Anda di halaman 1dari 24

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan

tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh

cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahanendapan harus segeraterdispersi kembali, dapat

mengandung zattambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh

terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Anjani, dkk., 2011).

Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk

halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen yang

terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semipadat,

dan fase terdispers atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak

larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu (Chasanah, 2010).

Suspensi farmasi secara termodinamika tidak stabil. Sistem harus distabilkan dengan cara

menambahkan zat pensuspensi yang cocok. Sejumlah tanaman karet telah digunakan sebagai

pensuspensi dalam formulasi suspense. Ada laporan tentang keberhasilan penggunaan karet

Albizia zygia, Abelmoschus esculentus polong mengandung gum telah ditemukan memiliki

properti yang mengikat untuk persiapan tablet mucilago, Boswellia Serrata Roxb. (Senthil, dan

Sripreethi, 2011).

Suspensi meskipun harus mengalami disolusi namun masih lebih menguntungkan dari

pada bentuk sediaan padat dalam proses disintegrasi pada kehadiran dan obat siap untuk larut

dalam gastrointestinal. Karena suspensi ini secara luas digunakan untuk rute oral Suspensi yang

secara umumnya merupakan dispersi kasar yang tidak larut pada partikel obat tersebar dalam

media cair. Beberapa penulis juga merujuk sebagai preparasi mengandung partikel obat halus

yang dibagi (disebut sebagai suspensi) terdistribusikan keseragaman keseluruh pembawa di mana

obat menunjukkan tingkat kelarutan minimum(Ahmed, dan Asgar, 2010).


Penggunaan suspensi parasetamol untuk anak-anak dapat mengatasi tantangan ini dan

yang berkaitan dengan penggunaan yang tidak sesuai beberapa pelarut dalam preparasi eliksir

yang dihasilkan pasien. Adansonia gusi, seperti banyak gusi lainnya harus menyediakan fungsi

pensuspensi untuk bubuk parasetamoldan indiffusible solid dalam sebuah formulasi parasetamol

pediatrik (Ogaji, dkk., 2012).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

Percobaan ini dilaksanakan pada Sabtu, 5 Desember 2015, pukul 08-00 WITA-selesai.

Bertempat di Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

a) Gelas kimia 250 ml

b) Batang pengaduk

c) Timbangan analitik

d) Stopwatch

e) Penggaris

f) Lumpang dan alu

g) Sendok tanduk

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

a) Propilen glikol 20%

b) Paracetamol

c) Akuades

d) Na. CMC

C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan suspensi 1%

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Ditimbang 1 gr Na CMC

3) Dipanaskan 100 mL akuades di atas hot plate, ditunggu sampai mendidih.

4) Dimasukkan 1 gr Na CMC pada air mendidih dan diaduk sampai terdispersi merata

5) Didapatkan Na CMC 1%

2. Pembuatan suspensi 2%

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Ditimbang 2 gr Na CMC

3) Dipanaskan 100 ml akuades di atas hot plate, ditunggu sampai mendidih.

4) Dimasukkan 2 gr Na CMC pada air mendidih dan diaduk sampai terdispersi merata

5) Didapatkan Na CMC 2%

3. Uji stabilitas suspensi

a) Gelas kimia 1

1) Disiapkan alat dan bahan.

2) Ditimbang 3 gr parasetamol

3) Dimasukkan Na CMC 1%sebanyak 50 ml pada lumpang dan alu.

4) Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan digerus hingga homogen.

5) Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.

6) Diaduk hingga homogen.

7) Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.

8) Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel pengamatan.

b) Gelas kimia 2
1) Disiapkan alat dan bahan.

2) Dimasukkan Na CMC 1%sebanyak 50 ml pada lumpang dan alu.

3) Ditimbang 3 gr parasetamol

4) Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan digerus hingga homogen dan ditambahkan

propilenglikol.

5) Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.

6) Diaduk hingga homogen.

7) Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.

8) Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel pengamatan.

c) Gelas kimia 3

1) Disiapkan alat dan bahan.

2) Ditimbang 3 gr parasetamol

3) Dimasukkan Na CMC 2% sebanyak 50 ml pada lumpang dan alu.

4) Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan digerus hingga homogen.

5) Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.

6) Diaduk hingga homogen.

7) Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.

8) Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel pengamatan.

d) Gelas kimia 4

1) Disiapkan alat dan bahan.

2) Dimasukkan Na CMC 2%sebanyak 50 ml pada lumpang dan alu.

3) Ditimbang 3 gr parasetamol
4) Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan digerus hingga homogen dan ditambahkan

propilenglikol.

5) Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.

6) Diaduk hingga homogen.

7) Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.

8) Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel pengamatan.

e) Gelas kimia 5

1) Disiapkan alat dan bahan.

2) Ditimbang 3 gr parasetamol

3) Dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.

4) Diaduk hingga homogen dan didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi

sedimentasi yang terbentuk.

5) Dimasukkan hasil pengamatan pada tabel pengamatan.


B. Pembahasan

Suspensi secara umum dapat didefinisikan sebagai sediaan yang mengandung obat padat

dalam bentuk halus dan tidak larut terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus

halus dan tidak boleh cepat mengendap dan bila digojok perlahan-lahan endapan harus segera

terdispersi kembali.

Berdasarkan proses terjadinya sedimentasi, sistem pembentukan suspensi terbagi atas

flokulasi dan deflokulasi. Dalam flokulasi dan deflokulasi, peristiwa memisahnya

(mengendapnya fase terdisper) antara fase terdisper dan fase pendisper terjadi dalam rentang

waktu yang berbeda. Dimana pada flokulasi terpisahnya dua fase tersebut lebih cepat

dibandingkan dengan deflokulasi. Namun, endapan dari flokulasi dapat didispersikan kembali

sedangkan endapan deflokulasi tidak karena telah terbentuk sedimen seperti cake yang keras atau

biasa disebut caking, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi yang terdeflokulasi

sangat kecil, hingga membentuk ikatan antar partikel yang erat dan padat.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara untuk

memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel ini merupakan

salah satu cara untuk menjaga stabilitas suspensi. Apabila suatu sediaan suspensi mengalami

ketidakstabilan dapat menyebabkan pembentukan caking. Jika terbentuk caking akan sulit

terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi yaitu Kekentalan (viskositas),

ukuran partikel, volume sedimentasi, pH, redispersibilitas, Kekentalan suatu cairan

mempengaruhi pola kecepatan aliran dari suatu cairan tersebut. Makin kental kecepatan

alirannya makin turun kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan

turunnya partikel yang terdapat didalamnya dengan menambah viskositas cairan. Gerakan turun
dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Viskositas suspensi menurut SNI adalah

37cp-396cp. Ukuran partikel, semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya

(dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan

keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk

memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

Kekentalan (viskositas), dengan menambah viscositas cairan maka gerakan turun dari partikel

yang dikandungnya akan diperlambat. Tatapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak

boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Jumlah partikel (konsentrasi),

makin besar konsentrasi pertikel, makin besar kemungkinan terjadi endapan partikel dalam

waktu yang singkat. Sifat/muatan partikel, dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari

babarapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada

kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut

dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak

dapat mempengaruhinya.

Pengecilan ukuran partikel berguna untuk kestabian supensi karena laju endap dari

partikel padat berkurang kalu ukuran partikel dikurangi. Pengurangan kuran partikel

menghasilkan laju pengendapan yang lambat dan lebih beragam. Endapan yang terbentuk harus

dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedangkan agar menghasilkan suatu

sistem homogen maka penguurn volume endapan dan mudah mendispersi membentuk dua

prosedur evaluasi dasar yang paling umum.

pH merupakan suatu penentu utama adalam kestabilan suatu obat yang cenderung

penguraian hidrolitik. Untuk kembanyakan obat pH kestabilan optimum adalah pada situasi asam

antara pH 5-6. Oleh karena itu, melalui penggunakan zat pendapar yang tepat kestabilan senyawa
yang tidak stabil dapat ditinggikan. pH standar suspensi antara 5-7. Kemampuan suspensi untuk

menjaga agar dosis obat terdispersi secara merata diukur berdasarkan kemampuannya untuk

mendispersikan kembali suatu suspensi yang mengendap. Endapan yang terbentuk selama

penyimpanan harus mudah didispersikan kembali bila wadahnya digojok, membentuk suspensi

yang homogen. Oleh karena itu pemeriksaan kemampuan redispersi sangat penting dalam

evaluasi stabilitas fisik suspensi. Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara menggojok

sediaannya dalam wadahnya secara konstan dengan menggunakan penggojok mekanik.

Kemempuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan tangan maksimum

15 kali pengocokan.

Bahan pensuspensi (suspending agent) merupakan bahan yang dapat meningkatkan

viskositas dari suspensi sehingga pengendapan dapat diperlambat. Suspending agent berfungsi

mendispersikan partikel tidak larut kedalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga

kecepatan pengendapan bisa diperkecil. Mekanisme kerja suspending agent adalah untuk

memperbesar kekentalan (viskositas), tatapi kekentalan yang berlebihan akan mempersulit

rekonstitusi dengan pengocokan. Bahan pensuspensi dapat dikelompokkan menjadi Polisakarida

(Acacia/Gom, Tragacant, Na Alginat, Starch, Xanthan Gum, Povidon), Cellulose larut dalam air

(Methylsellulose, Hidroksietilcellulose, Natrium carboksimethyl sellulose), dan Tanah Liat/Clay

(Bentonit dan Veegum). Dari bahan-bahan tersebut, Na. CMC merupakan suspending agent yang

paling banyak digunakan. Hal ini karena hasil yang diperoleh jika menggunakan CMC tidak

mudah mengendap dan dapat terdispersi kembali dengan penggojokan ringan. Tetapi perlu

diingat bahwa penambahan suspending agent tidak perlu terlalu banyak, karena bila demikian

maka suspensi akan menjadi terlalu kental dan sulit untuk dituang.
Dalam sedimentasi, untuk mengetahui kecepatan pengendapan dari partikel bahan dapat

dihitung dengan menggunakan rumus dari hukum Stokes, dapat diperkirakan dengan pendekatan

matematis, tergantung dari kondisi partikel tersebut. Kondisi gerakan partikel ada dua, yaitu

gerak jatuh bebas (free settling) dan hindered settling. Hindered settling merupakan gerak

partikel padat pada konsentrasi yang tinggi, sehingga antar partikel yang satu dengan yang lain

sangat rapat dan saling bertumbukan. Untuk menentukan kecepatan jatuhnya partikel tidak dapat

menggunakan hukum Stokes karena hasil yang diperoleh nantinya akan lebih besar daripada

hasil pengamatan yang sesungguhnya.

Hukum Stokes digunakan untuk menentukan kecepatan sedimentasi pada partikel jatuh

bebas dalam memperkirakan kecepatan jatuh partikel padat yang tidak porous dan non

compresible dan melalui media yang juga non compresibble dalam aliran yang laminair.

Sedangkan pada daerah yang turbulen, kecepatan jatuh atau naiknya partikel padat berbanding

langsung dengan akar dari diameternya. Pada proses sedimentasi terjadi gerakan browning yang

merupakan gerak partikel yang lurus dan terputus-putus, yang terjadi adanya tumbukan antar

partikel dalam medium alir.

Dalam proses sedimentasi (pengendapan) terdapat tiga gaya yang dapat mempengaruhi

gerak jatuhnya partikel bahan, yaitu gaya gravitasi, gaya apung dan gaya gesek. Gaya gravitasi

menyebabkan suspensi jatuh bebas, dimana semakin besar gaya tersebut, maka pengendapan

partikel bahan semakin cepat. Untuk gaya apung berhubungan dengan berat bahan, dimana

semakin ringan partikel bahan, maka gaya apungnya semakin besar dan pengendapannya

semakin lama. Sedangkan pada gaya gesek partikel, partikel yang mempunyai bentuk yang kasar

akan semakin memperbesar nilai hambatan partikel untuk mengendap. Ketiga gaya tersebut,

selain mempengaruhi kecepatan pengendapn juga dapat mempengaruhi gerak dari aliran medium
alir yang digunakan dalam proses sedimentasi. Gerak aliran terdiri dari dua macam, yaitu gerak

laminair dan gerak turbulen. Aliran laminair adalah aliran yang terjadi jika unsur-unsur zat cair

yang terpisah bergerak dalam aliran atau alur yang lurus dan beraturan, sedangkan aliran

turbulen merupakan aliran yang terjadi karena gerakan yang berputar dan tidak beraturan.

Bedasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa, volume sedimentasi terbesar yaitu pada

tabung pertama. Hal ini dikarenakan pada tabung pertama adalah paracetamol yang dilarutkan

dalam air saja dan tidak menggunakan suspending agent. Sehingga, tidak ada suspending agent

yang berperan untuk menjaga partikel suspensi agar tidak membentuk cake. Dan volume

sedimentasi terkecil adalah tabung lima. Hal ini dikarenakan pada tabung lima di tambahkan zat

pembasah berupa propilenglikol yang berfungsi untuk penurunan tegangan antar muka sehingga

menurunkan sudut kontak. Bila F = 1 dinyatakan sebagai “floculation equilibrium”, merupakan

sediaan yang baik karena tidak adanyasupernatanjernih pada pendiaman, demikian bila F

mendekati 1. Bila F > 1 terjadi “floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebihbesar

dari volume awal, maka perlu ditambahkan zat tambahan. Dalam formulasi suspensi lebih baik

jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau sedikit curam. Dan derajat flokulasi dari hasil

pengamatan didapatkan bahwa tabung yang tidak diberikan propilen glikol memiliki derajat

flokulasi yang lebih besar dibandingkan dengan tabung yang diberikan propilen glikol.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, A., dan Ali, A., 2010, Formulation and In Vitro Evaluation of Readyuse Suspension of Ampiill
In Trihydrate, International Journal of Applied Pharmaceutics Vol 2, Issue 3.

Anjani, M.R., Kusumowati, I.T.D., Indrayudha, P., dan Sukmawati, A., 2011, Formulasi Suspensi
Siprofloksasin dengan Suspending Agent Pulvis Gummi Arabici dan Daya Antibakterinya,
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 12 (1), ISSN 1411-4283.

Chasanah, N., 2010, Formulasi Suspensi Doksisiklin Menggunakan Suspending Agent Pulvis Gummi
Arabici: Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.

Ogaji, J.I., Omachi, J.A., dan Iranloye, T.A., 2012, Effect of Adansonia digitata Gum on Some
Physicochemical Properties of Paracetamol Pediatric Suspension Formulations, International
Journal of Research in Pharmacy and Science, ISSN: 2249–3522.

Senthil, D., dan Sripreethi, D., 2011, Formulation and Evaluation of Paracetamol Suspension from
Trigonella Foenum Graecum Mucilage, Journal of Advanced Pharmacy Education & Research
1(5), ISSN 2249-3379.

Syamsuni, 2006, Ilmu Resep, EGC, Jakarta.


