Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“Sediaan Steril Infus Kalsium Glukonat 4%

dan Kalsium Saccharat 0,5%”

Disusun oleh:

Nitaufika Aprilia
P17335117025

Dosen Pembimbing:

Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN FARMASI
2019
INFUS KALSIUM GLUKONAT 4% & KALSIUM SACCHARAT 0,5%

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikan mampu membuat formulasi, melaksanakan pembuatan sediaan, dan
melakukan evaluasi sediaan steril infus IV dengan bahan aktif Kalsium Glukonat
4% dan Kalsium Saccharat 0,5%.

II. PENDAHULUAN
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen atau nonpatogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang
biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang
biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat) (Syamsuni,
2006).
Obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan
tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertambahannya terhadap zat asing tidak
selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal. Diharapkan dengan kondisi
steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Sediaan farmasi yang perlu
disterilkan adalah obat suntik injeksi, tablet implan, tablet hipodermik, dan
sediaan untuk mata seperti obat tetes mata, cuci mata dan salep mata (Syamsuni,
2006).
Berdasarkan cara pemberiannya, obat dapat diklasifikasikan kedalam 5
jenis yaitu oral, perektal, sublingual, parenteral serta langsung ke organ seperti
intrakardial (Anief, 2006). Pemberian obat secara oral merupakan salah satu
pilihan yang paling banyak digunakan hal ini dikarenakan pada penggunaan oral
lebih mudah dalam penggunaannya. Penggunaan obat secara oral memiliki
beberapa kelemahan yaitu efek yang diberikan lebih lambat karena harus
melewati proses absorpsi dan metabolisme terlebih dahulu sehingga tidak dapat
digunakan untuk pengobatan darurat dan tidak dapat diberikan kepada pasien
yang tidak sadarkan diri.
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
dari tubuh. Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau menggantikan
cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori,
yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki
keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah,
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral (CVP), dan memberikan nutrisi pada saat sistem
pencernaan mengalami gangguan. Terapi intravena (IV) digunakan untuk
memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau
syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan
memberikan medikasi (Potter, 2005).
Pada praktikum kali ini bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan
sediaan infus intravena adalah Kalsium glukonat 4% dengan kombinasi Kalsium
saccharat sebesar 0,5%. Pembuatan infus dari Kalsium glukonat 4% dan kalsium
saccharat 0,5% ditujukan untuk pengobatan terapi pemeliharaan cairan tubuh dan
terapi pengganti cairan pada penderita defisiensi kalsium (Hipokalsemia) akut dan
tetani akibat defisiensi kalsium dan kurangsnya asupan Kalsium dari makanan.
Kalsium glukonat juga dapat digunakan untuk membalikkan efek jantung akibat
keracunan kalium dalam pengobatan hiperkalemis, sebagai penangkal
hipermagnesia dan dapat digunakan untuk relaksasi otot yang digigit oleh laba-
laba hitam. Umumnya diberikan dalam bentuk injeksi IV secara perlepasan
lambat atau infus kontinyu (Sweetman, 2009).

III. TINJAUAN PUSTAKA


3.1. Sediaan Parenteral
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi - bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk
sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau
membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan -
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, 2007).
Sediaan parenteral adalah sediaan steril yang dimaksudkan untuk
pemberian dengan injeksi, infus atau implantasi ke tubuh manusia atau hewan.
Sediaan parenteral mungkin memerlukan penggunaan eksipien, misalnya untuk
membuat pengisotonis berkenaan dengan darah, untuk mengatur pH, untuk
meningkatkan kelarutan, untuk mencegahnya kerusakan zat aktif atau untuk
memberikan sifat antimikroba yang memadai, tapi tidak mempengaruhi secara
negatif tindakan obat yang dimaksud dari persiapan atau, pada konsentrasi yang
digunakan dapat menyebabkan toksisitas atau iritasi lokal yang tidak semestinya
(British Pharmacopeia Comission, 2009).

3.2. Infus Intravena/LVP


Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas
pirogenn dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan
langsung kedalam vena dalam volume relatif banyak. Emulsi dibuat dengan air
sebagai fase luar. Diameter fase dalam tidal lebih dari 5 µm. Kecuali dinyatakan
lain, infus intravena tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapat.
Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel. Emulsi
untuk infus intravena setelah dikocok harus homogeny dan tidak menunjukkan
pemisahan fase. Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal
untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume besar lebih dari 100
ml (Kemenkes RI, 2014).
Large Volume Parenteral (LVP) merupakan sediaan steril, berupa larutan
atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan
darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam volume yang besar.
Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba. Larutan untuk
infus, diperiksa secara visibel pada kondisi yang sesuai adalah jernih dan praktis
bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menunjukkan adanya pemisahan
fase (British Pharmacopeia Comission, 2009).

3.3. Keuntungan dan Kekurangan


Keuntungan dari sediaan infus. (Ansel, 2014)
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada
keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama
dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima
pengobatan melalui oral.
3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.
Kerugian dari sediaan infus. (Ansel, 2014)
1. Dapat menyebabkan terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum
pada dinding vena. Trombus adalah gumpalan darah yang terbentuk dalam
pembuluh darah atau jantung yang umumnya disebabkan oleh
melambatnya aliran atau perubahan darah atau pembuluh darah. Apabila
gumpalan tersebut beredar maka gumpalan tersebut menjadi embolus,
dibawa oleh aliran darah sampai tersangkut di pembuluh darah,
menghalangi dan mengakibatkan hambatan atau sumbatan yang disebut
dengan emboli.
2. Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
3. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
4. Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya
persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis
bebas partikel).
3.4. Persyaratan Larutan Infus Intravena
Persyaratan dari larutan infus intravena diantaranya : (Kemenkes RI, 2014)
1. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi.
2. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek
toksik.
3. Bebas pirogen.
4. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah (tekanan osmosis larutan
sama dengan tekanan osmosis darah atau cairan tubuh agar tidak terasa sakit
dan menimbulkan emolisis). Apabila hipotonis maka pembuluh darah akan
pecah (haemolisis) dan apabila hipertonis maka pembuluh darah akan
mengkerut (Felton, 2013).
5. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar.
6. Larutan infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel.
7. Memenuhi persyaratan lain yang tertera pada injeksi.

