuk sediaan tidak tepat Tidak ada Bentuk sediaan telah sesuai dengan kondisi pasien, dimana pasien dalam kondisi
masalah kesadaran yaitu Compus Mentis (CM).
Simvastatin : Simvastatin diberikan bentuk tablet karena pasien tidak
memiliki masalah dalam penggunaan obat oral.
Neurodex : Neurodex diberikan bentuk tablet karena pasien tidak memiliki
masalah dalam penggunaan obat oral.
Capcam 1 : Capcam 1 diberikan bentuk tablet karena pasien tidak memiliki
masalah dalam penggunaan obat oral.
KSR : KSR diberikan bentuk tablet karena pasien tidak memiliki masalah
dalam penggunaan obat oral.
Candesartan : Candesartan diberikan bentuk tablet karena pasien tidak
memiliki masalah dalam penggunaan obat oral.
Ranitidin : Ranitidin diberikan dalam bentuk injeksi agar mempercepat efek
kerja obat.
33
Citicolin : Citicolin diberikan dalam bentuk injeksi agar mempercepat efek
kerja obat.
Terdapat kontraindikasi Tidak ada Tidak ditemukannya kontraindikasi pada terapi pengobatan.
masalah Simvastatin : Hipersensitif, pasien dengan penyakit hati yang aktif, kehamilan
dan menyusui.
Neurodex : Hipersensitif.
Ksr : Hipersensitif, gagal ginjal akut, dehidrasi akut, hiperkalemia.
Candesartan : Hipersensitif, kehamilan, menyusui, stenosis arteri renalis
bilateral.
Citicolin : Hipersensitif, penyakit ginjal dan hati.
Ranitidin : Hipersensitif, gangguan fungsi ginjal dan hati.
Kondisi pasien tidak dapat Tidak ada Kondisi pasien dapat disembuhkan oleh obat dan pasien sudah bisa pulang.
disembuhkan oleh obat masalah
Obat tidak diindikasikan untuk Tidak ada Terapi telah sesuai dengan indikasi pasien (dapat dilihat pada tabel indikasi obat).
kondisi pasien masalah
Terdapat obat lain yang lebih Tidak ada Terapi sesuai indikasi
efektif masalah
3 Dosis tidak tepat Dosis yang diberikan sudah tepat.
Dosis terlalu rendah Tidak ada
masalah Simvastatin 1x20 mg (po)
Dosis terlalu tinggi Tidak ada Dosis awal untuk dewasa : 20-40 mg satu kali sehari.
masalah Dosis pada pasien usia 57 tahun = 20 mg (aman).
34
mcg.
Dosis vit B1 dewasa = 50 – 100 mg sekali sehari, maksimal 300 mg.
Dosis vit B6 dewasa = 200 mg/hari.
Dosis vit B12 dewasa = 25 – 2000 mcg per hari
Sehingga aman diberikan kepada pasien.
35
Dosis pasien usia 57 tahun = 1000 mg per hari (aman).
36
langsung.
Neurodex: simpan obat ditemperature ruangan, jauh dari panas dan cahaya
langsung.
Capcam 1 : simpan obat ditemperature ruangan, jauh dari panas dan cahaya
langsung.
KSR : simpan obat ditemperature ruangan, jauh dari panas dan cahaya
langsung.
Candesartan : simpan obat ditemperature ruangan, jauh dari panas dan cahaya
langsung.
37
Tramadol >< amitriptilin : meningkatkan sedasi.
Simvastatin >< Amitriptilin : meningkatkan efek amitriptilin.
Amitriptilin >< tramadol : meningkatkan kadar serotonin.
4 Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk pasien Ada Obat tidak aman digunakan yaitu mannitol+lasix yang memiliki efek samping
masalah yaitu hipokalemia (sehingga harus dilakukan pemantauan dalam penggunaan
mannitol dan kadar kalium pasien ).