Dasar Teori
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi.
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit,
serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan (Mahdiyar, dkk, 2012).
Suspensi farmasi merupakan dispersi kasar dimana partikel padat yang tidak larut
terdispersi dalam medium cair. Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara, antara
lain injeksi intramuskuler, tetes mata, oral, dan rektal. Suspensi oral dapat didefinisikan sebagai
preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus disebarkan secara merata
dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat minimum (Fitriani, dkk, 2015).
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen yang
terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semipadat, dan
fase terdispers atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut,
tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu. Suspensi oral lebih disukai daripada bentuk
padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama) karena mudahnya menelan cairan, absorbsinya
lebih cepat, dan bioavailabilitasnya lebih baik (Chasanah, dkk, 2010).
Bentuk sediaan suspensi diformulasikan karena beberapa zat aktif obat mempunyai
kelarutan yang praktis tidak larut dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk cair agar mudah
diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan untuk menelan, mudah diberikan pada anak-
anak, serta untuk menutupi rasa pahit atau aroma yang tidak enak dari zat aktif obat. Alasan lain
adalah karena air merupakan pelarut yang paling aman bagi manusia. Untuk itu air digunakan
sebagai medium pembawa pada sebagian besar sediaan suspensi.Walaupun zat aktif obat
memiliki kelarutan buruk dalam air, zat aktif obat tetap dapat dibuat ke dalam bentuk sediaan
cair/liquida dengan adanya bantuan suspending agent.
Pengendapan suspensi farmasetika dari fase internal ditentukan oleh waktu. Tingkat
sedimentasi ini bergantung pada beberapa faktor seperti ukuran partikel dari fase eksternal,
perbedaan densitas antara fase eksternal kontinu dan fase internal diskontinu. Selain itu,
pengendapan juga dipengaruhi oleh viskositas fase kontinu (Ogaji, dkk, 2012).
Penggunaan suspending agent bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan
memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan suspense yang stabil. Suspensi stabil
apabila zat yang tersuspensi tidak cepat mengendap, harus terdispersi kembali menjadi campuran
yang homogeny dan tidak terlalu kental agar mudah dituang dari wadahnya. Salah satu
suspending agent yang sering digunakan dalam pembuatan sediaan suspensi yaitu CMC (Anjani,
dkk, 2011).
Penyiapan fase terdispersi merupakan langkah penting dalam formulasi suspensi. Salah
satu kriteria yang suspensi yang baik yaitu ukuran yang tepat dari fase terdispersi. Ukuran yang
tepat dari fase terdispersi dibutuhkan untuk stabilitas fisik yang baik dan tingkat disolusi yang
cepat. Ukuran partikel dalam suspense dapat diturunkan dengan teknik sepertik mikronisasi yang
menggunakan variasi ukuran dan juga dengan teknik farmasetik seperti co-presipitasi dan
metode perubahan pH (Seelam dan Abafita, 2015).
C. Alat Dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
a. Batang Pengaduk
b. Gelas Kimia 100 mL
c. Gelas Ukur 50 mL
d. Lumpang dan alu
e. Pipet tetes
f. Sendok Tanduk
g. Spatula
h. Stopwatch
i. Sudip
j. Timbangan Analitik

Bahan
Bahan- bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
uadest
CMC
tas Perkamen
asetamol
pilen Glikol
tik Wrap
ue

D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan suspensi
a. Formula 1

Paracetamol

- Digerus.
- Ditimbang sebanyak 2 gram.
- Dimasukkan kedalam gelas kimia.
- Ditambahkan akuades sedikit demi sedikit sampai dapat dituang.
- Dimasukkan kedalam gelas ukur.
- Ditambahkan akuades hingga 50 mL.
- Dikocok sampai homogen.
- Didiamkan suspensi, dan diamati tinggi sedimen tiap 15, 30, 45 dan 60 menit.
- Dihitung volume sedimentasi dan derajat flokulasi.
Hasil pengamatan
b. Formula 2 dan 3

NaCMC 0,25%

NaCMC 0,5%

- Dimasukkan dalam lumpang.


- Ditambahkan akuades.
- Digerus hingga terbentuk mucilago.
- Ditimbang parasetamol 3 gram.
- Dimasukkan kedalam mucilago NaCMC, aduk hingga homogen.
- Ditambahkan akuades sampai dapat dituang.
- Dimasukkan kedalam gelas ukur.
- Ditambahkan akuades hingga 50 mL.
- Dikocok sampai homogen.
- Didiamkan suspensi, dan diamati tinggi sedimen tiap 15, 30, 45 dan 60 menit.
- Dihitung volume sedimentasi dan derajat flokulasi.
Hasil pengamatan
c. Formula 4 dan 5

NaCMC 1 %

NaCMC 0,5%

- Dimasukkan dalam lumpang.


- Ditambahkan akuades.
- Digerus hingga terbentuk mucilago.
- Ditimbang parasetamol 3 gram.
- Dibasahi dengan propilenglikol.
- Dimasukkan kedalam mucilago NaCMC, aduk hingga homogen.
- Ditambahkan akuades sampai dapat dituang.
- Dimasukkan kedalam gelas ukur.
- Ditambahkan akuades hingga 50 mL.
- Dikocok sampai homogen.
- Didiamkan suspensi, dan diamati tinggi sedimen tiap 15, 30, 45 dan 60 menit.
- Dihitung harga volume sedimentasi dan derajat flokulasi.
Hasil pengamatan

