Anda di halaman 1dari 96

FARMAKOTERAPI KARDIOVASKULAR DAN ENDOKRIN

“Analisis Kasus Osteoporosis, Kontrasepsi dan Hormon Pengganti”

Oleh :

Kelompok 6 S1-5B

Dewi Fitriani (1801050)


Meyrika Putri Wandala (1801059)
Miftahul Jannah M (1801060)
Putri Zahra (1801066)
Rahmat Utomo (1801068)
Syalshabillah (1801074)

Dosen Pengampu : Dr. apt. Meiriza Djohari, M. Kes

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Analisis Kasus
Osteporosis, Kontrasepsi, Menopause dan Hormon Pengganti” ini sesuai dengan
waktu yang telah disepakati.Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. apt. Meiriza Djohari, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah
Farmakoterapi Kardiovaskular dan Endokrin yang telah memberikan tugas ini
kepada kami sebagai upaya untuk menambah wawasan dari kami.

Laporan kasus ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang diperoleh
dari buku panduan dan jurnal yang berhubungan dengan “Osteporosis,
Kontrasepsi dan Hormon Pengganti”. Dalam penyusunan laporan kasus ini, kami
selaku penulis mebdapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Terutama dari Ibu Dr. apt. Meiriza Djohari, M.Kes selaku dosen pengampu mata
kuliah Farmakoterapi Kardiovaskular dan Endokrin. Maka pada kesempatan ini,
kami selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini.Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi para
pembaca.Akhir kata semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.

Pekanbaru, 9 Januari
2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................5

1.1 Latar Belakang.............................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................7

1.3 Tujuan............................................................................................................8

1.4 Manfaat..........................................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................9

2.1. Osteoporosis.........................................................................................................9

2.1.1 Definisi.............................................................................................................9

2.1.2 Epidemiologi....................................................................................................9

2.1.3 Etiologi...........................................................................................................11

2.1.4 Faktor Resiko Osteoporosis.........................................................................11

2.1.5 Patofisiologi Osteoporosis............................................................................13

2.1.6 Prognosis........................................................................................................15

2.1.7 Gejala dan Tanda..........................................................................................16

2.1.8 Tata Laksana Terapi....................................................................................17

2.1.9 Terapi Non Farmakologi..............................................................................18

2.1.10 Terapi farmakologi.....................................................................................19

2.2 Kontrasepsi...........................................................................................................31

2.2.1 Pengertian Kontrasepsi................................................................................31

2.2.2 Macam-macam Kontrasepsi........................................................................31

2.2.3 Syarat Pemilihan Kontrasepsi.....................................................................36

3
2.2.4 Sasaran Penggunaan Kontrasepsi...............................................................37

2.2.5 Faktor-Faktor Dalam Memilih Metode Kontrasepsi................................37

2.3 Menopause............................................................................................................39

2.3.1 Pengertian Menopause.................................................................................39

2.3.2 Jenis Menopause...........................................................................................40

2.3.3 Tahapan Menopause.....................................................................................40

2.3.4 Gejala-gejala Fisik, Perubahan Fisik dan Dampak-dampak Psikologis

yang Terjadi pada Setiap Tahap Menopause......................................................41

2.4 Hormon Pengganti / Terapi Sulih Hormone (TSH).........................................44

2.4.1 Pengertian Hormon Pengganti....................................................................44

2.4.2 Manfaat Hormon Pengganti........................................................................44

2.4.3 Prinsip Terapi Hormon Pengganti..............................................................45

2.4.4 Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Hormon Pengganti..........................47

2.4.5 Efek Samping dan Resiko Terapi Hormon Pengganti..............................48

BAB III KASUS.........................................................................................................52

3.1 Kasus 1.........................................................................................................52

3.2 Kasus 2.........................................................................................................66

3.3 Kasus 3.........................................................................................................80

3.4 Kasus 4.........................................................................................................87

BAB IV KESIMPULAN...........................................................................................93

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................95

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi


permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis
merupakan penyakit ditandai dengan massa tulang yang rendah atau berkurang,
disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas tulang yang
dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Wardhana, 2012 dan Hikmiyah dan
Martin, 2013). Osteoporosis memiliki dampak yang cukup parah bagi
kesehatan.Dampak dari penderita osteoporosis yaitu beresiko mengalami
fraktur.Osteoporosis juga menyebabkan kecacatan, ketergantungan pada orang
lain, gangguan psikologis sehingga menurunkan kualitas dan fungsi hidup serta
menigkatkan mortalitas (Hikmiyah dan Martin, 2013).Prevalensi osteoporosis di
dunia masih cukup tinggi.World Health Organization (WHO) menyebutkan
bahwa sekitar 200 juta orang menderita Osteoporosis di seluruh dunia. Pada tahun
2050, diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali lipat pada
wanita dan 3 kali lipat pada pria (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010,
angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 kasus pada
wanita dan pria diatas usia 40 tahun diakibatkan osteoporosis. World Health
Organization (WHO) menunjukkan bahwa 50% patah tulang paha atas ini akan
menimbulkan kecacatan seumur hidup dan menyebabkan angka kematian
mencapai 30% pada tahun pertama akibat komplikasi imobilisasi. Data ini belum
termasuk patah tulang belakang dan lengan bawah serta yang tidak memperoleh
perawatan medis di Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2012).
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya
osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Namun, muncullah gejala seperti, nyeri
terus-menerus yang tak kunjung hilang, tubuh memendek, mudah menderita patah
tulang, terutama tulang pinggul, disertai gejala 3 menopause (panas, banyak

5
keringat, keputihan, dan susah tidur), pascamenopause (pelupa, nyeri tulang
belakang) (Junaidi, 2009).
Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi yang
bertujuan untuk mengatur kehamilan, dan merupakan hak setiap individu sebagai
makhluk seksual (Saifuddin, 2006). Intra Uterine Device(IUD) merupakan salah
satu kontrasepsi yang difasilitasi gratis oleh pemerintah. Kontrasepsi IUD ini
dipasang di dalam uterus yang bekerja dengan merusak kemampuan hidup sperma
dan ovum karena adanya perubahan pada tubadan cairan uterus (Niken, et al.,
2010).Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) selama
periode 1991-2007 menunjukkan pola penggunaan IUDcenderung mengalami
penurunan, yakni 13,3% (SDKI 1997), turun menjadi 6,2% (SDKI 2002-2003)
dan turun lagi menjadi 4,9% (SDKI 2007).
Terapi sulih hormon atau yang juga dikenal dengan Hormone
Replacement Therapy (HRT) merupakan suatu terapi pengganti hormon seks
wanita saat memasuki menopause.Menopause adalah tidak terjadinya periode
menstruasi selama 12 bulan akibat dari tidak aktifnya folikel sel telur. Periode
transisi menopause dihitung dari periode menstruasi terakhir diikuti dengan 12
bulan periode amenorea (tidak mendapatkan siklus haid).Menopause adalah
bagian dari periode transisi perubahan masa reproduktif ke masa tidak
reproduktif. Gejala-gejala yang timbul pada saat wanita mulai memasuki masa
akan menopause adalah vasomotor dan urogenital, misalnya kering vagina dan
dispareunia. Masa sekitar 12 bulan itu dinamakan klimakterium. Sementara
sebelum benar-benar menopause, 5-10 tahun sebelumnya gejala-gejala vasomotor
dan mens yang ireguler ini sudah mulai muncul, dinamakan fase
perimenopause.Meski banyak yang berusia lebih dari 75 tahun, usia rata-rata
penderita menopause ialah 50-51 tahun. Beberapa faktor juga dapat mempercepat
terjadinya menopause, di antaranya merokok, histerektomi, carrier Fragile X,
kelainan autoimun, dan dikabarkan juga akibat tinggal di dataran tinggi.

6
Menopause itu sendiri terjadi secara fisiologis akibatnya hilang atau
berkurangnya sensitivitas ovarium terhadap stimulasi gonadotropin, yang
berhubungan langsung dengan penurunan dan disfungsi folikuler. Oosit di dalam
ovarium akan mengalami atresia ketika siklus reproduksi wanita. Selain itu folikel
juga mengalami penurunan kualitas dan kuantitas folikel secara kritis setelah 20-
25 tahun sesudah menarche.Itu sebabnya pada fase perimenopause dapat terjadi
siklus menstruasi yang ireguler.Selain itu iregularitas menstruasi juga terjadi
akibat fase folikuler pada fase siklus menstruasi yang juga memendek.
Terapi sulih hormon pada dasarnya adalah mengganti hormon estrogen
endogen dalam tubuh yang mulai menurun atau menghilang dengan pemberian
hormon estrogen eksogen.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Osteoporosis, Kontrasepsi, Menopause, dan


Hormon Pengganti?
2. Bagaimana epidemiologi Osteoporosis ?
3. Apa saja etiologi dari Osteoporosis ?
4. Bagaimana patofisiologi Osteoporosis ?
5. Bagaimana prognosis Osteoporosis ?
6. Apa saja gejala dan tanda dari Osteoporosis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan terapi dari Osteoporosis ?
8. Apa saja macam-macam, Syarat Pemilihan, Sasaran Penggunaan,
Faktor-Faktor Dalam Memilih Metode pada Kontrasepsi?
9. Apa saja Jenis, Tahapan, Gejala-gejala fisik, perubahan fisik dan
dampak-dampak psikologis yang terjadi pada setiap tahap dalam
menopause ?
10. Apa Manfaat, Prinsip Terapi, Indikasi dan Kontraindikasi Terapi
Efek Samping dan Risiko Terapi pada Hormone Pengganti?
11. Bagaimana penyelesaian kasus pada pasien Osteoporosis,
Kontrasepsi, Menopause, dan Hormon Pengganti?

7
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari Osteoporosis, Kontrasepsi,


Menopause, dan Hormon Pengganti
2. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi Osteoporosis
3. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari Osteoporosis
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi Osteoporosis
5. Untuk mengetahui bagaimana prognosis Osteoporosis
6. Untuk mengetahui apa saja gejala dan tanda dari Osteoporosis
7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan terapi dari
Osteoporosis
8. Untuk mengetahuimacam-macam, syarat pemilihan, sasaran
penggunaan, faktor-faktor dalam memilih metode pada Kontrasepsi
9. Untuk mengetahui jenis, tahapan, gejala-gejala fisik, perubahan fisik
dan dampak-dampak psikologis yang terjadi pada setiap tahap dalam
menopause
10. Untuk mengetahuimanfaat, prinsip terapi, indikasi dan kontraindikasi
terapi efek samping dan risiko terapi pada hormone pengganti
11. Dapat menyelesaikan kasus pada pasien osteoporosis, kontrasepsi,
menopause, dan hormon pengganti

1.4 Manfaat

Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat sebagai referensi


bagi para pembaca dalam mengetahui informasi yang terkait dengan
osteoporosis

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Osteoporosis
2.1.1 Definisi

Osteoporosis berasal dari kata “osteo” yang berarti tulang, dan “porous”
yang berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis disebut juga
pengeroposantulang. Osteoporosis merupakan satu penyakit skeletal sistemik
yang ditandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya
matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari
jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi
kecendrungan tulang mudah fraktur. Pada tahun 2001, National Institute of
Health (NIH) mengusulkan definisi untuk osteoporosis sebagai penyakit
kerangka sistemik yang ditandai dengan kekuatan tulang yang terganggu
mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap patah tulang.

2.1.2 Epidemiologi

Osteoporosis dipertimbangkan sebagai masalah kesehatan publik yang


serius. Saat ini,diperkirakanbahwasekitar200jutaorang di dunia menderita penyakit
ini.Prevalensi osteoporosis pada perempuan 4 kali lebih tinggi dibanding padapria.
Data Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun 2006 menunjukkan prevalensi
osteoporosis sebesar 10,3% dan prevalensi osteopenia sebesar 41,7%, berarti 2
dari 5 penduduk Indonesia berisiko osteoporosis. Menurut data “Indonesia White
Paper” PEROSI, prevalensi osteoporosis pada tahun 2007 mencapai 28,8% untuk
pria dan 32,3% untuk perempuan. Penelitian Departemen Kesehatan (Depkes)
menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis adalah 19,7%,
sedangkanprevalensiosteopeniadiIndonesia mencapai41,7%. Osteoporosis
menyebabkan 8,9 juta fraktur setiaptahun(kejadianfraktursetiap3detik).Sebanyak 1
dari 3 perempuan dan 1 dari 5 pria osteoporosis berusia di atas 50 tahun
mengalami fraktur.Pada perempuan usia di atas 45 tahun, osteoporosis

9
menyumbang lebih banyak hari dirawat di rumah sakit dibanding penyakit lain
termasuk diabetes, infarkmiokardium,dankankerpayudara.
Sekitar 0,3 juta patah tulang pinggul per tahun di A.S. dan 1,7 juta patah
tulang pinggul di Eropa. Dengan diperkenalkannya pengobatan yang sudah
tersedia, dan pesan pencegahan yang jelas, angka patah tulang pinggul tahunan
di awal tahun 2000-an mulai menurun. Namun, pada tahun 2015 angka tersebut
telah mendatar dan cenderung meningkat, menyusul pelaporan luas dari fraktur
femoralis atipikal pada pasien yang diobati dengan bifosfonat dan denosumab.
Hampir semua patah tulang pinggul dapat dikaitkan dengan osteoporosis, baik
primer maupun sekunder.Selain itu, di sebagian besar, jika tidak semua kasus,
jatuh adalah peristiwa utama yang menyebabkan patah tulang.Rasio patah tulang
pinggul wanita dan pria adalah sekitar 2: 1.0. Tidak mengherankan, terjadinya
patah tulang ini meningkat secara eksponensial seiring bertambahnya usia.
Sebaliknya, kejadian patah tulang pergelangan tangan di Inggris dan Amerika
Serikat berkisar dari sekitar 400-800 per 100.000 wanita tetapi relatif stabil
selama beberapa dekade kehidupan yang lebih tua. Wanita jauh lebih mungkin
menderita patah tulang Colle daripada pria (yaitu rasio naik 10:1 pada usia 75).
Fraktur kompresi pada vertebra jauh lebih sulit diperkirakan karena seringkali
asimtomatik. Perkiraan terbaik adalah bahwa lebih dari satu juta wanita
pascamenopause Amerika akan menderita patah tulang belakang dalam satu
tahun. Rasio kejadian wanita dan pria kira-kira 2: 1.Selain itu, fraktur simptomatik
dan radiografi (morfometri) dikaitkan dengan morbiditas dan kecacatan yang
signifikan.Akhirnya, perkiraan tentang prevalensi penyakit pada wanita dan pria
tanpa patah tulang, menempatkan jumlah keseluruhan pada hampir 25 juta orang
Amerika dan banyak lagi di seluruh dunia.

10
Penelitian di Puskesmas Melur Pekanbaru tahun 2013 menunjukkan
bahwa dari 98 lansia yang berumur lebih dari 60 tahun, yang menderita
osteoporosis adalah 58 orang (59,2%) sedangkan dari 64 orang yang berumur
≤60 tahun, yang menderita osteoporosis 13 orang (20,3%). Dilihat dari 77
orang responden yang berjenis kelamin wanita, yang menderita osteoporosis 41
orang (53,2%), sedangkan 85 orang yang berjenis kelamin pria, yang menderita
osteoporosis 30 orang (35,3%).

2.1.3 Etiologi

1. Pengaruh Kepadatan Tulang dan Kualitas Tulang


Kekuatan tulang ditentukan oleh sifat struktural dan material yang mem
pengaruhi kualitas tulang secara keseluruhan. Sifat material tulang term
asuk mineralisasi (rasio mineral-ke-matriks dan ukuran kristal), kompos
isi kolagen (tipe dan ikatan silang), dan akumulasi kerusakan (seperti fr
aktur mikro). Komponen kekuatan tulang ini dipengaruhi oleh kecepata
n pergantian tulang, di mana tulang lama diserap kembali dan tulang bar
u dibuat
2. Pada wanita yang lebih tua, kelainan dalam proses remodeling tulang m
embahayakan sifat-sifat ini, meningkatkan kecenderungan untuk patah t
ulang.
3. Selain itu, defisiensi estrogen setelah menopause telah dikaitkan dengan
percepatan kehilangan tulang dan perombakan tulang, yang menyebabk
an peningkatan substansial dalam risiko patah tulang.
4. Penurunan tingkat estrogen meningkatkan resorpsi tulang dengan memp
erpanjang rentang hidup osteoklas dan menurunkan pembentukan tulan
g dengan memperpendek rentang hidup osteoblas.

2.1.4 Faktor Resiko Osteoporosis

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah/dimodifikasi:


- Usia lanjut

11
Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi organ tubuh
termasuk penyerapan kalsium oleh usus; penurunan estrogen atau
testosteron akibat penuaan juga meningkatkan risiko osteoporosis.
Selain itu, pada usia lanjut terjadi peningkatan hormon paratiroid.„
- Jenis kelamin, di mana risiko pada perempuan lebih tinggi
Osteoporosis lebih banyak pada perempuan karena pengaruh
penurunan estrogen yang sudah dimulai sejak usia 35 tahun
- Perempuan hamil juga berisiko osteoporosis karena proses
pembentukan janin yang membutuhkan banyak kalsium.„
- Riwayat osteoporosis keluarga kandung (genetik)„
- Ras
Ras Asia dan Kaukasia atau orang kulit putih memiliki risiko lebih
besar untuk mengalami osteoporosis, karena secara umum
konsumsi kalsiumnya rendah, intoleransi laktosa, dan menghindari
produk hewan. Sedangkan ras kulit hitam dan Hispanik memiliki
risiko mengalami osteoporosis yang lebih rendah.„
- Penurunan hormon estrogen atau testosteron akibat penuaan
2. Faktor risiko yang dapat diubah/dimodifikasi:„
- Berat badan yang rendah dan struktur tulang yang kecil„
- Kurang aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik dapat menghambat aktivitas osteoblas
sehingga densitas tulang akan berkurang.„
- Kurang paparan sinar matahari„
- Kurang asupan kalsium
Jika asupan kalsium kurang, tubuh akan mengeluarkan hormon
yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk
tulang.„
- Merokok
Zat nikotin dalam rokok bisa mempercepat resorpsi tulang dan
menurunkan kadar dan aktivitas estrogen, sehingga meningkatkan
risiko osteoporosis.„

12
- Konsumsi minuman tinggi kafein dan alcohol
Kafein dan alkohol dapat menghambat proses pembentukan massa
tulang dan menyebabkan terbuangnya kalsium bersama urin,
sehingga menyebabkan pengeroposan tulang„
- Penggunaan obat tertentu jangka panjang (kortikosteroid,
antikejang, antikoagulan, methotrexate)
Kortikosteroid dapat menghambat aktivitas osteoblas sehingga
meningkatkan risiko osteoporosis.

