Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat sehat
dan waktu yang luang sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Disolusi
untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Formulasi Tablet tepat pada waktunya.

Selain itu kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Lilih, S.Pd. Msi selaku dosen pembimbing mata
kuliah Formulasi Tablet beserta saran dari teman teman yang membantu dalam proses pembuatan
makalah ini.
Dengan harapan, makalah ini dapat bermanfaat untuk semua para pembaca baik menambah
wawasan maupun ilmu pengetahuan. Saran serta kritik sangat kami harapkan demi perbaikkan
dalam pembuatan tugas tugas selanjutnya.

Jakarta, 30 Mei 2016

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................1


DAFTAR ISI.................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................4
1.3 Tujuan....................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Disolusi.................................................................................................
2.2 Konsep Disolusi......................................................................................................
2.3 Uji Disolusi.............................................................................................................
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi......................................................................

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Uji disintegrasi, resmi dinyatakan dalam USP sejaktahun 1950, hanya berkaitan secara tidak
langsung dengan ketersediaan hayati obat dan kinerja produk.Pada tahun 1962, diketahui bahwa
untuk menghasilkan kerja fisiologis, obat harus terlarut, dan semakin disadari bahwa persyaratan
disolusi harus dimuat dalam monografi tablet dan kapsul, yang mengandung bahan obat yang
memiliki kelarutan kurang dari 1% dalam medium berair.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam
media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat
sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap
ke dalam tubuh.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut dalam
air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan
mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga
menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawasenyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam
dan ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi. Melihat pentingnya
pengetahuan tentang disolusi, khususnya dalam pembuatan sediaan maka diadakanlah percobaan
ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan disolusi ?
2. Bagaimanakah konsep dari disolusi ?
3. Bagaimanakah cara uji disolusi ?
4. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang disolusi.
2. Mengetahui dan memahami konsep disolusi.
3. Mengetahui dan memahami cara uji disolusi.
4. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Pengertian Disolusi
Disolusi (pelepasan obat dari bentuk sediaan) merupakan hal yang sangat penting untuk semua
sediaan, baik yang dibuat secara konvensional, bentuk sediaan padat per oral pada umumnya,
maupun bentuk sediaan dengan pelepasan dimodifikasi, dan dapat menjadi tahap pembatas laju
untuk absorpsi obat yang diberikan secara oral.
2.3 Konsep Disolusi
Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atau serbuk) masuk ke dalam
fase larutan, seperti air. Intinya, ketika obat melarut, partikel-partikel padat memisah dan
molekul demi molekul bercampur dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut
Disolusi obat merupakan proses ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke
dalam fase larutan. Disolusi, secara fisikokimia adalah proses dimana zat padat memasuki fasa
pelarut untuk menghasilkan suatu larutan. Disolusi senyawa obat adalah proses multi langkah
yang melibatkan reaksi heterogen/interaksi antara fasa solut-solut (zat terlarut-zat terlarut) dan
fasa pelarut-pelarut dan pada antarmuka solut-pelarut.
Reaksi heterogen yang merupakan proses perpindahan massa secara keseluruhan dapat
dikategorikan sebagai berikut :
a) penghilangan zat terlarut dari fasa padat,
b) akomodasi zat terlarut dalam fasa cair, dan
c) difusif dan/atau transpor konvektif zat terlarut dari antarmuka padat/cair ke dalam fasa massal.
_ Berdasarkan perspektif bentuk sediaan, disolusi zat aktif bukan merupakan disintegrasi bentuk
sediaan. (Kramer et al., 2005).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam cairan pada tempat
absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul
tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam
saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium
asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam
usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi.
Korelasi in vitro in vivo merupakan suatu model matematis prediktif yang menjelaskan
hubungan antara sifat in vitro suatu bentuk sediaan oral (biasanya laju atau besar

