Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari
kemampuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya,
kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasipnya didalam organisme hidup. Untuk
menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta
penggunaan pada pengobatan penyakit, disebut farmakologi klinis.Ilmu khasiat
obat ini mencakup beberapa bagian yaitu farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetik
dan farmakodinamika, toksikologi dan farmakoterapi.
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya.Pada hakikatnya setiap obat
dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme
(sola dosis facit venenum) yang artinya hanya dosis membuat racun.
Sistem saraf merupakan serangkaian organ yang kompleks dan
bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem
saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan
atau sensitivitas terhadap stimulasi dan konduktivitas diatur oleh system saraf
dalam tiga cara diantaranya; input sensorik, aktivitas integrative, dan output
motorik (Sloane, ethel, 2010).
Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang
melindungi tulang kranium dank anal vertebral. Sedangkan, sistem saraf perifer
meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem saraf perifer ini terdiri dari
saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis
dengan reseptor dan efektor.
Dalam dunia farmasi, sistem saraf otonom ini sangat penting untuk
dipelajari karena kita dapat mengetahui mekanisme kerja obat yang akan
mempengaruhi sistem saraf otonom, oleh karena itu salah satu alasan dilakukannya

1
praktikum ini untuk melihat bagaimana efek dari beberapa obat dapat
mempengaruhi sistem saraf otonom.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan efek obat sistem
saraf otonom pada hewan coba mencit
1.3 Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu mahasiswa dapat melihat efek
farmakologi sistem saraf otonom obat sistem saraf otonom yang diberikan kepada
hewan coba mencit.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Sistem saraf adalah suatu sistem yang saling bekerja sama untuk mengelola
suatu informasi sehingga akan menghasilkan suatu reaksi. Sistem saraf sama
dengan sistem endokrin yaitu keduanya mengurus sebagian besar pengaturan tubuh.
Pada umumnya sistem saraf ini mengatur aktifitas tubuh secara cepat (Setiadi,
2007).
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf,
lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur olehkemampuan
khusus seperti iritabilitas, atau sensitifitas terhadap stimulus, dan konduktifitas atau
kemampuan untuk mentransmisi suatu respon terhadap stimulus, diatur oleh sistem
saraf dalam tiga cara utama yaitu input sensorik, aktivitas integrative dan output
motorik (Sloane, 2004).
Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh
kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa organ
tubuh seperti jantung, pembuluh darah, ginjal, pupil mata, lambung dan usus.
System saraf ini dapat dipicu (induksi) atau dihambat (Inhibisi) oleh senyawa obat
(Sulistia, 2009).
Reseptor- reseptor yang umum disebut reseptor prasinaps ditemukan
diseluruh sistem saraf pusat dan perifer.Istilah reseptor prasinaps menunjukkan
reseptor yang ditemukan pada sisi prasinaptik dari sinaps. Reseptor-reseptor ini
dirasakan memberikan umpan balik ke neuron mengenaiktivitas pada sinaps.
Aktivasi atau inhibisi reseptor ini dapat memodulasi pelepasan neuro transmitter
dari sinaps.
Pada sistem saraf otonom,reseptor prasinaps yang mendapatkan perhatian
terbanyak adalah reseptor α2 ktivasi reseptor α2 prasinaps menurunkan pelepasan
NE.

