Anda di halaman 1dari 22

Laboratorium Farmakologi-Toksikologi

Ps. Farmasi, F-MIPA


Universitas Lambung Mangkurat

PERCOBAAN II
PENGARUH OBAT TERHADAP SISTEM SARAF

Disusun Oleh:

Nama : Rizki Amalia


NIM : J1E106015
Kelompok : II B

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2008
PERCOBAAN II
PENGARUH OBAT TERHADAP SISTEM SARAF

Disusun Oleh:

Nama : Rizki Amalia


NIM : J1E106015
Kelompok : II B

Tanggal Praktikum: 01-04-2008


Dikumpul Tanggal: 08-04-2008 Diketahui,
Nilai:

( )

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2008
BAB I
PENDAHULUAN

Di dalam sistem saraf, dapat dibedakan 2 penggolongan fungsional utama.


Bagian otonom, yang sebagian besar bebas sehingga akibatnya tidak dipengaruhi
secara langsung oleh kendali kesadaran terutama berhubungan dengan fungsi
viseral curah jantung, aliran darah ke berbagai organ, pencernaan, pembuangan,
dan lain-lain yang penting untuk kehidupan. Bagian sistem saraf utama lainnya
adalah bagian somatik, yang sebagian besar tidak otonom dan berhubungan
dengan fungsi yang sadar seperti gerak tubuh maupun pernapasan dan sikap
tubuh. Farmakologi otonom adalah pembahasan obat-obatan yang mempengaruhi
susunan saraf otonom sendiri maupun reseptor otonom pada sel-sel efektor yang
dikontrololeh susunan saraf otonom (otot jantung, otot polos dan kelenjar).
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) merupakan agen aktif
secara farmakologi yang terbanyak digunakan dan mempunyai penggunaan medis
yang sangat penting. Praktek pembedahan modern, misalnya, tak akan mungkin
dilakukan tanpa obat anastesi umum. Kemajuan teknologi sekarang ini, telah
memberikan pemahaman lebih besar tentang cara obat SSP bekerja. Penelitian
atas mekanisme kerja obat bermanfaat tidak hanya untuk penyelidikan dasar sel
dan molekul keadaan ini, tempat obat utama diberikan, tetapi juga dalam
memberikan petunjuk tentang cara susunan saraf pusat bekerja secara normal.
Pada praktikum kali ini, digunakan obat-obat yang mempengaruhi sistem
saraf otonom, seperti atropin, adrenalin, dan propanolol untuk mengetahui efek
farmakodinamik terhadap hewan uji. Obat-obat yang digunakan pada percobaan
sistem saraf pusat adalah obat-obat seperti eter, kloroform, dan alkohol yang
digunakan sebagai anestesi umum. Untuk percobaan sistem saraf pusat, digunakan
parameter onset dan durasi untuk mengetahui kerja obat yang lebih baik
digunakan sebagai anestesi.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN PERCOBAAN

II.1. MAKSUD PERCOBAAN

Maksud dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat mengenal,


mempraktekkan, dan membandingkan jenis-jenis obat yang dapat
mempengaruhi sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat.

II.2. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui efek yang


terjadi setelah pemberian obat-obat sistem saraf otonom pada hewan uji
dengan uji neurofarmakologik pada hewan uji. Selain itu juga untuk
mengetahui onset dan durasi dari kerja obat-obat sistem saraf pusat.
BAB III
TEORI SINGKAT