Terjadi reaksi alergi Tidak ada Tidak terjadi reaksi alergi.
masalah.
Dosis obat dinaikkan dan Tidak ada Tidak terdapat dosis yang dinaikan atau diturunkan terlalu cepat (dapat dilihat
dirunkan terlalu cepat masalah. pada perhitungan dosis).
Muncul efek yang tidak Ada Pasien mengalami hipokalemia, dapat diakibatkan dalam penggunaan
diinginkan masalah mannitol+lasix.
5 Ketidaksesuaian kepatuhan
pasien
Obat tidak tersedia Tidak ada Tidak ada masalah dalam penyediaan obat pasien. Semua obat yang dibutuhkan
masalah pasien tersedia di apotek rumah sakit.
Pasien tidak mampu Tidak ada Pasien mampu menyediakan obat, dimana obat ditanggung oleh BPJS.
menyediakan obat masalah
Pasien tidak bisa menelan atau Tida ada Pasien masih bisa menelan dan menggunakan obat
menggunakan obat masalah
Pasien tidak mengerti instruksi Tidak ada Keluarga pasien mengerti cara penggunaan obat.
penggunaan masalah Simvastatin 1x1 po pagi
Neurodex 1x1 po pagi
Capcam 1 2x1 po pagi dan malam
KSR 3x1 po pagi, siang, dan malam
Candesartan 1x1 po pagi
Pasien tidak patuh atau Tidak ada Pasien patuh menggunakan obat. Obat-obatan untuk pasien rawat inap disediakan
38
memilih tidak menggunakan masalah dalam bentuk UDD (Unit dose dispensing) untuk pemakaian satu kali pakai,
obat sehingga ketidakpatuhan pada pasien dapat teratasi.
6 Pasien membutuhkan terapi
tambahan
Terdapat kondisi yang tidak Tidak ada Tidak ada kondisi yang tidak diterapi
diterapi masalah
Pasien membutuhkan obat lain Tidak ada Terapi obat yang yang telah diberikan sinergis sehingga tidak diperlukan terapi
yang sinergis masalah lain (dapat dilihat pada bagian duplikasi terapi).
Pasien membutuhkan terapi Tidak ada Pasien telah mendapatkan terapi profilaksis terhadap kondisinya sehingga tidak
profilaksis masalah diperlukan terapi tambahan.
Candesartan digunakan untuk mengontrol tekanan darah.
39
3.9 Lembar Pengkajian Obat
Mulai Jenis Rute Dosis Berhenti Indikasi Ketepata Kementar dan alasan
n indikasi
11 Juli Simvastatin Oral 1x 20 mg - Meningkatkan kadar HDL Tepat Karena kadar HDL pasien rendah
2021 Indikasi
Neurodex Oral 1x1 tab - Sebagai Vitamin saraf dan otot Tepat Digunakan karena pasien mengalami
indikasi lemah anggota gerak kanan
Capcam 1 Oral 2x1 tab - Untuk menghilangkan rasa nyeri Tepat Digunakan karena pasien mengalami
akibat pendarahan indikasi stroke hemoragik
KSR Oral 3x1 tab Meningkatkan kadar kalium Tepat Digunakan karena Kadar kalium pasien
indikasi rendah
Ranitidin IV 2 x 50 mg 16 Juli Mencegah Stress Ulser Tepat Digunakan untuk mencegah hipersekresi
2021 indikasi HCl pada lambung yang salah satu
penyebabnya adalah stress atau cemas.
Citicolin IV 2x500 mg 14 Juli Melindungi otak serta mengurangi Tepat Mempercepat masa pemulihan akibat
2021 jaringan otak yang rusak akibat indikasi Stroke
cedera, dan mempercepat masa
pemulihan akibat stroke
IVFD NaCl 0,9 % IV /12 Jam 14 Juli Menjaga keseimbangan perfusi Tepat Pasien mengalami stroke hemoragik
2021 jaringan serebral. Indikasi sehingga sirkulasi darah ke otak.