3.5. Kalsium Glukonat


Pada tubuh orang dewasa mengandung sekitar 1,2 kg dimana 99% berada
di kerangka sebagai peran utama sisanya 1% berada di dalam jaringan tubuh dan
digunakan untuk saraf, aktivitas otot, dan pembekuan darah. Konsentrasi kalsium
dalam plasma normal disimpan sekitar 2,15-2,60 mmol/L dengan mekanisme
homoeostatik yang melibatkan hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D.
Sekitar 50% kalsium dalam plasma akan terionisasi menjadi bentuk aktif, sekitar
10% membentuk senyawa kompleks dengan fosfat atau sitrat, dan sisanya
berikatan dengan protein terutama albumin (Sweetman, 2009).
Kalsium merupakan mineral yang paling penting untuk terapi
pemeliharaan kesempurnaan fungsi susunan saraf, otot, sistem rangka dan
permeabilitas membran sel. Kalsium darah adalah kalsium yang berada dalam
darah dan jaringan lunak. Kadar kalsium dalam darah dan cairan sekitar sel
(cairan ekstraseluler) harus dikontrol dalam batas kadar yang sempit untuk
mendapatkan fungsi fisiologi yang normal. Tubuh yang kekurangan kalsium dapat
menyebabkan defisiensi kadar kalsium dalam darah (Tjay, 2002).
Defisiensi kalsium menimbulkan antara lain melunaknya tulang
(osteomalacia) serta mudah terangsangnya saraf dan otot dengan akibat serangan
kejang (tetania). Penggunaan kalsium pertama-tama pada defisiensi Ca tulang
yang berkaitan dengan terganggunya resorpsi juga setelah proses bedahan tiroid
dengan kerusakan pada paratiroid (secara i.v.). Pada osteoporosis dan prevensinya
pada wanita setelah menopause, Ca diberikan bersamaan dengan suatu bifosfonat,
vitamin D dan estrogen. Efek samping pada penggunaan oral berupa iritasi
lambung-usus dan sembelit. Hiperkalsemia jarang terjadi dan bercirikan endapan
Ca di ginjal (batu) dan meningkatnya ambang rangsang saraf dan otot. Gejalanya
berupa kelemahan otot, letargia, poliuria dan perasaan haus, akhirnya timbul
koma (Brunton, 2007).
Hiperkalsemia merupakan peningkatan konsentrasi kalsium dalam plasma
dikarenakan hiperparatiroidisme atau penyakit ganas. Penyebab hiperkalsemia
secara umum dikarenakan kekurangan vitamin D, atau dikarenakan suatu penyakit
dapat berupa gagal ginjal, sarkoidosis, kelebihan kalsium karbonat (Sweetman,
2009).
Kalsium Glukonat digunakan untuk hipokalsemia. Tipe hipokalsemia yang
dapat diobati oleh Kalsium Glukonat adalah kalsemia akut dan kalsemia tetani
setelah pasien mengalami paratiroid. Dosis penggunaan Kalsium Glukonat adalah
Kalsium Glukonat 10% digunakan sebanyak 10-20 ml. Konsentrasi bahan aktif
yang dibuat adalah 4%, sehingga untuk sediaan infus Kalsium Glukonat 4% yang
digunakan adalah 25-50 mL secara lepas lambat atau dengan pemberian secara
perlahan. Dalam pembuatannya ditambahkan zat penstabil yaitu Kalsium
Saccharat sebanyak 0,5% (Sweetman, 2009)

3.6. Perhitungan Dosis


Cara I menggunakan kesetaraan
a. Hipokalemia akut dan hipokalemia tetani
Dosis awal 2,25-4,5 mmol (2,25 mmol = 10 mL kalsium glukonat 10%)
(4,5 mmol = 20 mL kalsium glukonat 10%)
4% 10 𝑚𝐿
Kalsium glukonat 4% → =
10% 𝑥
x = 25 mL
4% 20 𝑚𝐿
Kalsium glukonat 4% → =
10% 𝑥
x = 50 mL
Dosis awal Kalsium glukonat 4% adalah 25-50 mL
b. Dosis lanjutan 9 mmol/hari
9 𝑚𝑚𝑜𝑙
Dosis lanjutan : x 10 mL = 40 mL
2,5 𝑚𝑚𝑜𝑙
4% 40 𝑚𝐿
Kalsium glukonat 4% → =
10% 𝑥
x = 100 mL/hari
c. Untuk Hipermagnesemia
Dosis awal 2,25-4,5 mmol (2,25 mmol = 10 mL kalsium glukonat 10%)
(4,5 mmol = 20 mL kalsium glukonat 10%)
4% 10 𝑚𝐿
Kalsium glukonat 4% → =
10% 𝑥
x = 25 mL
4% 20 𝑚𝐿
Kalsium glukonat 4% → =
10% 𝑥
x = 50 mL
Dosis untuk hipermagnesemia Kalsium glukonat 4% adalah 25-50 mL

Cara II menggunakan konversi


1 g Ca glukonat = 89 mg Ca = 2,2 mmol Ca
4𝑔
Kadar Kalsium glukonat : x 400 mL = 16 g
100 𝑚𝐿
16 𝑔
Kadar Ca dalam Kalsium glukonat : x 89 mg = 1.424 mg
1𝑔
1.424 𝑚𝑔
Kadar Ca : x 2,2 mmol = 35,2 mmol/400 mL
89 𝑚𝑔

a. Hipokalemia akut dan hipokalemia tetani


2,25 𝑚𝑚𝑜𝑙
Dosis untuk 2,25 mmol : x 400 mL = 25,568 mL
35,2 𝑚𝑚𝑜𝑙
4,55 𝑚𝑚𝑜𝑙
Dosis untuk 4,5 mmol : x 400 mL = 51,136 mL
35,2 𝑚𝑚𝑜𝑙

Dosis awal Kalsium glukonat 4% adalah 25,568-51,136 mL


b. Dosis lanjutan 9 mmol/hari
9 𝑚𝑚𝑜𝑙
Dosis lanjutan : x 400 mL = 102,2727 mL
35,2 𝑚𝑚𝑜𝑙

c. Untuk Hipermagnesemia
2,25 𝑚𝑚𝑜𝑙
Dosis untuk 2,25 mmol : x 400 mL = 25,568 mL
35,2 𝑚𝑚𝑜𝑙
4,55 𝑚𝑚𝑜𝑙
Dosis untuk 4,5 mmol : x 400 mL = 51,136 mL
35,2 𝑚𝑚𝑜𝑙

Dosis Kalsium glukonat 4% untuk hipermagnesemia adalah 25,568-51,136


mL

IV. FORMULASI
1. Kalsium Glukonat
Pemerian Hablur, granul atau serbuk putig, tidak berbau, tidak
berasa, stabil di udara
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 598)
Kelarutan Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam air
mendidih, tidak larut dalam etanol. Larutan bersifat
netral pada lakmus.
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 599)
Stabilitas
• Panas Terdekomposisi pada suhu diatas 178⁰C
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 601)
• Hidrolisis Tidak terjadi hidrolisis adanya mineral asam dan akan
berubah membentuk Asam Glukonik dan garam
kalsiumnya.
(Remington The Science and Practice Edisi 21, hlm
1338)
• Cahaya Kalsium Glukonat harus terhindar dari cahaya matahari
langsung karena akan mempercepat dekomposisi.
The Internation Pharmacopeia Edisi 7)
• pH 6,0 – 8,2
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 601)
Penyimpanan Disimpan pada wadah terturup baik terlindung dari
cahaya
Kesimpulan :
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : garam
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : larutan
Cara sterilisasi sediaan : Panas lembab, autoklaf 121o C, 15 menit, 15 psi
Kemasan : Botol infus gelas boro silikat tipe 1

2. Kalsium Saccharat
Pemerian Putih, tidak berbau, serbuk Kristal
(Martindale 36th ed, hlm 2272)
Kelarutan Sangat sukar larut dalam air dingin dan alkohol, tidak larut dalam
air panas, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, larut dalam
asam mineral, larut dalam larutan Kalsium Glukonat.
(Martindale 36th ed, hlm 2272)
Stabilitas Tidak stabil pada suhu panas yang sangat tinggi (Pubchem,
calcium saccharate)
Kegunaan Penstabil Kalsium Glukonat
Inkompatibilitas Tidak ditemukan pada HOPE 6th ed, FI Edisi ke-5, USP,
Martindale, Japanese Pharmacopeia, British Pharmacopeia dan
jurnal lainnya.