Sistem saraf terdiri dari dua kelompok, yakni Susunan Saraf Pusat (SSP)
yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, dan susunan saraf perifer
dengan saraf-saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya
dengan SSP. Saraf perifer terbagi menjadi dua bagian, yakni susunan saraf motoris
yang bekerja sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan
sebagainya) serta Susunan Saraf Otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya
sendiri (Tjay,2002).
Sistem simpatis dan parasimpatis, umumnya bekerja berlawanan satu sama
lain (antagonis). Sebagai contoh, sistem simpatis umumnya bersifat katabolik,
mengeluarkan energi (sistem “fight or flight”). Sistem ini meningkatkan frekuensi
jantung, mendilatasi bronki, dan mengurangi sekresi, sedangkan sistem
parasimpatis bersifat anabolik, menyimpan energi, misalnya menurunkan
frekuensi jantung, menstimulasi fungsi gastrointestinal. Pada individu yang
sedang beristirahat, sistem parasimpatis mendominasi pada sebagian besar organ,
mengakibatkan denyut jantung relatif lambat, sekresi adekuat, dan motilitas usus
yang sesuai. Tetapi, pada individu yang sedang stres, sistem simpatis
mendominasi, mengalihkan energi untuk fungsi-fungsi yang membuat orang siap
untuk fight or flee (misal: peningkatan oksigenasi jaringan dengan bronkodilatasi
dan peningkatan curah jantung) (Olson,1993).
Tahap transmisi neurohormonal yaitu sistesis, penyimpanan, penglepasan,
ikatan dengan reseptor dan eliminasi transmitor merupakan dasar untuk pengertian
kerja obat otonom. Obat yang bekerja pada saraf otonom mempengaruhi salah
satu tahap transmisi neurohormoral tersebut, yaitu pada transmisi adrenergik atau
transmisi kolinergik tanpa membedakan apakah saraf tersebut termasuk sistem
simpatis, parasimpatis atau somatik. Hal tersebut menjelaskan obat yang bekerja
pada saraf otonom bertolak dari transmisi kolinergik dan transmisi adrenergik dan
bukan dari sistem simpatis-parasimpatis (Anonim,1995).
Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormoral dengan cara
menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh
obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu (1) hambatan
pada sintesis atau penglepasan transmitor; (2) menyebabkan penglepasan
transmitor; (3) ikatan dengan reseptor; dan (4) hambatan destruksi transmitor
(Anonim,1995).
Sistem saraf perifer berfungsi meneruskan impuls saraf listrik dari dan ke
susunan saraf pusat, melalui masing-masing neuron efferent (motoris) dan neuron
afferent (sensory). Impuls eksogen diterima oleh sel-sel penerima (reseptor) untuk
kemudian diteruskan ke otak atau sumsum belakang. Rangsangan dapat berupa
perangsang (stimuli) nyeri, suhu, perasaan, penglihatan, pendengaran dan
sebagainya (Tjay,2002).
Menurut efek utamanya maka obat otonom dapat dibagi dalam 5 golongan:
1. Parasimpatomimetik atau kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh
aktivitas susunan saraf parasimpatis. Tetapi karena ada saraf, yang secara
anatomis termasuk saraf simpatis, yang transmitornya asetilkolin (ACh) maka
istilah obat kolinergik lebih tepat daripada istilah parasimpatomimetik
(Anonim,1995).
Obat kolinergik dibagi dalam tiga golongan: (1) Ester kolin; dalam
golongan ini termasuk: asetilkolin, metakolin, karbakol, betanekol; (2)
Antikolinesterase, termasuk didalamnya: eserin (fisostigmin), prostigmin
(neostigmin), diisopropil-flurofosfat (DFP), dan insektisid golongan
organofosfat; dan (3) Alkaloid tumbuhan, yaitu: muskarin, pilokarpin dan
arekolin (Anonim,1995).
2. Simpatomimetik atau adrenergik
Obat golongan ini disebut obat adrenergik karena efek yang
ditimbulkannya mirip perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek
neutransmitor norepinefrin dan epinefrin dari susunan saraf simpatis.
Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik, tetapi
nama ini kurang tepat karena aktivitas susunan saraf simpatis ada yang
diperantarai oleh transmitor asetilkolin (Anonim,1995).
Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis: (1) perangsangan
perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan terhadap
kelenjar liur dan keringat; (2) penghambatan perifer terhadap otot polos usus,