Mannitol+Lasix IV 4x125 ml 12 Juli Sebagai osmoterapi Tepat Sebagai diuretik, sehingga pendarahan
40
3x125 ml 2021 (meningkatkan tekanan Indikasi yang diotak masuk ke dalam pembuluh
2 x 125 ml Osmolaritas didalam pembuluh Darah
1x125 ml darah).
13 Juli Candesartan Oral 1x8 mg - Antihipertensi Tepat Digunakan untuk mengontrol tekanan
2021 Indikasi darah pasien agar tetap dalam rentang
normal.
41
sebagai : CM : CM : CM : CM
penenang
Meningkatkan KSR Kadar Kadar kalium 3,4 -5,1 mmol/l Setiap hari 2,7 - - -
kadar kalium kalium mmol/l
Antihipertensi Candesarta Tekanan Tekanan darah normal (<120 mmHg/80 Setiap hari 200/120 140/90 160/100 120/80
n darah mmHg) mmHg mmHg mmHg mmHg
Untuk menjaga NaCl 0,9 Kadar Na dan Kadar Na 136 – 145 mmol/l, kadar Cl 97 – Setiap hari Na : 139 - - -
keseimbangan % Cl 111 mmol/l mmol/l,
cairan dan Cl : 99
elektrolit pasien mmol/l
Mencegah Stress Ranitidin Keluhan Pasien tidak mengalami nyeri epigastrium, Setiap hari Mual dan Mual dan Mual dan Mual dan
Ulser inj nyeri mual dan muntah muntah (-) muntah (-) muntah (-) muntah (-)
epigastrium,
mual dan
muntah
Melindungi otak Citicolin Kekuatan Anggota gerak tidak lemah Setiap hari Lemah (+) Lemah (+) Lemah (+) Lemah (+)
serta mengurangi inj anggota
jaringan otak gerak
yang rusak akibat
cedera, dan
mempercepat
masa pemulihan
akibat stroke
Sebagai Mannitol Sakit kepala, Tidak sakit kepala, mual dan muntah, Setiap hari Sakit Sakit Sakit Sakit
osmoterapi +lasix mual dan kesadaran meningkat. kepala (-), kepala (-), kepala (-), kepala (-),
(meningkatkan muntah, mual (-), mual (-), mual (-), mual (-),
tekanan kesadaran muntah(-), muntah(-) muntah(-) muntah(-)
osmolaritas menurun. Kesadaran Kesadaran Kesadaran Kesadaran
42
didalam sel : CM : CM : CM : CM
43
minum air hangat dan dapat diberikan antiemetik.
Banyak istirahat.
Ranitidin inj Sakit kepala, konstipasi, mual 2x50 mg Jika pasien sakit kepala dapat diberikan obat analgesik. 11 Juli Pasien tidak
dan muntah Jika pasien mengalami konstipasi dapat diberikan obat 2021 – mengalami efek
pencahar. 14 Juli samping
Jika pasien mengalami mual dan muntah, dianjurkan 2021
minum air hangat dan dapat diberikan antiemetik.
Banyak istirahat.
Citicolin inj Insomnia, sakit kepala, diare 2x500 mg Jika pasien mengalami sakit kepala, maka sarankan untuk 11 Juli Pasien tidak
dan mual. istirahat. 2021 – mengalami efek
Jika pasien mengalami diare, maka sarankan untuk 14 juli samping
minum teh pahit, 2021
Jika pasien mual, maka sarankan banyak minum air
hangat atau berikan obat mual.
Mannitol + lasix Hipokalemia 4x125 ml Monitor kadar kalium pasien. 11 Juli Pasien mengalami
3x125 ml 2021 – hipokalemia.