2.1.5 Patofisiologi Osteoporosis

Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumla


h dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteobla
s (sel pembentuk tulang). Keadaan ini mengakikatkan penurunan massa tul
ang. Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel osteoklas m
eningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu :

1. Defisiensi estrogen
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteo
blas, dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol
sel tersebut, mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interle
ukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha
(TNF-a), merupakan sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di l
ain pihak estrogen meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b
(TGF-b ), yang merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growth facto
r)yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lub
ang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblast merup
akan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa fakto
r pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas, sekalipun secara tidak l
angsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada sel osteoklas.
Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang san
gat penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel os

13
teoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari
kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin
utamanya oleh sel osteoblast. estrogen mempunyai efek terhadap sel os
teoklas, bisa memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsun
g. Secara tidak langsung estrogen mempengaruhi proses deferensiasi, akt
ivasi, maupun apoptosis dari osteoklas. Sedangkan efek langsung dari est
rogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel oste
oklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya dife
rensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa
2. Faktor sitokin
Diantara group sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis ant
ara lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncost
atin M (OSM), Ciliary Neurotropic Factor (CNTF), Tumor Necrosis Fa
ctor (TNF), Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-C
SF), dan Macrophage-Colony dan Stimulating Factor (M-CSF).
3. Pembebanan
Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stre
s mekanik dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan
efek pada jaringan tulang yaitu membentukan tulang pada permukaan peri
osteal sehingga memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang
mengurangi penyerapan tulang. Dengan demikian pembebanan mekani
k dapat memperbaiki ukuran, bentuk, dan kekuatan jaringan ulang den
gan memperbaiki densitas jaringan tulang dan arsitektur tulang.
4. Osteoporosis disebabkan oleh ketidakseimbangan resorpsi tulang
dan pembentukan kembali tulang yang menyebabkan penurunan massa
tulang. Pada kebanyakan individu, massa tulang mencapai puncaknya
pada dekade ketiga, setelah itu resorpsi tulang melebihi pembentukan
tulang. Kegagalan mencapai massa tulang puncak normal atau percepatan

14
pengeroposan tulang dapat menyebabkan osteoporosis

2.1.6 Prognosis

Jika osteoporosis terdeteksi sejak dini dan diobati, hasilnya


bagus.Namun, jika kondisinya tetap tidak diobati dapat menyebabkan
nyeri kronis dan patah tulang.Risiko osteoporosis dapat diturunkan dengan
penggunaan bifosfonat, olahraga, dan diet kaya kalsium.Sayangnya,
bifosfonat tidak hanya mahal tetapi juga memiliki efek samping yang
serius.Selain itu, apakah mereka dapat mengurangi patah tulang masih
diperdebatkan.Secara keseluruhan, wanita pascamenopause tetap berisiko
tinggi mengalami patah tulang pinggul, yang sering mengakibatkan
pemulihan yang berkepanjangan dan penempatan panti jompo (Varacallo
et al, 2020).
Fraktur vertebra juga sering terjadi dan dapat menyebabkan kifosis,
nyeri kronis, gangguan pernapasan, dan risiko tinggi untuk

15
mengembangkan pneumonia.Kebanyakan pasien kehilangan kemampuan
untuk hidup mandiri karena tulang tidak dapat berfungsi (Varacallo et al,
2020).

2.1.7 Gejala dan Tanda

Bila tidak disertai dengan penyakit pemberat lain (komplikasi),


penderita osteoporosis bisa saja tidak merasakan gejala apapun (Guyton,
1996).Osteoporosis merupakan “silent disease” karena tidak memiliki
tanda dan gejala kecuali jika terjadi fraktur.Fraktur dapat berakibat rasa
nyeri, deformitas tulang, kecacatan, bahkan kematian (Hi’miyah dan
Martini, 2013).Penyakit osteoporosis terjadi secara progresif selama
bertahun-tahun tanpa disertai gejala.Gejala timbul pada tahap lanjut seperti
patah tulang, punggung yang semakin membungkuk, hilangnya tinggi
badan, atau nyeri punggung. Berkurangnya kepadatan tulang akan
mengakibatkan tulang mudah hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan
kelainan bentuk tulang. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri
punggung menahun (Depkes, 2004).
Osteoporosis ditandai oleh dua hal yaitu pertama densitas
(kepadatan) tulang berkurang, kemudian kedua kualitas tulang
menurun.Densitas tulang yaitu berapa gram mineral per volume
tulang.Sedangkan kualitas tulang menyangkut arsitektur, penghancuran,
dan pembentukan kembali (mineralisasi) tulang (Limbong dan Syahrul,
2015).
Manifestasi umum osteoporosis meliputi penurunan tinggi badan,
kifosis, lordosis, nyeri pada tulang, atau fraktus, biasanya pada vertebrata,
pinggul, atau lengan bagian bawah.Fraktur dapat terjadi karena
pembengkokan, pengangkatan, atau jatuh, atau tidak tergantung dari
aktivitas apapun.Fraktur pada vertebrata merupakan hal yang paling sering
terjadi dan fraktur berulang dapat berakibat pada kifosis dorsal dan
lordosis.Kolaps atau kerapuhan vertebrata jarang mengakibatkan kompresi
ikatan spinal.Perubahan pada dada dapat mengakibatkan komplikasi

16
pulmonari dan kardiovaskuler.Nyeri fraktur akut biasanya daapt diatasi
dalam 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur dimanifestasikan sebagai rasa nyeri
yang dalam dan dekat dengan tempat patahan (ISO Farmakoterapi, 2014)

2.1.8 Tata Laksana Terapi

Osteoporosis tidak bisa disembuhkan, namun perlu mendapat


penatalaksanaan untuk meningkatkan bmd, menghambat pengeroposan
tulang, dan mencegah atau menurunkan risiko fraktur.Meskipun telah
tersedia terapi yang efektif, namun osteoporosis sering kurang terdiagnosis
dan kurang mendapat terapi optimal, selain itu tingkat kepatuhan pasien
terhadap terapi dan kontrol yang masih rendah.
Dalam algoritma penatalaksanaan osteoporosis pasca-menopause,
penentuan risiko fraktur mencakup pengukuran bmd tulang belakang
lumbal dan tulang panggul, serta memasukkan nilai bmd panggul atau
leher tulang paha ke dalam frax tool. Dengan algoritma frax tersebut,
risiko dikategorikan sebagai berikut :
 Risiko rendah, jika tidak ada fraktur tulang panggul atau tulang
belakang sebelumnya, skor t bmd tulang panggul dan tulang
belakang > -1,0, dan risiko fraktur tulang panggul 10 tahun -2,5,
atau risiko fraktur tulang panggul 10 tahun <3% dan risiko fraktur
osteoporosis utama 10 tahun <20%.
 Risiko sedang, jika tidak ada fraktur tulang panggul atau tulang
belakang sebelumnya, skor t bmd tulang panggul dan tulang
belakang > -2,5, atau risiko fraktur tulang panggul 10 tahun <3%
dan risiko fraktur osteoporosis utama 10 tahun <20%.
 Risiko tinggi, jika ada fraktur tulang panggul atau tulang belakang
sebelumnya, atau skor t bmd tulang panggul dan tulang belakang ≤
-2,5 atau risiko fraktur tulang panggul 10 tahun ≥3% atau risiko
fraktur osteoporosis utama 10 tahun <3% dan risiko fraktur
osteoporosis utama 10 tahun ≥20%

17
 Risiko sangat tinggi, jika ada fraktur tulang belakang multipel dan
t-skor bmd tulang panggul atau tulang belakang≤ -2,5.

Tujuan Pengobatan:

Tujuan utama perawatan osteoporosis adalah pencegahan.


Mengoptimalkan puncak massa tulang ketika muda mengurangi insiden
osteoporosis di masa depan. Apabila massa tulang rendah atau
osteoporosis berkembang, tujuannya adalah untuk menstabilkan atau
meningkatkan tulang massa dan kekuatan dan mencegah patah tulang.

Tujuan pada pasien dengan fraktur osteoporotik termasuk


mengurangi rasa sakit dan kelainan bentuk, meningkatkan fungsi,
mengurangi jatuh dan patah tulang, dan meningkatkan kualitas hidup.

2.1.9 Terapi Non Farmakologi

1. Semua individu harus memiliki diet seimbang dengan asupan kalsium


dan vitamin D (Tabel 3–1).
2. Konsumsi alkohol tidak boleh melebihi 1 hingga 2 minuman per hari
untuk wanita dan 2 hingga 3 minuman per hari untuk pria.
3. Idealnya, asupan kafein harus dibatasi hingga dua atau lebih sedikit
porsi per hari.

18
4. Penghentian merokok membantu mengoptimalkan massa tulang
puncak, meminimalkan keropos tulang, dan pada akhirnya mengurangi
risiko fraktur.
5. Latihan aerobik dan penguatan berat badan dapat menurunkan risiko
jatuh dan patah tulang dengan meningkatkan kekuatan otot, koordinasi,
keseimbangan, dan mobilitas.
6. Program pencegahan jatuh yang multifaktorial dapat mengurangi jatuh,
patah tulang, cedera, dan panti jompo dan penerimaan rumah sakit.
7. Vertebroplasty dan kyphoplasty melibatkan injeksi semen ke dalam
vertebra retak untuk pasien dengan rasa sakit yang melemahkan dari
fraktur kompresi. Prosedur dapat mengurangi rasa sakit untuk beberapa
pasien tetapi mungkin juga dikaitkan dengan komplikasi.

2.1.10 Terapi farmakologi

Terapi farmakologi sebaiknya dimulai pada:


 Pasien dengan osteopenia „
 Pasien dengan riwayat fraktur osteoporotik pada panggul atau
spinal
 Pasien dengan t-score ≤ -2,5 „
 Pasien dengan t-score antara -1 dan -2,5 jika probabilitas 10 tahun
frax® (fracture risk assessment tool) untuk fraktur panggul ≥3%
dan osteoporotik mayor ≥20%.
a. Golongan Suplemen

Obat Bentuk Dosis Perhatian


Sediaan Khusus

200-1200 mg/hari (sesuai Direkomendasika


variasi umur) n untuk makan
Calcium Oral terlebih dahulu
Untuk sediaan immediate
release <500-600mg

Vitamin D Tablet, Asupan harian : 400-800 D3 memiliki


Kapsul, unit/hari sedikit
D3(Cholecalcif

19
keuntungan di
atas
Gummies Kekurangan vitamin D:
, Drops, D2 untuk
erol) 50.000
Solution, meningkatkan
D2 Spray, unit secara oral 1-2 kali konsentrasi
(Ergocalciferol Cream serum
selama 8–12 minggu;
) dan 25(OH) vitamin
Lotion. ulangi sesuai kebutuhan
D

b. Golongan Antiresorptive (Bisphosphonates)

Obat Bentuk Dosis Perhatian


Sediaan

Alendronate Tablet, Tablet 10 mg-70 mg sehari Dosis 70 mg tersedia


Effervescent sebagai
Untuk pencegahan: 5
mg secara oral setiap tablet, tablet effervescent,
hari
cairan oral atau kombinasi
atau 35 mg mingguan
tablet dengan 2800 atau
oral
5600

unit vitamin D3.

Diberikan di pagi hari

pada perut kosong dengan

6–8 ons air biasa. Tetap


pertahankan posisi duduk
atau berdiri minimal selama
30 menit setelah minum

20
obat.

150 mg secara oral


perbulan, 3 mg per
Ibandronat Pemberian sama dengan
Tablet triwulan. Untuk
e Alendronate
pencegahan 150 mg
perbulan

5 mg secara oral
setiap hari, 35 mg Dosis 35 mg juga tersedia
secara oral mingguan,
Risedronate Tablet 150 mg per bulan dalam bentuk lepas tertunda

secara oral

5 mg intravena infus
tahunan
Kontraindikasi jika CrCl
Zolendronic Pencegahan: 5 mg <35
IV (Infus)
Acid intravena infus setiap
2 tahun mL/menit

c. RANK Ligand Inhibitor

Obat Bentuk Sediaan Dosis

60 mg secara subkutan
Denosumab Subcutan (SC)
setiap 6 bulan

21
d. Agonis Esterogen dan Antagonis and Tissue Selective
Esterogen Complex

Obat Bentuk Sediaan Dosis Perhatian

Raloxifene Tablet Salut Selaput Sehari 60 mg

Bazedoxifene Juga dapat digunakan


20 mg
with CEE untuk mengurangi
Tablet ditambah 0,45
(conjugated risiko hiperplasia
mg CEE
equin esterogen) endometrium

e. Kalsitonin

Obat Bentuk Sediaan Dosis

200 units (1 spray) intranasal


Spray, Intranasal,
Kalsitonin perhari, alternating nares 100
Subcutan
units SC sehari

f. Recombinant human parathyroid hormone (PTH 1–34 units)

Obat Bentuk Sediaan Dosis Perhatian

Dosis pertama pada


malam hari. Obat di
20 mcg SC sehari
Teriparatide Subkutan (SC) dinginkan sebelum
hingga 2 tahun
dan setelah di
gunakan.

22
Berdasarkan cara kerjanya, obat osteoporosis terdiri dari:

 Antiresorptive agent merupakan obat yang menurunkan


kehilangan massa tulang.
Contoh: bisphosphonate, calcitonin, strontium ranelate,
denosumab „
 Anabolic agent merupakan obat yang meningkatkan massa tulang:
estrogen atau terapi sulih hormon, selective estrogen receptor
modulator (misal: raloxifene), teriparatide

Pemberian obat anti-osteoporosis sebaiknya tetap disertai asupan


kalsium dan vitamin d yang cukup serta menghindari faktor risiko
osteoporosis seperti tidak merokok dan tidak minum alkohol, serta
olahraga yang cukup dan menghindari risiko terjatuh atau fraktur.

1. Antiresorptive agent
1) Bisphosphonate
Bisphosphonate oral merupakan obat yang efektif, terjangkau,
dengan data keamanan jangka panjang untuk sebagian besar senyawa. Jika
tidak ada kontraindikasi spesifik, bisphosphonate oral dipertimbangkan
sebagai terapi farmakologi lini pertama untuk perempuan pasca-
menopause dengan risiko tinggi fraktur, dan telah disetujui fda untuk
osteoporosis yang disebabkan oleh glucocorticoid. Bisphosphonate bekerja
mempengaruhi jalur intraseluler spesifik pada osteoklas yang
menyebabkan toksisitas seluler. Secara spesifik, obat ini mengikat
hidroksiapatit dan menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas melalui
beberapa cara, yaitu sitotoksik atau injuri metabolik pada osteoklas matur,
menghambat penempelan osteoklas pada tulang, menghambat diferensiasi
dan rekrutmen osteoklas, serta mempengaruhi struktur osteoklas yang
diperlukan untuk resorpsi tulang (komponen sitoskeleton).
Jenis bisphosphonate berdasarkan generasinya:
1. Generasi pertama: etidronate, clodronate
2. Generasi kedua: alendronate, pamidronate

23
3. Generasi ketiga: risedronate, ibandronate, zoledronate,
minodronate

Terdapat 2 subkelas bisphosphonate:

1. Nitrogen containing bisphosphonate (nbp; misal: alendronate,


ibandronate, pamidronate, risedronate, zoledronate) nbp
menghambat enzim farnesyl pyrophosphate synthase (fpps) pada
jalur metabolik mevalonic acid yang terlibat dalam pembentukan
dan fungsi osteoklas, sehingga osteoklas tidak aktif dan
menginduksi apoptosis osteoklas.
2. Non-nitrogen containing bisphosphonate (nnbp; misal: etidronate).
Nnbp bekerja melalui pembentukan metabolit yang membentuk
analog atp toksik yang menginduksi apoptosis osteoklas.

Bisphosphonate memiliki keterbatasan, yaitu:

1. Dikontraindikasikan pada pasien dengan hipokalsemia, kelainan


esofagus, atau tidak bisa bertahan dalam posisi tegak (tidak
berbaring) minimal selama 30 menit (pada pemberian oral), dan
jika gfr <30-35ml/menit (pada pemberian intravena).
2. Dapat menyebabkan efek samping iritasi esofagus, hipokalsemia,
nyeri muskuloskeletal, dan fraktur atipikal yang mungkin
disebabkan oversupresi turnover tulang.
3. Penggunaan jangka panjang nbp terus-menerus dapat
menyebabkan osteonecrosis of the jaw, khususnya pada pasien
yang baru menjalani operasi maksilofasial atau rongga mulut,
sehingga dianjurkan: „
 Pasien dengan risiko rendah fraktur, obat dihentikan (“drug
holiday”) setelah terapi 3-5 tahun.
 Pasien dengan risiko tinggi fraktur, terapi diteruskan selama 10
tahun, kemudian “drug holiday” selama 1-2 tahun.

24
Pilihan pertama terapi bisphosphonate adalah regimen oral
alendronate atau risedronate diminum sekali seminggu saat perut kosong
pada pagi hari dengan minimal 240 ml air untuk meningkatkan absorpsi;
pasien harus dalam posisi tegak dan tidak makan atau minum selama
minimal 30 menit setelah minum obat untuk mengurangi efek samping
gastrointestinal.Jika ada kontraindikasi atau kurang ditoleransi, dapat
diberikan zoledronic acid atau ibandronate intravena.Bisphosphonate
sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah fraktur dan tidak dihentikan pada
pasien fraktur osteopatik yang mendapat obat kurang dari 5 tahun karena
berpotensi memperlambat penyembuhan.

Di antara bisphosphonate, potensi antiresorpsi/ penghambatan pffs


clodronate < etidronate < pamidronate < alendronate < ibandronate <
risedronate < zoledronate = minodronate. Sedangkan afinitas terhadap
hydroxyapatite : risedronate < minodronate < zoledronate < alendronate.
Namun, hasil meta-analisis menunjukkan bahwa manfaat menurunkan
risiko fraktur vertebra antara alendronate, risedronate, ibandronate, dan
zoledronic acid tidak berbeda bermakna.

2) Calcitonin
Calcitonin menghambat resorpsi tulang dengan meningkatkan
aktivitas osteoblas dan dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua jika obat
lini pertama tidak dapat ditoleransi atau tidak efektif.Studi menunjukkan
bahwa calcitonin meningkatkan bmd lumbal dan menurunkan petanda
biologi turnover tulang, namun tidak mencegah fraktur baru tulang
vertebra, non-vertebra, dan panggul. Calcitonin tersedia dalam bentuk
injeksi dan intranasal dengan dosis 100 iu subkutan 2 hari sekali atau 200
iu intranasal sekali sehari.
3) Strontium ranelate
Obat ini menghambat fungsi osteoklas dan memicu diferensiasi
dan proliferasi osteoblas melalui calcium sensing receptor (casr) yang
menyebabkan peningkatan bmd, meskipun tidak terkait erat dengan
penurunan bermakna risiko fraktur. Obat ini telah disetujui di eropa untuk

25
terapi pada pria dan perempuan pasca-menopause dengan osteporosis berat
yang tidak bisa mentoleransi obat lain. Efek samping paling sering adalah
kejadian kardiovaskular, tromboembolisme, infark miokardium, gangguan
gastrointestinal, dan gangguan saraf seperti sakit kepala, kejang, dan
gangguan memori. Karena berisiko tinggi pada kardiovaskular, strontium
ranelate dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua untuk osteoporosis,
hanya jika obat lain tidak cocok dan tidak ada kontraindiaksi.
4) Denosumab
Denosumab merupakan fully human monoclonal antibody pertama
yang secara spesifik mengikat rankl untuk menghambat pembentukan dan
aktivasi osteoklas, yang menghambat resorpsi tulang.Denosumab telah
disetujui untuk terapi osteoporosis pada perempuan pasca-menopause dan
pria risiko tinggi fraktur karena memiliki efikasi tinggi dalam menurunkan
fraktur tulang belakang dan tulang panggul.Pemberian denosumab
subkutan setiap 6 bulan dapat menekan resorpsi tulang sebesar 80-
90%.Denosumab bisa digunakan sebagai terapi lini pertama pada pasien
yang tidak toleran terhadap bisphosphonate oral atau pasien gagal
ginjal.Denosumab ditoleransi dengan baik dan tidak menyebabkan
osteonecrosis of the jaw dan fibrilasi arteri, namun kondisi hipokalsemia
dan defisiensi vitamin d harus diatasi terlebih dahulu sebelum mulai dan
selama terapi denosumab.
Denosumab subkutan dua kali setahun selama 36 bulan dikaitkan
dengan penurunan risiko fraktur tulang vertebra, non-vertebra, dan
panggul pada perempuan dengan osteoporosis. Hasil studi decide
(determining efficacy: comparison of initiating denosumab versus
alendronate) juga menunjukkan bahwa denosumab sc 60 mg/6 bulan lebih
efektif meningkatkan bmd dibandingkan alendronate oral 70 mg/minggu.
Peralihan ke denosumab dapat ditoleransi dengan baik dan lebih efektif
meningkatkan bmd dan menurunkan turnover tulang dibandingkan
risedronate pada perempuan pasca-menopause yang sebelumnya diterapi
alendronate dengan kepatuhan suboptimal.Denosumab sebanding dengan

26
zoledronic acid dalam efektivitas (menurunkan risiko fraktur non-vertebra)
dan keamanan (risiko infeksi serius dan cvd) dalam 1 tahun terapi.

Denosumab tidak direkomendasikan untuk terapi preventif


osteoporosis perempuan pramenopause dan anak-anak, dan tidak
digunakan dalam kombinasi dengan obat osteoporosis lainnya.Karena
denosumab menghambat ikatan rankl pada rank, yang diekspresikan pada
limfosit t, limfosit b, dan sel dendritik selain pra-osteoklas, pernah
dilaporkan peningkatan risiko infeksi.

5) Romosuzumab
Obat ini merupakan antibodi terhadap sclerostin yang
memperlambat pembentukan tulang baru dan telah disetujui untuk terapi
osteoporosis pada perempuan pascamenopause dengan risiko tinggi
fraktur.Romosuzumab merupakan satu-satunya obat yang punya efek
meningkatkan pembentukan tulang dan menurunkan resorpsi tulang,
sehingga menurunkan risiko fraktur dengan cepat.Studi menunjukkan
bahwa risiko fraktur vertebra, lengan, atau tungkai lebih rendah pada
penggunaan romosuzumab dibandingkan alendronate setelah 12 bulan
terapi, dengan efek samping sebanding.
2. Anabolic agent
1) Terapi sulih estrogen
Reseptor estrogen α dan β berperan dalam apoptosis osteoklas,
sehingga terapi sulih hormon estrogen progestin dengan tibolone efektif
mencegah osteoporosis pada perempuan pasca-menopause.Studi
menunjukkan perubahan bmd tulang lumbal, panggul, leher femur, dan
menurunkan petanda turnover tulang setelah 2 tahun terapi. Namun,
karena berpotensi meningkatkan risiko gangguan tromboemboli, kanker
payudara, cardiac event, stroke, dan kanker endometrium, terapi sulih
estrogen tidak untuk terapi preventif osteoporosis lini pertama, dan harus
diberikan dengan dosis efektif terendah dalam periode singkat, serta tidak
dihentikan mendadak karena meningkatkan risiko fraktur osteoporotik.

27
2) Serm
Selective estrogen receptor modulator merupakan obat sintetik
non-steroidal dengan efek yang sama seperti estrogen pada tulang dan
kardiovaskular, tetapi tanpa efek buruk pada payudara dan endometrium.
Obat serm yang paling sering untuk pencegahan osteoporosis perempuan
pascamenopause adalah raloxifene, lasofoxifene, dan bazedoxifene, yang
saat ini telah disetujui fda. Obat ini secara tipikal digunakan dalam
kombinasi dengan estrogen terkonjugasi. Serm menurunkan fraktur
vertebra pada perempuan osteoporosis dengan meningkatkan massa tulang
trabekular pada skeleton aksial, tetapi secara statistik tidak bermakna
dalam menurunkan risiko fraktur non-vertebra atau tulang panggul
dibandingkan plasebo. Lebih lanjut, raloxifene juga meningkatkan
porositas kortikal.Selain osteoporosis, serm juga efektif mencegah dan
mengobati kanker payudara perempuan pramenopause tetapi
meningkatkan risiko stroke, tromboembolisme, kram tungkai, dan gejala
vasomotorik pada perempuan pasca-menopause.Oleh karena itu, serm
dikontraindikasikan untuk pencegahan dan terapi osteoporosis pada
perempuan pra-menopause, namun sebagai terapi lini pertama untuk
pencegahan osteoporosis pada perempuan pasca-menopause.
3) Teriparatide
Teriparatide merupakan recombinant human parathyroid hormone
yang disebut pth peptide dan satu-satunya obat anabolik yang saat ini
disetujui untuk terapi osteoporosis yang menstimulasi pembentukan tulang
osteoblastik, sehingga memperbaiki kualitas dan massa tulang. Obat ini
mengaktivasi osteoblas dengan mengikat reseptor pth/ pthrp tipe 1,
sehingga secara langsung menstimulasi pembentukan tulang pada lokasi
remodelling aktif dan permukaan tulang yang tidak aktif sebelumnya, serta
menginisiasi lokasi remodelling baru.
Studi menunjukkan peningkatan petanda biokimia pembentukan
tulang yang cepat selama bulan pertama terapi teriparatide tanpa disertai
peningkatan resorpsi tulang.Teriparatide diberikan secara injeksi subkutan
20 mcg/hari.Studi menunjukkan bahwa teriparatide lebih efektif

28
menurunkan risiko fraktur vertebra dan meningkatkan bmd lumbal dan
columna femoris dalam jangka panjang pada perempuan pasca-menopause
dengan osteoporosis dibanding bisphosphonate. Selain itu, teriparatide
juga lebih efektif menurunkan risiko fraktur vertebra dan meningkatkan
bmd lumbal, collumna femoris, dan panggul pasien osteoporosis akibat
glukokortikoid dibanding bisphosphonate, namun tidak menurunkan risiko
fraktur nonvertebra jika dibandingkan bisphosphonate.
4) Abaloparatide
Abaloparatide merupakan 34-amino acid peptide yang secara
selektif mengikat konformasi rg dari reseptor pth tipe 1 dan menunjukkan
efek poten pada aktivitas anabolik yang menyebabkan resorpsi tulang yang
lebih rendah dibanding teriparatide. 40-42 studi fase 2 pada 222
perempuan pascamenopause dengan osteoporosis selama 24 minggu
menunjukkan bahwa abaloparatide 80 mcg/hari dikaitkan dengan
peningkatan bmd secara bermakna pada tulang panggul total, leher tulang
paha, dan tulang lumbal dibandingkan dengan plasebo. Peningkatan bmd
pada tulang panggul total 2,6% dengan abaloparatide 80 mcg/hari yang
secara bermakna lebih tinggi dibanding teriparatide (0,5%, p=0,006). Studi
active (abaloparatide comparator trial in vertebral endpoints) fase 3 selama
18 bulan menunjukkan bahwa abaloparatide meningkatkan bmd dan
menurunkan risiko fraktur vertebra dan nonvertebra dibandingkan
plasebo.Abaloparatide juga meningkatkan bmd non-vertebra dan
menurunkan risiko fraktur osteoporotik mayor dibandingkan dengan
teriparatide.
5) Kalsium dan vitamin D
Suplementasi kalsium dan vitamin d berperan penting dalam
tatalaksana osteoporosis, tetapi tidak cukup untuk menurunkan risiko
fraktur.Rekomendasi asupan vitamin d berdasarkan manfaat kombinasi
kalsium dan vitamin d untuk kesehatan skeletal. Secara umum, asupan
harian yang direkomendasikan pada perempuan osteoporosis pasca-
menopause adalah 1200 mg kalsium (asupan total dari makanan dan
suplemen) dan 800 iu vitamin d.

29
Panduan terapi Penggunaan Obat

1. Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur:


bisphosphonate (alendronate, risedronate, zoledronic acid, ibandronate)
dan denosumab sebagai terapi awal alternatif „
2. Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko sangat tinggi fraktur
(fraktur vertebra berat/multipel): teriparatide atau abaloparatide „
3. Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur, risiko dvt
rendah dan tidak cocok dengan bisphosphonate atau denosumab, atau
dengan risiko tinggi kanker payudara: raloxifene atau bazedoxifene „
4. Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur dengan
histerektomi, usia ≤ 60 tahun, 10 tahun menopause, risiko dvt rendah,
tidak cocok dengan bisphosphonate atau denosumab, dengan gejala
vasomotor/klimaterik, tanpa mi/stroke/kanker payudara: estrogen atau
tibolone „
5. Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur, tidak bisa
mentoleransi/tidak cocok dengan raloxifene, bisphosphonate, estrogen,
tibolone, denosumab, abaloparatide, atau teriparatide: calcitonin „
6. Kalsium 1000-1200 mg/hari dan vitamin d 1000 iu/hari sebagai adjuvan
terapi osteoporosis

30
2.2 Kontrasepsi

2.2.1 Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu


dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi
merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas.(Prawirohardjo,
2006).

2.2.2 Macam-macam Kontrasepsi

Jenis kontrasepsi dapat dikelompokkan menurut pemakainya, metodenya,


serta tujuan pemakaiannya (Puspitasari, 2008).
a. Berdasarkan pemakainya, kontrasepsi dibagi menjadi kontrasepsi
untuk lakilaki dan kontrasepsi untuk perempuan.
Kontrasepsi untuk laki-laki, misalnya kondom dan vasektomi.
Kontrasepsi untuk perempuan, misalnya diafragma, tubektomi,
pil, suntik, implant, IUD (intra uterine device), dan sebagainya.
b. Berdasarkan metodenya, kontrasepsi dibagi menjadi kontrasepsi
sederhana dan kontrasepsi modern.
Kontrasepsi sederhana disebut juga sebagai kontrasepsi
alamiah atau tradisional. Contoh dari jenis kontrasepsi

31
sederhana adalah metode kalender, metode suhu basal, metode
pengamatan lendir serviks, metode sanggama terputus, dan
sebagainya.
 Metode kalender disebut juga sebagai metode pantang berkala.
Metode ini dilakukan dengan melakukan perhitungan masa
subur dan masa tidak subur sehingga kurang cocok apabila
digunakan pada perempuan dengan siklus menstruasi yang
tidak teratur. Kelebihan dari metode kalender adalah tanpa
efek samping dan tidak memerlukan biaya, namun
membutuhkan kerja sama yang baik dengan pasangan untuk
tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur.
 Metode suhu basal dilakukan dengan melakukan pengukuran
suhu tubuh perempuan pada pagi hari ketika bangun tidur
untuk menentukan saat terjadinya ovulasi. Kenaikan suhu
menandakan bahwa telah terjadi ovulasi, namun hal tersebut
juga perlu diperhatikan secara cermat karena kenaikan suhu
tubuh juga dapat disebabkan karena adanya infeksi pada tubuh.
Metode suhu basal juga membutuhkan kerja sama yang baik
dengan pasangan.
 Metode pengamatan lendir serviks dilakukan dengan
melakukan pengamatan atas kepekatan lendir serviks. Lendir
serviks yang pekat menunjukkan bahwa seorang perempuan
berada pada masa tidak subur. Metode ini tentunya tidak
menimbulkan efek samping, namun membutuhkan kecermatan
yang cukup baik dalam melakukan penilaian kepekatan lendir
serviks.
 Metode sanggama terputus dilakukan dengan mengeluarkan
penis dari vagina sebelum terjadinya ejakulasi sehingga
metode ini membutuhkan kerja sama yang baik dengan
pasangan. Metode ini memiliki keunggulan, yaitu dapat
dilakukan kapan saja tanpa harus memperhatikan masa subur
atau masa tidak subur pada perempuan (Puspitasari, 2008).

32
 Proses laktasi atau menyusui juga dapat menjadi metode
kontrasepsi sederhana karena dapat menurunkan kesuburan.
Hisapan pada puting merangsang pengeluaran hormon
oksitosin dan prolaktin dari kelenjar pituitari lebih banyak. Hal
tersebut akan mempercepat pengeluaran dan pembentukan air
susu kembali. Pengeluaran hormon prolaktin tersebut memberi
umpan balik sehingga kadar hormon estrogen dalam tubuh
menjadi lebih rendah dan mengakibatkan paparan tubuh oleh
hormon estrogen juga dapat berkurang (Bahiyatun, 2008).
Kontrasepsi modern dibagi menjadi empat metode, yaitu
metode mekanis, hormonal, kimiawi, dan operatif (Puspitasari,
2008).
 Metode mekanis berupa pemakaian kondom pada laki-laki atau
diafragma pada perempuan, IUD (intra uterine device), dan
kap serviks.
 Metode hormonal berupa pemakaian pil, suntik, maupun
implant. Pemakaian alat kontrasepsi hormonal dapat
meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Alat kontrasepsi
hormonal tersebut dapat berupa pil, yaitu pil KB kombinasi
dan pil KB mini, suntik, maupun implant atau norplan yang
umumnya dikenal dengan istilah susuk KB.
 Pil KB kombinasi mengandung hormon estrogen dan
progesteron untuk mencegah terjadinya ovulasi. Hormon
progesteron menghambat seksresi FSH (follicle stimulating
hormone) sehingga menghambat pematangan sel telur.
Hormon estrogen membantu pembentukan endometrium
atau membran mukosa yang melapisi dinding uterus.
Endometrium tetap terbentuk, namun tidak ada sel telur
yang matang sehingga kehamilan tidak dapat terjadi. Efek
samping yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
pemakaian pil KB kombinasi ini adalah sakit kepala,
jantung berdebar-debar, peningkatan berat badan,

33
peningkatan tekanan darah, rasa mual, terjadi pendarahan
antar menstruasi, penurunan produksi air susu, dan
sebagainya. Pil KB mini hanya mengandung hormon
progesteron dan tidak mengandung hormon estrogen seperti
pada pil KB kombinasi. Hormon progesteron pada pil KB
mini mengakibatkan endometrium menjadi menipis dan
lendir serviks menjadi pekat sehingga sulit dilalui oleh
spermatozoa. Tidak adanya kandungan hormon estrogen
pada pil KB mini menyebabkan efek samping yang
umumnya ditimbulkan oleh pil KB kombinasi menjadi
berkurang. Efek samping dari pil KB kombinasi yang dapat
ditekan tersebut, antara lain sakit kepala, gangguan
kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, penurunan produksi
air susu, dan sebagainya.
 Alat kontrasepsi berupa suntik merupakan penginjeksian
hormon progestin sintetik ke dalam otot sehingga dapat
menyebar sedikit demi sedikit melalui aliran darah. Alat
kontrasepsi berupa suntik berfungsi untuk mencegah
terjadinya kehamilan dengan cara menghambat terjadinya
ovulasi, membuat lendir serviks menjadi lebih pekat, serta
membuat endometrium menjadi tipis. Suntikan dapat
diulang setiap bulan atau setiap tiga bulan sekali. Alat
kontrasepsi berupa suntik memiliki beberapa kelebihan,
yaitu bersifat efektif dan refersibel, tidak mengganggu
proses laktasi karena tidak menurunkan produksi air susu,
dan sebagainya. Kekurangan dari alat kontrasepsi berupa
suntik adalah terjadinya pendarahan yang banyak, gangguan
menstruasi, peningkatan berat badan, rasa mual, sakit
kepala, dan sebagainya. Alat kontrasepsi berupa suntik
sebaiknya dipilih oleh seorang perempuan apabila
pemakaian pil KB meningkatkan risiko komplikasi
kardiovaskuler. Perempuan yang merasa kesulitan dalam

34
menggunakan alat kontrasepsi secara teratur setiap hari atau
perempuan yang menganggap bahwa kembalinya kesuburan
tidak begitu penting juga dapat disarankan untuk
menggunakan alat kontrasepsi berupa suntik.
 Implant merupakan alat kontrasepsi yang ditanamkan pada
bawah kulit lengan atas bagian dalam dan mengandung
progestin levonorgestreal. Implant terdiri dari dua atau
enam batang kapsul dan setiap batangnya mengandung obat
yang akan berdifusi secara teratur ke dalam peredaran
darah. Lama pemakaian implant umumnya adalah lima
tahun dan setelah itu kandungannya akan habis sehingga
batang implant harus dikeluarkan melalui operasi kecil.
Cara kerja implant dalam mencegah kehamilan hampir
sama seperti cara kerja alat kontrasepsi berupa suntik, yaitu
dengan cara menghambat terjadinya ovulasi, membuat
lendir serviks menjadi lebih pekat, serta membuat
endometrium menjadi tipis. Implant memiliki beberapa
kelebihan, yaitu bersifat efektif dan refersibel, serta
pemakaiannya tidak merepotkan karena hanya dipakai
dalam lima tahun sekali. Kekurangan dari alat kontrasepsi
berupa implant adalah diperlukannya prosedur pembedahan
dalam pemasangan dan pengambilan batang implant
tersebut sehingga terkadang perempuan merasa enggan
untuk menggunakan alat kontrasepsi berupa implant.
Pemakaian implant dapat disarankan pada perempuan yang
tidak ingin memiliki anak lagi atau pada perempuan yang
mengalami kesulitan untuk pemakaian alat kontrasepsi
secara teratur setiap hari. Perempuan yang tinggal di daerah
yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan juga sebaiknya
disarankan untuk menggunakan alat kontrasepsi berupa
implant.