bronkus, dan pembuluh darah otot rangka; (3) perangsangan jantung, dengan
akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi; (4) perangsangan
SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas
psikomotor, dan pengurangan nafsu makan; (5) efek metabolik, misalnya
penigkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis dan penglepasan asam
lemak bebas dari jaringan lemak; (6) efek endokrin, misalnya mempengaruhi
sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis; dan (7) efek prasinaptik, dengan
akibat hambatan atau peningkatan penglepasan neurotransmitor NE dan ACh
(secara fisiologi, efek hambatan lebih penting) (Anonim,1995).
3. Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik
Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik menghambat timbulnya
efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis (Anonim,1995).
4. Simpatolitik atau penghambat adrenergik
Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang
menghambat perangsangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya,
golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoreseptor dan penghambat saraf
adrenergik (Anonim,1995).
Antagonis adrenoreseptor atau adrenoseptor bloker ialah obat yang
menduduki adrenoseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan
obat adrenergik, dan dengan demikian menghalangi kerja obat adrenergik
pada sel efektornya. Ini berarti adrenoreseptor bloker mengurangi respons sel
efektor adrenergik terhadap perangsangan saraf adrenergik maupun terhadap
obat adrenergik eksogen. Untuk masing-masing adrenoreseptor α dan β ada
penghambatnya yang selektif. Antagonis adrenoreseptor α atau α-bloker
memblok hanya reseptor α dan tidak menduduki reseptor β. Sebaliknya,
antagonis adrenoreseptor β atau β-bloker memblok hanya reseptor β dan tidak
mempengaruhi reseptor α (Anonim,1995).
5. Obat ganglion merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion
(Anonim,1995).
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek
yang sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas
SSP secara spesifik atau secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan
selektivitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi
pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain.
Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP
yang bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma.
Pembagian obat dalam kelompok merangsang dan kelompok yang menghambat
SSP tepat, karena psikofarmaka misalnya menghambat fungsi bagian SSP tertentu
dan merangsang bagian SSP yang lain. Alkohol adalah penghambat SSP tetapi
dapat memperlihatkan efek perangsangan. Sebaliknya perangsangan SSP dosis
besar selalu disertai dipresi pasca perangsangan (Anonim,1995).
Fungsi SSP dapat ditekan seluruhnya secara tidak spesifik oleh zat-zat
pereda pusat seperti hipnotika dan sedativa. Sebagai akibatnya kesadaran untuk
impuls eksogen diturunkan serta aktivitas fisik dan mental dikurangi. Obat-obat
ini tidak mempengaruhi tingkah laku secara spesifik, sebagaimana halnya dengan
transquillizers, yang disamping itu juga berkhasiat depresif terhadap SSP.
Antagonis faali dari obat-obat tersebut adalah zat-zat yang berkhasiat
menstimulasi seluruh SSP, yakni analeptika (wekamin) dan antidepresiva. Kedua
jenis obat ini mempengaruhi semangat dan suasana jiwa berdasarkan kegiatan
langsung terhadap otak (Tjay,2002).
Untuk praktisnya, obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam
beberapa golongan besar, yaitu:
1. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi:
a. Psikoleptika: jenis obat yang pada umumnya menekan dan/atau
menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP yakni hipnotika, sedativa dan
tranquillizers, dan antipsikotika.
b. Psiko-analeptika: jenis obat yang menstimulasi seluruh SSP, yakni
antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin).
2. Jenis obat untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple
sclerosis), dan penyakit Parkinson.
3. Jenis obat yang menghalau atau memblokir perasaan sakit: analgetika,
anestetika umum, dan lokal.
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain (Tjay,2002).
BAB IV
METODE KERJA

IV.1. ALAT DAN BAHAN

IV.1.1. Alat Yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Alat suntik oral
2. Alat suntik tajam
3. Beaker gelas
4. Gelas ukur
5. Kapas
6. Pipet tetes
7. Stopwatch
8. Toples bertutup (1-3 Liter)

IV.1.2. Bahan Yang Digunakan


Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Alkohol
2. Adrenalin ampul
3. Atropin ampul/tetes mata
4. Aquadest
5. Eter
6. Kloroform
7. Propanolol ampul/tablet

IV.1.3. Hewan Coba


Hewan coba yang digunakan pada percobaan ini adalah mencit
jantan atau betina.

IV.2. CARA KERJA

IV.2.1. Cara Kerja Sistem Saraf otonom


1. Hewan coba dikelompokkan menjadi lima kelompok.
2. Masing-masing mencit ditimbang.
3. Kelompok I, mencit diberi pilokarpin 7,5 mg/70 kg BB per oral.
4. Kelompok II, mencit diberi atropin sulfat 1 mg/kg BB per oral.
5. Kelompok III, mencit diberi atropin sulfat 1 mg/kg BB per oral,
mencit kemudian diberi pilokarpin 7,5 mg/kg BB per oral.
6. Kelompok IV, mencit diberi adrenalin 1 mg/kg BB secara
intraperitoneal.
7. Kelompok V, mencit diberi propanolol 30 mg/kg BB per oral,
kemudian dilanjutkan dengan pemberian adrenalin 1 mg/kg BB.
8. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obat
tersebut meliputi pengamatan pupil mata, diare, tremor, warna
daun telinga, grooming, dan sebagainya.

IV.2.2. Cara Kerja Sistem Saraf Pusat (SSP)


a. Onset dan durasi barbiturat kerja pendek
1. Mencit disuntik dengan natrium tiopental.
2. Setelah itu, Mencit diletakkan di atas platform.
3. Dicatat waktu mulai tidur (onset) dan lama tidur (durasi).
b. Onset dan durasi barbiturat kerja panjang
1. Mencit diberi dengan natrium fenobarbital secara
intraperitoneal atau peroral.
2. Kemudian diletakkan di atas platform.
3. Dicatat onset dan durasi.
c. Onset dan durasi anestesi umum: Eter
1. Mencit diletakkan dalam toples.
2. Kemudian toples ditutup dan dicatat kecepatan pernafasan
dan aktifitasnya.
3. Tutup toples dibuka, dimasukkan kapas yang telah dibasahi
dengan 1,5 ml eter. Tutup toples sampai mencit teranestesi.
4. Setelah mencit teranestesi, dilepas tutup toples.
5. Dicatat onset dan durasinya serta diamati gejala yang timbul
sebelum mencit teranestesi.
6. Dikeluarkan mencit dari toples.

d. Onset dan durasi anestesi umum: Kloroform


1. Mencit diletakkan dalam toples.
2. Kemudian toples ditutup dan dicatat kecepatan pernafasan
dan aktifitasnya.
3. Tutup toples dibuka, dimasukkan kertas saring yang telah
dibasahi dengan 0,75 ml kloroform. Ditutup toples sampai
mencit teranestesi.
4. Setelah mencit teranestesi, dilepas tutup toples.
5. Dicatat onset dan durasinya serta diamati gejala yang timbul
sebelum mencit teranestesi.
6. Dikeluarkan mencit dari toples.
e. Onset dan durasi anestesi umum: alkohol
1. Mencit diletakkan dalam toples.
2. Kemudian toples ditutup dan dicatat kecepatan pernafasan
dan aktifitasnya.
3. Tutup toples dibuka, dimasukkan kertas saring yang telah
dibasahi dengan 0,75 ml alkohol. Ditutup toples sampai
mencit teranestesi.
4. Setelah mencit teranestesi, dilepas tutup toples.
5. Dicatat onset dan durasinya serta diamati gejala yang timbul
sebelum mencit teranestesi.
6. Dikeluarkan mencit dari toples.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

V.1.1. Hasil Percobaan

 Hasil percobaan obat-obat sistem syaraf otonom


Berat Bahan obat yang Hasil
Badan (g) diberikan
35,5 g Pilokarpin 7,5 mg/kg a. Telinga dan ekor memerah
BB dikarenakan pelebaran
pembuluh darah
b. Lama-kelamaan pupil
mata menyempit
c. Peristalsis saluran cerna
meningkat ditandai dengan
feses yang cair (diare)
d. Tremor dan kejang otot
(parkinson)
e. Kontraksi jantung
diperlambat denyut jantung
138/menit
f. Kelnjar ludah, keringat
dan air meningkat
g. Bronkontriksi.
23,8 Atropin sulfat Grooming, buntut kejang, buntut
0,5mg/kg BB bewarna merah, takikardi.