2x125 ml 12 jul
1x125 ml 2021
44
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Seorang pasien laki – laki bernama Tn. H berumur 55 th mengalami
keluhan lemah anggota gerak kanan sejak 1 hari sebelumnya atau 20 jam sebelum
masuk rumah sakit dan mengalami gejala susah menelan, tidak mual dan muntah,
bicara tidak pelo.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kesadaran pasien
Comus Mentis dengan GCS E4M6V5, kondisi umum sedang, tekanan darah
200/120 mmHg, denyut nadi 101x/menit, laju pernafasan 20x/menit dan suhu
tubuh 36,3˚C.
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 11 Juli 2021 menunjukkan
gula darah random 109 mg/dl, Na : 139 mmol/l, Kalium :2,7 mmol/l, Cl : 99
mmol/l. Dan pada tanggal 12 juli 2021 menunjukkan gula darah nukter 83 mg/dl,
gula darah PP 109 mg/dl, total kolesterol 164 mg/dl, kadar LDL 111 mg/dl, Kadar
Trigliserida 92 mg/dl, Kadar HDL : 35 mg/dl.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
pasien didiagnosa mengalami stroke hemoragik disertai dengan hipertensi
emergensi. Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda
yang sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri,
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Stroke hemoragik
diartikan sebagai pecahnya pembuluh darah diotak. Hipertensi emergensi adalah
keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan
atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ target akut.
Selama dirawat dirumah sakit pasien mendapatkan terapi NaCl 0,9 % 1
kolf/12 jam dengan tujuan untuk menjaga kebutuhan cairan dan elektrolit pasien.
Pasien juga mendapatkan terapi ranitidin injeksi dengan tujuan untuk terapi
profilaksis stress Ulcer dimana pasien mengalami stroke hemoragik yang sering
timbul gelisah dan kecemasan. Dimana kondisi tersebut dapat melepaskan
histamin dari sel-sel parietal pada lambung sehingga dapat memicu meningkatnya
45
sekresi HCl pada lambung. Ranitidin adalah antagonis H2 sehingga secara efektif
dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume
sekresi lambung. Dalam kasus ini pemilihan ranitidin diangga sudah tepat. Pasien
mendapatkan dosis injeksi ranitidin 2 x 500 mg sudah tepat, karena berdasarkan
dosis literatur injeksi ranitidin yaitu 50 mg tiap 6-8 jam.
Pasien juga mendapatkan terapi citicolin. Terapi Citicolin digunakan untuk
melindungi otak serta mengurangi jaringan otak yang rusak akibat cedera, dan
mempercepat masa pemulihan akibat stroke. Berdasarkan rekam medis pasien
mengalami stroke hemoragik dengan pendarahan di bagian jaringan otak,
sehingga pemberian ceticolin dianggap sudah tepat. Pasien mendapatkan dosis
citicolin yaitu 2x500 mg sudah tepat dimana berdasarkan literatur penggunaan
citicolin yaitu 250 mg – 500 mg untuk 1-2 x sehari. Penggunaan citicolin menurut
penelitian secades et al., (2006) menyatakan bahwa citicolin aman digunakan pada
pasien stroke hemoragik pada dosis 1 gr.
Pasien juga mendapatkan mannitol + lasix. Pada pasien hemoragik sering
ditemui terjadinya peningkatan tekanan intraakranial. Dimana peningkatan ini
dapat mengakibatkan penurunan GCS. Peningkatan intraakranial terjadi karena
ada udem serebral. Sehingga diperlukan diuretik untuk menarik cairan udem
diotak agar dapat menurunkan tekanan intrakranial. Diuretik yang digunakan
adalah diuretik loop (lasix) dan diuretik osmosis (mannitol). Mannitol sebagai
osmoterapi (meningkatkan tekanan osmolaritas didalam sel). Mekanisme mannitol
dengan cara bekerja menurunkan tekanan intraakranial dengan cara
meningkatkanosmolalitas plasma sehingga aliran cairan dari jaringan menuju
kedalam plasma meningkat, terjadi penurunan viskositas darah. Penurunan
viskositas darah mengakibatkan penurunan tahanan terhadap pembuluh darah otak
hal ini menyebabkan aliran darah ke otak meningkat, diikuti dengan vasokontriksi
dari pembuluh darah arteriola sehingga menurunkan volume darah otak dan
terjadi penurunan tekanan intraakranial. Pemberian mannitol dan lasix sudah tepat
dilakukan karena pasien mengalami pendarahan akibat stroke hemoragik.