C. Hasil Pengamatan
1. Tabel pengamatan
Waktu (t) Tinggi sedimen formula (mL)
No.
(menit) 1 2 3 4 5
1 5 4 4,5 4,5 5 5
2 10 50 50 50 50 50
3 15 50 50 50 50 50
4 20 1 1,5 2 2,5 2,5
5 25 50 50 50 50 50

2. Hasil perhitungan
a. Perhitungan harga volume sedimentasi (F)
Waktu (t) Volume sedimen formula (F) (mL)
No.
(menit) 1 2 3 4 5
1 5 0,08 0,09 0,09 0,1 0,1
2 10 1 1 1 1 1
3 15 1 1 1 1 1
4 20 0,02 0,03 0,04 0,05 0,05
5 25 1 1 1 1 1

b. Perhitungan Derejat flokuasi


Waktu (t) Volume sedimen formula (F) (mL)
No.
(menit) 1 2 3 4 5
1 0 50 50 50 50 50
2 15 16,6 50 50 50 50
3 30 16,6 50 50 50 50
4 45 16,6 50 50 50 50
5 60 16,6 50 50 50 50
F. Pembahasan
Suspensi adalah suatu dispersi kasar di mana partikel zat padat yang tidak larut terdispersi
dalam suatu medium cair. Suspensi terdiri dari partikel kecil yang di kenal dengan fase
terdispersi, terdistribusi keseluruhan medium kontinu atau medium pendispersi berupa zat cair.
Terdapat dua sistem suspensi yaitu deflokulasi dan flokulasi. Pada sistem deflokulasi, partikel
sangat lambat mengendap dikarenakan adanya peningkatan potensial zeta (25 mV atau lebih).
Semakin tinggi nilai potensial zeta maka semakin kuat gaya tolak-menolak antar partikel
sehingga terjadi pengendapan yang lambat. Selain itu, pada sistem ini terbentuk ukuran partikel
terkecil yang menujukkan peningkatan luas permukaan partikel.
Peningkatan luas permukaan berbanding lurus dengan peningkatan sudut kontak antar
partikel. Ketika terjadi pengendapan, partikel membentuk cake yang keras yang sukar ditembus
oleh medium pendispersi, sehingga sukar didispersikan kembali. Sedangkan pada sistem
flokulasi, partikel sangat cepat mengendap dikarenakan adanya penurunan potensial zeta (kurang
dari 25 mV). Jika nilai potensial zeta rendah maka semakin kuat gaya tarik-menarik sehingga
terbentuk agregat yang longgar yang dapat mengendap lebih cepat. Selain itu, dengan
terbentuknya agregat, terjadi peningkatan ukuran partikel yang menujukkan penurunan luas
permukaan partikel. Penurunan luas permukaan berbanding lurus dengan penurunan sudut
kontak antar partikel. Ketika terjadi pengendapan, celah antar partikel mudah ditembus oleh
medium pendispersi sehingga suspensi dapat didispesikan kembali dengan cepat.
Volume sedimentasi adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume
mula-mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap. Derajat flokulasi adalah suatu rasio volume
sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi
(Voc). Jika nilai derajat flokulasi kurang dari 1 (satu) maka volume akhir sedimentasi lebih kecil
dari volume awal sedimentasi, hal ini dikarenakan suspensi membentuk cake atau lempengan
yang keras, sedangkan jika derajat flokulasi lebih besar dari 1 (satu) maka volume sedimentasi
akhir lebih besar dari sedimentasi awal, sehingga menunjukan pranatan yang jernih pada
suspensi.
Percobaan Sedimentasi Suspensi menggunakan Bahan Parasetamol dan NaCMC serta
Propilen Gliokol. Parasetamol adalah derivate asetanilida yang berkhasiat sebagai analgetik dan
antipiretik tetapi tidak anti radang. Parasetamol larut dalam 70 bagian air hal ini berarti
parasetamol agak sukar larut dalam air dengan pemerian serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit. NaCMC sebagai emulsifier sedangkan Propilen Glikol sebagai pembahasah yang
membantu mengurangi kecepatan sedimentasi. Na CMC merupakan floculatingagent, kerena
NaCMC berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari suspensi, semakin besar konsentrasi