 34,26  Atropin sulfat 0,5mg Grooming, vasodilatasi, nafas


/kg BB lebih cepat, lebih agresif
 + Pilokarpin 7,5 mg/ Kelnjar ludah, keringat dan air
kg BB meningkat, Bronkontriksi Telinga
dan ekor memerah dikarenakan
pelebaran pembuluh darah, Lama-
kelamaan pupil mata menyempit
 Atropin sulfat 0,5mg Grooming, vasodilatasi, nafas
/kg BB
 39,91 lebih cepat, lebih agresif
 + Pilokarpin 7,5 mg/
Tremor dan kejang otot
kg BB
(parkinson).
21,3 Adrenalin 0,5 mg/kg Grooming, gemetar, warna daun
BB telinga memerah
 25,13  Propanolol 30  Kejang, mata terbelalak, bola
mg/kg BB mata menonjol, sering
kencing, takikardi, telinga
 + epinefrin memerah, grooming, keluar
doral dari hidung
 Detak jantung lambat, darah
menggumpal diujung ekor,
 Propanolol 30 sekresi air liur meningkat,
mg/kg BB telinga kembali memutih
seperti semula
 + epinefrin
 27,26  Kejang, bola mata menonjol,
sering kencing, takikardi,
telinga memerah, grooming
 Sekresi air liur meningkat,
peredaran darah menggumpal
diujung bagian ekor, detak
jantung melambat, telinga
kembali memutih seperti
semula

 Hasil percobaan obat-obat sistem syaraf pusat


No Obat yang Disuntikkan Onset Durasi
1 Natrium tiopental 3:10 60:00
2 Natrium fenobarbital 48:09 5:00
3 Eter 1:53 38.17
4 Kloroform 28:04 58:36,4
5 Alkohol 5:31 25:10

V.1.2. Perhitungan

1. Pilokarpin
Diketahui : Stock = 2 mg/ml
Dosis = 7,5 mg
Berat mencit = 35,5 g
Ditanya : V yang diberikan............?
Penyelesaian :
BB
Dosis / mencit  x Dosis Obat
1000 gram

35,5
= x 7,5 = 0,26625
1000
0,26625
V yang diberikan 
Stock
0,26625
= = 0,133 ml
2
2. Atropin sulfat
Diketahui : Stock = 0,025 mg/ml
Dosis = 0,5 mg
Berat mencit = 23,8 g
Ditanya : V yang diberikan.............?
Penyelesaian :
BB
Dosis / mencit  x Dosis Obat
1000 gram

23,8
= x 0,5 = 0,0119
1000
0,0119
V yang diberikan 
Stock
0,0119
= 0,025 = 0,476 ml = 0,5 ml

3. a).* Atropin sulfat


Diketahui: Stock = 0,025 mg/ml
Dosis = 0,5 mg
Berat mencit = 34, 26 g
Jawab :
BB
Dosis / mencit  x Dosis Obat
1000 gram

34,26
= x 0,5 = 0,01713
1000
0,01713
V yang diberikan 
Stock
0,01713
= 0,025
= 0,6852 ml

*Pilokarpin

Diketahui : Stock = 2 mg/ml


Dosis = 7,5 mg
Berat mencit = 34,26 g
Jawab :
BB
Dosis / mencit  x Dosis Obat
1000 gram

34,26
= x 7,5 = 0,2569
1000
0,2569
V yang diberikan 
Stock
0,2569
= = 0,128 ml
2
b).* Atropin sulfat
Diketahui: Stock = 0,025 mg/ml
Dosis = 0,5 mg
Berat mencit = 39,91 g
Jawab :
BB
Dosis / mencit  x Dosis Obat
1000 gram

39,91
= x 0,5 = 0,0199
1000
0,0199
V yang diberikan 
Stock
0,0199
= 0,025 = 0,796 ml

*Pilokarpin

Diketahui : Stock = 2 mg/ml


Dosis = 7,5 mg
Berat mencit = 39,91 g
Jawab :
BB
Dosis / mencit  x Dosis Obat
1000 gram

39,91
= x 7,5 = 0,299
1000
0,299
V yang diberikan 
Stock
0,299
= = 0,149 ml
2

4. Adrenalin

Diketahui : Stock = 0,025 mg/ml


Dosis = 0,5 mg
Berat mencit = 21,3 g
Jawab :
BB
Dosis / mencit  x Dosis Obat
1000 gram

21,3
= x 0,5 = 0,0106
1000
0,0106
V yang diberikan 
Stock
0,0106
= 0,025 = 0,424 ml

5. * Propanolol

Diketahui : Stock = 0,025 mg/ml


Dosis = 30 mg
Berat mencit 1 = 25,13 g
Berat mencit 2 = 27,16 g

Jawab :
BB
Dosis / mencit 1  x Dosis Obat
1000 gram

25,13
= x 30 = 0,739
1000
0,7539
V yang diberikan 
Stock
0,7539
= = 0,7539 ml
1

BB
Dosis / mencit 2  x Dosis Obat
1000 gram

27,16
= x 30 = 0,8148
1000
0,8148
V yang diberikan 
Stock
0,8148
= = 0,8148 ml
1
* Epinefrin

Diketahui : Stock = 0,025 mg/ml


Dosis = 0,5 mg
Berat mencit 1 = 25,13 g
Berat mencit 2 = 27,16 g
Jawab :
BB
Dosis / mencit 1  x Dosis Obat
1000 gram

25,13
= x 0,5 = 0,0125
1000
0,0125
V yang diberikan 
Stock
0,0125
= 0,025 = 0,5 ml

BB
Dosis / mencit 2  x Dosis Obat
1000 gram

27,16
= x 0,5 = 0,01358
1000
0,01358
V yang diberikan 
Stock
0,01358
= 0,025
= 0,54 ml
V.2. PEMBAHASAN

Percobaan yang dilakukan daplam kesempatan ini adalah


pengujian obat pada sistem saraf. Ada dua macam percobaan yang
dilakukan dalam kesempatan ini, yaitu pengamatan terhadap obat-obat
sistem saraf pusat dan obat-obat sistem saraf ototnom.
Obat-obat sistem saraf pusat yang digunakan adalah natrium
tiopental, natrium fenobarbital, eter, kloroform dan alkohol. Natrium
tiopental dan fenobarbital diberikan secara penyuntikan sedangkan
alkohol, eter, dan kloroform diberikan secara inhalasi. Dari percobaan
didapatkan onset tercepat didapatkan pada pemberian eter dengan onset
1 menit 53 detik, sedangkan onset paling lambat didapatkan pada
pemberian fenobarbital dengan onset 48 menit 9 detik. Untuk durasi
obat, durasi terpendek didapatkan pada pemberian natrium fenobarbital
yaitu selama 5 menit sedangkan onset terlama didapatkan pada
pemberian kloroform yaitu selama 58 menit 36,4 detik.
Pengamatan untuk obat-obat sistem saraf otonom dilakukan
untuk melihat efek farmakodinamik yang ditimbulkan pada mencit
setelah pemberian obat sistem saraf otonom dengan cara disuntikkan.
Volume obat yang diberikan pada mencit berbeda berdasarkan berat
badan dari masing-masing mencit, dosis obat, dan dosis yang tersedia
(Stock). Obat untuk saraf otonom yang diberikan adalah pilokarpin,
atropin sulfat, adrenalin, propranolol dan efinefrin. Pilokarpin adalah
obat golongan kolinergika yang memberikan efek stimulasi saraf
parasimpatis. Atropin sulfat termasuk golongan antikolinergika, yang
memberikan efek yang berlawanan dengan pilokarpin. Propranolol
adalah obat yang termasuk golongan antiadrenergik yang memiliki efek
simpatolitik, sedangkan epinefrin merupakan obat golongan adrenergik
atau simpatomimetik.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa


kesimpulan yaitu:
1. Sistem saraf manusia terbagi dua yaitu sistem saraf pusat
(SSP) dan sistem saraf perifer.
2. Waktu timbulnya efek anestesi yang paling cepat yaitu dengan
menggunakan eter dan yang efeknya paling lambat timbulnya adalah
fenobarbital. Untuk lamanya durasierja, fenobarbitall memiliki waktu
yang paling cepat, sedangkan kloroform memiliki waktu terlama.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI. Jakarta.

Olson, James. 1993. Belajar Mudah Farmakologi. Penerbit Buku Kedokteran


EGC. Jakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Elek Media
Komputindo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai