OLEH
KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : B-D3 FARMASI 2021
ASISTEN : CUT DARA VOENNA
OLEH
KELOMPOK V ( LIMA)
NILAI
Gorontalo, Oktober 2022
Mengetahui Asisten
Kelompok V
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan.........................................................................5
1.3 Maksud Percobaan........................................................................5
1.4 Manfaat Percobaan.......................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................6
2.1 Teori Umum.................................................................................6
2.2 Uraian Bahan...............................................................................11
BAB III METODE KERJA.....................................................................14
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan..................................................14
3.2 Alat Dan Bahan...........................................................................14
3.3 Prosedur Kerja.............................................................................14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................16
4.1 Hasil Pengamatan........................................................................16
4.2 Pembahasan ................................................................................16
BAB V PENUTUP .................................................................................22
5.1 Kesimpulan..................................................................................22
5.2 Saran............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN- LAMPIRAN
ii
BAB I
PEBDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan
ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk
yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit (Dirjen POM,
1979).
Ilmu farmasi erat hubungannya dengan ilmu fisika yaitu senyawa obat
memiliki sifat fisika yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, dan sifat
sifat fisik ini akan sangat mempengaruhi cara pembuatan dan cara formulasi
sediaan obat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi efek pengobatan dari obat
serta kestabilan dari sebuah sediaan obat. Obat adalah suatu zat yang digunakan
untuk diagnose, pengobatan penyembuhan atau pencegahan penyakit pada
manusai atau pada hewan. Bahan obat dapat berasal dari nabati, hewani, kimiawi
alam maupun sintetis. Sebelum dipergunakan menjadi obat , zat tersebut terlebih
dahulu dibentuk menjadi sediaan farmasi, Salah satu sediaan obat yaang paling
umum adalah tablet. (Anief, 1987)
Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat dalam takaran dosis
tunggal dengan menggunakan penamabahan bahan pembantu, dan dicetak
menggunakan mesin yang sesuai menggunakan tekanan yang tinggi. Tablet
merupakan sediaan yang paling praktis dibanding dengan sediaan lain, hal ini
dapat dibuktikan dari segi keuntungan tablet baik formulasi, pembuatan,
pengemasannya, dan penggunaannya (Lachman, 1994).
Sebagian besar produk obat konvensional seperti tablet dan kapsul
diformulasi untuk melepaskan zat aktif dengan segera sehingga didapat absorpsi
sistemik obat yang cepat dan sempurna. Dalam tahun-tahun terakhir ini berbagai
modifikasi produk obat telah dikembangkan untuk melepaskan zat aktif pada
suatu laju yang terkendali. Berbagai produk obat pelepasan terkendali telah
dirancang dengan tujuan terapetik tertentu yang didasarkan atas sifat fisikokimia,
farmakologik dan farmakokinetik obat (Shargel dkk., 2005).
1
Laju disolusi obat merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan
dalam proses formulasi obat. Umumnya untuk obat-obat peroral, sebelum
diabsorbsi melalui dinding usus, bahan obat tersebut harus larut terlebih dulu
dalam cairan pencernaan disekitar tempat absorbsi obat. Obat yang sudah
terlarut kemudian diabsorbsi dan diedarkan ke seluruh tubuh (Cartensen, 1974).
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat
padat melarut. Secara singkat, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat
padat dan pelarut (Ansel, 1989).
1.2 Maksud Percobaan
1. Untuk mengetahui dan memahami penetuan disolusi obat dengan
menggunakan alat tipe dayung.
2. Untuk mengetahui cara menentukan kecepatan disolusi obat
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dan difusi
1.3 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa mampu memahami teknis uji disolusi
2. Agar mahasiswa mampu menentukan kecepatan disolusi obat.
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
disolusi dan difusi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan
obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat yaitu
bentuk tablet, kapsul dan salep (Martin, 1993)
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat
ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya
zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh.Kecepatan
absorbsi obat tergantung pada pemberian yang dikehendaki dan juga harus
dipertimbangkan frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam
cairan pada tempat absorbs. Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung
dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan
berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses larutnya suatu obat
disebut disolusi (Anief, 1987).
Pada suatu partikel obat mengalami disolusi, malekul-molekul obat pada
permukaan mula-mula masuk kedalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh
obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat yang dikenal
dengan lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar
melawati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta
absorbs terjadi (Anief, 1987).
Kecepatan disolusi obat merupakan tahap pembatasan kecepatan sebelum
obat berada dalam darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna,
ada dua kemungkinan yang akan berfungsi sebagai pembatas kecepatan. Bahan
3
berkhasiat dari sedian tersebut pertama-tama harus terlarut, setelah itu barulah
obat yang berada dalam larutan melewati membran saluran cerna. Obat yang larut
baik dalam air akan melarut cepat dan akan berdisfusi secara pasif atau transport
aktif, kelarut obat merupakan pembatas kecepatan absorbs melalui membrane
saluran cerna. Sebaiknya kecepatan disolusi dari obat tidak larut atau disintagrasi
sediaan relative pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif. Apabila kecepatan
absorbs tidak dapat ditentukan oleh salah satu dari tahap, maka tidak satupun dari
kedua tahap merupakan pembatas kecpatan (Syukri, 2002).
2.1.2 Mekanisme disolusi melewati dua tahap menurut (Gennaro, 1990)
1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang
tetap atau film disekitar partikel
2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Pada waktu suatu partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat
pada permukaan mula-mula masuk kedalam laritan menciptakan suatu lapisan
jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan
larutan ini , molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan
berhubungan dengan membrane biologis serta absorbs terjadi. Jika molekul-
molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaaan partikel
obat dan proses absorbs tersebut berlanjut.
2.1.3 Pengertian Difusi
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul
suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan
dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,
misalnya suatu membran polimer. Dengan kata lain, difusi adalah proses
perpindahan zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah
(Gandjar,2007).
A. Jenis-jenis difusi (Alegantina,2015)
1. Difusi biasa
Difusi biasa terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul yang
hydrophobic atau tidak berpolar/berkutub. Molekul dapat langsung berdifusi ke
4
dalam membran plasma yang terbuat dari phospholipids. Difusi seperti ini tidak
memerlukan energi atau ATP (Adenosine Tri-Phosphate).
2. Difusi Khusus
Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul yang
hydrophilic atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini memerlukan protein khusus
yang memberikan jalur kepada partikel-partikel tersebut ataupun membantu dalam
perpindahan partikel. Hal ini dilakukan karena partikel-partikel tersebut tidak
dapat melewati membran plasma dengan mudah. Protein-protein yang turut
campur dalam difusi khusus ini biasanya berfungsi untuk spesifik partikel.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi (Aini,2015)
1. Ukuran partikel : Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu
akan bergerak sehingga kecepatan difusi semakin tinggi.
1. Ketebalan membran : Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan
difusi.
2. Luas suatu area : Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan
difusinya.
3. Jarak : Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat
kecepatan difusinya.
4. Suhu : Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak
dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.
5. Konsentrasi obat : Semakin besar konsentrasi obat, semakin cepat pula
kecepatan difusinya
6. Koefisien difusi : Semakin besar koefisien difusi, maka besar kecepatan
difusinya.
7. Viskositas
8. Koefisien partisi : Difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien partisi, yaitu
semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi obat.
C. Prinsip difusi ( Ayu Hardianti,2013)
Proses difusi adalah kondisi dimana terjadinya pergerakan partikel zat
dengan gerakan acak yang berdifusi dari bagian berkonsentrasi tinggi menuju ke
bagian yang lebih rendah melalui membran sel. Sebuah partikel dapat melewati
5
membran tersebut jika ukuran partikel sangat kecil dan dapat larut dalam air
maupun lemak
D. Kelebihan dan kekurangan difusi (Soleha 2015, hlm. 121)
Kelebihan dari metode difusi adalah dapat menentukan tingkat resistensi
secara kuantitaif dan kekurangan metode dilusi adalah memerlukan pengerjaan
yang rumit sedangkan kelebihan metode difusi adalah pengerjaan yang sederhana
dan tidak memerlukan waktu yang lama.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM 1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : Aethanolum
Nama lain : Alkohol, Methanol, Etanol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus Struktur :
H3C OH
6
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Rumus Struktur :
7
Kegunaan : Obat yang di gunakan untuk mengobati
penyakit-penyakit yang di sebabkan oleh
kelebihan produksi asam lambung, seperti sakit
maag dan tukak lambung.
Penyimpanan : Simpan dalam wadah yang tertutup rapat
2.2.4 KMNO4 (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : KALII PERMANGANAS
Nama lain : Kalium permanganat
Rumus molekul : KMNO4
Berat molekul : 158,03 g/mol
Rumus struktur :
8
Kelarutan : Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan
bau hilang
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi
9
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Farmasi fisika dengan percobaan difusi dan disolusi telah
dilaksanakan pada hari Sabtu 8 Oktober 2022, pada pukul 13.00-16.00
WITA.Telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi,
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu batang pengaduk, gelas kimia, gelas
ukur, penangas, lap halus, lap kasar, neraca analitik, dan spatula.
3.2.1 Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu aqua 1 liter, aqua dingin, alkohol
70%, ranitidine, KMnO4, kertas perkamen, dan tisu.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Difusi Sederhana
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat dengan menggunkan alkohol 70%
3. Ditimbang 0,1gr Kristal KMnO4 menggunakan neraca analitik
4. Dimasukkan kedalam gelas kimia yang sudah berisi 100 mL air
5. Diamati perubahan yang terjadi
6. Dicatat waktu yang dibutuhkan sampai Kristal melarut
3.3.2 Pengaruh suhu pada difusi
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat dengan menggunkan alkohol 70%
3. Ditimbang 0,1 gr Kristal KMnO4 menggunakan neraca analitik
4. Dimasukkan kedalam gelas kimia yang sudah berisi 100 mL air bersuhu
10°C dan 50°C
5. Diamati perubahan yang terjadi
6. Dicatat waktu yang dibutuhkan sampai Kristal melarut
10
3.3.3 Disolusi
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70 %.
3. Disiapkan alat disolusi yang akan digunakan.
4. Diukur suhu alat heaker menjadi 37oC.
5. Dilarutkan 3,1 HCl ke dalam aquadest 1000 mL
6. Dimasukkan aquadest 900 ml ke dalam vessel
7. Dimasukkan labu disolusi kedalam air yang telah diatur suhunya.
8. Dihidupkan digital stirer dan diputar dengan putaran 50 rpm.
9. Dimasukkan 1 tablet ranitidin ke dalam labu disolusi
10. Diambil 5 ml larutan ranitidin yang ada didalam labu dan ditambahkan 5
ml aquadest dengan selang dispo dengan waktu 5, 10, 15,20,30,50
11. Dimasukkan sampel yang telah disampling kedalam gelas kimia
12. Dilihat volume larutan baku yang terpakai.
13. Dicatat hasil yang telah diperoleh.
11
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Hasil Uji Disolusi
Waktu Absorbansi % Kadar Disolusi
5 0,23 1,47
10 0,38 5,44
15 0,51 11,47
20 0,6 15,06
30 0,73 21,6
50 0,86 2,94
4.1.2 Hasil Uji Pengaruh Suhu
Suhu Waktu
10°c 6 menit 18 detik
50°c 1 menit 8 detik
4.1.3 Hasil Uji Difusi
Diaduk Tidak Diaduk
18 detik 3 menit 37 detik
4.2 Perhitungan
4.2.1 Data nilai absorbansi
Waktu Adsor Volume Konsent Jumlah Faktor Jumlah %
bansi disolusi rasi obat koreksi obat doslusi
(µ/mL) (mg) terkore
ksi
5 0,23 900 2,46 2,21 0 2,21 1,47
10 0,38 900 9,07 8,16 0,012 8,17 5,44
15 0,51 900 19,07 17,16 0,057 17,21 11,47
20 0,6 900 26 23.400 0,152 23,400 15,06
30 0,73 900 36 32.400 130,15 32,53 21,6
50 0,063 900 46 41.400 13,195 4,413 2,94
12
4.2.2 Perhitungan konsentrasi ranitidine
Nilai
A= 0,262
β= 0,0132
Mencari nilai konsentrasi ranitidine
13
4.2.4 Faktor koreksi
Volume sampling
Faktor koreksi =( )x jumlah obat sebelumnya + fk
Volume media
sebelumnya
5
Menit ke 5 = x0+0=0
900
5
Menit ke 10 = x 2,01 + 0 = 0,012
900
5
Menit ke 15 = x 8,16 + 0,012 = 0,057
900
5
Menit ke 20 = x 13,16 + 0,057 = 0,152
900
5
Menit ke 30 = x 23,400 + 0,152 = 120,15
900
5
Menit ke 50 = x 32,400 + 120,15 = 13,195
900
4.2.5 Jumlah obat terkoreksi
Jumlah obat terkoreksi = Jumlah obat + faktor koreksi
Menit ke 5 = 2,21 + 0 = 2,21
Menit ke 10 = 8,16 + 0,012 = 8,172
Menit ke 15 = 17,18 + 0,057 = 17,217
Menit ke 20 = 23,400 + 0,152 = 23,552
Menit ke 30 = 32,400 + 130,15 = 32,530
Menit ke 50 = 41,400 + 13,195 = 4,413
4.2.6 %Disolusi
Jumlah obat terkoreksi
%DIsolusi = x 100%
Berat sampel
2,21
Menit ke 5 = x 100% = 1,47%
150
8,13
Menit ke 10 = x 100% = 5,44%
150
17,21
Menit ke 15 = x 100% = 11,47%
150
23,400
Menit ke 20 = x 100% = 15,6%
150
14
32,53
Menit ke 30 = x 100% = 21,6%
150
4,41
Menit ke 50 = x 100% = 2,94%
150
4.3 Pembahasan
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktiv dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum di serap kedalam tubuh. Sediaan
obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat yang
bentuk tablet, kapsul dan salep (Martin, 1993).
Kecepatan disolusi atau kelarutan sangat diperlukan untuk membantunya
memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinpasi
obat. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu
obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media
pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh menurut (Martin, 2008).
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kecepatan disolusi suatu zat,
menggunakan alat penentu kecepatan disolusi dan menerangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat. Agar obat dapat masuk ke
sirkulasi darah dan menghasilkan efek teraupetik obat tersebut harus memiliki
daya hancur yang baik dan laju disolusi yang relatif cukup cepat. Dalam
percobaan ini dilakukan uji kecepatan disolusi dari ranitidine dalam air dan faktor
yang diperhatikan dalam uji kecepatan disolusi kali ini adalah faktor pengadukan.
Faktor ini merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan
dislosui dari suatu zat. Karena pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan
difusi (h), jika pengadukan berlangsung lebih cepat, maka tebal lapisan difusi
akan cepat kecepatan berkurang (Martin, 1993).
Langkah pertama, menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan
membersihkan alat dengan alkohol 70 % dikarenakan alkohol bersifat desinfekan
15
stau dapat menghambat peturmbuhan mikroba pada alat yaung akan digunakan
serta alkohol 70 % juga membuat alat tetap steril (Depkes, 1979).
Pertama dirangkai alat uji disolusi tipe dayung yang akan digunakan, lalu
diatur suhu heater dalam aquarium menjadi 37oC, dengan maksud agar sesuai
dengan suhu fisiologis suhu tubuh manusia. Hal ini sebagai pembanding jika obat
tersebut berada dalam tubuh manusia.Untuk menentukan kecepatan disolusi
ranitidine ini digunakan media HCl, dimana besarnya kecepatan tersebut
menunjukkan cepat lambatnya disolusi atau kelarutan dari tablet ranitidine
tersebut, jadi diumpamakan obat berdisolusi di dalam tubuh. Untuk tiap uji
disolusi dalam (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995), kecepatan pengadukan
ditetapkan dengan satuan rpm. Jika ditetapkan, kecepatan 100 rpm untuk alat 1
metode basket, dan 50 rpm untuk alat 2 metode dayung. Kecepatan pengadukan
harus seragam selama pengujian. Kadang–kadang motor pemutar pengaduk dapat
secara berkala lambat atau cepat. Oleh karena itu, harus dicek pada awal dan akhir
tiap. Lalu diukur aquadest sebanyak 900 ml kedalam labu disolusi, hal ini
dianalogikan terhadap suatu gelembung udara, maka gelembung udara tersebut
akan masuk ke pori-pori dan bekerja sebagai barier pada interfa sesehingga
mengganggu disolusi obat, kemudian letakkan labu tersebut kedalam waterbath.
(Sinko, 2005)
Selanjutnya pada percobaan difusi dilakukan dua perlakuan. Perlakuan
yang pertama sampel dilarutkan pada air panas dan air dingin reaksi yang terjadi
adalah pada air dingin tingkat kelarutannya sangat kecil sedangkan untuk air
panas proses kelarutan sangat cepat, karena menurut (Martin, 1990) Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat antara Iain : suhu, pH,
pengadukan, ukuran partikel dan sifat permukaan zat. Dengan semakin tingginya
suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu zat yang bersifat endotermik serta
akan memperbesar harga koefisien zat tersebut.
Perlakuan yang kedua sampel diaduk dan tidak diaduk, sampel yang tidak
diaduk memerlukan 1 menit 12 detik agar melarut sedangkan untuk sampel yang
di aduk tingkat kelarutanya sangat cepat hanya memerlukan 30 detik sampel
sudah terlarut dngan sempurna karena semakin banyak jumlah pengadukan, maka
16
zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut. Semakin besar pengadukan
maka semakin banyaknya zat yang terlarut (Atkins., 1994)
Adapun kemungkinan kesalahan dalam percobaan ini yaitu di pengaruhi
oleh Suhu larutan disolusi yang tidak konstan, Ketidaktepatan jumlah dari
medium disolusi, setelah dipipet beberapa ml. Terjadi kesalahan pengukuran pada
waktu pengambilan sampel menggunakan pipet volume, Kekeliruan praktikan
dalam menentukan volume titrasi dan titik akhir titrasi, Kekeliruan prosedur
penentuan kadar, Indikator yang digunakan sudah rusak.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil uji kecepatan disolusi ranitidin dengan kecepatan 50 rpm didapatkan
hasil yang menit kelima adalah 0,0153, untuk menit kesepuluh 0,0023,
untuk menit kelima belas adalah 0,0011.
2. Penentuan kecepatan disolusi ranitidin menggunkaan alat disolusi tipe II
USP (metode paddle) metode paddle terdiri atas suatu dayung yang diikat
secara vertical ke suatu motor yang berputar (digital stirrer) dengan
kecepatan terkendali yaitu 50 rpm..
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi adalah suhu,
viskositas, pH pelarut, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisme, dan
sifat permukaan zat.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Asisten
Diharapkan agar tidak bosan-bosannya dalam memberikan bimbingan dan
arahan kepada praktikan.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Diadakan penambahan bahan-bahan dan alat-alat lab.Agar praktikum
dapat berjalan dengan lancar, tanpa hambatan kekurangan alat dan bahan
dilaboratorium.
5.2.3 Saran Untuk Jurusan
18
Diharapkan agar jurusan untuk lebih meningkatkan lagi praktikum-
praktikum selanjutnya, agar para mahasiswa dapat mengetahui lebih mendalam
mengenai setiap percobaan praktikum yang akan datang.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C. & Prince, S.J. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press.
Jakarta.
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik jilid I edisi III. UI-press. Jakarta.
Martin, A., Swarbrick, J. & Cammarata, A., 2008, Farmasi Fisik, Edisi Ketiga,
Penerbit UI Press, Jakarta. Moechtar.1990. Farmasi Fisika. Yogyakarta:
UGM-Press. Jakarta.
Lampiran 1
1.Alat dan bahan
1.Alat
No Nama Gambar Fungsi
1. Gelas beaker Untuk menakar volume sampel
Ranitidine
Diukur nilai
absorbansinya