3. Natrium Klorida
Pemerian Serbuk kristal, putih atau tidak berwarna, memiliki rasa seperti
garam.
(HOPE 6thed, hlm 637, pdf)
Kelarutan Tidak larut dalam etanol, larut dalam 1:250 etanol 95%, larut
dalam 1:10 gliserin dan dalam air 1:2,8 pada suhu 20°C dan 1:2,6
pada suhu 100°C.
(HOPE 6thed, hlm 639, pdf)
Stabilitas Larutan natrium klorida berair stabil namun dapat menyebabkan
pemisahan partikel kaca dari beberapa jenis wadah kaca. Larutan
berair dapat disterilkan dengan autoklaf atau filtrasi. Bahan padat
stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat
yang sejuk dan kering.
(HOPE 6thed, hlm 639, pdf)
pH sediaan Natrium Klorida adalah 6,7 – 7,3.
(HOPE 6thed, hlm 637, pdf)
Kegunaan Tonicity agent
(HOPE 6thed, hlm 637, pdf)
Inkompatibilitas Larutan natrium klorida korosif terhadap zat besi. Mereka juga
bereaksi untuk membentuk presipitat dengan garam perak, timbal,
dan merkuri. Oksidator kuat membebaskan klorin dari larutan
asam natrium klorida yang diasamkan. Kelarutan metilparaben
pengawet antimikroba menurun dalam larutan natrium klorida dan
viskositas gel karbomer dan larutan hidroksietil selulosa atau
hidroksipropil selulosa berkurang dengan penambahan natrium
klorida.
(HOPE 6thed, hlm 639, pdf)
4. Karbon Aktif
Pemerian Serbuk halus, bebas dari butiran, hitam, tidak berbau dan tidak
berasa.
(Farmakope Indonesia Edisi ke-5, hlm 137)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol.
Farmakope Indonesia Edisi ke-5, hlm 137)
Stabilitas Tidak ditemukan pada HOPE 6th ed, FI Edisi ke-5, USP,
Martindale, Japanese Pharmacopeia, British Pharmacopeia dan
jurnal lainnya.
Kegunaan Depirogenasi
Inkompatibilitas Tidak ditemukan pada HOPE 6th ed, FI Edisi ke-5, USP,
Martindale, Japanese Pharmacopeia, British Pharmacopeia dan
jurnal lainnya.

5. Natrium Hidroksida (NaOH)


Pemerian Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan
atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukan
pecahan hablur bula dibiarkan diudara dan menyerap CO2 dan
lembab.
(Farmakope Indonesia Edisi ke-5, hlm 589)
Kelarutan Mudah larut dalam air dan dalam etanol.
(Farmakope Indonesia Edisi ke-5, hlm 589)
Stabilitas Bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap CO2 dan lembab,
sangat higroskopis. Ph sediaan dalam larutan berair 12-14. (HOPE
6th ed, hlm 649, pdf)
Kegunaan Adjuster pH Alkalizing agent
Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan senyawa yang mudah mengalami
hidrolisis atau oksidasi. Akan bereaksi dengan asam, ester dan eter
terutama dalam larutan berair. (HOPE 6th ed, hlm 649, pdf)

6. Asam Klorida (HCl)


Pemerian Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang.
(Farmakope Indonesia Edisi ke-5, hlm 49)
Kelarutan Larut dalam air, larut dalam dietil eter, etanol 95% dan methanol.
(Farmakope Indonesia Edisi ke-5, hlm 49)
Stabilitas Harus disimpan didalam wadah tertutup kaca atau lainnya pada
suhu dibawah 30oC. Penyimpanan dengan logam alkali harus
dihindari. (HOPE 6th ed, hlm 308, pdf)
Kegunaan Adjuster pH Acidizing agent
Inkompatibilitas Beraksi dengan banyak logam, membebaskan hidrogen. (HOPE 6th
ed, hlm 308, pdf)
7. Aqua Pro Injeksi
Pemerian Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
(HOPE 6th ed, hlm 766, pdf)
Kelarutan Tercampur atau dapat tercampur dengan pelarut polar.
(HOPE 6th ed, hlm 766, pdf)
Stabilitas Air stabil secara kimiawi disemua keadaan fisik (es, cairan dan
uap). (HOPE 6th ed, hlm 766, pdf)
Kegunaan Pelarut sediaan steril/pembawa
Inkompatibilitas Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang
rentan terhadap hidrolisis di suhu kamar yang tinggi. Dapat
bercampur dengan logam alkali dan oksida mereka. Bereaksi juga
dengan beberapa organic bahan dan kalsium karbida.
(HOPE 6th ed, hlm 766, pdf)

V. PENDEKATAN FORMULA
No. Nama Bahan Jumlah (%) Kegunaan
1. Kalsium Glukonat 4,2 % (b/v) Bahan aktif untuk hipokalemia
2. Kalsium Saccharat 0,5% (b/v) Penstabil Kalsium Glukonat
3. NaCl 0,2922% (b/v) Pengisotonis
4. Karbon Aktif 0,1% (b/v) Depirogenasi
5. NaOH qs pH adjuster (Alkalizing agent)
6. HCl qs pH adjuster (Acidizing agent)
7. Aqua pro injeksi Ad 100% (v/v) Pelarut infus steril

VI. PERHITUNGAN DAPAR, TONISITAS, OSMOLARITAS, DAN mEq/L


Tonisitas
a. Metode Freezing Point Deppresion (∆Tf)
1. Kalsium Glukonat 4%
Nilai D : 0,24℃/3%
4%
Nilai D formula : x 0,24℃ = 0,32℃
3%
2. Kalsium Saccharat 0,5%
BM : 320,26
Ca2+ + Saccharat2- (divalent-divalent electrode)
Liso : 2,0
∆Tf : Liso x C
0,5 𝑔 1000
∆Tf : 2,0 x = 0,0312℃
320,26 100𝑚𝐿
Nilai D total dalam sediaan = 0,32℃ + 0,0312℃
= 0,3512℃

