tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh
mengandung zattambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh
terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Anjani, dkk., 2011).
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen yang
terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semipadat,
dan fase terdispers atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak
Suspensi farmasi secara termodinamika tidak stabil. Sistem harus distabilkan dengan cara
menambahkan zat pensuspensi yang cocok. Sejumlah tanaman karet telah digunakan sebagai
pensuspensi dalam formulasi suspense. Ada laporan tentang keberhasilan penggunaan karet
Albizia zygia, Abelmoschus esculentus polong mengandung gum telah ditemukan memiliki
properti yang mengikat untuk persiapan tablet mucilago, Boswellia Serrata Roxb. (Senthil, dan
Sripreethi, 2011).
Suspensi meskipun harus mengalami disolusi namun masih lebih menguntungkan dari
pada bentuk sediaan padat dalam proses disintegrasi pada kehadiran dan obat siap untuk larut
dalam gastrointestinal. Karena suspensi ini secara luas digunakan untuk rute oral Suspensi yang
secara umumnya merupakan dispersi kasar yang tidak larut pada partikel obat tersebar dalam
media cair. Beberapa penulis juga merujuk sebagai preparasi mengandung partikel obat halus
yang dibagi (disebut sebagai suspensi) terdistribusikan keseragaman keseluruh pembawa di mana
yang berkaitan dengan penggunaan yang tidak sesuai beberapa pelarut dalam preparasi eliksir
yang dihasilkan pasien. Adansonia gusi, seperti banyak gusi lainnya harus menyediakan fungsi
pensuspensi untuk bubuk parasetamoldan indiffusible solid dalam sebuah formulasi parasetamol
Percobaan ini dilaksanakan pada Sabtu, 5 Desember 2015, pukul 08-00 WITA-selesai.
1. Alat
b) Batang pengaduk
c) Timbangan analitik
d) Stopwatch
e) Penggaris
g) Sendok tanduk
2. Bahan
b) Paracetamol
c) Akuades
d) Na. CMC
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan suspensi 1%
2) Ditimbang 1 gr Na CMC
4) Dimasukkan 1 gr Na CMC pada air mendidih dan diaduk sampai terdispersi merata
5) Didapatkan Na CMC 1%
2. Pembuatan suspensi 2%
2) Ditimbang 2 gr Na CMC
4) Dimasukkan 2 gr Na CMC pada air mendidih dan diaduk sampai terdispersi merata
5) Didapatkan Na CMC 2%
a) Gelas kimia 1
2) Ditimbang 3 gr parasetamol
5) Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
7) Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
b) Gelas kimia 2
1) Disiapkan alat dan bahan.
3) Ditimbang 3 gr parasetamol
4) Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan digerus hingga homogen dan ditambahkan
propilenglikol.
5) Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
7) Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
c) Gelas kimia 3
2) Ditimbang 3 gr parasetamol
5) Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
7) Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
d) Gelas kimia 4
3) Ditimbang 3 gr parasetamol
4) Dimasukkan 3 gr parasetamol pada lumpang dan digerus hingga homogen dan ditambahkan
propilenglikol.
5) Setelah homogen dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
7) Didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi sedimentasi yang terbentuk.
e) Gelas kimia 5
2) Ditimbang 3 gr parasetamol
3) Dimasukkan pada gelas kimia, dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml.
4) Diaduk hingga homogen dan didiamkan selama 15, 30, 45, dan 60 menit dan diukur tinggi
Suspensi secara umum dapat didefinisikan sebagai sediaan yang mengandung obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap dan bila digojok perlahan-lahan endapan harus segera
terdispersi kembali.
