Sri Susanti
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
I.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
I.2 Maksud dan Tujuan Praktikum ................................................. 2
I.3 Prinsip Percobaan ....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
II.1 Dasar Teori ................................................................................. 3
II.2 Uraian Bahan .............................................................................. 6
BAB III METODE PRAKTIKUM .................................................................. 10
III.1 Waktu dan tempat Pelaksanaan Praktikum ................................ 10
III.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 10
III.3 Cara Kerja ................................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 14
IV.1 Hasil Pengamatan ...................................................................... 14
IV.2 Pembahasan ................................................................................ 21
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 26
V.1 Kesimpulan ................................................................................ 26
V.2 Saran ........................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang
dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah
penyakit berikut gejalanya. Proses pemindahan molekul obat dari bentuk
padat ke dalam larutan pada suatu medium disebut disolusi (Tjay, 2007).
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi
padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).
Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut
dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-obat
tersebut umumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian pula
laju absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada
laju rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian
absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna (Ansel, 1985).
Dalam Bidang farmasi, pengetahuan mengenai kecepatan disolusi atau
kelarutan sangat diperlukan untuk membantunya memilih medium pelarut
yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi
kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan
farmasetis (di bidang farmasi), dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai
standar atau uji kemurnian (Astuti dkk., 2008).
Mengingat pentingnya mempelajari disolusi suatu obat dalam bidang
farmasi, maka dilakukan percobaan disolusi obat menggunakan sampel
asam salisilat dan dititrasi menggunakan larutan baku NaOH 0,05 N dan
indikator fenolftalein untuk menentukan banyaknya konsentrasinya.
1
2
3
4
koefisien difusi dari zat terlarut dalamlarutan, S adalah luas permukaan zat
padat yang menyentuh larutan, h ketebalan difusi, Cs kelarutan dari zat
padat, yakni, konsentrasi larutan jenuh dari senyawa tersebut pada
temperatur percobaan, dan C konsentrasi zat terlarut pada waktu t. Besarnya
dC/dt adalah laju disolusi dan V adalah volume larutan (Martin,1993).
II.1.2 Metode uji disolusi
1. Metode keranjang/alat tipe 1
Alat ini terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca
atau bahan transparan yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang
digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah
tercelup sebagian di dalam suatu tangas yang mempertahankan suhu
dalam wadah pada 370 selama pengujian berlangsung dan menjaga agar
gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat termasuk
lingkaran tempat alat diletakkan tidak akan memberikan gerakan,
goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat
perpuatan alat pengaduk.
Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian
dari pengaduk yang terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau sejenis
sesuai dengan spesifikasi. Sediaan dimasukkan ke dalam keranjang
yang kering padat tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam
wadah dan keranjang adalah 25 mm selama pengujian berlangsung
(Dirjen POM, 1995).
2. Metode dayung/alat tipe 2
Pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari dayung dan
batang sebagai pengaduk. Batang pengaduk berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik
dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan
yang berarti. Dayung melewati diameter batang sehingga dasar dayung
dan batang rata. Jarak 25 mm antara dayung dan bagian dalam dasar
wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Dayung dan
batang logam merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu
6
10
11
III.2.2 Bahan
IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Uji Disolusi
a. Penentuan kecepatan disolusi pada pengadukan 50 rpm
Pada menit ke-5:
Ma1 = kesetaraan x Volume titran
= 6,906 x 0,5
= 3,453 M
10
Mb1 = Ma1 x 900
14
15
10
Mt2 = Mb2 + (900 x Mb1) = 0,0306 M
10
Mt6 = Mb6 +( x Mb5) = 0,0387 M
900
10
Mt5 = Mb5 + (900 x Mb4) = 0,1686 M
10
Mt9 = Mb9 + (900 x Mb8) = 0,3678 M
5 0,0298 0,0059
10 0,0306 0,0030
15 0,0230 0,0015
20 0,0761 0,0038
25 0,0781 0,0031
30 1,0306 0.0010
35 0,1095 0,0031
40 0,1074 0,0026
45 0,1454 0,0032
Rata-rata 0,0030
b. Pengadukan 100 rpm
5 0,0759 0,0151
10 0,0919 0,0091
15 0,1459 0,0076
20 0,1455 0,0072
25 0,1586 0,0067
30 0,1917 0,0063
35 0,2223 0,0063
40 0,2986 0,0074
45 0,3678 0,0081
Rata-rata 0,0082
21
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
IV.2 Pembahasan
Disolusi adalah proses melarutnya suatu obat. Agar suatu obat
diabsorpsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan pada tempat
absorpsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam
bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorpsi sampai partikel-partikel
obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung. Dalam
hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau
medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung
dan dalam usus halus (Ansel, 1985).
Pada praktikum ini dilakukan percobaan disolusi obat dengan
menentukan kecepatan disolusi asam salisilat dengan melarutkan dalam
labu disolusi menggunakan alat uji disolusi tipe dayung dengan suhu 37o C
dan dengan kecepatan 50 rpm dan 100 rpm. Kemudian larutan asam salisilat
disampling setiap 5 menit sampai menit ke 45 dan setiap sampling di titrasi
menggunakan larutan baku NaOH 0,05 N dengan bantuan indikator
fenolftalein. Menurut Dirjen POM (2014), alat uji tipe dayung ini
22
menggunakan dayung yang berfungsi sebagai uji disolusi obat dari dayung
dan batang sebagai pengaduk.
Hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan semua bahan yang
diperlukan, setelah itu dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Tujuan
dari pembersihan alat ini untuk membunuh mikroorganisme yang ada pada
alat karena menurut Dirjen POM (1979), alkohol berfungsi sebagai
desinfektan dan juga antiseptik. Kemudian ditimbang asam salisilat sebnyak
2 g menggunakan neraca analitik. Penimbangan dilakukan menggunakan
neraca analitik karena menurut Day and Underwood (2012), neraca analitik
mempunyai tingat ketilitian yang akurat yaitu mempunyai kemampuan
mendeteksi bobot pada kisaran 100 gram sampai dengan kurang lebih
0,0001 gram.
Kemudian diarangkai alat uji disolusi tipe dayung, diatur suhu pada
water bath sampai 370C. Menurut Perry (2005), suhu tubuh normal berkisar
antara 36,5-37,5°C. Setelah itu diukur air sebanyak 900 ml dan dimasukkan
kedalam labu disolusi. Menurut Price (2006), kapasitas lambung dapat
mencapai 1 sampai 2 L. Tapi, dalam praktikum ini hanya digunakan 900 ml.
Selanjutnya dimasukkan asam salisilat sebanak 2 gr kedalam labu disolusi.
Kemudian diatur kecepatan pengadukan pada digital stirer sampai 50 rpm.
Menurut Atkins (1994), tujuan dilakukan pengadukan sebagai penentuan
suatu zat terlarut, semakin banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut
menadi mudah larut.
Setelah itu, larutan disampling sebanyak 10 ml setiap 5 menit sampai
menit ke 45. Setiap sampel disampling segera diganti dengan aquades
sebanyak 10 ml, hal ini untuk menyesuaikan keadaan pada labu disolusi
dengan keadaan pada lambung yaitu kondisi sink. Menurut Martin et al
(1993), kondisi sink mengacu pada kapasitas pelarut kelebihan medium
disolusi. Kondisi ini didefinisikan sebagai volume media setidaknya lebih
besar 3 kali dari yang dibutuhkan untuk membentuk larutan jenuh substansi
obat. Kompartimen reseptor terus menerus disegarkan dengan pelarut baru
23
25
26