∆Tf agar isotonis = 0,52℃ - 0,3512℃


= 0,1688℃
0,1688℃
NaCl yang dibutuhkan : x 0,9% = 0,2922%
0,52℃

b. Metode Equivalen NaCl


1. Kalsium Glukonat 4%
Nilai E : 0,14%/3%
4%
Nilai E formula : x 0,14% = 0,1867%
3%
2. Kalsum Saccharat 0,5%
0,5 𝑔 1000
M: = 0,0156 M
320,26 100𝑚𝐿

BM : 320,26
Ca2+ + Saccharat2- (divalent-divalent electrode)
Liso : 2,0
𝐿𝑖𝑠𝑜 𝑥 17
E:
𝐵𝑀
2,0 𝑥 17
E: = 0,1062 M
320,26

E : 0,1062 M x 0,0156 M = 0,0017 M


𝑔 1000
0,0017 M =
320,26 100𝑚𝐿

g = 0,0531 g/100mL
Nilai E total dalam sediaan = 0,1867% + 0,0531%
= 0,2398%
NaCl yang dibutuhkan = 0,9% - 0,2398%
= 0,6602%
Osmolaritas
1. Kalsium Glukonat 4%
BM : 448,39
n :3
4𝑔
× 1000 mL = 40 g/L
100 𝑚𝑙
40 ×1000×3
mOsmol : = 267,6779 mOsmol/L
448,39

2. Kalsium Saccharat 0,5%


BM : 320,26
n :2
0,5 𝑔
× 1000 mL = 5 g
100 𝑚𝑙
5 ×1000×2
mOsmol : = 31,2246 mOsmol/L
320,26

3. NaCl 0,2922%
BM : 58,44
n :2
0,2922 𝑔
× 1000 mL = 2,922 g/L
100 𝑚𝑙
2,922 ×1000×2
mOsmol : = 100 mOsmol/L
320,26

total mOsmol = 267,6779 mOsmol/L + 31,2246 mOsmol/L + 100 mOsmol/L


= 398,9025 mOsmol/L (Hipertonis)

Miliequivalen
1. Kalsium Glukonat 4%
BM : 448,39
valensi :2
448,39
BE = = 224,195
2
225,195
mEq = = 0,224195 g → 224,195 mg
1000 𝑚𝑙
4𝑔
Kadar Kalsium Glukonat dalam 408 mL = x 408 mL
100 𝑚𝑙
= 16,32 g → 16.320 mg
16.320 𝑚𝑔
mEq = = 72,7937 mEq
224.195 𝑚𝑔

2. Kalsium Saccharat 0,5%


BM : 320,26
valensi :1
320,26
BE = = 320,26
1
320,26
mEq = = 0,32026g → 320,26 mg
1000 𝑚𝑙
0,5 𝑔
Kadar Kalsium Saccharat dalam 408 mL = x 408 mL
100 𝑚𝑙
= 2,04 g → 2.040 mg
2.040 𝑚𝑔
mEq = = 6,3698 mEq
320,26 𝑚𝑔

3. NaCl 0,2922%
BM : 58,44
valensi :1
58,44
BE = = 58,44
1
58,44
mEq = = 0,05844 g → 58,44 mg
1000 𝑚𝑙
0,2922 𝑔
Kadar NaCl dalam 408 mL = x 408 mL
100 𝑚𝑙
= 1,1921 g → 1.192 mg
1.192 𝑚𝑔
mEq = = 20,3969 mEq
58,44 𝑚𝑔

Total miliquivalen dalam 408 mL = 72,7937 mEq + 6,3698 mEq + 20,3969 mEq
= 99,5596 mEq
VII. PENIMBANGAN
Dibuat 1 botol infus 400 mL
Dilebihkan 2% = 400 mL + (2%) 400 mL = 408 mL
Penimbangan dibuat sebanyak 500 mL untuk mengantisipasi kehilangan zat pada
saat pembilasan, penyaringan, dan evaluasi volume terpindahkan.
No. Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang
4,2 𝑔
× 500 𝑚𝐿 = 21 𝑔
100 𝑚𝐿
1. Kalsium Glukonat 4,2% Kelarutan Kalsium Glukonat dalam air
mendidih 1 :10 maka air mendidih yang
dibutuhkan adalah 21 x 10 = 210 mL
0,5 𝑔
2. Kalsium Saccharat 0,5% × 500 𝑚𝐿 = 2,5 𝑔
100 𝑚𝐿
0,2922𝑔
× 500 𝑚𝐿 = 1,461 𝑔
100 𝑚𝐿
3. NaCl 0,2922% Kelarutan NaCl dalam air adalah 1 :10
maka air yang dibutuhkan adalah 1,461 x
10 = 14,61 ml ~ 15ml
0,1 𝑔
4. Karbon aktif 0,1% × 500 𝑚𝐿 = 0,5 𝑔
100 𝑚𝐿
5. NaOH 0,1N 10 tetes
600 ml – (200 ml + 10 ml + 0,6 + 0,6) =
6. Aqua pro injeksi
388,8 ml

VIII. STERILISASI
A. Alat

Nama Alat Cara Sterilisasi Waktu Sterilisasi Jumlah


Spatel Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Panas lembab, 121°C selama 15 menit 15
Pipet tetes kaca 1
Autoklaf Psa
Kaca arloji Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 3
Corong gelas Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Beaker glass 100
Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
mL
Beaker glass 500
Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
mL
Beaker glass 1L Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Gas klorin dioksida pada
suhu 30-32oC selama 1 jam,
Karet pipet tetes Kimia 1
RH 70-85%, 10-30 mg/L, 80
kPa
Enlenmeyer 259
Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 2
mL
Membran filter Panas kering, Oven Radiasi dosis 25 kgy 4
0,45µm
Batang Pengaduk Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 2
Gelas ukur 10 ml Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Gelas ukur 100
Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
ml
Gelas ukur 500
Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
ml
Labu Ukur 500
Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
mL

B. Wadah
No. Nama alat Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)
Panas kering (Oven, 170°C
1. Botol infus kaca 500 ml 1
selama 1 jam)
Gas klorin dioksida pada suhu
2. Karet penutup botol infus 1 30-32oC selama 1 jam, RH 70-
85%, 10-30 mg/L, 80 kPa
Penutup botol infus Panas kering (Oven, 170°C
3. 1
alumunium selama 1 jam)