(mengendapnya fase terdisper) antara fase terdisper dan fase pendisper terjadi dalam rentang
waktu yang berbeda. Dimana pada flokulasi terpisahnya dua fase tersebut lebih cepat
dibandingkan dengan deflokulasi. Namun, endapan dari flokulasi dapat didispersikan kembali
sedangkan endapan deflokulasi tidak karena telah terbentuk sedimen seperti cake yang keras atau
biasa disebut caking, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi yang terdeflokulasi
sangat kecil, hingga membentuk ikatan antar partikel yang erat dan padat.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara untuk
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel ini merupakan
salah satu cara untuk menjaga stabilitas suspensi. Apabila suatu sediaan suspensi mengalami
ketidakstabilan dapat menyebabkan pembentukan caking. Jika terbentuk caking akan sulit
mempengaruhi pola kecepatan aliran dari suatu cairan tersebut. Makin kental kecepatan
alirannya makin turun kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan
turunnya partikel yang terdapat didalamnya dengan menambah viskositas cairan. Gerakan turun
dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Viskositas suspensi menurut SNI adalah
37cp-396cp. Ukuran partikel, semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya
(dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan
keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk
Kekentalan (viskositas), dengan menambah viscositas cairan maka gerakan turun dari partikel
yang dikandungnya akan diperlambat. Tatapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak
boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Jumlah partikel (konsentrasi),
makin besar konsentrasi pertikel, makin besar kemungkinan terjadi endapan partikel dalam
waktu yang singkat. Sifat/muatan partikel, dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari
babarapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut
dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak
dapat mempengaruhinya.
Pengecilan ukuran partikel berguna untuk kestabian supensi karena laju endap dari
partikel padat berkurang kalu ukuran partikel dikurangi. Pengurangan kuran partikel
menghasilkan laju pengendapan yang lambat dan lebih beragam. Endapan yang terbentuk harus
dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedangkan agar menghasilkan suatu
sistem homogen maka penguurn volume endapan dan mudah mendispersi membentuk dua
pH merupakan suatu penentu utama adalam kestabilan suatu obat yang cenderung
penguraian hidrolitik. Untuk kembanyakan obat pH kestabilan optimum adalah pada situasi asam
antara pH 5-6. Oleh karena itu, melalui penggunakan zat pendapar yang tepat kestabilan senyawa
yang tidak stabil dapat ditinggikan. pH standar suspensi antara 5-7. Kemampuan suspensi untuk
menjaga agar dosis obat terdispersi secara merata diukur berdasarkan kemampuannya untuk
mendispersikan kembali suatu suspensi yang mengendap. Endapan yang terbentuk selama
penyimpanan harus mudah didispersikan kembali bila wadahnya digojok, membentuk suspensi
yang homogen. Oleh karena itu pemeriksaan kemampuan redispersi sangat penting dalam
evaluasi stabilitas fisik suspensi. Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara menggojok
Kemempuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan tangan maksimum
15 kali pengocokan.
viskositas dari suspensi sehingga pengendapan dapat diperlambat. Suspending agent berfungsi
mendispersikan partikel tidak larut kedalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga
kecepatan pengendapan bisa diperkecil. Mekanisme kerja suspending agent adalah untuk
(Acacia/Gom, Tragacant, Na Alginat, Starch, Xanthan Gum, Povidon), Cellulose larut dalam air
(Bentonit dan Veegum). Dari bahan-bahan tersebut, Na. CMC merupakan suspending agent yang
paling banyak digunakan. Hal ini karena hasil yang diperoleh jika menggunakan CMC tidak
mudah mengendap dan dapat terdispersi kembali dengan penggojokan ringan. Tetapi perlu
diingat bahwa penambahan suspending agent tidak perlu terlalu banyak, karena bila demikian
maka suspensi akan menjadi terlalu kental dan sulit untuk dituang.
Dalam sedimentasi, untuk mengetahui kecepatan pengendapan dari partikel bahan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus dari hukum Stokes, dapat diperkirakan dengan pendekatan
matematis, tergantung dari kondisi partikel tersebut. Kondisi gerakan partikel ada dua, yaitu
gerak jatuh bebas (free settling) dan hindered settling. Hindered settling merupakan gerak
partikel padat pada konsentrasi yang tinggi, sehingga antar partikel yang satu dengan yang lain
sangat rapat dan saling bertumbukan. Untuk menentukan kecepatan jatuhnya partikel tidak dapat
menggunakan hukum Stokes karena hasil yang diperoleh nantinya akan lebih besar daripada
Hukum Stokes digunakan untuk menentukan kecepatan sedimentasi pada partikel jatuh
bebas dalam memperkirakan kecepatan jatuh partikel padat yang tidak porous dan non
compresible dan melalui media yang juga non compresibble dalam aliran yang laminair.
Sedangkan pada daerah yang turbulen, kecepatan jatuh atau naiknya partikel padat berbanding
langsung dengan akar dari diameternya. Pada proses sedimentasi terjadi gerakan browning yang
merupakan gerak partikel yang lurus dan terputus-putus, yang terjadi adanya tumbukan antar
Dalam proses sedimentasi (pengendapan) terdapat tiga gaya yang dapat mempengaruhi
gerak jatuhnya partikel bahan, yaitu gaya gravitasi, gaya apung dan gaya gesek. Gaya gravitasi
menyebabkan suspensi jatuh bebas, dimana semakin besar gaya tersebut, maka pengendapan
partikel bahan semakin cepat. Untuk gaya apung berhubungan dengan berat bahan, dimana
semakin ringan partikel bahan, maka gaya apungnya semakin besar dan pengendapannya
semakin lama. Sedangkan pada gaya gesek partikel, partikel yang mempunyai bentuk yang kasar
akan semakin memperbesar nilai hambatan partikel untuk mengendap. Ketiga gaya tersebut,
selain mempengaruhi kecepatan pengendapn juga dapat mempengaruhi gerak dari aliran medium
alir yang digunakan dalam proses sedimentasi. Gerak aliran terdiri dari dua macam, yaitu gerak
laminair dan gerak turbulen. Aliran laminair adalah aliran yang terjadi jika unsur-unsur zat cair
yang terpisah bergerak dalam aliran atau alur yang lurus dan beraturan, sedangkan aliran
turbulen merupakan aliran yang terjadi karena gerakan yang berputar dan tidak beraturan.
Bedasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa, volume sedimentasi terbesar yaitu pada
tabung pertama. Hal ini dikarenakan pada tabung pertama adalah paracetamol yang dilarutkan
dalam air saja dan tidak menggunakan suspending agent. Sehingga, tidak ada suspending agent
yang berperan untuk menjaga partikel suspensi agar tidak membentuk cake. Dan volume
sedimentasi terkecil adalah tabung lima. Hal ini dikarenakan pada tabung lima di tambahkan zat
pembasah berupa propilenglikol yang berfungsi untuk penurunan tegangan antar muka sehingga
sediaan yang baik karena tidak adanyasupernatanjernih pada pendiaman, demikian bila F
mendekati 1. Bila F > 1 terjadi “floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebihbesar
dari volume awal, maka perlu ditambahkan zat tambahan. Dalam formulasi suspensi lebih baik
jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau sedikit curam. Dan derajat flokulasi dari hasil
pengamatan didapatkan bahwa tabung yang tidak diberikan propilen glikol memiliki derajat
flokulasi yang lebih besar dibandingkan dengan tabung yang diberikan propilen glikol.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A., dan Ali, A., 2010, Formulation and In Vitro Evaluation of Readyuse Suspension of Ampiill
In Trihydrate, International Journal of Applied Pharmaceutics Vol 2, Issue 3.
Anjani, M.R., Kusumowati, I.T.D., Indrayudha, P., dan Sukmawati, A., 2011, Formulasi Suspensi
Siprofloksasin dengan Suspending Agent Pulvis Gummi Arabici dan Daya Antibakterinya,
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 12 (1), ISSN 1411-4283.