3
Pada dasarnya, bilas ejumlah NE telah dilepaskan ke dalam celah sinaps,
reseptor prasinapsdi aktivasi untuk mengurangi pelepasan lebih banyak NE
(Stringer, 2009).
Dalam sistem saraf otonom, diperlukan dua neuron untuk mencapai organ
target, yaitu neuron praganlionik dan neuron pascaganglionik. Semua neuron
praganglionik melepaskan asetilkolin sebagai transmiternya (Gilman,2008).
Asetilkolin berkaitan dengan reseptor nikotinik pada sel pasca ganglionik.
Serabut pascaganglionik parasimpatis melepaskan asetilkolin. Pada organ target,
asetilkolin berintraksi dengan reseptor muskarinik, dan sebagian besar serabut
pascaganglionik simpatis melepaskan norepinefrin (NE) dan pada organ target NE
berintraksi dengan berbagai reseptor (Gilman, 2008).
Penggolongan obat sistem saraf otonom terbagi atas (Mardjono, 2009)
a. Simpatomimetik (agonis adrenergik) yaitu obat yang efeknya menyerupai
efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
b. Simpatolitik (antagonis adrenergik) yaitu obat yang menghambat timbulnya
efek akibat aktivitas saraf simpatis.
c. Parasimpatomimetik (agonis kolinegik) yaitu obat yang efeknyamenyerupai
efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
d. Parasimpatolitik (antagonis kolinergik) yaitu obat yang menghambat
timbulnya efek akibat aktivitas saraf parasimpatis.
Neurotransmitter pada neuron kolinergik meliputi 6 tahapan yang berurut,
empat tahapan pertama-sintesis, penyimpanan, pelepasan dan pengikatan
asetilkolin pada satu reseptor-diikuti kemudian tahap kelima, penghancuran
neurotransmitter pada celah sinaps (yaitu ruang antara ujungakhir atau organ
efektor), dan tahap keenam adalah daur ulang kolin (Harvey,2009).
Berdasarkan pertimbangan anatomi dan neurotransmitter SSO, dibagi
menjadi cabang simpatik dan parasimpatik sistem saraf simpatik secara normal
aktif secara kontinu dan melakukan penyesuaian setiap saat terhadap lingkungan.
Sistem saraf simpatoadrenal juga dapat dilepaskan sebagai unit terutama
saat marah dan takut dapt mempengaruhi struktur yang disaraf, secara simpatik
pada seluruh tubuh secara bersamaan meningkatkan deyut jantung dan tekanan

4
darah, memindahkan aliran darah dari kulit ke bagian spanknik ke otot rangka,
meningkatkan gula darah, mendilatasi bronkiolus dan pupil secara umum
mempersiapkan organisme untuk melawan atau lari Sistem parasimpatik yang
terutama diatur untuk pengeluaran yang tersendiri dan terlokasasi, memperlambat
denyut jantung, menurunkan tekanan darah, menstimulasi pegerakan dan sekresi
saluran cerna, membantu absorbs nutrient, melindungi retina dari cahaya berlebih
(G.Gilman, 2010).
Obat-obat sistem saraf otonom dibagi menjadi 5 bagian utama yaitu:
Parasimpatomimetik atau kolinergik. Efek obat golongan ini menyerupai efek yang
ditimbulkan dari aktivitas susunan saraf parasimpatis. Simpatomimetik atau
adrenergic yang efeknya menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan
saraf simpatis.Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik menghambat
timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.Simpatolitik atau
penghambat adrenergik menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
simpatis.Obat ganglion merangsang atau menghambat penerusan impuls di
ganglion (Mycek, 2013).
Penggolongan obat SSO dapat juga sebagai berikut: (Mycek, 2013)
1. Agonis kolinergik
Agonis kolinergik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a) Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Asetilkolin, betanekol,
karbakol, dan pilokarpin.
b) Bekerja tak langsung (reversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: edrofonium, neostigmin,
fisostigmin, dan piridostigmin.
c) Bekerja tak langsung (ireversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat dan isoflurofat.
2. Antagonis kolinergik

5
Antagonis kolinergik terbagi ke dalam 3 kelompok yaitu:
a) Obat antimuskarinik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin, ipratropium, dan
skopolamin.
b) Penyekat ganglionik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: mekamilamin, nikotin,
dan trimetafan.
c) Penyekat neuromuscular
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atrakurium,
doksakurium, metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium,
rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan vekuronium.
3. Agonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a) Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: albuterol, klonidin,
dobutamin, dopamin, epinefrin, isopreterenol, metapreterenol, metoksamin,
norepinefrin, fenilefrin, ritodrin, dan terbutalin.
b) Bekerja tak langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: amfetamin dan
tiramin.
c) Bekarja ganda
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: efedrin dan metaraminol.
4. Antagonis adrenergic
Antagonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a) Penyekat- α
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: doxazosin, fenoksin
benzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.
b) Penyekat- β
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: asebutolol, atenolol,
labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol, propranolol, dan timolol (Mycek,
2013).