IX. PROSEDUR PEMBUATAN


RUANG PROSEDUR
1. Semua alat dan wadah yang dibutuhkan dicuci bersih dan dibilas dengan
Aqua pro injeksi lalu dikeringkan.
2. Beaker glass 500 L (Beaker glass utama I) dikalibrasi sebanyak 400 mL
(80%), kemudian dikeringkan dan beaker glass 1 L (beaker glass utama II)
dikalibrasi sebanyak 500 mL (100%)
3. Bagian mulut dari Erlenmeyer, beaker glass, pipet tetes, botol infus
disumbat menggunakan alumunium foil/ kertas perkamen
4. Sterilisasi dilakukan dengan cara:
Grey area
- Spatel, kaca arloji, corong gelas, botol infus , penutup vial alumunium,
(Ruang
enlemeyer, pipet tetes kaca dan beaker glass disterilisasi
Sterilisasi
menggunakan panas kering dengan alat oven pada suhu 170°C selama
Alat)
1 jam.
- Membran filter ukuran 0,45 µm disterilisasi menggunakan radiasi
dosis 25 kgy.
- Karet pipet, karet penutup vial, disterilisasi dengan Gas klorin
dioksida pada suhu 30-32oC selama 1 jam, RH 70-85%, 10-30 mg/L,
80 kPa
Setelah disterilisasi alat dimasukkan ke dalam lemari khusus barang steril, lalu
ditransfer dengan transfer box.
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan infus Intravena (IV)
White area
ditimbang menggunakan timbangan analitik yang sudah dikalibrasi:
(Ruang
1. Kalsium Glukonat ditimbang sebanyak 21 g pada kertas perkamen secara
Penimbangan)
penimbangan langsung lalu ditutup, diberi label nama dan jumlah bahan.
Grade A
2. Kalsium Saccharat ditimbang sebanyak 2,5 g pada kertas perkamen secara
Background C)
penimbangan langsung lalu ditutup, diberi label nama dan jumlah bahan.
3. NaCl ditimbang sebanyak 0,944 g pada kaca arloji lalu ditutup
menggunakan alumunium foil, beri label nama dan jumlah bahan.
4. Karbon aktif ditimbang sebanyak 0,50 g pada kaca arloji lalu ditutup
menggunakan alumunium foil, beri label nama dan jumlah bahan.
Setelah dilakukan penimbangan, bahan-bahan dimasukkan kedalam passbox
yang berada diruang penimbangan untuk di transfer pada ruang pencampuran.
Bahan-bahan diambil dari passbox
1. Kalsium Glukonat sebanyak 21 g dimasukkan kedalam beaker glass utama
1 L kemudian dilarutkan dengan aqua pro injeksi mendidih sebanyak 210
mL (diukur menggunakan gelas ukur 100 mL dan gelas ukur 10 mL).
2. Kalsium Saccharat sebanyak 2,5 g dimasukkan kedalam beaker glass
utama yang berisi larutan Kalsium Glukonat kemudian diaduk
menggunakan batang pengaduk sampai larut dan homogen.
3. NaCl sebanyak 0,944 g dimasukkan kedalam beaker glass 100 ml
kemudian dilarutkan dengan aqua pro injeksi sebanyak 10 ml (diukur
dengan gelas ukur 10 ml), kemudian larutan NaCl dimasukkan kedalam
beaker glass utama I, diaduk menggunakan batang pengaduk hingga
homogen, beaker glass dibilas dengan aqua pro injeksi 2 ml sebanyak 2
kali, larutan bilasan dimasukkan kedalam beaker glass utama I.
4. Karbon aktif sebanyak 0,5 g dimasukkan kedalam beaker glass utama
kemudian diaduk.
5. Aqua pro injeksi ditambahkan kedalam beaker glass utama hingga batas
White area kalibrasi (400 mL) atau sampai volumenya 80% dari total volume.
(Ruang 6. Beaker glass utama ditutup dengan alumunium foil/kertas perkamen dan
pencampuran) disisipi batang pengaduk.
Grade C 7. Larutan dipanaskan diatas hot plate pada suhu 60oC selama 15 menit
dihitung setelah mencapai suhu 60oC, sambil sesekali diaduk dengan
batang pengaduk, suhu dicek menggunakan termometer.
8. Erlenmeyer , corong dan kertas saring rangkap 2 yang telah terlipat dan
steril disiapkan.
9. Larutan disaring selagi hangat dengan menggunakan kertas saring rangkap
2 dengan bantuan corong.
10. Larutan yang telah disaring dalam erlenmeyer dipindahkan ke dalam
beaker glass utama II.
11. Dilakukan pengukuran pH, ditambahkan pH adjuster apabila diperlukan
pH Adjuster berfungsi agar pH sediaan masuk ke dalam rentang pH 6,5 –
7,5, dapat digunakan NaOH sebagai alkalizing agent dan HCl sebagai
acidifying agent.
12. Larutan dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL ditambahkan aqua pro
injeksi hingga batas kalibrasi
13. Larutan disaring menggukan membran filter 0,45 𝜇m dan dilakukan
penyaringan kembali menggunakan membran filter 0,22 𝜇m.
1. Larutan dimasukkan ke dalam gelas ukur 500 mL dan diukur larutan infus
White area
sebanyak 408 mL
(Ruang filling)
2. Larutan yang telah diukur dimasukkan kedalam botol infus 500 ml yang
Grade A
telah steril dengan bantuan corong.
background C
3. Botol ditutup dengan plakon karet steril kemudian diikat dengan simpul.
White area
Botol berisi sediaan infus disterilisasi akhir dengan metode panas lembab
(Ruang
(Autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit tekanan 2 atm)
sterilisasi)
White area
Dilakukan evaluasi sediaan infus (Uji pH, kejernihan, partikulat, kebocoran,
(Ruang
volume infus)
evaluasi)

X. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN


10.1 Uji Penetapan pH
a. Jenis evaluasi : Uji pH (Evaluasi Fisika)
b. Prinsip evaluasi :Pengukuran pH menggunakan pH meter
(Potensiometri) yang telah dibakukan dengan larutan
dapar dan elektrodanya telah dibilas dengan air bebas
CO2. Pengukuran pH dilakukan pada suhu 25±2oC
mengukur skala dengan harga pH mencapai 0,02
unit pH.
(Kemenkes RI, 2014).
c. Jumlah sampel : 1 botol dilakukan secara triplo
d. Persyaratan : pH berada pada rentang 6,5-7,5
e. Hasil pengamatan : 7,23; 7,23; 7,22
Rata-rata 7,2267±0,0004
f. Kesimpulan : Sediaan memenuhi syarat.

10.2 Uji Volume Injeksi dalam Wadah


a. Jenis evaluasi : Uji volume injeksi dalam wadah (Evaluasi fisika)
b. Prinsip evaluasi : Dipilih satu wadah atau lebih apabila volume 10
mL atau lebih. Diambil isi tiap wadah dengan alat
suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih
dari tiga kali volume yang akan diukur dan
dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang
tidak kurang dari 2,5 cm. Dikeluarkan gelembung
udara dari dalam jarum dan alat suntik dan
dipindahkan isi dalam gelas ukur kering volume
tertentu yang telah dibakukan sehingga volume
yang diukur menggunakan gelas ukur minimum
500 mL.
(Kemenkes RI, 2014).
c. Jumlah sampel : 1 botol infus
d. Persyaratan : Volume tidak kurang dari volume yang tertera
pada wadah bila diuji satu per satu (400 mL)
e. Hasil pengamatan : 408 ml
f. Kesimpulan : Sediaan memenuhi syarat

10.3 Uji Penetapan Kejernihan dan Warna


a. Jenis evaluasi : Uji penetapan kejernihan dan warna (Evaluasi
fisika)
b. Prinsip evaluasi : Wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu
dengan menyinari wadah dari samping dengan latar
belakang hitam untuk menyelidiki pengotor
berwarna putih dan latar belakang puith untuk
menyelidiki pengotor berwarna hitam dan
dibandingkan sediaan dengan cairan pembawa.
(Kemenkes RI,2014)
c. Jumlah sampel : 1 botol infus
d. Persyaratan : Sediaan jernih tidak berwarna
e. Hasil pengamatan : Sediaan jernih berwarna sedikit kekuningan
f. Kesimpulan : Sediaan tidak memenuhi syarat.

10.4 Uji Partikulat dalam Injeksi


a. Jenis evaluasi : Uji partikulat dalam injeksi (Evaluasi fisika)
b. Prinsip evaluasi : Memanfaatkan sensor penghamburan cahaya dan
mikroskopik. Sejumlah 3 alikot sampel yang masing-
masing volumenya tidak kurang dari 5 ml dituang
kedalam sensor cahaya penghitung penghamburan cahaya
kemudian dilakukan perhitungan banyaknya partikel pada
wadah dengan rmus P/V. Apabila tidak memenuhi batas
yang ditetapkan, larutan uji harus memenuhi prosedur
mikroskopik (tahap 2) dengan batas-batas tersendrii.
Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan partikulat
subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran
penyaring mikroskopi.
(Kemenkes RI, 2014).
c. Jumlah sampel : 1 botol
d. Persyaratan : Tidak lebih dari 25 partikel ukuran ≥10 µm dan
tidak lebih dari 3/ml ukuran ≥25 µm.
(Kemenkes RI, 2014)
e. Hasil pengamatan : Tidak terdapat partikel yang terlihat secara visual
f. Kesimpulan : Sediaan memenuhi syarat

10.5 Uji Kebocoran


a. Jenis evaluasi : Uji kebocoran (Evaluasi fisika)
b. Prinsip evaluasi : Wadah diletakkan secara terbalik diatas kapas atau
kertas saring kebocorannya.
(Agoes, 2009).
a. Jumlah sampel : 1 botol infus
b. Persyaratan : Tidak terjadi kebocoran
c. Hasil pengamatan : Tidak terjadi kebocoran
d. Kesimpulan : Sediaan memenuhi syarat

10.6 Uji Penetapan Kadar


a. Jenis evaluasi : Uji penetapan kadar (Evaluasi kimia)
b. Prinsip evaluasi : Sediaan ditambahkan HCl 3 N sebanyak 2 ml dan
air hingga 150 ml kemudian ditambah dinatrium
edetat memalui buret (titrasi), ditambahkan Hidroksi
naftol biru P dan dititrasi hingga titik akhir berwarna
biru (Kemenkes RI, 2014).
c. Jumlah sampel : 1 botol infus
a. Persyaratan : Kadar 95,0% -105,0% (Kemenkes RI, 2014)
d. Hasil pengamatan : Tidak dilakukan evaluasi
e. Kesimpulan :-

10.7 Uji Endotoksin


a. Jenis evaluasi : Uji endotoksin (Evaluasi biologi)
b. Prinsip evaluasi : Menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL),
menggunakan teknik jendal gel dan fotometrik.
Teknik pembentukan jendal gel dilakukan dengan
membandingkan langsung endotoksin baku dan
jumlah endotoksin sampel dinyatakan dalam unit
endotoksin (UE). Nilai endotoksin dihitung dari
logaritma titik akhir e dan dihitung antilogaritma
dari nilai rata-rata. (Kemenkes RI, 2014).
c. Jumlah sampel :-
b. Persyaratan : Tidak lebih dari 0,17 unit endotoksin FI per mg
Kalsium Glukonat (Kemenkes RI, 2014).
d. Hasil pengamatan : Tidak dilakukan evaluasi
e. Kesimpulan :-

10.8 Uji Pirogen


a. Jenis evaluasi : Uji pirogen (Evaluasi biologi)
b. Prinsip evaluasi :Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah
penyuntikkan larutan uji secara IV ditujukkan untuk
sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci
dengan penyuntikkan <10mL/kg bb dalam jangka
waktu <10 menit (Kemenkes RI, 2014).
c. Jumlah sampel :-
d. Persyaratan : Tidak ada satupun kelinci menunjukkan kenaikan
suhu 0,5oC atau lebih (Kemenkes RI, 2014).
e. Hasil pengamatan : Tidak dilakukan evaluasi.
f. Kesimpulan :-

10.9 Uji Sterilisasi


a. Jenis evaluasi : Uji sterilisasi (Evaluasi biologi)
b.Prinsip evaluasi : Menguji suatu bahan dengan teknik inokulasi
langsung atau filtrasi langsung untuk melihat ada
tidaknya pertumbuhan mikroba, menggunakan
media tioglikonat cair dan soybean casein digest.
(Kemenkes RI, 2014)
c. Jumlah sampel :-
d. Persyaratan : Media yang berisi sedian tidak ditumbuhi
mikroorganisme.
e. Hasil pengamatan : Tidak dilakukan evaluasi
f. Kesimpulan :-

10.10 Uji Identifikasi Zat Aktif


a. Jenis evaluasi : Identifikasi zat aktif
b. Prinsip evaluasi : larutan (1 dalam 50) menunjukkan reaksi yang
Kalsium dengan cara A dan B yang tertera pada
Uji identifikasi umum. Uji penetapan dilakukan
dengan cara KLT.
(Kemenkes RI, 2014).
c. Jumlah sampel :-
d. Persyaratan : nilai Rf dari sediaan sama sengan nilai Rf Kalsium
Glukonat BPFI.
e. Hasil pengamatan : Tidak dilakukan evaluasi
f. Kesimpulan :-

XI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan membuat sediaan parenteral steril yaitu
sediaan infus Kalsium Glukonat 4% dan Kalsium Saccharat 0,5. Kalsium
merupakan salah satu elektrolit yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang
sedikit. Sediaan kalsium dapat diberikan secara oral maupun injeksi yang
digunakan untuk penderita defisiensi kalsium. Pada penggunaan oral tidak dapat
digunakan untuk penderita defesiensi kalsium yang akut karena memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mencapai obat dapat bekerja dalam tubuh hal ini
disebabkan obat harus diabsorbsi terlebih dahulu di dalam saluran pencernaan.
Sediaan kalsium dapat diberikan secara injeksi yang dapat digunakan untuk
penderita hopokalemia akut. Berdasarkan perhitungan dosis untuk volume
pemberian, Kalsium glukonat dibutuhkan >10 mL dalam sekali injeksi sehingga
sediaan injeksi intravena yang dibuat dalam bentuk Large Volume Parenteral
(LVP) atau infus (Agoes, 2009).
Dalam sediaan garam kalsium yang sering digunakan adalah kalsium
klorida dan kalsium glukonat. Kalsium klorida merupakan garam yang dapat
mengiritasi maka jenis garam yang dipilih adalah garam kalsium glukonat untuk
menghindari iritasi (Sweetman, 2009). Rute pemberian sediaan injeksi garam
kalsium glukonat dapat diberikan secara intramuskular, subkutan, dan intravena.
Kalsium glukonat yang diberikan secara intramuskular dapat menyebabkan iritasi
sedangkan penggunaan secara subkutan menyebabkan nekrosis pada kulit. Untuk
menghindari efek yang tidak diinginkan maka kalsium glukonat dapat diberikan
secara intravena (Sweetman, 2009).
Berdasarkan data kelarutan, Kalsium glukonat agak larut dalam air dan
mudah larut dalam air mendidih (Kemenkes RI, 2014) sehingga dalam
pembuatannya Kalsium glukonat dilarutkan dalam air mendidih. Selain itu
Kalsium glukonat tidak mengalami hidrolisis sehingga tetap stabil terhadap air
maka sediaan dapat dibuat dalam bentuk larutan. Sediaan infus merupakan salah
satu sediaan steril yang harus bebas dari pirogen, maka pembawa atau air yang
digunakan adalah aqua pro injeksi.
Pada penyimpanan Kalsium glukonat secara tunggal dapat menjadi jenuh,
untuk menghindari hal tersebut dapat ditambahkan stabilizing agent. Stabilizing
agent yang digunakan adalah Kalsium saccharat 0,5% (Sweetman, 2009).
Kalsium saccharat selain sebagi penstabil berfungsi sebagai peningkat kelarutan
Kalsium glukonat atau disebut dengan salting in antara Kalsium glukonat dan
Kalsium saccharat (USP Convention, 2007).
Dalam sediaan parenteral infus terdapat beberapa syarat yang harus
diperhatikan diantaranya adalah isohidris. Sediaan injeksi harus dibuat isohidris.
Isohidris adalah pH yang berada di dalam tubuh dengan pH yang terdapat dalam
obat sama. Cairan fisiologis plasma dan ekstrasel memiliki pH 7,35-7,45 (Aulton,
2013). pH stabilitas yang dimiliki oleh sediaan infus Kalsium glukonat adalah 6,0-
8,2 (Kemenkes RI, 2014). pH yang dibuat untuk sediaan adalah 6,5-7,5 unntuk
mencapai pH tersebut maka dapat ditambahkan HCl sebagai acidifying agent
apabila terlalu basa atau NaOH sebagai alkalizing agent apabila terlalu asam.
Selain harus isohidris sediaan injeksi infus harus dibuat isotonis. Isotonis
adalah keadaan dimana tekanan osmotis yang terdapat di dalam obat sama dengan
tekanan osmotis yang terdapat di dalam tubuh. Apabila obat yang diinjeksikan
bersifat hipotonis maka sel akan mengembang dan menyebabkan lisis sedangkan
apabila obat yang diinjeksikan bersifat hipertonis maka sel akan mengkerut
(Aultons, 2013). Berdasarkan perhitungan tonisitas bahwa sediaan infus Kalsium
glukonat 4% dan Kalsium saccharat 0,5% bersifat hipotonis sehingga perlu
penambahan pengisotonis. Pengisotonis yang digunakan adalah NaCl agar
diperoleh tonisitas 0,9% yang setara dengan kondisi tubuh. Pada proses
pembuatan diperlukan penambahan NaOH 0,1 N sebanyak 10 tetes untuk
mencapai pH yang diinginkan.
Pada sediaan parenteral infus harus terbebas dari pirogen karena pirogen
dapat menyebabkan demam dan volume yang diberikan untuk sediaan infus besar.
Pirogen merupakan suatu substansi yang dapat menyebabkan suhu pada tubuh
meningkat (Kemenkes RI, 2014). Semakin besar suatu volume sediaan, maka
kemungkinan besar adanya pirogen juga semakin besar. Untuk meminimalisir
jumlah pirogen yang terkandung dalam sediaan dapat ditambahkan depirogenasi
pada proses pembuatan. Depirogenasi yang digunakan dapat berupa karbon aktif.
Mekanisme kerja dari karbon aktif yaitu dapat menyerap partikel dan
pirogen yang terdapat dalam larutan infus. Pada proses pembuatan, karbon aktif
dimasukan ke dalam sediaan infus lalu dipanaskan pada suhu 60-70˚C selama 15
menit sambil diaduk dengan batang pengaduk sesekali. Suhu yang digunakan 60-
70˚C merupakan aktifitas terbaik dalam menyerap pirogen atau partikel. Selain
pirogen dan partikel yang dapat diserap oleh karbon aktif bahan aktif (Kalsium
glukonat) dapat ikut terserap. Maka dari itu kadar pada bahan aktif (Kalsium
glukonat) dilebihkan 5% dari kadar kemurniaan yang didapatkan dalam pustaka
(Kemenkes RI, 2014).
Formula yang digunakan dalam sediaan infus/ Large Volume Parenteral
(LVP) adalah bahan aktif, pengisotonis, pengadjust pH, dan pembawa. Tidak
diperbolehkan adanya dapar dan pengawet. Volume yang diberikan pada sediaan
infus yaitu ≥100 mL dan hanya digunakan untuk single dose. Apabila adanya zat
pendapar dalam sediaan infus dikhawatirkan akan mengganggu pH dapar yang
terdapat di dalam tubuh karena tubuh memiliki dapar tersendiri. Apabila diberikan
secara multiple dose jika sudah dibuka akan kontak dengan jarum maka
berpotensi adanya kontaminasi.
Pada sediaan infus steril tidak diperbolehkan kurang dari volume yang
tertera, maka volume sediaan yang dianjurkan untuk sediaan encer dan lebih dari
50 mL dilebihkan sebanyak 2% (Kemenkes RI, 2014). Pada saat pembuatan
kemungkinan akan kehilangan zat pada saat pembilasan, penyaringan, dan
evaluasi sehingga dilebihkan menjadi 500 mL. Untuk menjamin stabilitas selama
proses sterilisasi akhir dan penyimpanan maka diperlukan wadah yang sesuai
yaitu wadah gelas tipe I borosilikat.
Proses pembuatan infus Kalsium glukonat dan Kalsium saccharat harus
dikerjakan pada kondisi yang bebas mikroorganisme viabel untuk menghindari
bahaya infeksi atau keadaan steril. Tahapan pembuatan sediaan infus yang
pertama yaitu sterilisasi alat yang dilakukan di grey area.
Alat-alat disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakanm metode sterilisasi
yang sesuai. Untuk alat yang terbuat dari kaca maka menggunakan metode panas
kering dengan menggunakan oven pada suhu 170⁰C selama 1 jam, sedangkan
untuk alat yang terbuat dari membrane berpori dapat dilakukan sterilisasi dengan
menggunakan metode panas lembab dengan autoklaf pada suhu 121⁰C selama 15
menit pada tekanan 15 Psi. Bahan-bahan yang digunakan harus dilakukan
sterilisasi sesuai dengan monografi masing-masing bahan.
Sediaan infus Kalsium glukonat yang telah selesai dibuat, dimasukkan ke
dalam wadah dosis tunggal terbuat dari kaca tipe I tertutup baik (Kemenkes
RI,2014). Setelah itu dilakukan sterilisasi akhir dengan metode panas lembab
(Autoklaf suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 15 Psi) dikarenakan bahan
aktif stabil pada suhu tinggi. Sediaan larutan infus yang telah disterilisasi
menunjukkan perubahan warna yang semula bening menjadi agak kekuningan, hal
tersebut dapat terjadi karena adanya penambahan Kalsium saccharat sebagai
pengstabil. Kalsium saccharat memiliki stabilitas panas yang tidak stabil pada
suhu sangat tinggi. Sediaan larutan infus dilakukan evaluasi pH, volume injeksi
dalam wadah, penetapan kejernihan dan warna, uji partikulat dan uji kebocoran.
Uji sterilitas, endotoksin, pirogen dan penetapan kadar tidak dilakukan karena
keterbatasan waktu dan alat.
Uji penetapan pH menggunakan pH meter, pengujian dilakukan secara
triplo agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Sediaan infus yang dicek memiliki
pH berturut-turut pada 3 kali pengulangan yaitu 7,23; 7,23 dan 7,22, sehingga
rata-rata pH sediaan infus yaitu 7,2267±0,0004. pH sediaan infus yang dibuat
memenuhi syarat karena masuk kedalam rentang pH stabilitas sediaan infus
Kalsium glukonat 6,0-8,2 dan memasuki rentang pH yang diinginkan yaitu 6,5-
7,5.
Uji volume injeksi dalam wadah dilakukan dengan menuangkan sediaan
larutan infus kedalam gelas ukur 500 mL. Volume sediaan infus tersebut adalah
408 mL, volume tersebut memenuhi syarat karena volumenya tidak kurang dari
volume yang tertera pada etiket (400 ml).
Uji partikulat dilakukan dengan menggunakan sorot lampu terhadap
sediaan larutan infus menggunakan senter dengan latar belakang hitam, kemudian
diganti dengan latar belakang putih. Latar belakang hitam bertujuan agar partikel
pengotor berwarna putih atau tidak berwarna dapat terlihat secara visual
sedangkan latar belakang putih bertujuan agar partikel pengotor berwarna hitam
dapat terlihat secara visual. Syarat dalam penetapan kejernihan tidak adanya
partikel berwarna maupun tidak berwarna dalam sediaan. Berdasarkan evaluasi
penetapan kejernihan, sediaan larutan infus tidak terdapat partikel pengotor
sehingga memenuhi syarat.
Uji kejerniah dilakukan dengan prosedur yang sama seperti penetapan
partikulat dibandingkan dengan larutan pembawa yaitu aqua pro injeksi. Syarat
dari kejernihan yaitu kejernihan sama dengan larutan pembawa. Berdasarkan hasil
evaluasi, sediaan larutan infus yang dibuat adalah jernih tetapi warnanya
kekuningan sehingga tidak memenuhi syarat.
Uji kebocoran dilakukan dengan membalikan sediaan larutan infus dalam
wadah yang dibawahnya dialasi dengan kertas coklat diamati selama 1 jam.
Berdasarkan hasil evaluasi, tidak terjadi kebocoran karena tutup wadah tertutup
rapat sehingga memenuhi syarat.

XII. KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi/ infus adalah sebagai
berikut:

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan


(%)
1. Kalsium glukonat 4,2 Bahan aktif
2. Kalsium saccharat 0,5 Bahan penstabil zat aktif
3. Karbon aktif 0,1 Adsorben / depirogensi
4. NaCl 0,2922 Pengisotonis
5. NaOH 0,1 N 10 tetes pH adjuster (alkalizing agent)
6. Aqua pro injeksi Ad 100 Pembawa
Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan injeksi Kalsium
guikonat 4% dan Kalsium saccharat 0,5% adalah sterilisasi akhir dengan
menggunkan metode panas lembab menggunakan autoklaf pada suhu 121⁰C
selama 15 menit dengan tekanan 15 psi.
Dari evaluasi didapatkan bahwa sediaan injeksi yang dibuat adalah
Kalsium glukonat 4% dan Kalsium saccharat 0,5% memenuhi syarat (berdasarkan
hasil evaluasi) kecuali pada kejernihan. Infus Kalsium glukonat 4% dan Kalsium
saccharat 0,5% memiliki warna kekuningan.
XIII. DAFTAR PUSTAKA
Abate, M. and Abel, S. K., 2006, Remington: The Science and Practice of
Pharmacy 21st Edition. Lippincott Williams and Wilkins, 772, University of
The Sciences, Philadelphia.

Agoes, G. (2009). Sediaan Farmasi Steril. Bandung: Penerbit ITB.

Anief, Moh. (2006). Ilmu Meracik Obat, Jakarta : Universitas Gadjah Mada Press

Ansel, H.C., (2014). Pengantar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press.


Jakarta

Aulton, M.E., dan Taylor K.M.G., (2013), Aulton’s Pharmaceutics: The Design
and Manufacture of Medicines, Fourth Edition, Churcihill Livingstone
Elsevier
British Pharmacopoeia Comission. (2009). British Pharmacopoeia 2009. London:
British Pharmacopoeia.

Brunton, Laurence, et al., (2007). Dasar Farmakologi Terapi edisi ke-10


diterjemahkan oleh Amalia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Felton, L.A. (2013). Remington Essentials of Pharmaceutics. USA:


Pharmaceutical Press.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi


V, Jakarta: Departemen Kesehatan.

Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik, Edisi 4. Volume 2, Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk. Jakarta : EGC

Priyambodo, B., (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global


Pustaka Utama

Pubchem. (2009). https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/coumpound/Calcium-


saccharate. [Diakses pada tanggal 27 Agustus 2019]
Rowe, Raymond C, dkk. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi
VI. USA: Pharmaceutical Press.

Sweetman, S.C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference Thirty Sixth
Edition. New York: Pharmaceutical Press.

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Tjay, Tan H. & Kirana Rahardja. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat,


Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.

Trissel, Lawrence A. (2006). Handbook on injectable drugs (14th ed). USA:


American Society.

USP Convention. United States Pharmacopeia 30 NF 25. Amerika : United


States.
XIV. LAMPIRAN
a. Kemasan Sekunder

b. Kemasan Primer
c. Brosur

d. Hasil Evaluasi

Gambar 1 Gambar 2
Evaluasi kebocoran Evaluasi bebas partikulat
Gambar 3
Evaluasi uji pH

Gambar 4 Gambar 5
Evaluasi kejernihan Evaluasi volume injeksi

Anda mungkin juga menyukai