Chasanah, N., 2010, Formulasi Suspensi Doksisiklin Menggunakan Suspending Agent Pulvis Gummi
Arabici: Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Ogaji, J.I., Omachi, J.A., dan Iranloye, T.A., 2012, Effect of Adansonia digitata Gum on Some
Physicochemical Properties of Paracetamol Pediatric Suspension Formulations, International
Journal of Research in Pharmacy and Science, ISSN: 2249–3522.
Senthil, D., dan Sripreethi, D., 2011, Formulation and Evaluation of Paracetamol Suspension from
Trigonella Foenum Graecum Mucilage, Journal of Advanced Pharmacy Education & Research
1(5), ISSN 2249-3379.
Bahan
Bahan- bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
uadest
CMC
tas Perkamen
asetamol
pilen Glikol
tik Wrap
ue
D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan suspensi
a. Formula 1
Paracetamol
- Digerus.
- Ditimbang sebanyak 2 gram.
- Dimasukkan kedalam gelas kimia.
- Ditambahkan akuades sedikit demi sedikit sampai dapat dituang.
- Dimasukkan kedalam gelas ukur.
- Ditambahkan akuades hingga 50 mL.
- Dikocok sampai homogen.
- Didiamkan suspensi, dan diamati tinggi sedimen tiap 15, 30, 45 dan 60 menit.
- Dihitung volume sedimentasi dan derajat flokulasi.
Hasil pengamatan
b. Formula 2 dan 3
NaCMC 0,25%
NaCMC 0,5%
NaCMC 1 %
NaCMC 0,5%
C. Hasil Pengamatan
1. Tabel pengamatan
Waktu (t) Tinggi sedimen formula (mL)
No.
(menit) 1 2 3 4 5
1 5 4 4,5 4,5 5 5
2 10 50 50 50 50 50
3 15 50 50 50 50 50
4 20 1 1,5 2 2,5 2,5
5 25 50 50 50 50 50
2. Hasil perhitungan
a. Perhitungan harga volume sedimentasi (F)
Waktu (t) Volume sedimen formula (F) (mL)
No.
(menit) 1 2 3 4 5
1 5 0,08 0,09 0,09 0,1 0,1
2 10 1 1 1 1 1
3 15 1 1 1 1 1
4 20 0,02 0,03 0,04 0,05 0,05
5 25 1 1 1 1 1
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Amran, 2008, Pengaruh Garam-Garam Nitrat Terhadap Konsentrasi Miselisasi Kritis (CMC,
Critical Micellization Concentration) Saponin, Jurnal SAINSTEK, Vol 11 (1).
Fitriani, Y.N., Cikra, INHS., Ninis Y., dan Dyah, A., 2015, Formulasi and Evaluasi Stabilitas Fisik
Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS Sebagai
Antihiperkolesterol, Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan, Vol 2 (1).
Jomes, J., Colin, B. dan Halen, S., 2002, Prinsip- Prinsip Sains untuk Keperawatan, Erlangga,
Jakarta.
Martin A., James S., dan Arthur C., 1983, Farmasi Fisik Edisi II, UI- Press, Jakarta.
Noviza, D., Nine, F. dan Salman, U., 2015, Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto Sugar Ester dan
Propilen glikol, Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Vol 1(2).
Patel, Rajesh m., 2010, Parenteral Suspension, International Journal Of Current Pharmaceutical
Research, Vol 2(3).
Senthil, V. dan Sripreethi, D., 2011, Formulation and Evaluation of Paracetamol Suspension from
Trigonella Foenum Graecum Mucilage, Journal of Advanced Pharmacy Education & Research,
Vol 1 (5).
Soedirman, I., Agus, S. dan Reza, P.H., 2010, Efek penambahan Polivinil Pirolidon terhadap
Disolusi Tablet Parasetamol, Jurnal PHARMACY. Vol 7 (2).
Syamsuni, HA., 2006, Ilmu Resep, EGC penerbit buku kedokteran, Jakarta.