35
 Metode kimiawi berupa pemakaian busa atau jeli pembunuh
sperma, aerosol, dan sebagainya.
c. Berdasarkan tujuan pemakaiannya, kontrasepsi dibedakan menjadi
kontrasepsi untuk menunda kehamilan, kontrasepsi untuk mengatur
kehamilan, dan kontrasepsi untuk mengakhiri kesuburan.
Kontrasepsi untuk menunda kehamilan menggunakan metode
atau alat kontrasepsi yang memiliki jaminan tinggi untuk
kembali fertil, misalnya dengan menggunakan kondom, pil,
suntik yang diulang setiap bulan, maupun metode sederhana
yang dikombinasikan dengan kondom, diafragma, busa
ataupun jeli pembunuh sperma, atau pil.
Kontrasepsi untuk mengatur kehamilan dapat berupa
pemakaian IUD (intra uterine device), suntik yang diulang
setiap 3 bulan, pil, atau implant.
Kontrasepsi untuk mengakhiri kesuburan berupa tindakan medis operatif,
yaitu vasektomi pada lakilaki dan tubektomi pada perempuan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan pengikatan, penjepitan, atau pemotongan pada vas deferens
pada laki-laki ataupun saluran telur pada perempuan

2.2.3 Syarat Pemilihan Kontrasepsi

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemilihan alat kontrasepsi adalah


tidak memiliki efek samping yang merugikan, lama kerja dapat diatur menurut
keinginan, tidak mengganggu persetubuhan, harganya murah supaya dapat
dijangkau masyarakat luas, dapat diterima pasangan suami istri, tidak memerlukan
bantuan medik atau kontrol yang terlambat selama penatalaksanaan (Hartanto, H.,
2003).

36
2.2.4 Sasaran Penggunaan Kontrasepsi

Sasaran dalam penggunaan alat kontrasepsi yaitu :

a. Pasangan usia subur, semua pasangan usia subur yang ingin menunda,
menjarangkan kehamilan dan mengatur jumlah anak
b. Ibu yang mempunyai banyak anak dianjurkan memakai kontrasepsi
untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang
disebabkan karena faktor multiparitas (banyak melahirkan anak)
c. Ibu yang mempunyai resiko tinggi terhadap kehamilan, Ibu yang
mempunyai penyakit yang bisa membahayakan keselamatan jiwanya
jika dia hamil, maka ibu tersebut dianjurkan memakai kontrasepsi
(Saifudin, A.B., 2003)

2.2.5 Faktor-Faktor Dalam Memilih Metode Kontrasepsi

Sampai saat ini belum tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar
100% ideal atau sempurna.Pengalaman menunjukkan bahwa saat ini pilihan
metode kontrasepsi umumnya masih dalam bentuk cafetaria atau supermarket,
yang artinya calon klien memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkannya.

Menurut Hartanto (2004), faktor- faktor yang mempengaruhi dalam


memilih metode kontrasepsi adalah:

1. Faktor pasangan
Yaitu motivasi dan rehabilitas yang terdiri atas:
a. Umur
Wanita usia subur yang dapat menggunakan kontrasepsi progestin,
sedangkan wanita yang sudah menopause tidak dianjurkan
menggunakan kontrasepsi progestin, sehingga dapat mempengaruhi
seseorang untuk memilih metode kontrasepsi.
b. Gaya hidup
Wanita yang gaya hidupnya suka merokok, menderita anemia
(kekurangan zat besi) boleh menggunakan kontrasepsi progestin
karena tidak ada efek samping bagi wanita prokok dan penderita
anemia.

37
c. Frekuensi sanggama
Kontrasepsi progesteron dapat digunakan pada wanita yang sering
ataupun yang jarang melakukan hubungan seksual dengan
suaminta, karena tidak mengganggu pada hubungan seksual
d. Jumlah keluarga yang diinginkan
Salah satu tujuan dari kontrasepsi ini adalah untuk menjarangkan
kehamilan, jadi wanita yang ingin mengatur jumlah anak ataupun
yang ingin menjarangkan kehamilan sehingga jumlah anak dalam
keluarga sesuai keingin dapat menggunakan kontrasepsii
e. Pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu
Wanita yang dahulunya pernah menggunakan salah satu jenis
kontrasepsi, dia merasa nyaman dan merasa mendapatkan
keuntungan dari penggunaan kontrasepsi tersebut, maka dia pasti
akan menggunakan kontrasepsi itu lagi.
2. Faktor kesehatan
Yaitu kontra indikasi absolut dan relatif yang terdiri atas
a. Status kesehatan
Wanita yang mempunyai penyakit jantung dapat menggunakan
kontrasepsi progesteron karena mengandung esterogen sehingga
tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung
b. Riwayat haid
Semua wanita yang siklus haidnya panjang atau pendek dapat
menggunakan kontrasepsi progesterone, sedangkan wanita yang
pernah mengalami perdarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya tidak boleh menggunakan kontrasepsi progesteron
c. Riwayat keluarga
Wanita yang dalam keluarganya mempunyai riwayat kanker
payudara dan diabeter mellitus disertai konplikasi tidak dapat
menggunakan kontrasepsi progestin
d. Pemeriksaan fisik
Wanita yang pada pemeriksaan fisik terdapat varises tidak dapat
menggunakan kontrasepsi progestin

38
3. Faktor metode kontrasepsi
Yaitu penerimaan dan pemakaian berkesinambungan yang terdiri
dari :
a. Efektifitas
Efektifitas kontrasepsi progestin tinggi dengan 0,3 kehamilan per
100 perempuan tiap tahun. Asal penyuntikannya dilakukan secara
teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan
b. Efek samping minor
Efek samping hanya sedikit (gangguan siklus haid, perubahan berat
badan, keterlambatan kembalinya kesuburan dan osteoporosis pada
pemakaian jangka panjang)
c. Kerugian
Kerugian hanya sedikit dan jarang terjadi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi progesteron ini, perubahan berat badan
merupakan kerugian tersering.
d. Komplikasi-komplikasi yang potensial
Wanita yang menggunakan kontrasepsi progesteron tidak
ditemukan adanya komplikasi-komplikasi yang potensial.
e. Biaya
Biaya kontrasepsi progesteron sangat terjangkau, siapa saja bisa menjangkaunya.

2.3 Menopause

2.3.1 Pengertian Menopause

Menopause adalah masa pada kehidupan seorang perempuan ketika


kemampuan reproduksinya berhenti.Dalam hal ini, ovarium (sel telur) berhenti
berfungsi dan produksi hormon steroid serta hormon peptida berhenti.Sebagai
akibatnya, berbagai perubahan terjadi pada sistem organ tubuh perempuan (WHO,
1996).The Journalist’s.Menopause Handbook (2006) yang dikeluarkan oleh The
Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada (SOGC) mendefinisikan
menopause sebagai masa ketika seorang perempuan tidak lagi mengalami
menstruasi. Meski nama menopause itu spesifik, tapi transisi menopause
membutuhkan periode yang cukup lama.

39
2.3.2 Jenis Menopause

a. Pra menopause: Masih mengalami menstruasi selama 12 bulan.

b. Menopause Dini: Usia lambat saat pertama kali menstruasi.

c. Menopause Normal: Menstruasi berhenti diusia 45-52 tahun.

d. Menopause Lambat: Usia dini saat pertama kali menstruasi.

2.3.3 Tahapan Menopause

Tahapan menopause dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: (Zulkarnaen, 2003;


Stewart, 2005; The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, 2006)

1) Premenopause

Adalah masa antara 40 tahun dan dimulainya siklus haid mulai tidak
teratur.

2) Perimenopause

Adalah masa diantara premenopause dan menopause, ditandai


dengan tubuh mulai berkurang dalam memproduksi hormon
perempuan (estrogen dan progresterone). Rata-rata usia masa
perimenopause adalah 45.1 tahun namun bisa berlangsung pada
rentang usia 39 sampai 51 tahun. Masa menopause adalah 2-8 tahun
(rata-rata 5 tahun).

3) Menopause

Adalah masa dimana fungsi ovarium berhenti dan seorang


perempuan tidak lagi mendapatkan haid.

40
4) Pascamenopause

Adalah waktu ketika perempuan telah mencapai menopause,


tepatnya 12 bulan setelah menopause. Ini ditandai dengan kadar LH
dan FSH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesterone yang
rendah. Saat mengalami masa pasca menopause, perempuan akan
mengalami isu kesehatan jangka panjang, misalnya osteoporosis dan
gangguan kardiovaskular. Oleh karena itu, ketika mencapai
menopause, adalah masa tepat bagi perempuan untuk memeriksa
kesehatan secara keseluruhan dan pilihan hidup yang bisa mengatasi
masalah kesehatan jangka panjang.

Tahapan-tahapan diatas menunjukkan bahwa menopause merupakan


perubahan hormonal dan fisikal yang alamiah pada perempuan, namun dampak
psikologis dan pengaruh budaya sangat berperan dalam pengalaman menopause
perempuan.

Pengalaman menopause bersifat individual, artinya tidak semua


perempuan mengalami gejala dan perubahan fisik yang sama. Kombinasi antara
kesehatan (gaya hidup, genetik, pola makan, dan olahraga) dan faktor sosial
(dukungan keluarga, peran ibu, pandangan masyarakat tentang menopause,
terpaan media, dan faktor sosial lain) memberi kontribusi signifikan terhadap
pengalaman menopause seorang perempuan.

..............2.3.4 Gejala-gejala Fisik, Perubahan Fisik dan Dampak-dampak


Psikologis

yang Terjadi pada Setiap Tahap Menopause

1. Pramenopause

 Gejala/ perubahan fisik, yaitu:

Menstruasi mulai tidak beraturan


Gejala-gejala menopause kadang-kadang terjadi atau bahkan tidak
ada sama sekali
 Gejala/ perubahan psikologis, yaitu:

41
 Belum tampak

2. Perimenopause

 Gejala/ perubahan fisik, yaitu:

 Perubahan pola menstruasi

 Siklus menjadi pendek (2-7 hari) dan tidak teratur

Perubahan bentuk pendarahan (mula-mula banyak kemudian menjadi


sedikit; muncul bercak-bercak; perdarahan banyak, lama atau
intermenstrual)

Ketidakstabilan Vasomotor (hot flushes kilasan panas), keringat


malam, gangguan tidur)

Gangguan seksual (berkurangnya lubrikasi vaginal, menurunnya


libido, dispareuni (nyeri saat bersenggama) dan vaginismus)

 Gejala-gejala somatik (sakit kepala, pembesaran mammae dan nyeri,


palpitasi (denyut jantung yang tidak teratur dan lebih cepat, lebih
cepat lelah dan pusing)

 Gejala/ perubahan psikologis, yaitu:

 Gangguan psikologis/kognitif

 Depresi

 Irritabilitas

 Perubahan Mood

 Cemas (anxiety)

 Kurang konsentrasi, pelupa

42
3. Menopause

 Gejala/ perubahan fisik, yaitu:

 Menstruasi berhenti

 Mulai ada keluhan nyeri sendi dan sakit punggung

 Beberapa gejala pada periode perimenopause masih muncul

 Elastisitas kulit mulai berkurang dan muncul keriput

 Gejala/ perubahan psikologis, yaitu:

 Gejala sama seperti pada periode perimenopause

4. Pascamenopause

 Gejala/ perubahan fisik, yaitu:

Beberapa gejala pada masa perimenopuase dan menopause masih


berlanjut, misalnya nyeri sendi, gangguan seksual, dan berkurangnya
kolagen pada kulit.

 Osteoporosis

 Berat badan mudah naik

 Vagina berkurang kekuatan, diameter dan elastisitas

 Payudara mengendur

 Gejala/ perubahan psikologis, yaitu:

 Mood yang gampang berubah

Tetapi tingkat kecemasan dan depresi menurun dibandingkan masa


perimenopause

Daya ingat dan kosentrasi mulai menurun

43
2.4 Hormon Pengganti / Terapi Sulih Hormone (TSH)

2.4.1 Pengertian Hormon Pengganti

Hormon Pengganti adalah perawatan medis yang menghilangkan gejala


gejala pada wanita selama dan setelah menopause.Hal ini ditandai dengan
perubahan hormonal yang nyata pada tubuhnya.Hal ini juga menyebabkan
menurunnya jumlah hormone estrogen, dimana hormone ini merupakan hormone
yang berhubungan dengan system reproduksi, yang menyebabkan wanita
merasakan gejala tak enak, termasuk panas pada wajah, vagina kering, sifat cepat
marah dan depresi.TSH secara parsial mengembalikan keseimbangan estrogen di
tubuh wanita untuk mengurangi atau mengeliminasi gejala ini. TSH dapat
meringankan penderitaan tidak hanya pada wanita dewasa yang mengalami
menopause alami, tetapi juga di wanita muda yang mungkin mengalami
menopause premature untuk alas an medis, seperti kanker atau sebab kelainan
ovarium yang berhenti menghasilkan estrogen. TSH bisa dengan pemberian
estrogen saja, atau kombinasi estrogen dengan progestin.Pemberian terapi sulih
hormon tidak ditujukan untuk mencegah terjadinya menopause, melainkan hanya
ditujukan untuk mencegah dampak kesehatan akibat menopause tersebut, baik
keluhan jangka pendek maupun jangka panjang.

2.4.2 Manfaat Hormon Pengganti

- Memperbaiki kualitas hidup wanita yang mengalami menopause


karena dapat mengurangi timbulnya gejala gejala yang mengganggu.
- Tsh dapat mengurangi durasi kelainan vasomotor sehingga menjadi
lebih singkat, yaitu kurang dari 5 tahun. Studi meta- analisis dari
penelitian double-blibd, randomized, menggunakan TSH dan
plasebo yang meneliti mengenai frekuensi serangan dan beratnya
gejala, menunjukkan bahwa pada wanita yang diterapi dengan TSH
mengalami serangan hot flashes dengan frekuensi yang lebih jarang.
- Penggunaan TSH untuk pencegahan dan penatalaksanaan
osteoporosis. Tsh akan menurunkan risiko fraktur 30-50%. Suatu
penelitian berskala besar oleh the writing group of the PEPI trial

44
menunjukkan bahwa dengan TSH densitas tulang meningkat rata
rata 5% pada tulang belakang, hingga 1,7% pada pinggul wanita
yang diberi TSH selama 36 bulan.
- Tsh mengurangi insidensi penyakit jantung korener. Ada lebih dari
30 penelitian epidemiologis yang menunjukkan bahwa dengan TSH
akan mengurangi serangan jantung coroner sampai 35-50%.
Penelitian menunjukkan bahwa pemakaian TSH jangka panjang
(lebih dari 7 tahun) tidak lagi mempunyai sifat proteksi terhadap
jantung, justru akan meningkatkan risiko efek samping. Pemakaian
TSH lebih dari 7 tahun tidak lagi menurunkan risiko serangan
jantung maupun kematian akibat penyakit jantung, tetapi
meningkatkan risiko penjendelan darah berlebihan dan penyakit
kandung empedu.
Tsh kombinasi estrogen/progestin ternyata meningkatkan risiko
stroke. Risiko stroke iskemik meningkat pada pengguna TSH
kombinasi dibandingkan dengan kelompok plasebo, sedangkan
risiko untuk mengalami stroke hemoragik tidak ada perbedaan
bermakna antara kedua kelompok. Risiko stroke ini meningkat tidak
tergantung pada factor risiko stroke lainnya, misalnya usia, riwayat
penyakit kardiovaskular atau hipertensi.

2.4.3 Prinsip Terapi Hormon Pengganti

Hormon yang diberikan adalah hormone estrogen, akan tetapi


pemberiannya selalu harus dikombinasikan dengan progesterone. Pemberian
progesterone antara lain bertujuan untuk mencegah kanker endometrium,
sedangkan pemberian progesterone untuk pencegahan kanker payudara masih
diperdebatkan, sehingga beberapa ahli menyarankan pemberian progesterone tetap
dilakukan meskipun uterusnya telah diangkat. Beberapa penelitian pada hewan
percobaan dan manusia telah membuktikan bahwa progesterone memiliki khasiat
antimiotik.Yang paling banyak dianjurkan adalah penggunaan estrogen dan
progesterone alamiah, dan selalu dimulai dengan dosis yang rendah serta lebih
dianjurkan pemberian secara per oral.

45
Keunggulan dari estrogen alamiah adalah jarang menimbulkan mual dan
muntah, tidak mengganggu factor pembekuan darah, tidak mempengaruhi enzim
di hati dan efeknya terhadap tekanan darah sangat minimal karena tidak
meningkatkan renin dan aldosteron. Beberapa contoh estrogen alamiah yang
digunakan serta dosis yang dianjurkan adalah :

 Estrogen konjugasi dengan dosis 0,625 - 1,25 mg/hari


 Estropipate, piperazin estron sulfat dengan dosis 0,75 mg - 1,5
mg/hari
 Estradiol valerat dengan dosis 1 – 2 mg/hari
 Estriol suksinat dengan dosis 4 – 8 mg/hari

Progesteron alamiah mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan


dengan progesteron sintetik, yaitu: sifat antiandrogenik (jarang menimbulkan
sifat- sifat virilisasi), tidak perlu diaktifkan terlebih dahulu di hati, dan tidak
menurunkan kadar HDL. Beberapa progesteron alamiah yang digunakan dan dosis
yang dianjurkan adalah :

 Medroksi progesteron asetat (MPA) dengan dosis 2 - 2,5 mg/hari


 Didrogesteron dengan dosis 5 mg/hari.

Estrogen sintetik dapat meningkatkan tekanan darah melalui peningkatan


sistem renin-aldosteron-angiotensinogen, sedangkan progesteron sintetik (turunan
noretisteron) dapat mempengaruhi High Density Lipoprotein (HDL) dan Low
Density Lipoprotein (LDL) serum serta menghambat khasiat positif dari estrogen
terhadap pembentukan HDL. Seperti telah diketahui, bahwa penurunan kadar
HDL serum akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (PJK).

Wanita yang memiliki uterus lengkap secara normal membutuhkan


estrogen secara berkala dengan penambahan progesteron sedikitnya 12-14 hari
terakhir dalam siklusnya, atau suatu sediaan kombinasi esrogen dan progesteron
yag diberikan secara kontinu. Pemberian estrogen tunggal secara kontinu lebih
sesuai pada wanita yang tidak memiliki uterus, tetapi pada keadaan endometriosis
kemungkinan masih terdapat endometrial foci walaupun telah dilakukan

46
hysterectomy dan pada keadaan ini sebaiknya dipertimbangkan penambahan
progesteron.

Cara pemberian yang sangat efektif adalah secara oral. Keuntungan


pemberian cara oral adalah dapat menstimulasi metabolisme kolesterol HDL di
hati dan faktor-faktor tertentu di hati yang dapat membentuk metabolisme
kalsium, sehingga sangat baik digunakan untuk mencegah kekeroposan tulang dan
perkapuran dinding pembuluh darah (aterosklerosis). Bila tidak dapat diberikan
terapi sulih hormon (TSH) secara oral, misalnya timbul mual, muntah atau
lainnya, maka dapat dipikirkan pemberian cara lain, yaitu estrogen transdermal
berupa plester dengan dosis 25 - 50 ug/hari. Selain itu dapat juga diberikan
estrogen dalam bentuk krem, yang sangat baik untuk mengatasi keluhan berupa
atrofi epitel vagina (dispareunia). Kedua cara pemberian tersebut (transdermal dan
krem) perlu juga disertai dengan pemberian progesteron.

2.4.4 Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Hormon Pengganti

Gejala vasomotor (hot flashes) merupakan indikasi paling sering


pemberian terapi sulih hormone dan telah disetujui FDA. HRT (Hormon
Replacement Therapy) yang menggunakan estrogen dosis kecil (diberikan
bersama progesterone) dapat mengurangi gejala-gejala menopause atrofi vagina
atau ketidakstabilan vasomotor.Terapi sulih hormone dapat menurunkan gejala-
gejala pada wanita-wanita post menopause sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup. Beberapa rekomendasi berkaitan dengan pemberian HRT kombinasi adalah
sebagai berikut:

 Indikasi primer pemberian HRT adalah untuk terapi gejala-gejala


vasomotor pada menopause. Tidak terapi yang lebih tepat untuk
keluhan vasomotor selain HRT, meskipun dikatakan bahwa
penggunaan antidepresan tertentu juga dapat meredakan gejala, namun
hasilnya tidak selalu konsisten.
 Pemberian estrogen tanpa progesterone hanya direkomendasikan
untuk wanita yang sudah mengalami histerektomi. Sedangkan untuk
wanita dengan uterus intak (utuh) harus diberikan HRT kombinasi
estrogen dan progestin.

47
 Terapi estrogen/progestin sebaiknya tidak digunakan sebagai
pencegahan penyakit jantung coroner, baik pencegahan primer maupun
sekunder. Jadi pencegahan penyakit kardiovaskular bukanlah indikasi
HRT.
 Kombinasi estrogen/progestin hanya disetujui penggunaannya oleh
FDA untuk pencegahan osteoporosis, tetapi karena risiko HRT telah
teridentifikasi, maka perlu dipertimbangkan alternative lainnya, dan
pemberian HRT harus didasarkan pada pertimbangan risiko dan
manfaatnya.
Beberapa kontraindikasi yang harus diketahui sebelum pemberian TSH
dimulai antara lain adalah hipertensi kronik (telah dimulai sebelum menopause),
obesitas, varises yang berat, menderita penyakit kelenjar tiroid atau sedang dalam
perawatan, menderita atau dengan riwayat penyakit hati yang berat, hasil
papsmear abnormal, kanker payudara dan gangguan fungsi ginjal. Kontraindikasi
yang begitu banyak sebenarnya berlaku untuk pemberian pil kontrasepsi, karena
pil kontrasepsi mengandung hormon estrogen dan progesteron sintetik, sedangkan
terapi sulih hormon menggunakan hormone alamiah.Beberapa kontraindikasi
seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koronoer, stroke merupakan
kontraindikasi untuk pil kontrasepsi, namun bukan merupakan kontraindikasi
untuk pemberian terapi sulih hormon.

2.4.5 Efek Samping dan Resiko Terapi Hormon Pengganti

Efek samping yang muncul pada pemberian terapi sulih hormone


umumnya disebabkan oleh dosis estrogen atau progesterone yang tidak
tepat, beberapa efek samping yang mungkin timbul adalah sebagai
berikut :

 Nyeri payudara. Hal ini disebabkan estrogen yang tinggi, sehingga


dosis estrogen yang diberikan perlu diturunkan meskipun dapat juga
disebabkan oleh dosis progesterone yang tinggi (jarang).
 Peningkatan berat badan. Hal ini dapat disebabkan oleh retensi
cairan. Oleh karena estrogen dapat menyebabkan retensi cairan,
maka dosis pemberiannya perlu diturunkan.

48
 Perdarahan bercak (spotting). Hal ini disebabkan oleh dosis estrogen
yang rendah, sehingga dosis pemberian estrogen perlu dinaikkan;
atau dapat juga disebabkan oleh dosis progesterone yang tinggi,
maka dosis pemberian progesterone perlu diturunkan.
 Perdarahan banyak (atipik). Hal ini disebabkan oleh dosis estrogen
yang tinggi, sehingga dosis estrogen perlu diturunkan sedangkan
dosis progesterone dinaikkan.
 Sakit kepala (migraine) dan leukorea (keputihan). Hal ini disebabkan
oleh estrogen yang terlalu tinggi, sehingga dosis pemberiannya perlu
dikurangi.
 Pruritus berat. Hal ini disebabkan karena efek estrogen, sehingga
pemberian estrogen sebaiknya dihentikan dan hanya diberikan
progesterone saja.

1. Risiko Kanker Endometrium

Diperkirakan bahwa 3 dari 1000 wanita berumur 50-59 tahun yang


tidak menggunakan HRT terdiagnosa kanker endometrium setelah 5
tahun. Jumlah ini meningkat 5 kasus tambahan pada 1000 wanita
yang menggunakan HRT estrogen saja selama 5 tahun. Bukti terbaru
menyatakan bahwa risiko kanker endometrium karena tibolon sama
dengan HRT estrogen saja. Timbulnya risiko kanker endometrium
pada penggunaan HRT kombinasi tidak dapat diperkirakan dengan
tepat karena penambahan progestogen selama 12 hari dalam setiap
bulan dapat mengurangi risiko tersebut.Risiko kanker endometrium
pada wanita yang belum menggunakan HRT meningkat sesuai
indeks berat badan; peningkatan risiko kanker endometrium pada
pengguna HRT estrogen saja atau tibolon lebih nyata pada wanita
yang berat badannya tidak berlebihan.

49
2. Risiko Kanker Payudara

Diperkirakan bahwa penggunaan semua jenis HRT dapat


meningkatkan risiko kanker payudara dalam waktu 1-2 tahun setelah
mulai pengobatan. Peningkatan risiko terkait dengan lamanya
penggunaan HRT (tetapi tidak terkait dengan umur saat HRT mulai
digunakan) dan risiko tersebut akan hilang dalam waktu kira-kira 5
tahun setelah pengobatan dihentikan.

Kira-kira 14 dari 1000 wanita yang berumur 50-64 tahun dan


tidak menggunakan HRT terdiagnosa memiliki kanker payudara
setelah 5 tahun. Pada penggunaan HRT estrogen saja selama 5 tahun,
terdapat 1,5 kasus tambahan kanker payudara pada 1000 subyek.
Pada penggunaan HRT kombinasi selama 5 tahun, terjadi 6 kasus
tambahan kanker payudara pada 1000 subyek. 31 dari 1000 wanita
berumur 50 sampai 79 tahun yang tidak menggunakan HRT
terdiagnosa mengalami kanker payudara setelah 5 tahun. Pada
penggunaan HRT yang hanya mengandung estrogen tidak ada
peningkatan kasus, tetapi pada penggunaan HRT kombinasi terdapat
peningkatan kasus kanker payudara sebanyak 4 kasus tambahan dari
1000 subyek. Analisis yang dilakukan Universitas Oxford
menemukan kasus kanker tambahan terjadi pada setiap 1.000
perempuan yang menggunakan terapi HRT ini selama lima tahun
mulai dari usia 50. Sebuah badan amal kanker terkemuka
mengatakan terapi ini merupakan peningkatan yang lumayan besar
pada kanker yang secara relative tidak umum.

3. Risiko Tromboemboli Vena

Terdapat peningkatan risiko trombosis vena dalam dan emboli


paru pada wanita yang menggunakan HRT kombinasi atau HRT
estrogen saja, terutama pada tahun pertama penggunaan.
Diperkirakan terjadi tromboembolisme vena setelah 5 tahun pada 10
dari 1000 wanita berumur 50-59 tahun yang tidak menggunakan

50
HRT. Jumlah ini meningkat 1 kasus tambahan pada 1000 wanita
yang menggunakan HRT estrogen saja dan 4 kasus tambahan pada
1000 wanita yang menggunaan HRT kombinasi selama 5
tahun.Tromboembolisme vena terjadi setelah 5 tahun pada 20 dari
1000 wanita berumur 60-69 tahun yang tidak menggunakan HRT.
JumLah kasus ini meningkat 4 kasus tambahan pada 1000 wanita
yang menggunakan HRT estrogen saja dan 9 kasus tambahan pada
1000 wanita yang menggunaan HRT kombinasi selama 5 tahun.
Tidak diketahui jika tibolon dapat meningkatkan risiko terjadinya
tromboembolisme vena.Pemberian HRT pada wanita yang
mempunyai faktor predisposisi (seperti riwayat keluarga yang
mempunyai trombosis vena dalam atau embol paru, pembesaran
pembuluh darah vena yang parah, obesitas, trauma, atau bed rest
yang lama) sebaiknya dipertimbangkan secara cermat, karena pada
beberapa kasus risiko pemberian obat mungkin lebih besar daripada
manfaatnya.

4. Risiko Lain
HRT kombinasi atau HRT estrogen saja dapat sedikit
meningkatkan resiko terjadinya stroke. Diperkirakan bahwa 3 dari
1000 wanita berumur 50-59 tahun yang tidak menggunakan HRT
akan menderita stroke setelah 5 tahun. Jumlah ini meningkat 2 kasus
tambahan pada 1000 wanita yang menggunakan HRT estrogen saja
dan 1 kasus lebih besar pada 1000 wanita yang menggunaan HRT
kombinasi selama 5 tahun. Stroke akan terjadi pada 26 dari 1000
wanita berumur 60-69 tahun yang tidak menggunakan HRT setelah 5
tahun. Jumlah ini meningkat 4 kasus tambahan pada 1000 wanita
yang menggunakan HRT estrogen saja dan 1 kasus tambahan pada
1000 wanita yang menggunaan HRT kombinasi selama 5 tahun.
HRT tidak dapat mencegah penyakit jantung koroner, dan tidak
boleh diresepkan untuk keadaan tersebut.HRT dapat meningkatkan
resiko penyakit jantung koroner pada tahun pertama.

51
BAB III
KASUS
3.1 Kasus 1

1. Deskripsi Kasus

AP adalah seorang wanita berkulit putih pascamenopause yang berusia 77 tahun


yang datang ke dokter perawatan primernya untuk pemeriksaan rutin tahunannya.
Dia menderita diabetes tipe 2 komorbid, penyakit gastroesophageal reflux
(GERD), dan hipertensi. AP juga memiliki riwayat nyeri punggung bawah kronis
yang parah, yang membuatnya sulit untuk berdiri atau duduk tegak dalam waktu
lama. Dia mengonsumsi sitagliptin 50 mg setiap hari, pantoprazole 40 mg dua kali
sehari, lisinopril 10 mg setiap hari, celecoxib 100 mg dua kali sehari, dan
pregabalin 150 mg dua kali sehari. AP memiliki fungsi ginjal dan hati yang
normal. Dia baru saja menerima diagnosis osteoporosis dengan dual x-ray
absorptiometry dan memiliki skor-T -2,69 di tulang belakang dan -2,0 di leher
femur. AP memiliki skor FRAX yang menunjukkan probabilitas 10 tahun untuk
patah tulang osteoporosis mayor sebesar 11% dan patah tulang pinggul sebesar
3,4%. Dokter perawatan primernya ingin memulai terapi untuk mengurangi risiko
patah tulangnya.

2. Analisa Kasus (Berdasarkan Metode SOAP)


A. Subjektif

Nama pasien : Ny. AP

Jenis Kelamin : Wanita

Umur Pasien : 77 tahun

Kondisi pasien: Diabetes tipe 2 komorbid, penyakit gastroesophageal reflux


(GERD), dan hipertensi

Riwayat penyakit lalu: Nyeri punggung bawah kronis yang parah, yang
membuatnya sulit untuk berdiri atau duduk tegak dalam waktu lama

52
Riwayat pengobatan sekarang:

 Sitagliptin 50 mg setiap hari


 Pantoprazole 40 mg dua kali sehari
 Lisinopril 10 mg setiap hari
 Celecoxib 100 mg dua kali sehari
 Pregabalin 150 mg dua kali sehari

Riwayat pengobatan lalu: Tidak ada riwayat pengobatan

B. Objektif
 Fungsi ginjal dan hati yang normal
 Pemeriksaan Laboratorium dengan dual x-ray absorptiometry

No Pemeriksaan Fisik Data Lab Normal Keterangan

1 Kepadatan Tulang atau -2,69 ≧-1,0 Rendah


Skor-T di Tulang
Belakang

2 Kepadatan Tulang atau -2.0 ≧1,0 Rendah


Skor-T di Leher Femur

 Skor FRAX yang menunjukkan probabilitas 10 tahun untuk patah tulang


osteoporosis mayor sebesar 11% dan patah tulang pinggul sebesar 3,4%
didapat hasil risiko fraktur moderat.

Dewasa ≧40 tahun

Risiko Faktur Riwayat fraktur osteoporotik Skor-T <2.5 pada laki-laki


Tinggi usia >50 tahun dan wanita postmenopauseNilai FRAX
untuk fraktur osteoporotic mayor >20%. Nilai FRAX untuk
fraktur panggul >3%

Risiko Faktur Nilai FRAX untuk fraktur osteoporotik mayor 10-19%.


Moderat Nilai FRAX untuk fraktur panggul 1-3%

Risiko Faktur Nilai FRAX untuk fraktur osteoporotik mayor <10%Nilai

53
Rendah FRAX untuk fraktur panggul <1%

 Diagnosis: Osteoporosis

C. Assesment
 Tepat Indikasi

N NamaOb Indikasi Mekanisme Kerja Keteran


o at gan

1 Sitagliptin Anti diabetes Mampu menghambar kerja Tepat


DPP-4 sehingga GLP-1 Indikasi
tetap dalam konsentrasi
tinggi dalam bentuk aktif
dan mampu merangsang
pelepasan insulin dan
menghambat pelepasan
glukagon. (PERKENI,
2011)

2 Pantopraz Terapi penyakit Menghambat sel-sel di Tepat


ole refluks lapisan lambung untuk Indikasi
gastroesofegal menghasilkan asam
lambung, sehingga produksi
asam lambung berkurang

3 Lisinopril Untuk Bekerja dengan cara Tepat


mengendalikan memperlebar pembuluh Indikasi
tekanan darah darah, sehingga darah dapat
tinggi (hipertensi). mengalir lebih lancar dan
meringankan beban kerja
jantung dalam memompa
darah.

4 Celexocib Untuk meredakan Bekerja dengan Tepat


gejala dan tanda menghambat enzim Indikasi

54
OA cyclooxygenase-2 (COX-2)
(Osteoarthritis), yang bertugas memproduksi
RA (Rheumatoid prostaglandin. Penurunan
Arthritis), dan AS kadar prostaglandin akan
(Ankylosing berdampak pada
Spondylititis) berkurangnya rasa nyeri dan
bengkak akibat peradangan.

5 Pregabalin Obat untuk Memodulasi influks kalsium Tidak


mengatasi nyeri dan mengurangi pelepasan tepat
saraf (nyeri neuro-transmiter eksitatorik Indikasi
neuropati) akibat presinap seperti glutamat,
diabetes (neuropati substansi P, dan calcitonin
diabetik), herpes gene-related peptide
zoster (neuralgia sehingga dapat mengurangi
postherpetic), nyeri.
cedera tulang
belakang, atau
fibromyalgia.

 Tepat obat

N NAMA OBAT ALASAN PEMILIHAN KETERANGAN


O

1 Sitagliptin Digunakan untuk mengatasi Tepat Obat

55
diabetes melitus tipe 2.

2 Pantoprazole Digunakan untuk pengobatan Tepat Obat


penyakit refluks
gastroesofegal

3 Lisinopril Digunakan untuk Tepat Obat


mengendalikan tekanan darah
tinggi (Hipertensi).

4 Celexocib Digunakan untuk meredakan Tepat Obat


gejala dan tanda OA
(Osteoarthritis)

5 Pregabalin Digunakan untuk mengurangi Tidak Tepat


skala nyeri, kurang tepat Obat, karena
karena obat ini umumnya pasien tidak
untuk mengatasi nyeri saraf mengalami
(nyeri neuropati), sementara nyeri saraf
pasien didiagnosis karena
osteoporosis. diabetes

 Tepat pasien

N NAMA OBAT KONTRAINDIKASI KETERANGAN


O

1 Sitagliptin Ketoasidosis, gangguan Tepat Pasien


fungsi ginjal (hindari,
jika GFR kurang dari 50

56
mL/menti/1,73 m2),
kehamilan, menyusui.

2 Pantoprazole Pasien yang hipersensitif Tidak Tepat Pasien, karena


pantoprazol adanya efek
sampingpadagastrointestinal.

3 Lisinopril Hipersensitif terhadap Tepat Pasien


penghambat ACE
(termasuk angiodema);
penyakit renovaskuler
(pasti atau dugaan);
stenosis aortik atau
obstruksi keluarnya
darah dari jantung;
kehamilan; porfiria

4 Celexocib Reaksi alergi terhadap Tidak Tepat Pasien, karena


sulfonamid, efek samping pada saluran
aspirin,golongan AINS cerna sampai penurunan
lain, asma, dan urtikaria. fungsi ginjal dan
kardiovaslular

5 Pregabalin Pasien yang Tepat Pasien


hipersensitif; wanita
menyusui

 Tepat dosis

N NAMA DOSIS YANG DOSIS KETERANGAN


O OBAT DIBERIKAN PEMELIHARAAN

1 Sitagliptin 50 mg setiap 100 mg sehari sekali Tidak Tepat


hari Dosis

2 Pantoprazol 40 mg dua kali 20–40 mg per hari Tepat Dosis

57
e sehari

3 Lisinopril 10 mg setiap 20 mg 1 kali sehari, Tidak Tepat


hari dan dapat diberikan Dosis
hingga 80 mg per
hari jika diperlukan

4 Celexocib 100 mg dua 200 mg, 2 kali Tepat Dosis


kali sehari sehari.

5 Pregabalin 150 mg dua 150-600 mg per hari Tepat Dosis


kali sehari

 Waspada efek samping obat

N NAMA EFEK SAMPING OBAT KETERANGAN


O OBAT

1 Sitagliptin Infeksi saluran nafas atas, sakit kepala, WESO


nasofaringitis, telah dilaporkan reaksi
hipersensitivitas termasuk anafilaksis,
angioedema, ruam, urtikaria,
peningkatan enzim hepatik,
pankreatitis akut termasuk pankreatitis

58
necrotizing dan hemoragik yang fatal
dan tidak fatal, konstipasi, muntah,
sakit kepala, perburukan fungsi ginjal
termasuk gagal ginjal akut (kadang
memerlukan dialisis).

2 Pantoprazole Sakit kepala, perut kembung, sakit WESO


perut, konstipasi, sulit tidur, dan diare

3 Lisinopril Pada penderita hipertensi, beberapa WESO


efek samping yang pernah dilaporkan
adalah pusing dan sakit kepala (3-
10%), serta asthenia, nyeri dada, diare,
mual, muntah, dan batuk (1-3%).

4 Celexocib Pusing, perut kembung, sakit maag, WESO


mual, muntah, diare atau sembelit

5 Pregabalin Pusing, sakit kepala, mulut kering, WESO


mual, rasa lelah, muntah, sembelit,
berat badan bertambah, perubahan
mood, gangguan keseimbangan,
tremor

D. DRUG RELATED PROBLEMS


Drug Related Problem (PCNE V.9):
 C3 (Dose Selection) : Dosisnya rendah
Sitagliptin: Ditingkatkan 50 mg agar dapat digunakan 100 mg sehari
sekali
Lisinopril: Ditingkatkan 10 mg agar dapat digunakan 20 mg sehari sekali
 C1 (Drug Selection) : Obat Tanpa Indikasi
Pantoprazol: Indikasinya untuk mengatasi nyeri saraf karena diabetes
sedangkan pasien mengalami osteoporosis.

E. INTERAKSI OBAT-PENYAKIT

59
 Pantoprazol ini merupakan golongan PPI, dimana berdasarkan
penelitian PPI berkaitan dengan risiko jatuh, patah tulang panggul
yang lebih banyak, diare, status fungsional yang lebih buruk,
komorbiditas yang lebih banyak.
 Celecoxib merupakan golongan NSAID COX-2 selektif dimana pada
penelitian meta analisis mengatakan bahwa NSAIDs COX-2 selektif
dapat meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan
NSAIDs non-selektif. Dan berdasarkan mekanisme nya penggunaan
NSAIDs ini dapat berdampak pada timbulnya beberapa komplikasi
seperti hipertensi, edema, gangguan fungsi ginjal, dan pendarahan
gatrointestinal.

F. PLAN
 Tujuan Terapi
1) Untuk meningkatkan BMD
2) Menghambat pengeroposan tulang
3) Mencegah atau menurunkan risiko fraktur
 Sasaran Terapi
1) Meningkatkan massa tulang
2) Meningkatkan nilai BMD

 Terapi Farmakologi
 Lini pertama terapi untuk menangani osteoporosis yaitu bifosfonat
oral yang diminum sekali seminggu saat perut kosong pada pagi
hari dengan minimal 240 ml air untuk meningkatkan absorpsi;
pasien harus dalam posisi tegak dan tidak makan atau minum
selama minimal 30 menit setelah minum obat untuk mengurangi
efek samping seperti esofagitis dan masalah GERD lainnya. Tetapi
adanya kontraindikasi pada pasien yang menderita GERD,
sehingga pasien diberikan asam zoledronat intravena.
Bisphosphonate sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah fraktur dan
tidak dihentikan pada pasien fraktur osteopatik yang mendapat obat

60
kurang dari 5 tahun karena berpotensi memperlambat
penyembuhan. (Sumber: Jurnal CDK)
 Menghentikan pantoprazole (golongan PPI), dan menggantinya
dengan antagonis h2 yaitu ranitidine. Karena PPI selama paling
tidak tujuh tahun berdampak pada peningkatan resiko patah tulang
yang berkaitan dengan osteoporosis. Dimana bersumber dari
sebuah studi di Canada dalam pembahasan tentang obat inhibitor
pompa proton (PPI) dan osteoporosis. Studi atau penelitian tersebut
menyajikan hubungan antara penggunaan obat-obatan PPI dalam
jangka panjang adanya fraktur yang berhubungan dengan
osteoporosis pada pergelangan tangan, pinggul, dan tulang
belakang. Dan dilihat dari cara kerja obat tersebut yaitu dengan
menghambat asam lambung, PPI dapat mempercepat kehilangan
mineral tulang.
 Penggunaan pregabalin dihentikan karena pasien tidak mengalami
nyeri saraf karena diabetes, tetapi pasien mengalami osteoporosis.
 Menghentikan celecoxib (golongan OAINS COX-2) dan
menggantinya dengan Paracetamol. Dikarenakan celecoxib dapat
meningkatkan tekanan darah tinggi dan mempunyai efek samping
terhadap gastrointestinal. karena bisa untuk mengatasi nyeri dan
tidak ada efek samping terhadap hipertensi dan gastrointestinal.
Berdasarkan Evidance Based Medicine merekomendasikan bahwa
untuk mengatasi nyeri muskuloskeletal maka dapat digunakan
acetaminophen pada lini pertama. Dan paracetamol tidak ada efek
samping terhadap hipertensi dan gastrointestinal.
 Berikan suplementasi vitamin D dan kalsium secara rutin untuk
mencegah risiko terjadinya fraktur. American geriatric
society menyarankan lansia >65 tahun diberikan suplementasi
vitamin D minimal 1000 IU/hari dan kalsium 1000-1200 mg/hari
sedangkan endocrine society, amerika serikat, menyarankan dosis
vitamin D yang lebih tinggi sebesar 1500-2000 IU.
 Terapi Non-Farmakologi

61
1) Nutrisi
Pasien osteoporosis sebaiknya mendapatkan nutrisi yang cukup dan
pemeliharaan berat badan yang ideal.Diet kalsium penting untuk
memelihara densitas tulang. Nutrisi tersebut dapat berupa
vitamin3yang bisa didapatkan dari brokoli, kacang-kacangan, ikan teri,
ikan salmon, susu,kuning telur, hati dan sardine serta paparan sinar
matahari.
2) Olahraga
Olahraga seperti berjalan, jogging, dan menari dapat bermanfaat
dalam mencegah kerapuhan dan fraktur tulang. Hal tersebut dapat
memelihara kekuatantulang.Prinsip latihan fisik untuk kesehatan
tulang adalah latihan pembebanan, gerakan dinamis dan ritmis, serta
latihan daya tahan dalam bentuk aerobic low impact.Senam
osteoporosis untuk mencegah dan mengobati terjadinya pengeroposan
tulang.Daerah yang rawan osteoporosis adalah area tulang punggung,
pangkal paha dan pergelangan tangan.

 Terapi Alternatif
Terapi alternatif untuk kasus osteoporosis ini adalah operasi tulang
belakang yang menggunakan teknik stabilisasi, antara lain:
1) Fusi tulang belakang
Prosedur ini dilakukan dengan cara mengatur susunan tulang belakang,
kemudian menyatukan ruas tulang belakang yang sebenarnya terpisah,
untuk mencegah gerakan yang dapat menimbulkan penekanan pada
saraf tulang belakang. Fusi tulang belakang juga dapat dilakukan
setelah operasi dekompresi untuk mencegah penekanan kembali pada
saraf tulang belakang.
2) Vertebroplasti

62
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan zat seperti semen ke
bagian yang mengalami patah tulang belakang. Penyuntikkan zat
seperti semen ini adalah untuk membuat tulang belakang lebih stabil
dan mengembalikan bentuk tulang belakang seperti semula.
3) Kifoplasti
Sama seperti vertebroplasti, kifoplasti juga dilakukan dengan
menyuntikkan semen ke bagian yang mengalami patah tulang
belakang. Namun sebelum disuntik semen, bagian yang mengalami
patah tulang belakang akan dilebarkan dengan balon khususagar semen
tidak meluber.

G. PEMILIHAN OBAT RASIONAL

Pada pasien ini bifosfonat oral tidak dapat digunakan karena


ketidakmampuan pasien untuk duduk tegak atau berdiri dalam waktu lama
dan penyakit penyerta GERDnya.Bifosfonat oral dikaitkan dengan efek
samping yaitu reaksi esofagus parah seperti esofagitis, erosi dan
ulserasi.Pasien dinasihati untuk tetap tegak selama setidaknya 30 menit
setelah pemberian bifosfonat oral untuk mengurangi paparan saluran
pencernaan bagian atas dan mencegah efek samping
esofagus.Berdasarkan jurnal CDK, asam zoledronat intravena yang dapat
digunakan jika bifosfonat oral tidak dapat digunakan.
Menghentikan penghambat pompa proton (PPI) yaitu pantoprazole,
dan memulai antagonis H2 sebagai gantinya yaitu ranitidine. PPI juga
telah dikaitkan dengan peningkatan risiko patah tulang karena PPI dilihat
dari cara kerja obat tersebut yaitu dengan menghambat asam lambung,
PPI dapat mempercepat kehilangan mineral tulang. Antagonis H2
merupakan pilihan yang lebih baik untuk membantu mengelola GERD
apabila PPI tidak bisa digunakan.

H. Evaluasi ObatTerpilih(Aman, Efektif, Ekonomis)

No Nama Obat Aman Efektif Ekonomis

1 Sitagliptin Aman Efek tercapai Relatif

63
Mahal

2 Pantoprazol Tidak aman, karena Tidak Efektif, Relatif


e adanya efek samping karena Mahal
pada.gastrointestinal peningkatan
risiko patah
tulang

3 Ranitidine Aman Efek tercapai Terjangkau

4 Lisinopril Aman Efek tercapai Murah

5 Celecoxib Tidak Aman, karena Efek tercapai Relatif


celecoxib memeliki Mahal
efek samping pada
saluran cerna sampai
penurunan fungsi ginjal
dan kardiovaslular

6 Pregabalin Aman Tidak Efektif, Relatif


karena Mahal
pregabalin
untuk nyeri
karena
diabetes.

7 Asam Aman Efek tercapai Relatif


zoledronat Mahal

I. Monitoring dan Follow Up


1) Lakukan pengecekan/pemantauan tulang setiap 1-2 tahun sekali untuk
orang yang didiagnosis osteoporosis
2) Pemantauan efektivitas pengobatan osteoporosis, yang
menginformasikan kepada dokter jika pengobatan osteoporosis pasien

64
dan perubahan gaya hidup efektif dalam memperlambat pengeroposan
tulang dan / atau membangun kembali massa tulang
3) Memeriksa keluhan pasien terkait efek samping dan efektifitas dari
penggunaan obat

J. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi


1) Memberikan informasi tentang waktu dan cara penggunaan obat
2) Memberikan edukasi agar pasien patuh dalam meminum obat
3) Menginformasikan kepada pasien supaya tidak minum minuman
beralkohol
4) Mengedukasi pasien untuk berhati-hati dalam beraktifitas supaya
menghindari risiko terjatuh atau fraktur
5) Menyarankan pasien untuk diet seimbang dengan asupan kalsium dan
vitamin D
6) Mengedukasi pasien agar melakukan Latihan aerobik dan penguatan
berat badan dapat menurunkan risiko jatuh dan patah tulang dengan
meningkatkan kekuatan otot, koordinasi, keseimbangan, dan mobilitas.
K. JAWABAN PERTANYAAN
Rekomendasi apa yang akan Anda berikan kepada AP untuk
mengelola osteoporosisnya dan mengurangi risiko patah tulang?

Jawaban:
Asam zoledronat intravena, dikarenakan bifosfonat oral tidak dapat
digunakan oleh pasien karena adanya efek samping terhadap GI
sehingga digunakan asam zoledronat sebagai rekomendasi untuk
mengatasi osteoporosisnya dengan dosis 5 mg setiap 12 bulan.
Zolendronate juga menunjukkan efikasi yang baik dalam penurunan
insidens fraktur, sebesar 70% untuk fraktur vertebral, 25% untuk
fraktur non-vertebral (termasuk penurunan insidens fraktur pinggul
sebesar 40%).

3.2 Kasus 2

1. DESKRIPSI KASUS

65
Seorang wanita Kaukasia berusia 52 tahun dirujuk ke Anda oleh
seorang ahli bedah ortopedi.Dia menderita nyeri punggung dada akut yang
berhubungan dengan berguling di tempat tidur pada malam
sebelumnya.Foto rontgen yang diambil di kantornya menunjukkan fraktur
kompresi toraks akut 8 (T8). Antara usia 20 dan 26 dia menderita
tirotoksikosis; itu diobati dengan radioiodine; dia telah dipertahankan
dengan l-tiroksin. Menopause terjadi pada usia 49 tahun. Ibu dan nenek
dari pihak ibu menderita osteoporosis.Neneknya menderita infark miokard
dan pasien memiliki profil lipid risikotinggi.
Tingginya 68 inci (maksimum 70 inci), beratnya 118 pon, memiliki
tekanan darah 120/80 mm Hg dan denyut nadi reguler 94 per menit. Ada
kifosis punggung baru dan nyeri tekan saat palpasi di T8.Tiroid tidak
teraba.

Tinjauan dari sinar-X luar mengkonfirmasi fraktur di T8 dan


demineralisasi umum dari tulang belakang torakolumbar. Kepadatan
mineral tulang absorptiometri sinar-X energi ganda pada tulang belakang
lumbal memiliki skor T minus 3,2 (kepadatan adalah 3,2 deviasi standar di
bawah rata-rata wanita berusia 20 tahun yang menunjukkan keropos tulang
konsisten dengan osteoporosis). Konsentrasi TSH-nya tidak terdeteksi.
Dosis pemeliharaan l-tiroksinnya diturunkan. Dia diminta untuk
bergerak jika rasa sakit diperbolehkan dan berjalan 1,5 mil tiga kali
seminggu. Agen antiinflamasi non steroid direkomendasikan untuk
nyeri.Dia diinstruksikan untuk diet 1500 mg unsur kalsium dengan
suplemen kalsium sitrat sesuai kebutuhan. Setelah memulai ini, ekskresi
kalsium urinnya selama dua puluh empat jam rendah pada 0,5 mg / kgm
(1,5 hingga 4,5). 1,25 (OH) 2 Vitamin D3, 0,25 mcg per hari, dimulai. Ini
meningkatkan ekskresi kalsium urinnya menjadi 1,6 mg / kgm. Karena
risiko miokard yang terkait, dia diminta untuk menggunakan estrogen

66
kuda terkonjugasi, 0,625 mg dan medroksiprogesteron asetat, 2,5 mg
setiaphari.
Dia kembali dalam dua tahun. Kepadatan mineral tulang tetap
sama. Dia telah mengonsumsi estrogen selama satu tahun, tetapi
menghentikannya karena takut dapat menyebabkan karsinoma
payudara.Alendronate, 10 mg setiap hari, diresepkan.Dua tahun kemudian,
kepadatan mineral tulangnya meningkat 6%.Tetapi selama kunjungan
kantornya, dia menyebutkan mengembangkan nyeri esofagus terkait
dengan episode flu yang terbaring di tempattidur.
2. ANALISIS KASUS (SOAP)
a. Subjektif
1. Informasi umum
Jenis kelamin : wanita
Umur : 52 tahun
Tinggi pasien : 68 inci (maksimum 70 inci)
Berat pasien : 118 pon

2. Gejala yang timbul


- nyeri punggung dada akut
- fraktur kompresi toraks akut 8 (T8)
- Ada kifosis punggung baru dan nyeri tekan saat palpasi di T8
- Tiroid tidak teraba.
3. Riwayat penyakit lalu
- Tirotoksikosis
- Profil lipid risiko tinggi
4. Riwayat penyakit keluarga
- Ibu dan nenek dari pihak ibu menderita osteoporosis
- Neneknya menderita infark miokard
5. Riwayat pengobatan
- L- tiroksin
- Kalsium sitrat
- 1,25 (OH) 2 Vitamin D3 (calcitriol)0,25 mcg/hari

67
- Estrogen terkonjugasi 0,625 mg
- Medroksiprogesteron asetat, 2,5 mg
- Alendronate 10 mg
b. Objektif

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Keterangan


Tekanan darah 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
Denyut nadi 94/menit 60-100/menit Normal
Skor T tulang - 3,2 <-2,5 Osteoporosis
belakang
Ekskresi kalsium 0,5 mg / kgm (1,5 200-400mg/hari Rendah
urin hingga 4,5)

c. Assesment
- Tepat indikasi
Nama obat Indikasi Keterangan
l-tiroksin Hipotiroidisme Tepat indikasi
Kalsium sitrat Mencegah dan mengatasi Tepat indikasi
defisiensi kalsium
1,25 (OH) 2 Vitamin Mengatasi dan mencegah Tepat indikasi
D3 (calcitriol) kekurangan kalsium dan
penyakit tulang pada
penderita gangguan fungsi
ginjal dan kelenjar paratiroid
Estrogen terkonjugasi Mengatasi gejala vasomotor Tepat indikasi
yang berkaitan dengan
menopause, atrofi vulva dan
vagina yang berkaitan
dengan menopause,
hipogonadisme pada wanita,
terapi profilaksis

68
osteoporosis, terapi paliatif
pada kanker prostat,
perdarahan uterus abnormal,
primary ovarian failure, dan
terapi paliatif pada kanker
payudara
Medroksiprogesteron Kontrasepsi, terapi hormon Tepat indikasi
asetat pascamenopause dan terapi
osteoporosis
Alendronate Pengobatan osteoporosis Tepat indikasi
pada wanita pascamenopause

- Tepat obat
Nama obat Alasan pemilihan obat Keterangan
l-tiroksin Untuk mengobati Tepat obat
hipotiroidisme
Kalsium sitrat Untuk memenuhi kebutuhan Tepat obat
kalsium
1,25 (OH) 2 Vitamin Untuk mengatasi dan Tepat obat
D3 (calcitriol) mencegah kekurangan
kalsium
Estrogen terkonjugasi Untuk terapi hormon Tepat obat
pascamenopause dan terapi
osteoporosis

Medroksiprogesteron Untuk terapi hormon Tepat obat


asetat pascamenopause dan terapi
osteoporosis

Alendronate Untuk mengobati Tepat obat


osteoporosis pada wanita
pascamenopause

- Tepat pasien

69
Nama obat Kontraindikasi Keterangan
l-tiroksin Pasien dengan insufisiensi Tepat pasien
adrenal yang tidak terkoreksi.
Kalsium sitrat Hipersensitif (reaksi Tepat pasien
berlebihan atau sangat
sensitif) terhadap kandungan
dalam obat tersebut.
1,25 (OH) 2 Vitamin Pasien dengan hiperkalsemia Tepat pasien
D3 (calcitriol) (tingginya kadar kalsium
dalam darah) atau bukti
toksisitas (keracunan)
vitamin D, Hipersensitivitas
(reaksi alergi) terhadap
penggunaan obat ini
sebelumnya dan Calcitrol
tidak direkomendasikan pada
wanita hamil karena
merupakan obat golongan C
yang mana tidak aman bagi
kehamilan.
Estrogen terkonjugasi hipersensitivitas terhadap Tepat pasien
obat tersebut dan dicurigai
memiliki riwayat kanker
payudara, ataupun penyakit
pada kardiovaskular
Medroksiprogesteron Gangguan tromboemboli Tepat pasien
asetat vena aktif, riwayat penyakit
arteri dan kardiovaskular
(infark miokard, kejadian
serebrovaskular, penyakit
jantung iskemi), diabetes
melitus, riwayat penyakit hati
berat, riwayat tumor hati
(jinak atau ganas), riwayat

70
kanker yang dipengaruhi
hormon kelamin, perdarahan
vagina yang tidak
terdiagnosis, hipersensitif,
kehamilan atau diduga hamil,
menyusui, anak perempuan
yang belum menstruasi,
penggunaan kontrasepsi yang
mengandung hormon.
Alendronate Abnormalitas esophagus Tepat pasien
yang dapat memperlambat
pengosongan esophagus
seperti stricture atau
achalasia; tidak mampu
berdiri atau duduk untuk
sekurang-kurangnya 30
menit; hipersensitivitas
terhadap alendronate Na atau
komponen obat lainnya.;
hipokalsemia; pasien dengan
peningkatan resiko aspirasi
tidak diberikan alendronat
dalam bentuk larutan buffer.

- Tepat dosis
Nama obat Dosis yang Dosis Keterangan
diberikan pemeliharaan
l-tiroksin
Kalsium sitrat
1,25 (OH) 2 Vitamin 0,25 mcg/hari 250 Tepat dosis
D3 (calcitriol) nanogram/hari
(0,25 mcg )
(PIONAS)
Estrogen terkonjugasi 0,625 mg 0,625 mg/hari Tepat dosis

71
(PIONAS)
Medroksiprogesteron 2,5 mg 2,5-10 mg/hari Tepat dosis
asetat (PIONAS)
Alendronate 10 mg 5-10 mg/ hari Tepat dosis
(Jurnal CDK)

- Waspada efek samping obat


Nama obat Efek samping obat Keterangan
l-tiroksin Mudah lelah, peningkatan WESO
nafsu makan, penurunan berat
badan, demam, dan intoleransi
terhadap panas, keringat
berlebihan, palpitasi, dan
peningkatan tekanan darah.
Kalsium sitrat Mual atau muntah-muntah, WESO
kehilangan nafsu makan,
kehilangan berat badan yang
tidak biasa, perubahan mood,
perubahan dalam jumlah urine,
nyeri otot atau tulang, sakit
kepala, rasa haus meningkat,
lemas, lelah, detak jantung
berdetak cepat
1,25 (OH) 2 Vitamin Sakit kepala, mulut kering, WESO
D3 (calcitriol) aritmia, nyeri perut, mual dan
muntah, konstipasi, hilang
nafsu makan, nyeri otot dan
tulang, lemas, nyeri atau sulit
berkemih, denyut jantung tidak
teratur
Estrogen terkonjugasi Stroke, tromboembolisme, WESO

72
hipertensi, depresi, ikterus
kolestatik, edema, sakit kepala,
mual dan muntah, rasa tidak
nyaman pada payudara,
peningkatan atau penurunan
berat badan, alopecia,
ginekomastia, dan impotensi.
Penggunaan jangka lama
estrogen terkonjugasi
dinyatakan berpotensi fatal,
yaitu berisiko menyebabkan
kanker endometrium
Medroksiprogesteron Peningkatan berat badan, WESO
asetat perubahan perasaan dan
depresi, sulit tidur, kegugupan,
hilangnya gairah seksual, sakit
kepala atau migren, mual,
nyeri perut, flatulen, perut
kembung, muntah, jerawat,
kebotakan, nyeri punggung,
nyeri payudara, kista ovarium,
rasa terbakar, perdarahan
uterin/vaginal termasuk bercak,
lemah (kondisi astenik) atau
cepat marah
Alendronate kejadian gastrointestinal WESO
bagian atas (nyeri perut,
dyspepsia, ulkus esophagus,
disfagia dan abdominal
distention); ruam dan eritema;
nyeri muskuloskeletal,
konstipasi, diare, dlatulensi dan
sakit kepala; mual,muntah,

73
keram otot. Efek samping yang
dilaporkan pada penggunaan
pasca pemasaran: reaksi
hipersensitivitas (termasuk
urticaria dan angioedema);
mual dan muntah,
esofagitis,erosiesophageal,
ulkus esophagus, esophageal
stricture atau perforasi, dan
ulkus orofaringeal, ulkus
duodenum dan gaster (jarang,
beberapa kasus berat dan
dengan komplikasi); rash;
uveitis dan scleritis (jarang).

d. Plan
 Tujuan terapi
- Untuk meningkatkan BMD
- Menghambat pengeroposan tulang
- Mencegah atau menurunkan risiko fraktur
 Terapi farmakologi
- Terapi hipertiroidisme : l-titoksin
- Terapi untuk mengatasi defisiensi kalsium : kalsium sitrat dan 1,25
(OH) 2 Vitamin D3 (calcitriol)0,25 mcg/hari
- Terapi hormon pascamenopause :estrogen terkonjugasi0,625 mg
danMedroksiprogesteron asetat2,5 mg
- Terapi untuk osteoporosis : alendronate 10 mg
 Terapi non farmakologi
- Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur
untuk memelihara kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem
neuromuskular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko
terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan
30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang.

74
- Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan
sehari-hari maupun suplementasi,
- Hindari merokok dan minum alkohol.
- Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosteron
pada laki-laki dan menopause awal pada wanita.
- Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat
menimbulkan osteoporosis
- Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang
sudah pasti osteoporosis
- Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh,
misalnya lantai yang licin, obat-obat sedatif dan obat anti
hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi ortistatik.
- Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang
kurang terpajan sinar matahari atau pada penderita dengan
fotosensitifitas, misalnya SLE. Bila diduga ada defisiensi vitamin
D, maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D
serum menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau
800 lU/hari pada orang tua harus diberikan. pada penderita dengan
gagal ginjal, suplementasi 1,25(OH).D harus dipertimbangkan.
- Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan
membatasi asupan Natrium sampai 3 gram/hari untuk
meningkatkan reabsorpsi kalsium ditubulus ginjal. Bila ekskresi
kalsium urin > 300 mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah
(HCT 25 mg/hari).
- Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan
jangka panjang, usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis
serendah mungkin dan sesingkat mungkin
 Terapi alternatif
- Akupunktur
Akupunktur adalah terapi yang digunakan dalam pengobatan
tradisional Tiongkok. Pengobatan ini berbentuk penempatan dan

75
penusukan jarum-jarum di titik-titik strategis pada tubuh.
Akupunktur sering dikombinasikan dengan terapi herbal.
3. PEMILIHAN OBAT RASIONAL
1. L-tyroksine merupakan obat yang digunakan untuk mengobati
hipotiroidisme. Dosis awal tidak lebih dari 100 mcg sehari, lebih
baik sebelum makan pagi, atau 25–50mcg pada pasien lanjut usia
atau pasien dengan penyakit jantung, ditingkatkan dengan 25–50
mcg dengan interval paling cepat tiap 4 minggu. Dosis
pemeliharaan untuk mengobati hipotiroid umumnya 100–200 mcg
sehari yang dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
2. Calsitriol dan kalsium sitrat untuk mencegah kekurangan kalsium
3. Estrogen terkonjugasi merupakan terapi sulih hormone sebagai
pengganti hormone esterogen dengan dosis pemeliharaan 0,625
mg/hari
4. Medroksiprogesteron asetat merupakan terapi sulih hormone
sebagai pengganti hormone progesterone dengan dosis
pemeliharaan 5-10 mg / hari.
5. Alendronate untuk pengobatan osteoporosis pada wanita
pascamenopause. dengan dosis pemeliharaan 10 mg/ hari.
4. EVALUASI OBAT TERPILIH (AMAN, EFEKTIF, EKONOMIS)
No Nama Obat Aman Efektif Harga
1 l-tiroksin Aman Efektif Terjangkau
2 Kalsium sitrat Aman Efektif Mahal
(> Rp.100.000)
3 1,25 (OH)2 Vitamin Aman Efektif Mahal
D3 (Calcitriol) (> Rp.100.000)
4 Estrogen terkonjugasi Aman Efektif Mahal
(> Rp.100.000)
5 Medroksiprogesteron Aman Efektif Mahal
asetat (> Rp.100.000)
6 Alendronat Aman Efektif Mahal
(setelah 2 (> Rp.100.000)
tahun,
kepadatan

76
tulang
meningkat
6%)

5. MONITORING DAN FOLLOW UP


1. Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan mengulang
pemeriksaan densitometri setelah 1-2 tahun pengobatan dan dinilai
peningkatan densitasnya. Bila dalam waktu 1 tahun tidak terjadi
peningkatan maupun penurunan densitas massa tulang, maka
pengobatan sudah dianggap berhasil, karena resorpsi tulang sudah
dapat ditekan.
2. Selain mengulang pemeriksaan densitas massa tulang, maka
pemeriksaan petanda biokimia tulang juga dapat digunakan untuk
evaluasi pengobatan. Penggunaan petanda biokimia tulang, dapat
menilai hasil terapi lebih cepat yaitu dalam waktu 3-4 bulan setelah
pengobatan. Yang dinilai adalah penurunan kadar berbagai petanda
resorpsi dan formasi tulang.
6. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI
- Memberikan informasi dengan meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai faktor risiko penyakit Osteoporosis.
- Memberikan informasi kepada pasien untuk mencegah
osteoporosis dengan cara mengatur pola makan sehat (menjaga
komposisi protein, kalsium dan vitamin D), melakukan aktifitas,
terpapar sinar matahari, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol
- Memberikan edukasi mengenai pentingnya kepatuhan terapi
osteoporosis

7. JAWABAN PERTANYAAN
1. Sebutkan beberapa faktor risiko utama osteoporosis pada pasien ini.
Jawaban
Umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, ras (kaukasia)

77
2. Apa alasan l-tiroksin berkurang pada pasien ini?
Jawaban
L-tiroksin digunakan untuk pengobatan hipotiroid dengan tujuan untuk
meningkatkan kadar hormon tiroid. Jika kadar hormon tiroid terlalu
tinggi atau hipertiroid maka dapat terjadi remodeling tulang,
menurunnya densitas tulang, osteoporosis dan meningkatnya kejadian
fraktur
3. Apa signifikansi dari ekskresi kalsium urin rendah dan bagaimana
terapi dengan 1,25 (OH) 2 vitamin D3 memperbaiki masalah ini?
Jawaban
Hal tersebutmenunjukkan bahwa kalsium tidak diserap dengan baik,
yang kemungkinan penyebabnya adalah asupan kalsium yang
rendah.Dengan terapi vitamin D dapat meningkatkan penyerapan
kalsium gastrointestinal.
4. Apa saja alasan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita ini?
Apakah terapi dengan estrogen dan progesteron cukup?
Jawaban
Karena pasien sudah menopause sehingga dibutuhkan terapi sulih
hormone serta untuk mengurangi risiko kejadian kardiovaskular.
Terapi estrogen dan progesterom belum cukup karena kepadatan
mineral tulang pasien masih sama, sehingga ditambahkan Alendronate
yang setelah 2 tahun, kepadatan tulang meningkat 6 %
5. Apakah kekhawatiran pasien tentang karsinoma payudara valid?
Jawaban
Iya, karena Estrogen dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
Peningkatan risiko kanker payudara invasif diamati diwanita
pascamenopause menggunakan estrogen kuda terkonjugasi (CEE)
dalam kombinasi dengan medroxyprogesterone acetate (MPA)

78
6. Diskusikan manfaat dan efek samping alendronate yang digunakan
untuk mengobati osteoporosis pada pasien ini. Jika dia mengalami
masalah pengosongan esofagus, apakah Anda akan menggunakannya?
Jawaban
Alendronate berfungsi untuk merawat kesehatan tulang dan mencegah
serta mengatasi penyakit osteoporosis
Tidak karena salah satu efek samping dari obat alendronate ini adalah
memperlambat pengosongan esofagus

3.3 Kasus 3

3. Deskripsi Kasus

Debbie Winger adalah wanita berusia 33 tahun yang telah menggunakan


injeksi depo medroxyprogesterone acetate (DMPA) untuk kontrasepsi selama
hampir satu tahun. Dia tidak senang dengan itu karena dia pikir itu menyebabkan
banyak pendarahan tidak teratur. Dia bukan perokok tanpa riwayat VTE pribadi
atau keluarga atau penyakit kardiovaskular. Dia mendapat dosis berulang dua
bulan lalu. Pada saat itu tekanan darahnya 110 / 55mmHg dan berat badannya
meningkat 13kg sejak mulai, membuat BMI-nya hampir 30. Dia diberi resep
Microgynon (levonorgestrel 150μg) untuk membantu perdarahan yang tidak
teratur (untuk “menambah kembali” estrogen ). Dia tidak memiliki efek samping
dengan Microgynon dan bertanya apakah mungkin untuk beralih

4. Analisa Kasus (Berdasarkan Metode SOAP)


A. Subjektif

• Informasi umum pasien


Nama pasien : Debbie Winger
Jenis kelamin : Wanita
Usia pasien : 33 tahun

79
• Keluhan pasien
- Tekanan darahnya 110 / 55mmHg
- Berat badannya meningkat 13kg sejak mulai, membuat BMI-nya hampir
30
- Pasien menggunakan injeksi depo medroxyprogesterone acetate, yang
menyebabkan banyak pendarahan tidak teratur.
• Riwayat pengobatan terdahulu
Injeksi depo medroxyprogesterone acetate
• Riwayat pengobatan sekarang
Microgynon (levonorgestrel 150μg)

B. Objektif
- BB (Berat Badan): Meningkat 13kg sejak mulai, membuat BMI-
nya hampir 30.
- TD (Tekanan darah): 110 / 55mmHg

C. Assesment
1. Tepat Indikasi

Nama Obat Indikasi Mekanisme Kerja Keterangan

Injeksi Kontrasepsi Menghentikan Tepat Indikasi


DepoMedroxy hormonal, untuk ovulasi (proses
Progesterone Acetate mencegah kehamilan pembentukan sel
pada wanita subur. telur)

Microgynon Kontrasepsi Menangkal Tepat Indikasi


hormonal pembuahan telur
oleh sperma
setelah
berhubungan
seksual. Apabila
telur terlanjur

80
terbuahi, maka
Levonorgestrel
mampu mencegah
menempelnya telur
pada rahim dengan
cara mengubah
lapisan organ
tersebut.

2. Tepat Obat

Nama Alasan Pemilihan Obat Keterangan


Obat

Injeksi Depo Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga Tepat obat
Medroxyprogesteron menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan
e Acetate selaput lendir rahim tipis dan atrofi, menghambat
transportasi gamet oleh tuba, gangguan haid

Microgynon Membantu mencegah kehamilan, mengentalkan lendir Tepat obat


serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi
sperma, mencegah pelepasan sel telur, dan mencegah
pembuahan sel telur

3. Tepat Pasien

Nama Obat Kontraindikasi Keterangan

Injeksi Depo Pendarahan dari vagina persisten dan berulang yang belum Tidak tepat pasien
Medroxyprogesterone terdiagnosis, keganasan payudara yang diketahui atau diduga
Acetate tromboflebitis aktif, riwayat tromboflebitis, atau penyakit
vaskular serebral, gangguan atau penyakit hepar yang
signifikan seperti sirosis berat, hepatoselular karsinoma atau
tumor hepar maligna lainnya, adanya hipersensitivitas
terhadap medroxyprogesterone acetate

81
Microgynon Wanita yang sedang hamil dan menyusui, perempuan yang Tepat pasien
memiliki riwayat penyakit hati, hepatitis, batu empedu, dan
porfiria, perempuan yang memiliki riwayat penyakit
tromboemboli, migren berat, dan berisiko tinggi menderita
penyakit arterial

4. Tepat Dosis

Nama Obat Dosis yang Dosis normal/terapi Keterangan


digunakan

Injeksi Depo - Diberikan dosis 150 mg Tidak dapat


Medroxyprogesterone setiap 12-14 minggu. dipastikan
Acetate

Microgynon Levonogestrel Dosis: 1 tablet sehari Tepat dosis


150μg dimulai dari hari
pertama menstruasi.

5. Waspada Efek Samping Obat

Nama Obat Efek Samping Keterangan

Injeksi Depo  Perubahan pada siklus menstruasi (35%) : Perubahan yang WESO
Medroxyprogesterone terjadi bervariasi dari amenorea, flek atau spotting yang
Acetate tidak reguler, durasi menstruasi yang berkepanjangan dan
pendarahan yang berat.

 Peningkatan berat badan (18%)

 Penurunan libido (11%)

 Timbulnya jerawat (10%)

82
 Reaksi pada lokasi penyuntikkan (6%) : Terutama yang
dilaporkan adalah nyeri pada lokasi penyuntikkan. Pada
1% wanita mengalami perubahan kulit yang persisten,
seperti atrofi atau indurasi

 Nyeri kepala (9%)

 Malaise, bronkitis, influenza, faringitis, nyeri abdomen,


diare, mual, infeksi saluran kemih, vaginitis, nyeri
payudara, galaktorea, insomnia, pusing, gelisah

Microgynon  Mual dan muntah WESO

 Pusing

 Sakit kepala

 Kram perut

 Pembengkakan pada pembuluh darah vena


(tromboflebitis)

 Nyeri payudara

DRPS PCNE V.9

 P2 (Keamanan perawatan)
Terjadinya perdarahan yang tidak teratur yang dialami pasien, sehingga
pemakaian dari injeksi depo medroxyprogesteron acetate dihentinkan dan
diganti dengan mikroginin (levonogestrol)
 P2 (Keamanan perawatan)
Timbulnya efek samping berupa kenaikan berat badan pasien saat
pemakaian injeksi depo medroxyprogesteron acetate. Sehingga digantikan
dengan mikroginon (levonogestral).

83
D. Plan
 Terapi Farmakologi
Pemakaian injeksi Depo Medroxyprogesterone Acetate dihentikan karena
alasan keamanan pasien, dan digantikan dengan
Mycroginon(levonorgestrel) dengan dosis 1 tablet sehari dimulai dari hari
pertama menstruasi.
 Terapi Non Farmakologi
- Mengurangi stress
- Mengubah pola makan sehat
- Olahraga teratur

5. Pemilihan Obat Rasional


Dari kedua obat yang diresepkan, Mycroginon adalah obat yang paling
rasional karena keamanan, keefektifan dan ekonomisnya lebih baik
dibandingkan dengan injeksi Depo medroxyprogesterone Acetate.

6. Evaluasi Obat Terpilih(Aman, Efektif, Ekonomis)

No Nama Obat Aman Efektif Ekonomis

1 Injeksi Depo Tidak aman, Efektif, 10.000/vial


Medroxy karena karena
progesterone menimbulkan pasien
Acetate pendarahan tidak
sedang
hamil

2 Mycroginon Aman Efektif 15.000/strip

7. Monitoring Dan Follow Up

84
• Pemantauan tekanan darah pasien
• Pemantauan berat badan pasien dengan cara :
- Mengatur pola makan
- Melakukan aktivitas fisik

8. Komunikasi Informasi Dan Edukasi


▪ Edukasi pasein terkait obat yang digunakan
▪ Mengedukasi pasien jika mengalami pendarahan tidak terjadwal perlu
dilakukan pemeriksaan yang mencakup :
- Pemeriksaan kehamilan
- Menjalani penilaian resiko atau IMS (infeksi Menular Seksual)
- Pemeriksaan vagina yang mencakup pemeriksaan serviks untuk
menyingkirkan kemungkinan terjadinya kanker.

9. Pertanyaan Dan Jawaban


Pertanyaan : Apakah mungkin untuk beralih?
Jawab : Pasien tidak memiliki kontraindikasi penggunaan COC
(Combination oral contraceptives) sehingga dia dapat menghentikan
penggunaan injeksi DMPA dan terus menggunakan Microgynon, BMI 30-
34 adalah kategori MEC Inggris 2 untuk COC, dimana katerogi 2 , kondisi
dimana keuntungan menggunakan metode ini umumnya lebih besar dari
pada risiko teoretis atau risiko yang telah terbukti.

3.4 Kasus 4

3. Deskripsi Kasus

85
Agnetha Perry berusia 36 tahun dan telah mengonsumsi Ovranette
(ethinylestradiol 30 μg dan levonorgestrel 150 μg; Pfizer) selama enam bulan.Dia
tidak memiliki riwayat penyakit jantung pribadi atau keluarga atau tromboemboli
vena (VTE).Dia berhenti merokok lebih dari setahun yang lalu, tetapi baru-baru
ini mulai merokok lagi karena stres di tempat kerja.Dia sekarang merokok 20
batang sehari. Dia mengeluhkan sakit kepala yang parah bahkan ia sempat
mengambil cuti ditempat kerjanya. Dia tidak tahu apa penyebab sakit kepalanya.
Dia mengunjungi perawat praktik di operasi GP-nya untuk mendapatkan resep
ulang. Tekanan darahnya saat check-up yaitu 120/67 mmHg dan indeks massa
tubuh (BMI) 27.

4. Analisa Kasus (Berdasarkan Metode SOAP)

A. Subjektif

Nama: Agnetha Perry


Umur: 36 tahun
Keluhan: sakit kepala yang parah.
Riwayat penyakit: jantung (-) dan VTE (-).
Riwayat keluarga: jantung (-) dan VTE (-).
Riwayat kesehatan: merokok kembali setelah berhenti setahun yang lalu ketika
sedang stress (20 batang/hari).
Riwayat pengobatan: selama 6 bulan pasien mengonsumsi Ovranette yang
mengandung obat kontrasepsi oral kombinasi yaitu ethinylestradiol 30 μg dan
levonorgestrel 150 μg.

B. Objektif

Pemeriksaan fisik
 Tekanan darah: 120/67 mmHg (normal; dewasa 19-40 tahun: 95-135/60-80
mmHg).
 Nilai BMI: 27 (pre-obesitas; berdasarkan WHO).

Pemeriksaan laboratorium: (-)

C. Assessment

86
L. Ny. Agnetha sudah pernah berhenti merokok namun sekarang merokok lagi
karena stress bahkan menghabiskan rokok sampai 20 batang dalam sehari.
Selain itu, Ny. Agnetha mengalami sakit kepala yang parah dan tidak yakin
apa peyebabnya
M. Ny. Agnetha Perry telah mengkonsumsi Ovranette (ethinylestradiol 30
mikrogram dan levorgestrel 150 mikrogram, Pfizer) selama 6 bulan.
Ovranette adalah kontrasepsi oral kombinasi (KOK). Sementara, kontrasepsi
oral kombinasi merupakan kontraindikasi pada pasien migrain dan perokok
berusia di atas 35 tahun. Sehingga Ovranette (Kombinasi oral kombinasi)
seharusnya dihentikan penggunaannya mengingat keamanannya yang dapat
menimbulkan risiko penyakit lain seperti kardiovaskular dan lainnya.

D. Plan

 Tujuan kontrasepsi

 Untuk menunda kehamilan

 Untuk menjarangkan kehamilan

 Untuk menghentikan kehamilan / mengakhiri kehamilan / kesuburan.

 Syarat kontrasepsi

 Efek samping yang merugikan tidak ada

 Lama kerja dapat diatur menurut keinginan

 Tidak mengganggu hubungan persetubuhan

 Harga murah dan dapat di jangkau masyarakat luas.

Selain kondisi medis tertentu, kebiasaan wanita seperti merokok juga


berpengaruh pada pemilihan kontrasepsi.Wanita yang berusia lebih dari 35tahun
dan merokok >15 batang rokok setiap harinya tidak diperbolehkan menggunakan
pil KB kombinasi.

87
Data WHO menyebutkan bahwa wanita yang menggunakan pil KB
kombinasidan merokok mengalami peningkatan risiko penyakit jantung,
terutama infark miokard.Risiko ini semakin bertambah bergantung dari jumlah
rokok yang dikonsumsi setiap harinya.

Pasien perlu melakukan konseling terkait pergantian KOK yang digunakan


karena KOK kontraindikasi dengan keadaan pasien saat ini (migrain dan perokok
berat).Kontrasepsi oral progesteron (KOP) merupakan alternatif kontrasepsi
hormonal bagi wanita yang tidak dapat menerima estrogen KOP ini cocok untuk
wanita perokok berat, penderita hipertensi, kelainan katup jantung, diabetes
melitus, atau migrain.

 Pengobatan Non Farmakologi

 Mulai mengurangi dan menghilangkan kebiasaan merokok.


 Rajin berolahraga dan menerapkan pola hidup yang sehat.
 Mengurangi stress dengan hal-hal yang positif.

 Terapi Alternatif
Penggunaan IUD non-hormonal, berdasarkan pedoman klinis yang
dikeluarkan oleh CDC tahun 2016, penggunaan IUD juga aman digunakan
untuk wanita dengan gangguan metabolik yaitu obesitas (pada kasus ini
pasien overweight)dan juga aman untuk wanita yang merokok, depresi,
riwayat kanker payudara (menggunakan IUD yang non hormonal)

5. Pemilihan Obat Rasional

I. Tepat Indikasi

Obat Indikasi Keterangan


Ovranette Kontrasepsi Tepat Indikasi

II. Tepat Obat

Obat Alasan Pemilihan Keterangan


Obat

88
Ovranette Digunakan untuk Tepat Obat
kontrasepsi

III. Tepat Pasien

Obat Kontra Indikasi Keterangan


Ovranette Ibu menyusui, perokok Tidak Tepat Pasien,
aktif, hipertensi, DM, karena pasien
Penyakit hati kronik, perokok aktif dan
tumor hati, pendarahan migrain.
vagina,
hipersensitivitas, Sakit
kepala, migrain

IV. Tepat Dosis

Obat Dosis yang Dosis Keterangan


digunakan normal/terapi
Ovranette - 1 tablet /hari Tidak dapat
mengikuti dipastikan
petunjuk pada
blister
(ethinylestradiol
30μg dan
levonorgestrel
150μg)

V. Waspada Efek Samping Obat

Obat Efek Samping Keterangan


Ovranette Pristiwa trombolitik, WESO
kanker payudara,
tumor hati jinak,
memburuknya kondisi

89
kehamilan

6. Evaluasi Obat Terpilih (Aman, Efektif, dan Ekonomis)

 Ovranette, Tidak aman karena pada perempuan akseptor pil KB yang


memiliki kebiasaan merokok, resiko penyakit jantung dan darah tinggi
makin meningkat (Maryono, 2009). Ovranette paling sering
diresepkan untuk wanita muda yang tidak memiliki masalah kesehatan
utama. Ini tidak cocok untuk wanita yang memiliki risiko lebih tinggi
mengalami pembekuan darah, termasuk wanita berusia di atas 35
tahun yang merokok.
 Kontrasepsi oral progesteron (KOP) merupakan alternatif kontrasepsi
hormonal bagi wanita yang tidak dapat menerima estrogen KOP ini
cocok untuk wanita perokok berat, penderita hipertensi, kelainan
katup jantung, diabetes melitus, atau migrain.
 Terapi alternatif lainnya adalah penggunaan IUD non-hormonal,
bersadarkan pedoman klinis yang dikeluarkan oleh CDC tahun 2016,
penggunaan IUD juga aman digunakan untuk wanita dengan
gangguan metabolik yaitu obesitas (pada kasus ini pasien overweight)
dan juga aman untuk wanita yang merokok, depresi, riwayat kanker
payudara (menggunakan IUD yang non hormonal)

7. Monitoring dan Follow Up

Follow up terkait kontrasepsi yang digunakan pasien, karena KOK


yang saat ini digunakannya merupakan kontraindikasi dengan keluhannya
yaitu migrain dan merokok berat. Banyak faktor yang menentukan metode
kontrasepsi yang dipilih seseorang untuk digunakan.Asalkan pasien
tersebut secara medis memenuhi syarat untuk menggunakan metode
tertentu, dia harus bebas memilih metode yang paling dapat diterima
olehnya.Agar efektif, kontrasepsi harus digunakan dengan benar dan
konsisten.Penggunaan metode yang efektif dan berkelanjutan secara
langsung berkaitan dengan penerimaannya bagi pengguna.

90
8. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

1) Beritahu pasien untuk menghentikan penggunaan Ovranette karna


menyebabkan migrain dan merokok dapat meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskuler.

2) Edukasi pasien untuk mengurangi kebiasaan merokok yang dapat menjadi


factor resiko penyakit serius lainnya.

3) Atasi stress dengan melakukan hal-hal yang bermanfaaat seperti olahraga,


refreshing serta mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.

4) Beritahu pasien bahwa produk yang digunakannya tidak dapat


melindunginya dari kemungkinan terjadinya HIV (AIDS) dan penyakkit
menular seksual lainnya.

9. Pertanyaan dan Jawaban

Pertanyaan : Apakah terapi Ovranette harus dilanjutkan?

Jawaban :Tidak perlu dilanjutkan, karena Ovranette merupakan KOK yang tidak
aman pada perempuan dengan kebiasaan merokok dan migrain. (Maryono,
2009).Terlebih pada kasus ini pasien merokok 20 batang sehari.Jadi penggunaan
Ovranette harus di hentikan.

BAB IV
KESIMPULAN

Osteoporosis berasal dari kata “osteo” yang berarti tulang, dan “porous”
yang berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis disebut juga
pengeroposantulang. Osteoporosismerupakansatupenyakitskeletal sistemik yang
ditandai oleh menurunnya massa tulang. Oleh karena berkurangnya matriks
dan mineral tulang disertaidengankerusakanmikroarsitekturdarijaringan
tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi
kecendrungan tulang mudah fraktur.

91
Prevalensi osteoporosis pada perempuan 4 kali lebih tinggi dibanding
padapria. Selain itu berdasarkan data Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun 2006
menunjukkan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% dan prevalensi osteopenia
sebesar 41,7%, berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia berisiko osteoporosis
Terdapat beragam terapi yang dapat diberikan pada penderita osteoporosis.
Pemilihan terapi hendaknya disesuaikan dengan kondisi pasien dan kepatuhan
terapi
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu
dikelompokkan menurut pemakainya, metodenya, serta tujuan pemakaiannya.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemilihan alat kontrasepsi adalah tidak
memiliki efek samping yang merugikan, lama kerja dapat diatur menurut
keinginan, tidak mengganggu persetubuhan, harganya murah supaya dapat
dijangkau masyarakat luas, dapat diterima pasangan suami istri, tidak memerlukan
bantuan medik atau kontrol yang terlambat selama penatalaksanaan. faktor-
faktor yang mempengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi yaitu : Faktor
pasangan, faktor kesehatan, faktor metode kontrasepsi.
Menopause adalah masa pada kehidupan seorang perempuan ketika
kemampuan reproduksinya berhenti. Adapun jenis-jenis menopause yaitu : . Pra
menopause, Menopause Dini, Menopause Normal, Menopause Lambat.

Hormon Pengganti adalah perawatan medis yang menghilangkan gejala


gejala pada wanita selama dan setelah menopause. Pada hormon pengganti
Hormon yang diberikan adalah hormone estrogen, akan tetapi pemberiannya
selalu harus dikombinasikan dengan progesterone. Pemberian progesterone antara
lain bertujuan untuk mencegah kanker endometrium, sedangkan pemberian
progesterone untuk pencegahan kanker payudara

92
DAFTAR PUSTAKA
.
Anonim, 2018.Terapi Sulih Hormon Tingkatakan Risiko Kanker Rahim.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Depkes. R.I. 2004. Kecenderungan Osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih Tinggi


dibandingkan Negeri BelandaAdnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P.,
Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2014. ISO Farmakoterapi.Jakarta : PT. ISFI
Penerbitan.
Afni, Rita dan Ahmad Hanafi.2019.Risiko Osteoporosis Pada Lansia Di Upt
Panti Sosial Tresna Werdha Khusnul Khotimah Pekanbaru. Journal Of
Widwifery Science. Jakarta: Litbangkes.

93
Depkes R.I. 2015. Data dan kondisi penyakit osteoporosis diIndonesia.
Pencegahan dan pengobatan.Infodatin.Jakarta

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C.


V.2017.Pharmacotherapy Handbook, Tenth Edition. McGraw-Hill
Education Companies. Inggris

Esther Kristiningrum.2020. Farmakoterapi untuk Osteoporosis.Jakarta :


Departemen Medical PT. Kalbe Farma Tbk

Guyton, AC. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.Jakarta : EGC.


Hartanto, H. 2003. Keluarga berencana dan kontrasepsi.Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.

Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar


Harapan : Jakarta

Haryani, D,D, Santjaka, A, Sumarni. 2010. Pengaruh frekuensi kontrasepsi suntik


DMPA terhadap kenaikan berat badan pada akseptor kontrasepsi suntik
DMPA. Jurnal Ilmiah Kebidanan, 1(1): 59–72.

Hi’miyah DA, Martini S. Hubungan antara obesitas dengan osteoporosis studi di


Rumah Sakit Husada Utama Surabaya.Jurnal Berkala Epidemiologi.
2013;1(2):172-81.

JohnellO,KanisJA.Anestimateoftheworldwideprevalenceanddisabilityassociatedw
ithosteoporoticfractures.OsteoporosInt.2006;17:1726.

Junaedi I. Osteoporosis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer;2007.

Kawiyana, I Ketut Siki. 2009. Osteoporosis Patogenesis Diagnosis Dan Penang


anan Terkini. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 10 Nomor 2 .

Kristiningrum, Esther. 2020. Farmakoterapi Untuk Osteoporosis. Continuing Me


dical Education. CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47. PT . Kalbe Farma.

94
Limbong, E.A., dan Syahrul, Fariani. 2015. Rasio Risiko Osteoporosis Menurut
Indeks Massa Tubuh, Paritas, dan Konsumsi Kafein. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol. 3, No. 2 Mei 2015: 194–204.

Meithya, dkk.2012.Peran Religiusitas Mengatasi Kecemasan Masa Menopause.


Jurnal AL-AZHAR INDONESIA. 1 (3): 146-147

Miladiyah, Isnatin. 2003. Tinjauan Risiko dan Manfaat Hormone Replacement


Therapy pada Wanita Menopause. Mutiara Medika, Vol. 3 No. 2 (102-
112).

Prawidya, dkk.2016.Desain Sistem Pakar Identifikasi Gejala Menopause. Jurnal


Teknologi Informasi dan Terapan.2 (2): 251-252

Puspitasari, N. 2008.Metode Kontrasepsi.Departemen Biostatistika dan


Kependudukan. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga.
Saifuddin, A,B. 2003. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi.Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
TandraH.Osteoporosis.Mengenal,mengatasi,danmencegahtulangkeropos.Jakarta:
GramediaPustakaUtama;2009.

Varacallo, Matthew et al. 2020. “Osteoporosis in Spinal Cord


Injuries”.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526109/#article-
26413.s10. Diakses tanggal 28 November 2020.

Vielma, Jose Ramon, David Picon, Luis Vicente Gutierrez dan Nelva Deyana Lar
a. 2018. Pathophysiology of osteoporosis: genes, oxidative stress and imm
unopathogeny. A qualitative systematic review. Avances en Biomedicina,
Vol. 7, No. 2, 2018

95
WHO.Assesssment of fracture risk and its application to Screening for
postmenopausal osteoporosis.Geneva:WorldHealthorganization; 1994.
Technical Report Series843

Wratsangka, Raditya. 1999. Pemberian Terapi Sulih Hormon Sebagai Upaya


Meningkatkan Kesehatan Wanita Menopause. Jurnal Kedokteran
Trisakti, Vol. 18 No. 3 (155-162)

Wulandari, P. 2013. Sistem penunjang keputusan pemilihan metode/alat


kontrasepsi. Depok: Universitas Indonesia.

Wulandari, Rr. Catur Leny. 2015. Terapi Sulih Hormon Alami untuk Menopause.
Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5 No. 10 (54-66)

96

Anda mungkin juga menyukai