Pasien juga mendapatkan terapi simvastatin. Simvastatin merupakan
golongan statin yang merupakan penurun lipid yang paling efektif untuk
menurunkan kolesterol LDL, meningkatkan kolesterol HDL serta menurunkan
46
trigliserida. Penggunaan obat simvastatin untuk mengurangi resiko stroke, jika
terjadi peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida namun
disertai dengan penurunan kadar HDL akan terdapatya plak-plak berupa lemak
yang mengendap dalam pembuluh darah arteri yang berefek pada gangguan
sirkulasi darah atau aterosklerosis. Akibat aterosklerosis akan mengakibatkan
perubahan pada daerah makovaskuler dan mikrovaskuler. Pemberian simvastatin
dengan dosis 1x20 mg sudah tepat, dimana dosis simvastatin untuk dewasa adalah
20-40 mg satu kali sehari.
Pasien juga mendapatkan terapi neurodex 1x1 tablet. Neurodex
mengandung vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12 yang digunakan sebagai
vitamin berguna untuk menjaga fungsi syaraf tubuh dan mengembalikan fungsi
otot pada tubuh. Pasien juga mendapatkan terapi KSR 1x1 tablet. KSR
mengandung 600 mg kalium klorida digunakan untuk meningkatkan jumlah
kalium pada pasien, karena pada kasus ini kalium pasien berada dibawah rentang
normal.
Pasien juga mendapatkan terapi candesartan. Candesartan merupakan obat
anti hipertensi golongan ARB (Angiostensin receptor Blocker) yang bekerja
dengan cara menghambat reseptor angiostensin II yang mengakibatkan pembuluh
darah mengalami vasodilatasi. Dimana dosis yang digunakan sudah tepat, dimana
penggunaan candesartan maksimal dalam perhari yaitu 32 mg.
Pada kasus ini pasien mengalami efek samping obat mannitol+lasix yaitu
hipokalemia. Hal ini disebabkan karena mannitol dan lasix merupakan golongan
diuretik yaitu dengan memblok klorida yaitu melalui hambatan reabsorbsi
akibatnya hantaran natrium ke collecting tubulus terganggu, reabsorbsi natrium
yang akan menyebabkan perubahan gradien elektrokimia pada sekresi kalium.
Sehingga diperlukan pemantauan dalam penggunaan mannitol+lasix dan
dilakukan pengecekan kadar kalium pasien.
4.2 Edukasi
1. Penjelasan singkat mengenai obat
IVFD NaCl digunakan sebagai terapi untuk perfusi jaringan serebral
Mannitol+lasix digunakan untuk meningkatkan tekanan osmolalitas
didalam pembuluh darah.
47
Ranitidin digunakan untuk terapi profilaksis stress ulcer.
Citicolin digunakan sebagai neuroprotektan.
Simvastatin digunakan untuk stabilasi plak.
Neurodex digunakan sebagai vitamin syaraf dan otot.
Capcam 1 digunakan sebagai antinyeri dan penenang.
Ksr digunakan untuk terapi hipokalemia.
2. Memberikan informasi kepada pasien tentang pentingnya kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat serta mengingatkan keluarga pasien tentang bahaya jika
tidak benar dalam mengkonsumsi obat.
3. Kontrol dan cek tekanan darah, kadar kalium, kadar kolesterol, dan kadar
gula darah secara rutin.
4. Mengatur pola makan yang sehat dengan mengurangi asupan makanan tinggi
lemak dan kolesterol, kandungan gula yang tinggi, bersantan dan berminyak.
5. Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi (karbohidrat :
60-70%, protein : 10-15%, serta lemak : 20-25%)
6. Lakukan kontrol kembali sebelum persediaan obat habis
7. Istirahat yang cukup terlebih dahulu selama 1 minggu setelah keluar dari
rumah sakit dan jangan banyak pikiran
8. Menghilangkan beban pikiran/stress
9. Perbanyak konsumsi air putih
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan pasien didiagnosa menderita stroke hemoragik dan
hipertensi emergensi. Berdasarkan analisis DRP terdapat masalah yaitu adanya
efek samping penggunaan mannitol, sehingga harus dipantau dalam
penggunaannya dan dicek kadar kalium pasien.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengecekan kalium pasien untuk memastikan kadar kalium
tetap dalam batas normal.
Penggunaan simvastatin harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan
olahraga.
49
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al. 2016. Krisis Hipertensi,
dalam Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam, Panduan praktis
klinis cetakan ketiga. InternaPublishing. Jakarta. Hal 426-432.
American Stroke Association. 2019. Type of Stroke.
Aronow, W.S., 2017. Treatment of hypertensive emergencies. Annals of
Translational Medicine. Vol 5.
Bahrudin, M. Neurologi Klinis. Malang : UMM Press.
Dipiro, Joseph T., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer. 2009. Pharmacoterapy
Handbook 7th edition. New York : Mc Graw Hill.
Dipiro, Joseph T., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer. 2015. Pharmacotherapy
HandbookNinth Edition. USA: McGraw-Hill Education.
Elliott, W.J., Rehman, S.U., Vidt, D.G., et al. 2013. Hypertensive Emergencies
and Urgencies. Elsevier Saunders : Philadelphia.
EUSI, The European Stroke Initiative, Executive Committee and the EUSI
Writting Committee. 2003. European Stroke Initiative Recommendations
for Stroke Management-Update 2003, Cerebrovasc. Dis.
Guideline Stroke Tahun 2011. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI). Jakarta. 2011.
Katzung, B. G. 2015. Basic & Clinical Pharmacology. USA: McGraw-Hill
Education.
Kumar, S. 2010. Pathologic Basic of Disease. 8th Edition. Philadelphia :
Elsevier.
Mardjono, M. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta.
Minnerup, J., Sutherland, B. A., Buchan, A. M., Kleinschnitz, C. 2012.
Neuroprotection for Stroke: Current Status and Future Perspectives. Int. J.
Mol. Sci. 13, 11753-11772.
Perdossi. 2011. Guidline Stroke. Jakarta: Perdossi.
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular,
edisi pertama. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia.
50
Price, S. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Jakarta : EGC.
Riskesdas. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan
Secades,J.J., Sabin, J.A., Rubio, F. et al. 2006. Citicolin in intracerebral
haemorrhage : a double-blind, randomized, placebo controlled, multi-
centre pilot study. Cerebrovascular diseases. 21(5-6).
Singh, M., 2011. Hypertensive crisis-pathophysiology, initial evaluation, and
management. Journal of Indian College of Cardiology. Vol 1 (1).
Taylor, D.A., 2015. Hypertensive Crisis: A Review of Pathophysiology and
Treatment. Critical Care Nursing Clinics of North America. Vol 27 (4):
439.
Terry, C. L., dan A. Weaver. 2013. Keperawatan Kritis. Yogyakarta: Rapha.
Publishing.
Whelton P.K, Carey R.M, Aronow W.S, Casery D.E, Collins K.J, Himmelfarb C.
D, et al. 2017. 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/
ASPC/NMA/PCNA Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation,
and Management of High Blood Pressure in Adults: A Report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Clinical Practice Guidelines. Hypertension 2017
Williams B, Mancia G, Spiering W, Rosei EA, Azizi M, Burnier M, et al. 2018
ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension.
Journal of Hypertens. 36:1953-2041.
51