disolusi/pelepasan obat) dan respons in vivo yang terkait (misalnya, konsentrasi obat dalam
plasma atau jumlah obat yang diabsorpsi). Pola pelepasan dan disolusi obat umumnya terbagi
dalam 2 kelompok: pelepasan orde nol dan orde pertama. Pelepasan orde nol diperoleh dari
bentuk sediaan yang tidak berdisintegrasi, seperti sistem penghantaran topikal/transdermal,
sistem depot implantasi, atau system penghantaran obat dengan pelepasan terkendali.
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran cerna, obat tersebut mulai
masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer,
matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini
mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa
berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut
diberikan. Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau reaktivitas partikelpartikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami dua langkah berturut-turut:
1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap atau film
disekitar partikel
2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi lebih lambat dan
karena itu adalah langkah terakhir.
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :
Lapisan film (h)
dgn konsentrasi =
Cs
Krista
l
Massa larutan dengan
konsentrasi = Ct

Difusi layer model (theori film)


Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul obat pada permukaan
mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang
membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi.
Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan
berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus
meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari
permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut.
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan
sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama
akan tergantung pada kesanggupannya menembus menembus pembatas membran. Tetapi, jika

laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat
atau bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang
menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa
diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau
dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian ora, karena batasan waaktu
alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus.
Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada kenyataan bahwa tablet itu
pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh.
Namun sebenarnya uji hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah
kondisi yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi jaminan
bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang
seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir
seluruh produk tablet.
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan
bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif
dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditentukan oleh
kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan transfer massa
karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat.
Teori disolusi yang umum adalah:
1.

Teori film (model difusi lapisan)

2.

Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)

3.

Teori Solvasi terbatas/Inerfisial

Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan utuh/ pecahan/
partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan
polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu
di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang
dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan
waktu. Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun 1897
dan diformulasikan secara matematik.
Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan tipis larutan jenuhnya,
darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian sisa dari larutan di sekelilingnya. Untuk
peristiwa melarut di bawah pengamatan kelambatan difusi ini dapat menjadi persamaan dengan
menggunakan hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam

persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan
pelarutan secara konkret.
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien difusi,
serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga
berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat
dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan
oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan
oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.
Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak oleh adanya kekuatan
adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan yang tidak teraduk atau
lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk ditentukan, namun umumnya 0,005
cm (50 mikron) atau kurang.
Hal-hal dalam persamaan Noyes Whitney yang mempengaruhi kecepatan melarut:
Kenaikan dalam harga A menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga D menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga Cs menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga Ct menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga d menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Hal-hal lainnya yang juga dapat mempengaruhi kecepatan melarut adalah :

Naiknya temperatur menyebabkan naiknya Cs dan D

Ionisasi obat (menjadi spesies yang lebih polar) karena perubahan pH akan menaikkan
nilai Cs

2.3 Uji Disolusi


Uji disolusi merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam merancang suatu sediaan
tablet agar laju pelepasan obat dari tablet tersebut dapat diketahui. Obat yang memiliki disolusi
yang baik akan memberikan bioavailabilitas yang baik pula sehingga semakin banyak jumlah
obat yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Laju disolusi
dapat berhubungan langsung dengan kemanjuran suatu obat dan merupakan suatu karakteristik
mutu yang penting dalam menilai mutu obat yang digunakan peroral untuk mendapatkan efek
sistemik. Selain itu uji disolusi merupakan suatu parameter penting dalam pengembangan produk
dan pengendalian mutu obat (Isnawati, 2003).

Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi partikelpartikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan
berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya
menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini
tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan
dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan
bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi
dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet.
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat dan tablet melarut
menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi
(kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya
evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila berada di
saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi.
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet diperoleh dengan
mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa penggunaan in vivo menjadi
sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan
mengitepretasi; tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia.;
ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya biaya yang
diperlukan; pemakaian manusia sebagai obyek bagi penelitian yang nonesensial; dan
keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia yang sehat dan tidak
sehat yang digunakan dalam uji. Dengan demikian, uji disolusi secara in vitro dipakai dan
dikembangkan secara luas, dan secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat,
terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai metoda
pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada setiap uji in vitro,
sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes bioavaibilitas in vitro. Ada dua
sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan :
1.

Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%

2.
Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju penglepasan
dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara klinis.
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif dari satu tablet
atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat
memberikan informasi sangat berharga tentang konsistensi dari batch satu ke batch lainnya.
Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di
dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi.
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan sistem
penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh
sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat

aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan
padat (tablet, kapsul, serbuk, suppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau
sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam media/cairan biologis
kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik.
Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan kecepatan zat aktif
ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna, mama terdapat dua
kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu :

Zat aktif mula-mula harus larut

Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna

Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang penting dalam
pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah masuk persyaratan wajib USP
untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil dalam
korelasi disolusi invivo dengan disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu
peramal koefisien terapi, tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat
memberikan informasi berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk.
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan menggambarkan
disolusi dan absorbsi invitro bertujuan :
a)
Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada dalam model
disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses invivo apabila dikembangkan suatu model
yang berhasil meniru situasi invivo
b)
Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya dengan sifat disolusi dan
absorbsinya sesuai.
c)
Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur pengendalian mutu untuk
produk akhir.
d)
Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari bentuk sediaan
solid apabila korelasi antara sifat disolusi dan ketersdiaan hayati telah ditetapkan.
e)

Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi dan manufaktur.

f)
Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat disolusi zat aktif
yang baru.
g)
Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara dekat sistem invivo
sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten tercapai. Oleh karena itu keuntungan dalam biaya,
tenaga kerja, kemudahan dapat diberikan dengan penggunaan sistem.

Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul bilamana tablet telah
pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul telah pecah. Pada tablet yang tidak
berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan oleh proses disolusi dan difusi. Namun
demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi, profil disolusinya dapat menjadi sangat berbeda
tergantung dari apakah desintegrasi atau disolusinya yang menjadi penentu kecepatan.
Peranan Uji Disolusi
Dressman dkk (1998): Uji disolusi digunakan untuk berbagai alasan dalam industri; dalam
pengembangan produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk membantu menentukan
kesetaraan hayati. Perkembangan regulasi terbaru, seperti skema klasifikasi biofarmasetika, telah
menegaskan pentingnya disolusi dalam peraturan tentang perubahan setelah mendapat izin dan
memperkenalkan kemungkinan mengganti uji klinis dengan uji disolusi dalam kasus-kasus
tertentu.
Medium Disolusi
Karena perbedaan yang nyata antara lambung dan usus, medium yang menggambarkan kondisi
lingkungan lambung dan usus umum digunakan. Perbedaan utama antara medium lambung dan
usus adalah pH dan adanya empedu. Pertimbangan penting lainnya adalah ada atau tidaknya
makanan dalam lambung. Jika tidak ada makanan dalam lambung, kondisi antarpasien tidak akan
terlalu berbeda.
Karena lambung bersifat asam (pH < 3) dalam kebanyakan pasien yang berada dalam keadaan
berpuasa, variabel utama ialah tipe dan volume cairan yang diberikan bersama bentuk sediaan.
Jika obat diberikan bersama dengan cairan berupa air, kapasitas dapar bernilai rendah sehingga
hal ini tidak akan diperhitungkan dalam uji disolusi. Walaupun telah diketahui bahwa tegangan
permukaan isi lambung menurun, senyawa fisiologi sebenarnya yang menyebabkan hal ini belum
diketahui. Oleh sebab itu, natrium lauril sulfat sering digunakan dalam uji disolusi untuk
memperoleh efek ini. Komposisi cairan lambung keadaan puasa simulasi (pH 1,2) cukup
sederhana. Dalam keadaan tidak berpuasa, kondisi lambung sangat bergantung pada jenis dan
jumlah makanan yang dimakan. Cairan usus simulasi (simulated intestinal fluid, SIF) dijelaskan
dalam USP 26, merupakan larutan dapar 0,05 M yang mengandung kalium dihidrogen fosfat pH
dapar ini adalah 6,8 dan berada dalam kisaran pH usus normal. Pankreatin juga dapat
ditambahkan jika dibutuhkan medium yang lebih biorelevan. Pankreatin adalah campuran enzim
lipase yang melarutkan lemak, enzim pengurai protein yang disebut protease, dan enzim yang
memecah karbohidrat, seperti amilase. Jika tidak mengandung pankreatin, SIF dinamakan SIFsp;
sp berarti sans pancreatin atau tanpa pankreatin.
Peralatan Kompendial
Alat uji disolusi menurut Farmakope Indonesia edisi 4:

*Alat uji disolusi tipe keranjang (basket)


*Alat uji disolusi tipe dayung (paddle)
Alat uji pelepasan obat (USP 29, NF 24):
*Alat uji pelepasan obat berupa keranjang (basket)
*Alat uji pelepasan obat berupa dayung (paddle)
*Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating cylinder
*Alat uji pelepasan obat berupa flow through cell
*Alat uji pelepasan obat berupa paddle over disk
*Alat uji pelepasan obat berupa silinder (cylinder)
*Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating holder

Metode I dan II USP untuk Disolusi


Metode-metode yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi disolusi muncul pertama kali
dalam USP edisi 13 pada awal tahun 1970-an. Metode-metode ini dikenal sebagai metode
keranjang (metode I) dan metode dayung (metode II) USP dan disebut sebagai metode sistem
tertutup karena menggunakan medium disolusi bervolume tetap. Variasi kedua peralatan standar
ini telah dilaporkan dan digambarkan dalam Metode keranjang dan dayung USP merupakan
metode pilihan untuk uji disolusi bentuk sediaan oral padat pelepasan segera. Penggunaan
metode disolusi lain hanya boleh dipertimbangkan jika metode I dan II USP diketahui tidak
memuaskan.

2.4 Faktor yang mempengaruhi Disolusi


1.Suhu
Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh lima persen dapat disebabkan
oleh adanya perbedaan suhu satu derajat.
2.Medium
Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa hal zat tidak larut
dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah sifat ini atau surfaktan digunakan untuk
menambah kelarutan. Gunanya adalah untuk membantu kondisi sink sehinggan kelarutan obat

di dalam medium bukan merupakan faktor penentu dalam proses disolusi. Untuk mencapai
keadaan sink maka perbandingan zat aktif dengan volume medium harus dijaga tetap pada
kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan bagi suatu larutan jenuh.
Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas dari medium sebelum digunakan.
Gelembung udara yang terjadi dalam medium karena suhu naik dapat mengangkat tablet,
sehingga dapat menaikkan kecepatan melarut.
3.Kecepatan Perputaran
Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan pengadukan
adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm tidak menghasilkan data yang dapat dipakai
untuk membeda-bedakan hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan
pengadukan perlu lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium daripada
menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya dihindarkan.
4.Ketepatan Letak Vertikal Poros
Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi dan ketepatan posisi
dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang
tinggi, karena hal ini akan mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana.
5. Goyangnya poros
Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat menimbulkan
pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya digunakan poros dan bejana yang
sama dalam posisi sama bagi setiap percobaan karena masalah yang timbul karena adanya poros
yang goyang akan dapat lebih mudah dideteksi.
6.

Vibrasi

Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir semua masalah vibrasi
berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau adanya penyebab dari luar. Alas dari busa
mungkin dapat membantu, tetapi kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan kelurusan harus
dicek.
7.

Gangguan pola aliran

Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat mengakibatkan
hasil disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta adanya filter pada ujung pipet selama
percobaan berlangsung dapat merupakan penyebabnya.
8.

Posisi pengambil cuplikan

Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian puncak dayung
(atau keranjang) dengan permukaan medium (code of GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm
dari dinding bejana disolusi, karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling baik
pengadukannya.
9.

Formulasi bentuk sediaan

Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah selalu
disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga disebabkan oleh kualitas
atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor yang misalnya berperan adalah ukuran
partikel dari zat berkhasiat, Mg stearat yang berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama
dengan shellak dan tidak memadainya zat penghancur. Ada juga yang menambahkan faktor
kekerasan tablet.
10. Kalibrasi alat disolusi
Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini merupakan salah
satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya tidak dapat kita melihat adanya kelainan
pada alat. Untuk mencek alat disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet
prednisolon 50 mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung atau
keranjang 50 dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal setiap enam bulan
sekali.
Terdapat dua tipe alat uji disolusi, yaitu:
a. Tipe keranjang
Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang
inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk
silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian
sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 0,5C selama pengujian
berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.
b. Tipe dayung
Bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari dari daun dan batang sebagai
pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada
setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.
Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi
spesifikasi. Jarak 25 mm 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan
selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat
disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah
sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan

kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan (Anonim,
1995).

Perbaikan Kelarutan
Untuk menghasilkan kerja terapetik yang optimal maka kelarutan bahan obat dalam konsentrasi
yang memadai seringkali menjadi persyaratan penting. Prinsip untuk perbaikan kelarutan:
a. Penghalusan
Melalui penghalusan, yang mengarahkan kepada pembesaran permukaan yang tidak terelakkan,
dapat sangat mendukung kepada suatu perbaikan perbandingan kelarutan. Hal tersebut berlaku
terutama untuk bahan suakr larut, dimana dapat diperlukan suatu mikronisasi.
b. Pengeringan sembur
Pada pengeringan sembur dari larutan cair umumnya membentuk pola berongga 920-200 m),
yang memiliki suatu karakter busa kering dan disebabkan oleh pembesaran permukaan yang
dihasilkan dengan demikian, memberikan suatu kelarutan yang cepat.
c. Pemancang sembur
Peningkatan kecepatan melarut bahan obat sangat sukar larut dihasilkan melalui semburannya
bersama-sama dengan polimer hidrofil (metilselulosa, natrium karboksi metilselulosa,
polietilenglikol, polivinilpirolidon).Meningkatnya kecepatan melarut terdapat dalam
perbandingan langsung terhadap bagian bahan aktif yang terdapat secara kristalografis amof
dalam produk sembur.
d. Pemancang leburan, kopresipitas
Juga melalui leburan bersama suatu bahan obat dengan suatu bahan pembawa (misalnya
polietilenglikol 6000 atau urea) dan akhirnya leburan dibekukan (pemancang leburan) dapat
meningkatkan kelarutan.
e. Penarikan pada pembawa padat
Dengan prosedur teknik ini juga dapat dihasilkan suatu peningkatan nyata kecepatan melarut
pada suatu deret bahan obat sukar larut (misalnya digitoksin, benzokain).
f.

Pembentukan garam larut air

Metode yang telah lama digunakan ini dijumpai penggunaannya secara luas pada bahan obat
base seperti alkaloida (misalnya pilokarpin hidroklorida, morfin hidroklorida) dan asam
(misalnya natrium benzoat).
g. Pemasukan gugus polar ke dalam molekul
Untuk penghidrofiliksasian dapat dimasukkan gugus polar ke dalam molekul.Hal tersebut
berlangsung melalui karboksilasi, sulfurisasi, sulfonisasi, aminsai, amidasi, metansulfonisasi
hidroksilasi, alkilasi, polioksietilasi dan sebagiannya.
h. Pembentukan kompleks
Pembentukan kompleks sering dikaitkan dengan suatu perubahan sifat yang lebih penting dari
baha obat, seperti ketetapan, daya resorpsinya, dan tersatukannya, sehingga dalam setiap kasus
diperlukan suatu pengujian yang cermat dan cocok.
i.

Penambah senyawa hidrotropi

Efek yang dinyatakan sebagai hidrotropi pada hakekatnya adalah diarahkan kembali terhadap
efektifnya ikatan jembatan hidrogen, sebagian terdapat pembentukan kompleks dan terhadap
turunnya tergangan permukaan.
j.

Penglarutan dari larutan tensid

Pada bahan yang nyata-nyata hidrofob (misalnya fenasetin, propifenazon) suatu penghalusan
partikel tidak mengarahkan kepada suatu peningkatan, melainkan kepada suatu penurunan dari
perbandingan kelarutannya.Hal ini mempunyai penyebabnya, bahwa dengan berlangsungnya
pembesaran permukaan sekaligus batas antarpermukaan yang tidak dapat dibasahi meninggi, di
mana masuknya ke dalam larutan sangat dihambat.
k. Pensolubilisasian
Pensolubilisasian adalah suatu perbaikan kelarutan melalui senyawa aktif permukaan, yang pada
tempatnya, untukmerubah bahan obat kurang larut air atau bahan obat tak larut air menjadi
larutan dalam air jernih, setinggi-tingginya beropalesensi, tanpa menjalani suatu perubahan
struktur kimia obat ( Lachman, 1994 ).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Disolusi (pelepasan obat dari bentuk sediaan) merupakan hal yang sangat penting untuk
semua sediaan, baik yang dibuat secara konvensional, bentuk sediaan padat per oral pada
umumnya, maupun bentuk sediaan dengan pelepasan dimodifikasi, dan dapat menjadi
tahap pembatas laju untuk absorpsi obat yang diberikan secara oral.

Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atau serbuk) masuk ke
dalam fase larutan, seperti air. Intinya, ketika obat melarut, partikel-partikel padat
memisah dan molekul demi molekul bercampur dengan cairan dan tampak menjadi
bagian dari cairan tersebut Disolusi obat merupakan proses ketika molekul obat
dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam fase larutan. Disolusi, secara fisikokimia
adalah proses dimana zat padat memasuki fasa pelarut untuk menghasilkan suatu larutan.

Uji disolusi merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam merancang suatu sediaan
tablet agar laju pelepasan obat dari tablet tersebut dapat diketahui. Obat yang memiliki
disolusi yang baik akan memberikan bioavailabilitas yang baik pula sehingga semakin
banyak jumlah obat yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi
sistemik.

Faktor yang mempengaruhi disolusi ;


1.Suhu
2.Medium
3.Kecepatan Perputaran
4.Ketepatan Letak Vertikal Poros
5. Goyangnya poros
6.

Vibrasi

7.

Gangguan pola aliran

8.

Posisi pengambil cuplikan

9.

Formulasi bentuk sediaan

10. Kalibrasi alat disolusi


DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C., (1985), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta, 91,92.
Shargel, dan Yu, 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, diterjemahkan oleh Dr.
Fasich, Apt. danDra. SitiSjamsiah, Apt., edisi II, 96-100, 167-169,181-189, Airlangga University
Press, Surabaya.
Martin, A., et.all., (1993), Farmasi Fisika , Edisi III, Bagian II, Penerbit UI Jakarta, 827.
https://id.scribd.com/doc/194808035/laporan-Biofar-piroksikam-docx#download
Lachman, Leon, Lieberman, Hebert, Kahig, Joseph, 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi ketiga, Penerjemah Siti Suyatmi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Amir, Syarif,dkk, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi kelima, Gaya Baru, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, DepartemenKesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12 th ed, The Pharmaceutics Press, London:10101011.
Anonima, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta:488-489,515,683,687,771.
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0ahUKEwiU8tba_YDNAhUQTI8KHZT5Dl
8QFggjMAE&url=https%3A%2F%2Fmuhammadcank.files.wordpress.com
%2F2010%2F02%2Fdisolusiobat.doc&usg=AFQjCNFSQu_Va1g7yKPjyF8OXHlyDZT6Iw&sig2=gd4MBklA42UMRwXlpJ
AGYA
https://www.academia.edu/7728888/Laporan_Kecepatan_Disolusi
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0ahUKEwj7ofLZ9oDNAhXINo8KHYFPBY
gQFggpMAI&url=http%3A%2F%2Fjsfkonline.org%2Findex.php%2Fjsfk%2Farticle
%2Fdownload%2F33%2F28&usg=AFQjCNFtNjpk-5QxeLM87Sc5Q73Qw7Bnw&sig2=bF1kR40mLB9XQ0CSad466A

https://dhadhang.files.wordpress.com/2012/09/disolusi-compatibility-mode.pdf

Anda mungkin juga menyukai