6
Agonis muskarinik dibedakan atas (1) asetilkolin dan ester kolin sintetis yaitu
metakolin, karbakol, dan betanekol dan (2) alkaloid kolinergik yang terdapat di
aalam yaitu muskari, pilokarpin, dan arekolin, beserta senyawa sintetisnya.
Antagonis muskarinik dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu (1) alkaloid
antimuskarinik, atropine dan skopolamin; (2) deprivat seministisnya. (3) dan
derivan sintetisnya (UI, 2007).
A. Agonis kolinergik langsung
Semua obat kolinergik yang bekerja langsung mempunyai masa kerja lebih
lama dibandingkan asetilkolin.Beberapa diantaranya yang sangat bermanfaat dalam
terapi (pilokarpin dan betanekol) lebih mudah terikat pada reseptor muskarinik dan
kadang-kadang dikenal sebagai obat muskarinik. Namun demikian, sebagai satu
grup, maka agonis yang bekerja langsung ini menunjukkan kurang spesifik dalam
kerjanya, yang sudah tentu akan membatasi penggunaan klinisnya (Mycek, 2013)
Asetilkolin adalah suatu senyawa amonium kuartener yang tidak mampu
menembus membran. Walaupun sebagai suatu neurotransmitter saraf parasimpatis
dan kolinergik, namun dalam terapi zat ini kurang penting karena beragam kerjanya
dan sangat cepat di-inaktifkan oleh asetilkolinesterase. Aktivitasnya berupa
muskarinik dan nikotinik. Kerjanya termasuk menurunkan denyut jantung dan
curah jantung, menurunkan tekanan darah. Asetilkolin juga mempunyai kerja lain
seperti pada saluran cerna, asetilkolin dapat meningkatkan sekresi saliva, memacu
sekresi dan gerakan usus. Sekresi bronkial juga dipacu.Pada saluran genitourinaus,
tonus otot detrusor urine juga ditingkatkan. Pada mata, asetilkolin memacu
kontraksi otot siliaris untuk melihat dekat dan menkontriksi otot sfingter pupil
sehingga timbul miosis (Mycek, 2013).
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls
dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau
penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atasreseptor khusus.
Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar.
Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkansebagai berikut (Tan, 2007)

7
1. Zat-zat yang bekerja terhadap SSO, yakni :
a. Simpatomimetika (adrenergik), yang meniru efek dan perangsangan SSO
oleh misalnya noradrenalin, efedrin, isoprenalin dan amfetamin.
b. Simpatikolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatis atau
melawan efek adrenergik, umpamanya alkaloida sekale dan propranolol.
2. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni :
a. Parasimpatikomimetika (kolinergik) yang merangsang organ-organ yang
dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan oleh asetilkolin,
misalnya pilokarpin dan fisotigmin.
b. Parasimpatikolitika (antikolinergik) justru melawan efek-efek kolinergik,
misalnya alkaloid belladonna dan propantelin.
3. Zat-zat perintang ganglion, yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel
ganglion simpatis dan parasimpatis.
Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena
blockade susunan simpatis, sehingga digunakan pada hipertensi tertentu,
antihipertensiva. Sebagai obat hipertensi zat-zat ini umumnya tidak digunakan lagi
berhubung efek \sampingnya yang menyebabkan blockade pula dari SP (gangguan
penglihatan, obstipasi dan berkurangnya sekresi berbagai kelenjar). Kebanyakan
obat ini adalah senyawa ammonium kwarterner.
2.1 Uraian Hewan
2.1.1 Klasifikasi Hewan Coba Mencit (Kusumawati, 2004)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus Gambar 2.1
Spesies : Mus musculus Mencit (Mus musculus)

8
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979;Rowe et al,2009)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
Berat Molekul : 46,07g/mol
Rumus molekul : C2H5OH
Struktur kimia :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan


mudah bergerak bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api
Khasiat : Sebagai pembunuh kuman, serta sebagai penawar
untuk racun metanol.
Kegunaan : Sebagai disinfektan
2.3.2 Aquadest (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling, Aquadest
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus molekul : H2O
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan


tidak mempunyai rasa

9
Kelarutan : larut dengan semua jenis larutan
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.3.3 Atropin (Dirjen POM, 1979; Ganong, 2005)
Nama resmi : ATROPHINE
Nama lain : Atripin Sulfat
Berat Molekul : 289,38g/mol
Rumus molekul : C17H23NO3(2H2SO4.H2O
Struktur kimia :

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih,


tidak berbau, mengembang di udara kering;
perlahan-lahan terpengaruh oleh cahaya
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam
etanol, terlebih dalam etanol mendidih, mudah larut
dalam gliserin
Dosis : Dapat diberikan dengan cara subkutan, intra
muscular, dan intravena dengan dosis 0,5-1 mg
untuk dewasa atau 0,015 mg/kbbb untyk anak-anak
(Rahardja, 2002)
Farmakologi : Peran penting farmakologi atropin adalah sebagai
zat penghambat enzim kolinesterase, atau anti
muskarinik, dengan mekanisme kerja meng
antagonisir aksi asetil kolin, dan zat kolin ester
lainnya.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya
Kegunaan : Sebagai sempatonimatika
Farmakokinetik : absorbs, distribusi, metabolism, eliminasi

10
Interaksi obat : seperti ipratropium, anthihistamin genera pertama
(misalnya difenhidramin, prometazin), haloperidol,
hiosiamin, mofrin, neoostigmin, dapat berinteraksi
dengan atropine, dimana meningkatkan efek
samping kedua obat seperti mengantuk,
pengelihatan kabur, ,ulut kering, menurunkan
keringat.
2.3.4 Epinefrin (Dirjen POM, 1979; Ganong, 2005)
Nama resmi : PROPRANOLOL HIYDROCHLORIDE
Nama lain : PropRanololHidroklorida
Berat Molekul : 183,21g/mol
Rumus molekul : C9H13NO3
Struktur kimia :

Pemerian : Serbuk kristal atau granul, putih atau praktis putih,


sedikit berbau, perlahan – lahan warnanya menjadi
gelap jika terpapar udara dan cahaya
Kelarutan : Sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol
(95%) dan dalam eter, mudah larut dalam larutan
ammonia dan dalam alkali karbonat
Dosis : Epinerfin 1 :10.000 ( 1 mg/10ml ) dalam dosis 10 ml
secara injeksi intravena sentral (despert F,2010)
Farmakologi : Secara farmakologi, epinefrin atau adrenalin bekerja
dengan cara menstimulasi saraf simpatis melalui
reseptor alfa dan beta adrenergik. Obat ini memiliki
onset yang cepat dan durasi kerja yang singkat
ketika diberikan secara parenteral dan intraokular.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya
Kegunaan : Sebagai sempatonimatika

11
Farmakokinetik : absorbs, distribusi, metabolism, eliminasi
Interksi obat : Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan
bersama obat-obatan yang meningkatkan efek
pressor epinefrin, seperti obat-obat
simpatomimetik, β-blockers seperti propranolol,
antidepresan trisiklik, inhibitor monoamin oxidase
(inhibitor MAO), catechol-O-methyl transferase
(COMT) inhibitor seperti entacapone, serta
clonidine dan oksitosin. Selain itu, interaksi juga
terjadi pada penggunaan bersama obat yang
meningkatkan efek aritmia epinefrin, contohnya
propranolol dan β-blockers lain, halothane, diuretik,
antihistamin, tiroksin, dan quinidine.
2.1.2 Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksimetil selulosa
Struktur Kimia :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kuning gading, tidak


berbau, dan bersifat higroskopik
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk suspense
koloida, tidak larut dalam etanol
Kegunaan : Sebagai kontrol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.3.6 Propranolol (Dirjen POM, 1979; Fitriana, 2010)
Nama resmi : PROPRANOLOL HIYDROCHLORIDE
Nama lain : PropranololHidroklorida
Berat Molekul : 165,6g/mol

12
Rumus molekul : C16H21NO2HCl
Struktur kimia :

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau


rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air dan dalam 20 bagian
etanol (95%) P, sukar larut dalam kloroform P
Dosis : Dosis awal adalah dua kali sehari sebanyak 20
sampai 40 mg secara oral dan meningkat secara
bertahap sampai maksimal 160 mg dua kali sehari (
Minano and Guadalupe, 2011)
Farmakologi : Farmakologi propranolol secara umum bekerja
sebagai agen beta blocker nonselektif yang
berkompetisi dengan agen agonis menempel pada
reseptor beta.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya
Kegunaan : Sebagai sempatonimati

13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Farmakologi 1 ini dilaksanakan pada tanggal 4 oktober 2022 pada
pukul 14.00-17.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Farmakologi & Toksikologi,
Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu dispo 1 ml, gelas
kimia, timbangan analitik
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu alkohol 70%,
atropinsulfat, aquadest, bisoprolol, epinefrin, mencit, NaCl, Na-CMC, propanolol,
tisu
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang mencit
4. Dikelompokkan hewan uji menjadi 5 kelompok
a. kelompok I, mencit diberi bisoprolol 0,004 gr/ 27 gr BB per oral
b. kelompok II, mencit diberi propanolol 0,0075 gr/28 gr BB per oral
c. kelompok III, mencit diberi epinefrin 0,6 mg/ 27 gr BB per intavena
d. kelompok IV, mencit diberi atropin sulfat 0,25 ml/30 gr BB per intra
muscular
e. kelompok V, mencit diberi larutan Na-CMC 1 ml/30 gr BB per intravena
5 Diamati setelah mencit disuntik dengan obat-obat tersebut meliputi
pengamatan pupil mata, diare, tremor, warna daun telinga, grooming.

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Warna Daun
Obat Tremor Diare Pupil Mata Grooming
Telinga
Bisoprolol + + - - +
Propanolol - + - - +
Epinefrin + + - + +
Antropin
+ - - - +
sulfat
Na-CMC
- - - - -
(Kontrol)
4.2 Perhitungan
4.2.1 Obat Bisoprolol (Oral)
Dosis lazim = 5 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20g = DL x Faktor konversi
= 5 mg x 0,0026 mg
= 0,013 mg
27 gr
Untuk mencit 27 gr = x 0,013 mg
20 gr
= 0,01755 mg
Dosis diberikan dalam volume = 1 ml
10 ml
Dibuat larutan persediaan = x 0,01625 mg
1 ml
= 0,1755 mg
0,0001755 gr
% kadar bisoprolol = x 100 %
10 ml
= 0,001755 %
Berat 1 tab = 0,21 gr
0,1755
Berat serbuk yang ditimbang = x 0,1258 gr
5 mg
= 0,004 gr

15
4.2.2 Propanolol
Dosis lazim = 40 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20g = DL x Faktor konversi
= 40 mg x 0,0026
= 0,104 mg
28 gr
Untuk mencit 28g = x 0,104 mg
20 gr
= 0,1456 mg
Dosis diberikan dalam volume = 1 ml
10 ml
Dibuat larutan persediaan = x 0,1456 mg
1 ml
= 1,486 mg
= 1,5 mg
0,00159 gr
% kadar propanolol = x 100 %
10 ml
= 0,018 %
Berat 1 tab = 200 mg
1,5 mg
Berat serbuk yang ditimbang = x 200 mg
40 mg
= 7,5 mg
4.2.3 Epinefrin (Intra Muscular)
Dosis lazim = 1 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20g = DL x Faktor konversi
= 1 mg x 0,026
= 0,026 mg
28 gr
Untuk mencit 28g = x 0,026 mg
20 gr
= 0,03 mg
Dosis diberikan dalam volume = 0,5 ml
1 mg
Berat epinefrin yang ditimbang = x 0,03 mg
0,5
= 0, 06 mg

16
4.2.4 Antropin Sulfat (Intra Vena)
Dosis lazim = 0,025 mg/ml
Konversi dosis untuk mencit BB 20g = DL x Faktor konversi
= 0,25 mg/ml x 0,0026
= 0,00065 ml
30 gr
Untuk mencit 30g = x 0,00065 ml
20 gr
= 0,000975 ml
Dosis diberikan dalam volume = 0,5 ml
10 ml
Jumlah obat yang ditimbang = x 0,000975 ml
0,5 ml
= 0,0195 ml
0,00195 gr
% kadar antropin sulfat = x 100 %
10 ml
= 0,195%
Berat ampul = 1 ml
0,0195 mg
Jumlah obat yang harus diambil = x 1 ml
0,25 mg
= 0, 078 ml
4.3 Pembahasan
Sistem saraf otonom adalah serangkaian organ yang kompleks dan
berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf dan tidak dapat
dikendalikan oleh oleh kemauan kita melalui otak (louisa dkk, 2012).
Sistem saraf otonom adalah system saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh
kemauan kita melalui otak. System saraf otonom mengendalikan beberapa organ
tubuh seperti jantung, pembuluh darah, ginjal, pupil mata, lambung dan
usus.System saraf ini dapat dipicu (induksi) atau dihambat (Inhibisi) oleh senyawa
obat (dsamhuri, 2011).
Adapun tujuan pratikum sistem saraf otonom yaitu untuk mengetahui efek
farmakologi dari obat-obat sistem saraf otonom yaitu Na-CMC sebagai kontrol,
bisoprolol, epinefrin, dan propanolol terhadap hewan uji mencit (mus muscullus).

17
Menurut weki yuli Andri (2011), tujuan digunakannya mencit karena mencit
mempunyai proses metabolisme dalam tubuh yang berlangsung cepat, sehingga
cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan.
Langkah awal sebelum melakukan praktikum, yaitu disiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan. Kemudian dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%,
menurut Katzung et al (2012), Alkohol 70% dapat mengurangi jumlah bakteri
setelah pengunaan 1 menit. Alat-alat yang akan digunakan meliputi batang
pengaduk, gelas beaker, gelas ukur, kandang mencit, keranjang alat, lap halus, lap
kasar, neraca analitik, penangas, pot salep, spatula, dan wadah plastik. Adapun
bahan yang digunakan meliputi alkohol 70%, aquadest, aluminium foil, dispo,
mencit, Na-CMC, obat antropin sulfat, obat bisoprolol, obat epinefrin, obat
propanolol dan tisu.
Langkah selanjutnya ditimbang berat mencit dan berat 1 tablet obat
menggunakan neraca mekanik.Tujuan dilakukan penimbangan berat mencit dan
berat obat menurut Riskawati (2019), adalah untuk mengukur berat mencit dan
berat obat yang akan digunakan dalam praktik laboratorium, sehingga memudahkan
proses perhitungan dosis. Selanjutnya dilakukan perhitungan dosis. Menurut Tjay
(2010), perhitungan dosis dilakukan untuk mengetahui berapa banyak persediaan
obat yang akan digunakan sehingga tidak menimbulkan adanya overdosis.
Langkah berikutnya yaitu digerus obat menggunakan lumpang dan alu.
Kemudian diambil larutan Na-CMC sesuai dengan volume yang dibutuhkan untuk
larutan persediaan. Selanjunya dilarutkan serbuk obat ke dalam larutan Na-CMC.
Alasan menggunakan Na-CMC 1% karena Na-CMC 1% biasanya mempunyai pH
7,0-8,5 pada rentang 5-9 tidak terlalu berpengaruh terhadap viskositas Na-CMC
(Tambunan, 2016).
Pada kelompok mencit pertama digunakan obat bisoprolol. Menurut Sari dkk
(2020), bisoprolol merupakan golongan obat beta blockber yang sering digunakan
dalam terapi penyakit heart failure, hipertensi, infark miokard, dan sirois hepatik.
Mekanisme kerja dari bisoprolol yaitu, bisoprolol memiliki mekanisme kerja
berupa penurunan curah jantung melalui hambatan terhadap reseptor β1 dijantung,

18
menghambat pelepasan renin oleh ginjal serta mengurangi aliran tonus simpatis dari
pusat vasomotor pada otak (Hidayah, 2016).
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan pemberian obat melalui Oral. Menurut
Ferdinal (2010), pemberian secara oral merupakan cara yang paling banyak dipakai
karena meupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman. Kemudian
diamati reaksi grooming, pupil mata, tremor, warna daun telinga, dan diare yang
terjadi pada mencit setelah pemberian obat pada menit ke 5, 10, dan 15.
Pada kelompok kedua, obat yang digunakan adalah propranolol. Menurut
Sugiarto dkk (2013), propranolol memiliki indikasi dalam terapi angina, aritmia,
hipertensi dan profilaksis pendarahan viseral pada portal hipertensi.
Menurut Enda ND, (2019) pemberian secara oral merupakan cara yang paling
banyak dipakai karena meupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan
nyaman. Kemudian diamati reaksi grooming, pupil mata, tremor, warna daun
telinga, dan diare yang terjadi pada mencit setelah pemberian obat pada menit ke 5,
10, dan 15.
Mekanisme kerjanya obat propranolol yaitu dengan cara mengeblok baik
reseptor β1 atau β2. Blokade reseptor β1 menyebabkan penurunan curah jantung
sedangkan blokade reseptor β2 akan menurunkan aliran portal melalui
vasokonstriktor splanknikus (Tripathi and Peter, 2013)
Pada kelompok ketiga obat yang digunakan adalah epinefrin. Menurut
Harider dkk (2015), epinefrin memiliki indikasi yang digunakan pada galukoma
simpel kronis atau pada pemberian bersamaan dengan miotik untuk bilik mata
depan dangkal ringan.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan pemberian obat melalui intra muscular.
Menurut Rosdiyah (2019), pemberian secara intramucular merupakan cara
pemberian obat yang bertujuan agar absorsi obat lebih cepat. Kemudian diamati
reaksi grooming, pupil mata, tremor, warna daun telinga, dan diare yang terjadi
pada mencit setelah pemberian obat pada menit ke 5, 10, dan 15.
Pada kelompok keempat, obat yang digunakan adalah antropin sulfat.
Menurut Sari dkk (2020), Atropine sulfat termasuk golongan antikolinergik yang

19
bekerja pada reseptor muskarinik (antimuskarinik), menghambat transmisi
asetilkolin yang dipersyarafi oleh serabut pascaganglioner kolinergik.
Menurut Stevani (2016), penyuntikkan obat secara langsung ke dalam vena
merupakan rute pemberian yang paling cepat. Kemudian diamati reaksi grooming,
pupil mata, tremor, warna daun telinga, dan diare yang terjadi pada mencit setelah
pemberian obat pada menit ke 5, 10, dan 15.
Mekanisme kerja Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor
muskariniksecara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine
dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara
dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan
tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah mencegah aksi seperti
pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang di akibatkan oleh asetilkolin
atau antagonis muskarinik lainnya (Jay dan Kirana, 2002).
Pada kelompok kelima, digunakan larutan Na-CMC sebagai kontrol. Menurut
Ariyani dan Nana (2013), Na-CMC merupakan derivate dari selulosa yang sifatnya
mengikat air dan sering digunakan sebagai pembentuk tekstur halus. Selain itu,
viskositas natrium karboksimetil selulosa dapat turun dengan meningkatnya
kekuatan ionik dan menurunnya pH yang diakibatkan karena polimernya yang
bergulung. Adapun Tambunan (2016), penggunaan Na-CMC sebagai larutan
kontrol yaitu sebagai pembanding dalam percobaan.
Menurut Hidayatul (2017), pemberian secara oral merupakan cara yang
paling banyak dipakai karena cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman.
Kemudian diamati reaksi grooming, pupil mata, tremor, warna daun telinga, dan
diare yang terjadi pada mencit setelah pemberian obat pada menit ke 5, 10, dan 15.
Pada percobaan kali ini dilakukan tiga cara rute pemberian obat, yaitu secara
oral, intra muscular, dan secara intra vena. Diantara ketiga rute pemberian tersebut,
rute pemberian secara intra vena merupakan cara yang lebih unggul, dimana
menurut Nasution (2019), penyuntikan secara langsung ke dalam vena merupakan
rute pemberian yang paling cepat.
Dari keempat obat yang digunakan yaitu obat bisoprolol, epinefrin, antropin
sulfat dan propanolol obat yang paling bagus digunakan yaitu obat epinefrin karena

20
obat epinefrin memiliki onset yang cepat dan durasi kerja yang singkat ketika
diberikan secara parental, yaitu kurang dari lima menit (Kennedy MSN, 2012).
Adapun kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu kurangnya ketelitian
dalam membersihkan alat-alat sehingga bahan yang digunakan tidak dalam keadaan
steril, adanya kesalahan dalam menimbang serta menentukan dosis pemberian obat,
adanya kesalahan dalam mempuasakan hewan uji, dan salah melakukan perlakuan
kepada mencit sehingga mencit merasa tersiksa.

21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan san pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
atropin merupakan senyawa obat golongan antikolinergik dan memberikan efek
groming dan diuresis. Propanolol merupakan senyawa obat golongan
antiadrenergik dan memberikan efek groming dan diuresis.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Jurusan
Diharapkan pihak jurusan dapat meningkatkan fasilitas-fasilitas yang ada
pada laboratorium yang digunakan.
5.2.2 Saran untuk laboratorium
Agar kiranya dapat meningkatkan kelengkapan alat-alat yang ada dalam
laboratorium, agar para praktikan dapat lebih mudah, cepat, dan lancar dalam
melakukan suatu percobaan atau penelitian.
5.2.3 SaranUntuk Asisten
Kami mengharapkan agar kiranya dapat terjadi kerja sama yang lebih
baiklagi antar asisten dan praktikan saat berada di dalam laboratorium maupun
diluar laboratorium. Sebab kerja sama yang baik akan lebih mempermudah proses
penyaluran pengetahuan dari asisten kepada praktikan.
5.2.4 Saran Untuk Praktikan
Diharapkan kepada para praktikan agar kiranya dapat menyimak dengan
baik saat asisten memberikan arahan agar mempermudah kita menyelesaikan
praktikum terserbut.

22

Anda mungkin juga menyukai