Anda di halaman 1dari 24

PENYEBARAN OBAT

Penyusun
Kelompok : 9 (Sembilan)
Anggota: 1. Iklab Pahlevi (16130230 )
2. Ellania Rahmaningrum (16130230 )
3. Siti Rohmah (1613023022)
4. Nadya Ayu Balqis Ilma (1613023037)

Mata kuliah : Kimia Medik


Dosen : 1. Dr. Ratu Beta Rudibyani, M.Si.
2. Emmawaty Sofya, S. Si., M. Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kekuatan serta
kelancaran dalam menyelesaikan rangkuman yang berjudul “Penyebaran Obat”
tepat pada waktunya. Tersusunnya rangkuman ini tentunya tidak lepas dari
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak
langsung.

Rangkuman ini disusun untuk menambah wawasan dan pengetahuan, dan juga
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kimia Medik. Penyusun menyadari
bahwa dalam penyusunan rangkuman ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab
itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaiki kesalahan di masa yang akan datang. Semoga rangkuman ini
bermanfaat.

Bandarlampung, 07 November 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................................i
PRAKATA...............................................................................................................ii

ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1. Pelarutan Obat...............................................................................................2
2.2. Pemberian Obat Melalui Saluran Cerna........................................................4
2.3. Pemberian Obat Secara Parenteral................................................................6
2.4 Ketersedian Hayati Obat.................................................................................9
2.5 Penyebaran Obat...........................................................................................10
2,6 Keragaman Farmakokinetik..........................................................................11
2.7 Eliminasi Obat..............................................................................................13
 Eliminasi Lewat Urin..............................................................................15
 Ekskresi Lewat Empedu..........................................................................15
 Eliminasi Lewat Feses.............................................................................16
 Eliminasi Lewat Paru..............................................................................16
 Eliminasi Lainnya....................................................................................16
BAB III..................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
3.1 Simpulan.......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyebaran obat merupakan proses yang dialami obat, mulai dari penyerapan
sampai ia mencapai jaringan yang terletak jauh dari tempat penyerapan itu. Dalam
penyebaran obat ini dimulai dari penyerapan obat atau absorbsi, kemudian
distribusi obat dalam tubuh baru kemudian efek yang dirasakan oleh
tubuh. Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian,
menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses menujusirkulasi
sistemik. Penyebaran obat adalah peristiwa pertama yang mempengaruhi aktivitas
obat in vivo. Obat parental biasanya berupa larutan dan dapat diserap dengan cepat
tetapi sebaliknya obat oral biasanya dalam bentuk padat, membawa sejumlah
peubah yang menentukan pelarutan, penyerapan, ketersediaan hayati, dan
kecepatan obat mencapai sasarannya.

Dalam penyebaran obat terdapat parameter yang menentukan hasil akhir


pemakaian obat meliputi pelarutan obat, pemberian obat melalui saluran cerna,
pemberian obat secara parenteral, ketersediaaan hayati obat, penyebaran obat,
keragaman fermakokenik, serta eliminasi obat. Oleh karena itu, makalah ini kami
buat dengan harapan pembaca dapat memahami dan mengetahui penyebaran obat
yang lebih spesifik lagi.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih mengetahui dan
memahami bagaimana cara penyebaran obat dalam tubuh juga parameter yang
menentukan hasil akhir pemakaian obat meliputi pelarutan obat, pemberian obat
melalui saluran cerna, pemberian obat secara parenteral, ketersediaaan hayati
obat, keragaman fermakokenik, serta eliminasi obat.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Obat diberikan secara oral (obat dalam) atau melalui rute bukan oral (parenteral).
Penyerapan obat adalah peristiwa pertama yang memengaruhi obat in vivo. Obat
parenteral biasanya berupa larutan dan dapat diserap dengan cepat. Sebaliknya,
obat oral biasanya dalam bentuk padat, membawa sejumlah perubahan yang
menentukan pelarutan, penyerapan, ketersediaan hayati, dan kecepatan obat
mencapai sasarannya. Pelarutan dan pembagian dalam biofase merupakan
fenomena fisika; jadi parameter yang dibahas di bab 1 juga menyangkut bidang
ini.

Karena semua faktor tersangkut dalam aktivitas farmakologi akhir suatu obat,
maka obat yang struktur kimianya serupa, ketersedian hayati serta laju kerjanya
tidak selalu sepadan. Parameter yang menentukan hasil akhir pemakaian obat
dibicarakan sejumlah pasal berikut :

2.1. Pelarutan Obat

Agar dapat diabsorbsi, obat harus dalam larutan. Obat yang diberikan dalam
larutan akan lebih cepat diabsorbsi daripada yang harus larut dulu dalamcairan
tubuh sebelum diabsorbsi .Laju pelarutan obat merupakan langkah penentu pada
kerja bila obat ditelan dalam bentuk padat atau bentuk suspensi. Laju pelarutan
ditentukan oleh:
1 Kelarutan obat dalam air
2 pH sedang
pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam maupun
basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan lebih mudah larut jika

2
berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah larut
jika berada pada suasana basa.
3 pKa obat
4 Bentuk, luas spesifik, dan kepadatan kristal atau butiran obat
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat tersebut akan
semakin meningkat sehingga akan mempercepat kelarutan suatu zat
5 Formulasi obat (jenis pengikat, penambah, dan penyalut tablet atau kapsul)
Laju pelarutan dapat digambarkan dengan persamaan Noyes-Whitney :
dC/dt = kS (Cs - C)
dengan dC/dt adalah laju pelarutan, luas, S luas permukaan zat padat, Cs kelarutan
obat, dan C konsentrasi pada saat t. Tetapan k sebanding dengan kekentalan
medium, karena pelarutan oleh difusi dan tergantung pada ketebalan lapisan
difusi, yaitu lapisan tipis larutan jenuh yang tidak teraduk pada permukaan kristal.

Luas permukaan obat dapat ditingkatkan dengan 'pemikronan' yaitu pengecilan


ukuran butiran dengan menggilingnya sampai berukuran kurang dari 10 μm.
Dengan cara ini laju pelarutan dapat ditingkatkan beberapa kali lipat, tetapi
kadang-kadang diperoleh hasil yang kebalikan dari efek yang dikehendaki:
pemikronan dapat meningkatkan penggerundulan serbuk, atau butiran dapat
memadat sewaktu pembuatan tablet. Kadang-kadang pemikronan lebih
memudahkan penguraian obat dalam lambung, seperti halnya sediaan penisilin
oral. Pemakaian bentuk amorf, alih-alih bentuk kristal, dapat sangat meningkatkan
kelarutan secara mencolok karena untuk terjadinya pelarutan tidak ada kisi kristal
yang memerlukan masukan energi. Senyawa hidrofob dapat ditangani dengan zat
pembasah untuk mempermudah masuknya fase air ke permukaan kristal.

Pada pelarutan obat, pH pelarut sangat penting. Asam lemak seperti aspirin (pK a =
3,5) hanya sedikit larut dalam cairan asam lambung, tetapi larut lebih cepat dalam
usus yang basa. Jadi, obat yang meningkatkan pH lambung (antasida,

3
antihistamina H2) akan meningkatkan pelarutan aspirin dalam lambung. Namun,
pH lapisan difusi yang tidak teraduk tidak selalu sama dengan pH pelarut; jadi
peramalan demikian tidak selalu teliti.

Garam yang dapat larut akan larut lebih cepat daripada asam atau basa bebasnya
dan biasanya saat awal kerjanya lebih cepat. Kadang-kadang garam yang tidak
dapat larut disiapkan dengan cara yang sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk
mengurangi kelarutan dan membeli efek depot atau menutupi rasa pahit pada
sediaan obat untuk anak-anak; contohnya obat kunyah Al-aspirin dan antimalaria
sikloguanil pamoat (8-41)

2.2. Pemberian Obat Melalui Saluran Cerna


Cara pemakaian obat yang paling umum dan nyaman adalah rute oral. Setelah
pelarutan, obat harus mengatasi rintangan membran semipermeabel antara lubang
saluran cerna dan peredaran sistematik. Pori berair memungkinkan perjalanan
yang bebas untuk air, jon monovalen dan molekul kecil hidrofil; senyawa
hidrofob dapat melintasi fase lipid pada membran. Banyak molekul penting
berupa bahan gizi dan obat melintasi membran dengan cara difusi pasif - zat
tersebut bergerak mengikuti perbedaaan konsentrasi (dari konsentrasi yang lebih
tinggi ke konsentrasi yang Iebih rendah). Laju difusinya sebanding dengan
perbedaaan konsentrasi, seperti dijelaskan oleh hukum Fick. Karena zat linarut
terhanyut oleh aliran darah, konsentrasi di sini selalu lebih rendah. Banyak
senyawa lain, baik bahan makanan maupun obat, tidak dapat berdifusi secara
bebas. Zat tersebut hanus dibawa olch pengangkut yang bekerja berdasarkan
sistem port-antiport, jadi kesetimbangan ‘impor-ekspor' harus dipertahankan Na+-
K-ATPase (bab 6, pasal 3.3) merupakan sistem demikian, tetapi masih banyak
sistem lain yang juga demikian. Pada transpor aktif, molekul diangkut ke arah
yang konsentrasinya lebih pekat, untuk ini diperlukan masukan energy. Pada

4
transpor-yang-dipermudah, suatu zat diangkut sesuai dengan perbedaan
konsentrasi, tetapi dengan laju yang cepat daripada yang dimungkinkan melalui
difusi pasif. Karena jumlah pengangkut tersebut terbatas, sistem pengangkutan ini
dapat jenuh dan bersifat khas struktur serta stereospesifik. Karena kemampuan
pengangkut terbatas, ketersediann hayati obat menurun bila dosis meningkat.
Karbohidrat, banyak asam amino, berbagai ion, vitamin. turunan pirimidina, dan
obat, diangkut melalui sisiem aktif atau sistem-yang-dipermudah.

Sistem cerna terdiri dari lambung, duodenum, jejunum, ileum, kolon, dan rektum.
Setiap bagian komponen ini berbeda anatomi, histologi dan faalnya. Lambung
berdinding epitel lunak dan memiliki pH 1-2,5 akibat sekret lambung yang ber-pH
1 terencerkan dan ternetralkan. Senyawa tak tcrion dan bersifat lipofil mudah
diserap dari lambung, tetapi asam lemah teserap lambat dan tidak sempurna.
Karena pengosongan lambung merupakan proses yang nisbi cepat (t1/2 = 20-60
menit), peran lambung dalam penyerapan obat menjadi terbatas. Banyak obat (zat
muskarinik, antihistamina H2, dan opiat) mengurai daya gerak dan pengosongan
lambung.

Usus halus adalah tempat yang tepat penyerapan obat yang terpenting karena
panjang dan memiliki permukaan yang sangat luas akibat pelipatan mukosa yang
memiliki vili dan mikrovili, yaitu tonjolan seperti jari yang banyak mengandung
pembuluh darah. Di antara duodenum dan ujung ileum, pH naik dari 5 menjadi 7
sehingga asam dan basa lemah cepat terserap. Jumlah tempat transpor aktif juga
sangat banyak di usus halus. Waktu tinggal nisbi lama, kira-kira 4-6 jam.

Usus besar (kolon) memiliki luas permukaan yang jauh lebih kecil dan bukan
merupakan tempat penyerapan yang efisien. Usus besar ini merupakan bagian
saluran cerna yang paling basa (pH = 8-8,5), dan digunakan pada pemberian tablet
saluran enterik. Pada formula ini, tablet disalut dengan suatu polimer tahan-asam

5
yang dapat melintasi lambung dalam keadaan tetap utuh dan melindungi obat
yang peka asam dari penguraian. Penyalutnya melarut di usus besar yang basa,
jadi obat pasti diserap dari tempat ini. Praobat yang diaktifkan melalui reduksi
oleh bakteri di dalam usus halus juga diserap di sini. Ujung usus besar, yaitu
rektum, tidak banyak berperan dalam obat oral, tetapi digunakan pada penggunaan
obat nonoral (parenteral)

2.3. Pemberian Obat Secara Parenteral


Pemberian obat parenteral (bukan oral) sering lebih efisien dan lebih cepat
dibandingkan dengan pemberian secara oral, tetapi mungkin saja kurang nyaman.
Masalah dalam penyerapan obatnya lebih sedikit dibandingkan dengan masalah
pada obat oral, dan pemakaian secara topikal dapat dilakukan.

Metode yang paling umum dan cepat adalah suntikan intravena ke dalam vena
perifer. Cara ini menghasilkan respons yang hampir segera, dan kadar obat dalam
serum dapat diramalkan dan diandalkan. Penyuntikan tidak boleh terlalu cepat,
untuk mencegah kadar obat yang tinggi di tempat penyuntikan ('bolus') atau
terjadi pengendapan bahan yang tidak larut yang menyebabkan embolisme. Obat
yang memiliki waktu-paro pendek, yang indeks terapinya sempit (L.D50 / ED50),
atau yang perlu diberikan terus- menerus, diberikan dalam bentuk infus intravena.
Bila praobat diberikan melalui rute ini, ketersediaan hayatinya tidak harus selalu
diperiksa.

Senyawa yang tidak dapat mencapai SSP-tidak melintasi sawar darah-otak (pasal
1.5) dari peredaran sistemik-disuntikkan langsung ke dalam cairran serebrospinal
melalui penusukan lumbar. Pemberian antibiotika dan antineoplastika secara
intratekal dan epidural ini kadang-kadang perlu. Zat opiat dalam dosis sangat
rendah secara epidural dapat secara terus menerus meredakan rasa nyeri (36-48

6
jam) pada pascabedah dan kanker metastatik dengan bahaya ketagihan yang
sekecil-kecilnya.

Suntikan intramuskular kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan cara


intravena dalam hal ketersediaan hayati, laju penyerapan, dan efek lokalnya.
Pengendapan obat di tempat penyuntikan, rasa nyeri, dan penyerapan yang
tertunda sering terjadi. Tempat penyuntikan itu sendiri dapat menimbulkan
perbedaan laju penyerapan, karena misalnya, pembuluh darah di otot deltoid jauh
lebih banyak daripada di gluteus maksimus yang terletak di bawah lapisan lemak
yang tebal. Sebaliknya, sediaan depot intramuskular yang melarut lambat berguna
pada pengobatan pelepasan berangsur, seperti antimalaria atau hormon.

Suntikan subkutan memiliki kekurangan seperti suntikan intramuskular, tetapi laju


penyerapannya dapat lebih mudah diatur, misalnya efek anestetika lokal dapat
diperlama dengan penambahan vasokonstriktor (misalnya epinefrina) ke dalam
larutannya. Insulin biasanya disuntikkan secara subkutan, dan laju penyerapannya
dapat diatur dengan menggunakan berbagai sediaan yang kelarutannya berbeda
(senyawa kompleks-Zn amorf atau kristal). Yang jauh lebih efektif adalah
pemakaian mikropompa sinambung yang memompakan insulin dengan berbagai
kecepatan, sesuai dengan kebutuhan. Sesudah makan, insulin dibutuhkan lebih
banyak; jadi, pada orang bukan penderita diabetes, pankreas mengeluarkan insulin
dengan laju tertentu, sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Pemberian melalui mukosa dapat berguna pada beberapa hal. Tablet sublingual
diberikan untuk mendapatkan penyerapan nitrogliserin yang cepat pada serangan
angina pektoris, dan untuk beberapa zat androgen. Meskipun rongga mulut pakai,
bukan merupakan rute saluran cerna, karena obat diserap langsung melalui
membran mukosa mulut yang banyak mempunyai pembuluh darah. Pemberian
melalui vagina digunakan untuk obat kontrasepsi, zat penggugur janin,

7
prostaglandin E2, estrogen, dan obat antibakteri atau antifungi untuk mengobati
infeksi lokal. Pemberian intranasal banyak dilakukan untuk zat pelega hidung
agonis adrenergik-ᵅ dan untuk beberapa neurohormon (analog gonadoliberin).

Penyakit kulit dapat diobati dengan pemakaian obat secara topikal kulit, karena
dengan cara ini efek sistematik dapat dikurangi sampain sedikit mungkin.
Glukokortikoid, anticoplastika untuk kanker kulit, dan zat antifungi sering
diberikan dengan cara ini. Tergantung pada pembawa yang dipakai untuk
melarutkan obat, senyawa dapat menembus kulit yang utuh; dimetilsulfoksida
sangat efisien jika diberikan secara transdermal.mata juga dapat menyerap obat
secara langsung, jadi obat yang menurunkan tekanan dalam mata pada glaukoma,
dan obat yang mengendalikan ukuran pupil, diberikan dalam bentuk tetes mata.
Akan tetapi ketersediaan hayati serta jumlah obat yang tertahan masih tetap
menjadi masalah.

Pemakaian obat secara rektal dilakukan bila pemberian seara oral sulit dilakukan;
pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak sadar atau orang yang sering muntah
akibat efek samping kemoterapi kanker atau kerusakan ginjal. Penyerapan cukup
baqik melalui mukosa rektum, tetapi lebih lambat dibandingkan dengan
penyerapan pada usus halus; meskipun demikian ada kekecualian, pentidak-
aktifan oleh hati pada lintasan pertama dan dihindari, paling tidak sebagian.

1.4 Ketersedian Hayati Obat


Laju kesempurnaan penyerapan obat menentukan jumlah efektif yang mencapai
sisi kerja. Faktor yang mempengaruhi peyerapan: kepermeabelan, kelarutan, pKa,
cara pemberian obat, formulasi sediaan, metabolisme obat sebelum dan sesudah
mencapai sisi kerja, dan bakan posisi tubuh penderita (pengosongan lambung

8
berlangsung lebih cepat bila penderita berbaring pada sisi kanan). Akibatnya obat
yang struktur kimianya mirip tidak selalu setara secara hayati. Penentuan
ketersediaan hayati merupakan persyaratan untuk mendapatkan izin membuat
obat, tetapi pabrik sekunder tidak diwajibkan menunjukkan kesetaraan tetapi pada
sediaan. Jika ketersediaan hayati masih tetap merupakan masalah yang sangat
diperhatikan , dan sungguh mengherankan bahwa sejumlah besar obat dengan
berbagai merek ternyata menunjukikan perbedaan besar. Segi yang menarik pada
kesetaraan hayati adalah pemilihan waktu pemberian obat yang dihubungkan
dengan irama piantan-tubuh manusia (jadwal atau keberkalaan peubah faali yang
berlangsung dalam waktu 24 jam); bidang ini disebut kronofarmakologi atau
kronoterapi. telah diketahui bahwa kebanyakan fenomena faali bergantung pada
waktu dan berirama selama selang waktu tetapi tidak tepat 24 jam— daur piantam
tubuh. misalnya, akrofase (titik tertinggi) suhu tubuh adalah pada pukul 4 sore;
tekanan darah pada pukul 5-6 sore; pembentukan HAKT pada pukul 4 pagi; kadar
testosteron pada pukul 1 pagi; dan hormon pertumbuhan pada pukul 11 malam.
pembelahan sel juga menunjukkan irama piantan-tubuh, dengan akrofase untuk
sumsun tulang pada pukul 10 malam, tetapi sel kulit pada pukul 1 pagi. dengan
demikian tidak mengherankan bila toksisitas obat juga sangat beragam menurut
perputaran waktu. jadi, toleransi obat dan efek terapi mencapai tingkat optimum
bila pemberian obat antileukemia disesuaikan dengan akrofase, yaitu pada saat
toksisitas terendah tetapi laju mitosis tertinggi. untuk itu perlu ditentukan terlebih
dahulu irama piantan-tubuh penderita untuk semua parameter tersebut engingat
perbedaan orang per orang yang sangat besar. Pengamatan waktu optimum ini
dapat menyangkut hidup atau mati, dan kelaziman pemberian obat ‘tiga kali
sehari’ secara faali tidak berarti lagi.

1.5 Penyebaran Obat


Penyebaran obat merupakan proses yang dialami obat, mulai dari penyerapan
sampai I mencapai jaringan yang terletak jauh dari tempat penyerapan itu. obat

9
dapat mencapai peredaran darah secara langsung atau tidak langsung, dan dalam
beberapa menit terencerkan ke dalam seluruh volume darah.

Dalam penyebaran obat ini dimulai dari penyerapan obat atau absorbsi, kemudian
distribusi obat dalam tubuh. Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari
tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan
proses menuju sirkulasi sistemik. Adapun yang mempengaruhi kelengkapan dan
kecepan proses penyerapan obat yaitu :
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi suatu zat atau obat antara lain :
1. Cara pemberian obat
2. Sirkulasi darah ke tempat pemberian (semakin cepat alirandarah maka
semakin cepat obat tersebut dibawa untuk diabsorbsi)
3. Ukuran partikel molekul obat dan daya larut obat (Semakin kecil partikel,
semakin luas permukaan obat, semakin mudah larut. Sehingga semakin
mudah diserap)
4. Formulasi obat (apabila obat tersebut berikatan dengan zat-za kimia lain
di dalam tubuh maka semakin sulit obat tersebut untuk diabsorbsi)
(Anonim,1995).
Setelah diabsorpsi, obat akan disebarkan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah
dan cairan jaringan dalam tubuh.

Kebanyakan obat masuk aliran darah di tingkat kapiler, melewati celah antara sel
yang membentuk dinding kapiler. Distribusi bergantung besarnya kecukupan
sirkulasi darah. Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan
penyebaran didalamtubuh, yaitu :
 Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu di
distribusikan cepat kepada organ yang menerima suplai darah dalam
jumlah banyak atau ke organ yang perfusinyasangat baik, seperti jantung,
hati, ginjal dan otak.
 Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang
perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, kulit
dan jaringan lemak dan biasanya lebih lambat.
Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas
yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Konsentrasi obat pada cairan
tubuh yang berprotein rendah sama seperti konsentrasi obat bebas dalam plasma.
Penyeimbangan antara obat bebas dan yang terikat terjadi pada saat obat bebas
memasuki sel di kompartemen perifer. Beberapa obat seperti fenobarbital,
asetazolamida, senyawa silisilat terikat pada eritrosit. Sedangkan obat lain seperti
antileukemia hidroksiurea terikat pada leukosit.

karena kapiler perifer mempunyai pori-pori yang besar (fenestrae), obat yang

10
berbobot molekul kurang dari 600.000 berdifusi dengan cepat ke dalam cairan
interstisial yang mengisi ruang antarsel. gabungan volume darah dan cairan
interstisial disebut kompartemen pusat, yang besarnya kira-kira 140-190 ml/kg
bobobt badan. Obat terikat secara terpulihkan pada protein serum yang bertindak
sebagai molekul pengangkut. konsentrasi obat dalam cairan tubuh yang berprotein
rendah (cairan serebrospinal, cairan perikardial) sama seperti konsentrasi obat
bebas dalam plasma. penyetimbangan antara obat bebas dan yang terikat terjadi
pada saat obat bebas memasuki sel di kompartemen perifer. Beberapa obat
(misalnya fenobarbital, asetazolamida, senyawa salisilat) terikat pada eritrosit;
obat lain seperti antileukimia hidroksiurea, terikat padaleukosit. obat yang terikat
pada protein dapat tergantikan oleh obat lain; aspirin misalnya, dapat
meningkatkan kadar zat antidiabetes oral yag bebas, dan hal ini berbahaya karena
dapat memicu syok hipoglisemik. Pada beberapa penyakit seperti artritis
rematoid, jumlah protein plasma keseluruhan menurun sehingga sebaran obat
berubah.

Lemak dapat menjadi gudang penyimpanan (depot) obat yang penting untuk
moiekul lipofil. Anestetika umum, senyawa barbiturat, dan neuroleptika turunan
fenotiazina dapat membentuk gudang di jaringan berlemak, dan dapat mudah
masuk ke neuron dan SSP. Pertukaran antara depot berupa lemak dan serum
berlangsung lambat, dan ditentukan oleh koefisien partisi.
Kapiler di SSP berbeda dengan yang di perifer karena yang di SSP tidak memiliki
fenestrae, tidak berpori dan memiliki selubung sel. Karena itu, kapiler itu tidak
tertembusi zat larut-air, jadi membentuk sawar-darah otak (Goldstein dan Betz,
1986). Hal ini dapat menghambat pengobatan infeksi dan neoplasma di SSP.
Sawar darah-otak dapat dihindari dengan pemberian obat intratekal atau oleh syok
hiperosmotik, atau oleh penggunaan zat pengangkut ohat yang bersifat lipofil (bab
8, ayat 4.2.2).

11
Plasenta perlu pertimbangan khusus, karena ada penyetimbangan ibu-janin akibat
adanya membran biasa pada kedua belah dindingnya; Jadi, obat lipofil dapat
ditemukan dengan mudah dalam peredaran darah janin satu jam setelah ibu
memakai obat. Lagi pula, penyetimbangan ibu-janin menjadi sulit akibat tidak
berkembangnya enzim metabolisis, dan dalam janin serta bayi yang baru lahir
waktu paro-obat dapat 20-40 kali lebih lama dibandingkan dengan dalam tubuh
ibu. Jadi, pemakainan obat selama kehamilan harus betul-betul dibatasi mengingat
banyaknya efek yang tidak diketahui dan kemungkinan terjadinya kerusakan
teratogenik (bentuk janin tidak sempurna); bencana talidomida merupakan contoh
yang paling baru.

1,6 Keragaman Farmakokinetik

Pada dosis per kilogram berat badan yang sama, keragaman respon tubuh terhadap
obat pada orang yang berbeda dapat sampai 10 kali lipat. Banyak penyebab
terjadinya hal ini, tetapi beberapa obat menunjukkan kergaman efek yang lebih
besar dibandingkan dengan obat lain. Obat yang menunjukkan pengosongan hati
(laju eliminasi / konsentrasi dalam arteri) yang tinggi dan juga metabolisme
prasistemik (zat perintang β, timoleptika) juga menunjukkan keragaman
perorangan yang besar. Keragaman ini dapat diperkecil dengan pemberian
parenteral.

Pada anak-anak, penyesuaian dengan bobot tubuh harus dilakukan. Penyesuaian


ini dilakukan juga pada orang dewasa bila puncak kadar dalam serum penting
untuk diperhatikan. Penderita yang gemuk memiliki masalah karena nisbah massa
tubuh langsing dengan berat keseluruhan sulit ditentukan. Kompartemen pusat
dan perifer sebandingkan dengan massa langsing, tetapi jaringan lemak (pada
orang gemuk) dapat bertindak sebagai tempat penimbunan obat untuk obat apolar.

12
Bayi baru lahir dan anak-anak bukanlah orang dewasa yang tubuhnya kecil,
mereka sering tahan terhadap dosis mg/kg yang lebih besar dibandingkan dengan
orang dewasa. Dosis pediatrik sering dihitung tidak berdasarkan berat badan,
melainkan berdasarkan luas permukaan tubuh, sebandingkan dengan luas
permukaan tubuh dewasa rata-rata (1,7 m2). Alasannya, jumlah cairan luar-sel bayi
baru lahir hampir dua kali cairan orang dewasa. Namun, metabolisme obat yang
berbeda dan kurang berkembang pada bayi baru lahir menambah permasalahan
klinik, waktu-paro obat biasanya jauh lebih tinggi. Sebaliknya anak yang lebih tua
menunjukkan, tingkat matabolisme yang lebih tinggi, sehingga membutuhkan
dosis yang lebih besar

Pada penderita lanjut usia, keadaan terbalik karena baik fungsi organ maupun
metabolisme obat menurun, jadi waktu-paro obat meningkat. Dengan demikian
kepada penderita lanjut usia harus diberikan obat dengan dosis yang lebih rendah.

Farmakogenetika adalah telaah pengaruh perbedaan genetic pada penyebaran dan


metabolisme obat. Waktu-paro obat pada orang kembar adalah sama, tetapi pada
saudara sekandung tidak sama. Pengaruh perbedaan ras dan geografi sering terjadi
dan telah ditelaah secara luas (Gibaldi, 1954). Misalnya, asetilasi isoniazid: 80-
100% orang Eskimo dan orang Asia mengasetilasi senyawa ini dengan cepat,
sedangkan orang Mesir dan banyak kelompok Eropa hanya 20-40% saja yang
menunjukkan asetilasi cepat. Kekurangan enzim metabolisis obat, yang ditentukan
secara genetik, dapat menempatkan mereka di bahaya kemungkinan lewat-dosis.

1.7 Eliminasi Obat

Efek obat berkurang melalui beberapa cara: penyebaran ulang di antara


kompartemen, penggudangan, ekskresi obat utuh, dan ekskresi metabolit. Kedua
faktor yang disebutkan pertama dibicarakan pada beberapa bagian sebelumnya.

13
Obat utuh dapat dieliminasi dalam berbagai organ, tetapi rute eliminasi yang
paling penting, baik untuk obat utuh maupun untuk metabolit, adalah ginjal dan
hati.

Tiga proses yang menentukan jumlah obat yang dieliminasi adalah penyaringan
glomerulus, sekresi tubulus, dan penyerapan ulang. Glomeruli menyaring kira -
kira 10% dan 1,2-1,4 liter darah yang diterima setiap menit, menahan sel dan
banyak protein tetapi melewatkan air dan molekul obat kecil. Jadi, hanya obat
yang tidak terikat pada protein plasma yang dibuang. Sekresi tubulus mcrupakan
proses yang melibatkan transpor aktif, jadi tidak dipengaruhi oleh pengikatan
protein; baik obat bebas maupun yang terikat diangkut. Salah satu sistem
pengangkutan mengekskresi asam organik (misalnya penisilin, senyawa salisilat,
diuretika turunan tiazida), sedangkan sistem yang lain hanya mengekskresi kation,
yaitu basa dan garam kuaterner seperti heksametonium, katekolamina, atau
histamin. Beberapa obat mungkin sering menghambat sekresi masing-masing
karena sistem pengangkutan memiliki kemampuan terbatas, serta memerlukan
masukan energy.
Penyerapan ulang di tubulus mengembalikan sejumlah besar zat (termasuk obat)
dalam ultrafiltrat ke dalam peredaran darah, terutama linarut yang penting untuk
faal dan untuk gizi seperti glukosa, garam, asam amino, dan senyawa larut-lemak.
Penyerapan ulang asam atau basa lemah tergantung pada pH kemih; pengasaman
atau pembasaan kemih dengan NH4CI atau NaHCO3 dapat meningkatkan atau
memperlambat eliminasi obat, jadi mempengaruhi waku-paro serta efek
farmakologi. Karena pH kemih berubah mengikuti irama piantan-tubuh (pH
terendah terjadi selama tidur), maka eliminasi obat inerupakan satu fungsi lain
yang dipengaruhi oleh faktor kronofarmakologi (lihat di atas). Penyerapan ulang
di tubulus, termasuk hampir seluruh air, terjadi melalui difusi pasif, karena
konsentrasi linarut jauh lebih tinggi di dalam kemih dibandingkan di dalam
plasma. Namun, beberapa ion (misalnya Li+) dan glukosa diserap ulang melalui

14
sistem transpor aktif. Beberapa obat (misalnya turunan sulfonamida, metotreksat)
dapat menjadi demikian pekat dalam kemih sehingga mengkristal (suatu keadaan
yang disebut kristaluria), dan menyebabkan kerusakan ginjal. Bila obat tersebut
diberikan, disarankan agar laju aliran kemih di atas minimum (190 ml/ jam) dan
bersifat basa. Efek bersih dari proses ini dapat dinyatakan oleh pengosongan
ginjal (renal clearance, RCL)

RCL = (dAu/dt)/C

dengan Au adalah jumlah obat yang diekskresikau dalam satuan waktu (misalnya
satu jam) terhadap konsentrasi obat (C) dalam plasma. Banyak di antara faktor
yang disebutkan di atas mempengaruhi pengosongan, jadi ubah hubungan
sedehana ini (untuk penjelasan yang lebih terinci, lihat Gibaldi, 1984).

Aturan umum perlintasan membran juga berlaku pada eliminasi, namun


perlintasan eliminasi terjadi dengan arah berbeda dengan arah penyerapan dan
penyebaran, yaitu dari jaringan menuju darah, kemudian dari darah menuju ke
luar tubuh. Molekul-molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah
mengalami perubahan hayati. Pada umumnya molekul-molekul yang lebih larut
air lebih mudah di eliminasi, sebaliknya senyawa larut lemak diubah menjadi
bentuk yang kurang larut lemak. Metabolit yang larut lemak ini lebih mudah
dikeluarkan melalui ginjal yang merupakan jalur eliminasi obat-obat yang
terpenting. Fenomena pasif dari difusi transmembran merupakan proses penting
dalam eliminasi obat, tergantung jalur pengeluaran dan gradien konsentrasi.
Proses eliminasi tergantung pada penyebaran senyawa, yang dipengaruhi oleh
cara pemberian dan fenomena penyerapan. Misalnya bentuk bebas yang berdifusi,
peran gradien konsentrasi serta ikatan pada protein plasma. adanya fiksasi pada
tempat penimbunan (jaringan lemak) akan memperlambat eliminasi total.

 Eliminasi Lewat Urin


Mekanisme yang menjamin eliminasi obat sama dengan mekanisme yang
menjamin pembentukan urin. Peran yang diawali pada nefron yang merupakan
kesatuan anatomi-fisiologi dari ginjal.Setiap nefron (1 juta tiap ginjal) merupakan
tubulus yang panjang dengan epitel monoseluler, dan terdiri dari dua bagian
dengan fungsi yang berbeda yaitu bagian glomerulus dan bagian tubulus.

15
Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di dalam korteks ginjal.
Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli nefron yang
melekuk, terdiri dari jaringan kapiler arterial. Glomeruli ginjal merupakan
keseluruhan kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang membentuk badan
Malphigi yang dapat dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-300 Mm ).

Bagian tubulus atau tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus proksimalis
yang terletak dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul Bowman.
Selanjutnya adalah loop Henle yang mengikuti nefron, tertanam cukup dalam di
medula; ini didahului oleh tubulus kontortus distalis yang terletak di dalam
korteks. Tubulus distalis menyebar kedalam tubulus colengentes yang diakhiri
oleh pori uniferes dalam kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan dialirkan
ke dalam vesica urinaria.

 Ekskresi Lewat Empedu


Pengaliran darah hati menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya
yang terbentuk di dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran.
Difusi pasif molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia serta
perbedaan konsentrasi. Mekanisme transpor aktif berperan penting pada eliminasi
obat khususnya pada metabolit yang lebih polar dibandingkan senyawa induknya
seperti trurunan glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu juga terdapat 2
sistem transpor aktif transmembran. Mekanisme transpor aktif ini penting untuk
beberapa molekul antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena obat dapat
menembus saluran empedu sampai konsentrasi yang cukup untuk pengobatan
infeksi.
Dengan adanya cairan empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan
metabolitnya dapat dikeluarkan melalui pembentukan garam, atau zat aktif diserap
kembali di usus, jika sifat-sifat fisiko-kimianya dapat melewati sawar usus dan
masuk kembali dalm sirkulasi (siklus entero-hepatik). Fenomena ini menyebabkan
obat lebih lama berada di dalam tubuh dan pengeluaran secara definitif baru
terjadi melalui ginjal.

 Eliminasi Lewat Feses


Seperti diketahui zat aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak
mengalami siklus entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang
disekresi oleh getah saluran cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula
mengandung sejumlah molekul yang dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak
diserap kembali oleh mukosa usus. Obat-obat tertentu dapat digunakan untuk
memerlukan efek terapi setempat pada sistem pencernaan misalnya sulfaguanidin,
bismuth.

16
 Eliminasi Lewat Paru
Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang berbentuk
gas atau zat yang mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil
capillo-alveolaire yang positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga
terjadi pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui membran
berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang menjamin pembaharuan udara
alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum pada proses difusi akan terjadi
keseimbangan antara tekanan parsiil udara di dalam alveoli dan darah kapiler
paru. Penerapan fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol
melalui napas, terutama bagi pengendara mobil.

 Eliminasi Lainnya
Pengeluaran obat dari tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara
umum dapat dikatakan bahwa hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus
khusus misalnya eliminasi tanpa perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu
spiramisin sering diberikan pada stomatologi. Eliminasi yang terbatas ini kadang-
kadang dapat digunakan untuk diagnosis adanya alkaloid dalam air ludah.
Pengambilan cuplikan ludah pada saat perlombaan pacuan kuda dapat mengontrol
adanya “doping” kuda dengan morfin. Selain itu warna merah dari sekresi
lakrimalis juga disebabkan oleh rifampisin. Walaupun pengeluaran obat melalui
keringat telah lama dikenal seperti jodium, brom, kinin dan sebagainya. Namun
mekanisme yang terkait belum diketahui dengan jelas, mungkin bersamaan
dengan pembentukan keringat.

Bentuk yang lain dari eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu
(ASI). Dengan mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi
obat tertentu dalam air susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik. ASI
lebih asam dibanding plasma, sehingga senyaa basa (alkaloid) dapat berdifusi
dengan mudah. Molekul-molekul berukuran kecil seperti halnya alkohol dapat
segera keluar dan membuat keseimbangan dengan plasm. Meskipun jumlah yang
ditemukan kembali dalam ASI jarang yang melebihi 1% dari dosis yang diberikan.
Namun hal ini tidak dapat diabaikan karena sistem enzimatik pad bayi belum
matang benar, terutamaenzim konjugasi. Demikian pula sisitem saraf pada bayi
lebih peka dibandingkan pada orang dewasa.

Orang dewasa juga dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran obat
melalui air susu ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada sapi
perah merupakan awal dari reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada manusia.
Masalahnya tidak terbatas pada hal di atas, sediaan-sediaan tertentu yang secara

17
luas digunakan pada pertanian terutama yamg daya larut lemaknya besar, seperti
pestisida dan herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak.

Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan toksisitas obat maka


eliminasi melalui perubahan hayati mempunyai peran yang cukup penting. Karena
ginjal berperan dalam proses eliminasi, maka mengingat kinetika obat yang dapat
mencapai organ tersebut perli diperhatikan aturan penggunaan untuk semua obat
pada penderita dengan kegagalan ginjal.Hal yang sama terjadi pada penderita
kegagalan hati dimana terjadi gangguan fungsi perubahan hayati dan pengeluaran
empedu.

Ekskresi melalui empedu merupakan akibat dari sekresi obat sel hati, yang sangat
mirip dengan ekskresi lewat ginjal. Pengosongan empedu dapat mencapai 500
ml/menit. Senyawa yang memiliki berat molckul kurang dari 400 diekskresikan
lewat kemih, molekul yang lebih besar dikeluarkan oleh hati.

Molekul yang sangat besar harus dipecahkan lebih dulu sebelum metabolitnva
dapat dieliminasi. Cairan empedu diekskresikan ke dalam duodenum, tempat
sebagian obat (misalnya antibiotika, glikosida jantung, vitamin, asam empedu)
diserap-ulang melalui daur usus-hati, tetapi belum banyak informasi tentang
proses ini pada manusia. Penyerapan ulang dapat dihambat oleh zat penjerap,
misalnya resin penukar-ion tak larut, yaitu kolestiramina, digunakan sebagai zat
penurun kadar kolesterol, mengikat asam empedu dan mengekskresikannya dalam
tinja (bab 5, pasal 1.3).

Sekresi ke dalam air susu tidak menonjol, tetapi mengingat fungsi hati dan ginjal
yang belum matang pada anak-anak, dianjurkan agar ibu yang menyusui tidak
memakan obat, atau hanya memakannya segera setelah menyusui untuk
menghindari konsentrasi obat yang tinggi dalam serum dan air susu pada waktu
menyusui. Dalam beberapa hal, menyusui harus betul-betul dilarang.

Antaraksi obat merupakan bagian penting pada farmakologi dan farmakokinetika,

18
tetapi di luar cakupan buku ini. Di antara buku ajar lainnya, Hansten (1979) dan
Gibaldi (1984) membahas perkara ini.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Laju pelarutan ditentukan oleh kelarutan obat dalam air, pH medium, pKa
obat, bentuk, luas spesifik, dan kepadatan kristal atau butiran obat, dan
formulasi obat (jenis pengikat, penambah, serta penyalut tablet atau
kapsul).
2. Cara pemakaian obat yang paling umum dan nyaman adalah rute oral.
Setelah pelarutan, obat harus mengatasi rintangan membran
semipermeabel antara lubang saluran cerna dan peredaran sistemik.
3. Pemberian obat secara parenteral (bukan oral) sering lebih efisien dan
lebih cepat dibandingkan dengan pemberian secara oral, tetapi mungkin

19
saja kurang nyaman, metode yang paling umum dan cepat adalah suntikan
intravena ke dalam vena perifer.
4. Segi yang menarik pada kesetaraan hayati adalah pemilihan waktu
pemberian obat yang dihubungkan dengan irama piantan-tubuh manusia
(jadwal atau keberkalaan peubah faali yang berlangsung dalam waktu 24
jam), bidang ini disebut kronofarmakologi atau kronoterapi.
5. Dalam penyebaran obat dimulai dari penyerapan obat atau absorbsi,
kemudian distribusi obat dalam tubuh melalui sirkulasi darah dan cairan
jaringan dalam tubuh.
6. Eliminasi obat dapat melalui urin, empedu, feses, paru da lainya.

DAFTAR PUSTAKA

Nogrady, Thomas. 1992. Kimia Medisinal. Bandung : ITB

Junianti, Eva. Perjalanan Obat dalam Tubuh. Diakses di


https://www.academia.edu/12464586/Perjalanan_Obat_Dalam_Tubuh pada
tanggal 7 November 2018.

Windawati. 2015. Penyebaran Obat dalam Tubuh. Diakses di


http://windawati901.blogspot.com/2015/04/penebaran-obat-dalam-tubuh.html
pada tanggal 7 November 2018.

20
21

Anda mungkin juga menyukai