NaCMC makin besar viskositas suspensi, semakin besar viskositas suspensi maka pengendapan
yang terjadi akan semakin lambat. Propilenglikol berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, rasa agak manis, higroskopik
Percobaan Sedimentasi suspense ini dibuat menjaddi 5 bagian suspensi dengan penambahan
zat yang berbeda. Zat yang disuspensi adalah Parasetamol yang sangat sukar larut dalam air.
Parasetamol pada percobaan ini digerus terlebih dahulu, penggerusan ini bertujuan untuk
menyeragamkan ukuran partikel, meningkatkan sudut kontak agar mudah terbasahi, dan
pengecilan ukuran partikel sehingga partikel Parasetamol sulit untuk mengendap. Suspensi
pertama terdiri dari 3 gram Parasetamol, suspensi kedua terdiri dari 3 gram Parasetamol dan 0,5
gram NaCMC, suspensi ketiga terdiri dari 3 gram Parasetamol dan 0,25 gram Na CMC, suspensi
keempat 3 gram parasetamol 0,25 NaCMC dan propilenglikol, dan suspensi kelima adalah 3
gram Parasetamol dan 0,5 gram NaCMC. Kelima suspensi ini dikocok terlebih dahulu dan
didiamkan selama 0 menit, 5 menit 10 menit, 20 menit, 40 menit, 60 menit. Pada menit ke 15
yang paling cepat mengendap yaitu suspensi keempat, yaitu Parasetamol tanpa NaCMC, dan
yang paling lambat mengendap adalah suspensi dengan Penambahan NaCMC baik konsentrasi
0,5 maupun 0,25.
Suspensi pada tabung , dengan penambahan NaCMC lama mengalami pengendapan karena
NaCMC merupakan polimer yang memiliki rantai panjang dan mempunyai bobot molekul yang
tinggi dan mengandung gugus aktif yang ditempatkan disepanjang rantai NaCMC bekerja
sebagai pemflokulasi karena sebagian dari rantai tersebut diadsorbsi pada permukaan partikel,
dengan bagian tersisa mengarah keluar medium dispers. NaCMC berfungsi untuk meningkatkan
viskositas dari suspensi, semakin besar konsentrasi NaCMC makin besar viskositas suspensi,
semakin besar viskositas suspensi maka pengendapan yang terjadiakan semakin lambat. NaCMC
bekerja sebagai pemflokulasi dengan membentuk jaring-jaring polimer yang dapat mengikat
partikel Parasetamol. Jaring polimer tersebut diadsorbsi pada permukaan partikel Parasetamol,
dengan bagian tersisa mengarah keluar medium dispersi. Oleh karena partikel Parasetamol
terlindungi oleh NaCMC maka terjadi penurunan tegangan permukan dan mengakibatkan
pengelompokaan tak dapat terhindarkan. Pengelompokan ini bukan terjadi karena partikel
Parasetamol tetapi karena adanya NaCMC yang melapisi atau melindung partikel Parasetamol
sehingga partikel cepat mengendap namun dapat terdispersi kembali karena ikatan antar
pelindung (NaCMC) membuat gayavan der Waals lemah. Polimer ini juga menunjukkan aliran
pseudoplastis dalam larutan yang berpotensi menstabilkan bentuk fisik suspensi.
Suspensi pada tabung IV, Parasetamol ditambahkan dengan propilenglikol. Propilenglikol
merupakan wetting agent yang berfungsi menurunkan tegangan antarmuka antara partikel padat
dan cairan pembawa. Turunnya tegangan antar muka akan menurunkan sudut kontak sehingga
memudahkan dalam pembasahan, sehingga serbuk dari Parasetamol mudah mengendap atau
membentuk flokulat-flokulat. Prinsip kerja dari wetting agent yaitu memindahkan udara diantara
partikel-partikel yang hidrofobik, sehingga bila ditambahkan air dapat menembus dan
membasahi partikel Parasetamol karena lapisan wetting agent tersebut pada permukaan
partikelnya mudah bercampur dengan air.
Hasil pengamatan, didapatkan volume sedimentasi derajat tabung I yaitu sebesar 0,02 mL ;
0,06 mL; 0,06 mL; 0,06 mL ; 0,06 mL , pada tabung II sebesar 1 mL; 0,02 mL; 0,02 mL; 0,02
mL pada tabung III sebesar 0,02 mL untuk semua waktu parameyer. Pada tabung IV sebesar 1
mL pada menit 15 dan 0,02 mL setelah menit ke 15 dan pada tabung V sebesar 1 mL untuk
semua parameter waktu. Sedangkan derajat flokulasi yang terbentuk yaitu pada Tabung 1 pada
menit ke 15 sebesar 50 dan setelahnya sebesar 16,6 ; pada tabung II derajat flokilasi seluruhnya
50 ,pada tabung III, IV, dan V juga derajat flokulasinya 50 . Sehingga dapat dikatakan bahwa
Derajat flokulas untuk sediaan suspensi yaitu sebesar 1 (satu).Semakin mendekati angka 1 (satu)
suatu nilai derajat flokulasinya maka semakin baik pula sedian suspensi tersebut, hal ini
dikarenakan jika deraja flokulasi sebeesar 1 (satu) maka volume akhir sedimantasisama dengan
sedimentasi awal atau tidak terjadi penambahan voleme sedimentasi akhir, artinya sedimentasi
tetap ketika pengukuran sedimentasi tak terhingga dilakukan, dan masih terdapat partikel yang
masih terdispersi dalam sediaan suspensi.
Berdasarakan hasil pengamatan, didapatkan suspensi Parasetamol yang ditambahkan
dengan NaCMC derajat flokulasinya yang paling baik. Volume ini sedimentasi
mempertimbangkan rasio akhir dari endapan terhadap tinggi awal dari suspensi pada waktu
suspensi mengendap dalam suatu kondisi di bawah standar. Semakin mendekati angka 1 volume
sedimentasinya semakin baik suspensinya. Kecepatan volume sedimentasi dapat bertambah
dengan adanya flokulan.
G. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan Sedimentasi Partikel Suspensi yaitu :
1. Faktor-faktor dan parameter-parameter yang mempengaruhi stabilitas suatu suspensi yaitu
Ukuran partikel , Kekentalan ,jumlah Partikel (konsentrasi) sifat atau muatan partikel serta jenis
emulsifier yang digunakan.
2. Pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspensi adalah untuk meningkatkan
viskositas suspense sehingga menjadi lebih stabil.
3. Perbedaan antara sistem suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi yaitu pada sistem flokulasi,
partikel flokulasi terikat lemah , cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake.
Sedangkan pada partikel deflokulasi mengendap perlahan akhirnya membentuk sedimen.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Amran, 2008, Pengaruh Garam-Garam Nitrat Terhadap Konsentrasi Miselisasi Kritis (CMC,
Critical Micellization Concentration) Saponin, Jurnal SAINSTEK, Vol 11 (1).
Fitriani, Y.N., Cikra, INHS., Ninis Y., dan Dyah, A., 2015, Formulasi and Evaluasi Stabilitas Fisik
Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS Sebagai
Antihiperkolesterol, Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan, Vol 2 (1).
Jomes, J., Colin, B. dan Halen, S., 2002, Prinsip- Prinsip Sains untuk Keperawatan, Erlangga,
Jakarta.
Martin A., James S., dan Arthur C., 1983, Farmasi Fisik Edisi II, UI- Press, Jakarta.
Noviza, D., Nine, F. dan Salman, U., 2015, Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto Sugar Ester dan
Propilen glikol, Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Vol 1(2).
Patel, Rajesh m., 2010, Parenteral Suspension, International Journal Of Current Pharmaceutical
Research, Vol 2(3).
Senthil, V. dan Sripreethi, D., 2011, Formulation and Evaluation of Paracetamol Suspension from
Trigonella Foenum Graecum Mucilage, Journal of Advanced Pharmacy Education & Research,
Vol 1 (5).
Soedirman, I., Agus, S. dan Reza, P.H., 2010, Efek penambahan Polivinil Pirolidon terhadap
Disolusi Tablet Parasetamol, Jurnal PHARMACY. Vol 7 (2).
Syamsuni, HA., 2006, Ilmu Resep, EGC penerbit buku kedokteran, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai