Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroroganisme baik vegetatif atau

bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III,

injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus

dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan

cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir (FI.III

1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang

dikemas dalam wadah 100 ml. atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa

diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat

menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (FI.IV.1995).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,

emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu

sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau

melalui kulit atau melalui selaput lendir. (FI.III.1979)

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang

dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa

diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat

menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FILIV.1995)

Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah

salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki

kapasitas atau volume 0,5 mL-100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau
ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan

volume sebanyak 5 mL atau (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika 1.2011)

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan injeksi

adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau

disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara perenteral, suntikan dengan cara

menembus, atau merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir.

Rute-rute Injeksi meliputi:

1. Intradermal

Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti

sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat

pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi

disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena

absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat

yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.

2. Intramuskular

Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular

menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih

besar daripada rute subkutan.

3. Intravena

Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak

konsentrasi balam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat

diperoleh hampir sekejap.

4. Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan

dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit

daripada yang diberikan dengan IV atau IM.

Keuntungan injeksi:

1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi

pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.

2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat

dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.

3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara

injeksi.

4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien

harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak

dapat menerima obat secara oral.

5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti

pada gigi dan anestesi.

6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia,

termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin

periode panjang secara i.m

7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan

elektrolit.

8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi

melalui rute parenteral.

9. Aksi obat biasanya lebih cepat.


10. Seluruh dosis obat digunakan.

11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan

secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.

12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika

diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.

13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan

hidupnya.

Kerugian Injeksi:

1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang

lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lainPada pemberian parenteral dibutuhkan

ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat

dihindari.

2. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek

fisiologisnya.

3. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih

mahal dibandingkan metode rute yang lain.

4. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit

untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.

5. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.

6. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien

hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk

dikembalikan lagi.
7. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau

mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi

phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.

Komposisi Injeksi:

1. Bahan aktif

Data zat aktif yang diperlukan (Preformulasi)

a. Kelarutan

Terutama data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk

larutan air paling dipilih pada pembuaan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan

untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan

dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak.

Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat sediaan suspensi.

Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum

memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan

mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk

kompleksnya.

b. pH stabilita

pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga

diharapkan kerja farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan

asam encer, basa lemah atau dapar.


c. Stabilitas zat aktif

Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa. metoda

sterilisasi atau cara pembuatan. Beberapa factor yang mempengaruhi penguraian zat

aktif adalah:

- Oksigen (Oksidasi) Pada kasus ini. setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas

nitrogen dan ditambahkan antioksidan.

- Air (Hidrolisis) Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif:

 Dibuat pH stabilitanya dengan penambahan asam/basa atau buffer .

 Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti

campuran pelarut air-gliserin propilenglikol atau pelarut campur lainnya.

 Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.

- Suhu Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti

filtrasi.

- Cahaya Pengaruh cahaya matahari penggunaan wadah berwarna cokelat. dihindari

dengan sinar matahari secara langsung.

- Tak tersatukannya (homogenitas) zat aktif, Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau

farmakologi.

d. Dosis

Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian. Rute pemberian yang

akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi. dalam hal: Volume maksimal

sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (Lihat datanya pada bagian rute

pemberian).
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian. Isotonisitas dari sediaan

juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena isotonisitas menjadi

kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu

pengenceran dan 'adjust' oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus isotonis.

2. Bahan Pembawa

Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air. Sebagian besar produk

parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompatibilitas air dengan

jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta

dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan

ikatan hydrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan

amin.

Syarat air untuk injeksi menurut USP :

a. Harus dibuat segar dan bebas pirogen.

b. Tidak mengndung lebih dari 10 ppm dari total zat padat.

c. pH antara 5-7.

d. Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan ammonium karbondioksida, dan

kandungan logam berat serta material organik (tanin, lignin), partikel berada pada batas

yang diperbolehkan.

Syarat-syarat Injeksi:

1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi

yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).

2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.

3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4. Sterilitas.

5. Bebas dari bahan partikulat.

6. Bebas dari Pirogen.

7. Kestabilan.

8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.

Wadah Injeksi:

Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai

cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan,

mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu

penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari

bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan

untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal 10).

Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di

dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan

khasiat, mutu dan kemurniannya, (FI ed. III).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Formula Sediaan Steril?

2. Bagaimana Cara Merancang Metode Pembuatan Sediaan Steril?

3. Bagaimana Cara Merancang Pembuatan Sediaan Steril?

4. Bagaimana Cara Merancang Kemasan Sediaan Steril?

5. Bagaimana Cara Evaluasi Sediaan Steril ?


C. Tujuan

a. Mahasiswa mampu menerapkan alur proses strelisasi alat, bahan baku, dan, pengemas.

b. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip alur kerja ruangan steril.

c. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip kerja prioses pembuatan sediaan steril volume

kecil dosis tunggal.

d. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip evaluasi pengujian sediaan steril volume kecil

dosis tunggal dan pengolahan data hasil percobaan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Sediaan injeksi merupakan sediaan steril yang bebas dari kontaminasi pirogenik,

endotoksin, partikulat, stabil secara fisika, kimia, dan mikrobiologi, isotonis, dan isohidris.

Salah satu faktor penting untuk memastikan sediaan injeksi terbebas dari partikulat adalah

inspeksi visual oleh seorang operator, keakuratan dari hasil inspeksi visual ini sangat

bergantung kepada ukuran partikel dan pengalaman dari operator (Deti Dewantisari, 2020).

Salah satu bentuk sediaan yang sering digunakan adalah injeksi, menurut Farmakope

Indonesia Edisi IV, injeksi umumnya berupa larutan obat dalam air yang bisa diberikan

secara intravena dan dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Sediaan steril injeksi dapat

berupa ampul, ataupun berupa vial (Deti Dewantisari, 2020)

Furosemid merupakan obat yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan ekskresi

natrium dalam urin dan mengurangi tanda-tanda fisik dari retensi cairan padapasien dengan

gagal jantung. Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung atau

kelainan jantung yang berpengaruh terhadap perikardium, katup jantung, dan miokardium.

Efek diuretik furosemide dapat menyebabkan deplesi cairan dan elektrolit dalam tubuh

(Mawaqit, 2017)

Furosemid digunakan untuk terapi hipertensi intrakranium, membantu mencegah

terjadinya retensi cairan dengan menghambat Anti Diuretik Hormon. Injeksi merupakan

sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek

jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir (Putri, 2005)

B. Uraian Bahan

1. Furosemid (FI Edisi III, 1979 : hal. 262)

Nama Resmi : FUROSEMIDUM

Nama lain : Furosemida

RM/BM : C12H11CIN2O5S/330,74

Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih; tidak berbau; hampir tidak

berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform P, larut dalam 75

bagian etanol (95%) P dan dalam 850 bagian eter P; larut dalam

larutan alkali hidroksida.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat : Diuretikum.

2. Natrium Hidroksida (FI Edisi III, 1979 : hal. 412)

Nama Resmi : NATRII HYDROXYDUM

Nama Lain : Natrium Hidroksida


RM/BM : NaOH/40,00

Rumus Struktur :

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping, kering, keras,

rapuh dan menunjukkan susunan hablur; putih, mudah meleleh

basah.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat : Zat tambahan.

3. Natrium Klorida (FI Edisi III, 1979 : hal. 403)

Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM

Nama Lain : Natrium Klorida

RM/BM : NaCI/58,44

Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak

berbau; rasa asin.

Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam

lebih kurang 10 bagian gliserol P; sukar larut dalam etanol (95%) P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.


Khasiat : Sumber ion klorida dan ion natrium.

4. Water Pro Injection (FI Edisi III, 1979: hal. 97)

Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION

Nama Lain : Air untuk Injeksi

RM/BM : H2O/18,02

Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap.

Khasiat : Untuk pembuatan injeksi.


BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

Adapun alat yang akan di gunakan pada percobaan ini yaitu :

1. Kaca arloji

2. Gelas kimia

3. Pipet tetes

4. Batang pengaduk

5. Erlenmeyer

6. Kertas saring

7. Corong

8. Cawan porselin

9. Gelas ukur

10. Vial

Adapun bahan yang akan digunakan pada percobaan ini yaitu :

1. Vitamin B6 250 mg

2. Benzyl alcohol 1 %

3. Air untuk injeksi ad 5 ml

4. Tissue/kapas

5. Kertas saring
B. Cara kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang di perlukan dilakukan sterilisasi terlebih dahulu

2. Ditimbang vitamin B6 sebanyak 1,200 mg didalam cawan porselin dan benzyl

alcohol sebanyak 0,05 mg di dalam kaca arloji

3. Disiapkan air untuk injeksi secukupnya kedalam gelas kimia kemudian ditambahkan

sedikit demi sedikit vitamin B6 aduk ad larut dan benzyl alcohol ad larut

4. Disiapkan Erlenmeyer corong dan kertas saring yang telah di basahi sedikit air untuk

injeksi

5. Disaring larutan dalam beaber gelas melalui corong kedalam Erlenmeyer yang telah

disiapkan

6. Gelas kimia bekas campuran dibilas dengan sisa API hasil bilasannya di masukkan ke

dalam campuran yang telah di saring

7. Dimasukkan volume larutan hingga 2 ml dengan API

8. Dimasukkan pengecekan PH dan PH yang di harapkan 2-3,8 jika Ph yang di dapat

tidak sesuai maka bisa ditambahkan asam encer yaitu Hcl 15 tetes sampai Ph

mendekati Ph stabilitas zat aktif

9. Setelah Ph sesuai dimasukkan ke dalam wadah vial menggunakan spoit 6cc sebanyak

5,3 ml

10. Tutupi vial dengan penutu p karet dan di lapisi dengan amilum foil
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pembahasan

1. Tabel hasil pengamatan vial B6

No Jenis Evaluasi Hasil Standar Litelatur Kesimpulan

1. Kebocoran Untuk cairan Tidak Syarat uji Sesuai

yang tiddak bocor. kebocoran yaitu

berwarnah adanya zat

diambil tissue lalu warnah vial

vial dan diletekan dimasukan

ditissue lalu di kewadah tersegel

balik kebawah yang kedap udara

dan perhatikan untuk suatu dosis

apakah basah atau tunggal obat

tidak. sehingga secara

sempurnah

menghalangi tiap

perubahan antara

isi vial yang

disegel (Lachman

3, hal:1354).
2. Kejerniha Memeriksa wadah Ada Harus benar- Tidak sesuai

n vial dibawah partik benar bebas dari

penerangan el partikel kecil

cahaya yang baik kecil yang dapat dilihat

terhadap refleksi oleh mata

keadaannya (Lachman, 1994).

dengan rangkaian

ini disesuaikan.

3. Partikel Pemeriksaan Ada Metode evaluasi Sesuai

asing dilakukan dengan dengan alat unruk

diambil vial benda-benda kecil

kemudian dikasi cairan-cairan

latar belakang mengandung

yang berwarnah penderangan

putih dan hitam cahaya dan

dan di senter pada absorsi hambatan

bagianbawah vial listrik telah

apakah terdapat diperoleh untuk

partikel asing atau memperoleh

tidak. bilangan partikel

dan distribusi

ukuran partikel

(Lachman 3, hal:
1354.

4. PH Untuk PH 6 Pada kisaran PH Tidak sesuai

menentukan pencegahan ion

pengaruh PH laju reaksi

terhadap reaksi mungkin tidak

penurungan dan terpengaruh oleh

pengurangan PH atau terkalitas

diukur pada oleh ion hidrogen

konsentrasi ion dan ion hidroloss

homogen. tetap konsentrasi

(Lachman 3, hal:

1522).

B. Pembahasan

Pada raktikum kali ini yaitu mahasiswa membuat sediaan vial vitamin B6, dan untuk

sediaan vial B6 ini harus melalui beberapa uji untuk menentukan bahwa pembuatan sediaan

vial B6 ini sesuai dengan litelatur.

Pada tabel hasil pengamatan diatas pada uji pertama yaitu uji kebocoran yaitu dengan

cara cairan bening tidak berwarnah diambil tissue dan diletakan viall yang berisi cairan dan

diletakan pada tissue dan di balik kebawah dan diperhatikan dan diamati apabila tissu basah

makan terjadi kebocoran sebaliknya dengan tissue tidak basah maka tidak terjadi kebocoran

hal ini sesuai dengan litelatur yang tercantum pada buku ( Lachman 3 Hal: 1354). Pada uji

kedua yaitu uji kejernihan dengan cara memeriksa wadah vial dibawah penerangan cahaya
yang baik terhadap refleksi keadaannya dengan rangkaian ini disesuaikan, dan terdapat

partikel asing hal ini tidak sesuai dengan litelatur yaitu Harus benar-benar bebas dari partikel

kecil yang dapat dilihat oleh mata (Lachman, 1994).

Pada uji ketiga yaitu uji partikel asing dimana pada uji partikel asing ini dilakukan

dengan cara pemeriksaan dilakukan dengan diambil vial kemudian dikasi latar belakang yang

berwarnah putih dan hitam dan di senter pada bagianbawah vial apakah terdapat partikel asing

atau tidak dan hasilnya ada ini sesuai dengan litelatur yaitu Metode evaluasi dengan alat unruk

benda-benda kecil cairan-cairan mengandung penderangan cahaya dan absorsi hambatan

listrik telah diperoleh untuk memperoleh bilangan partikel dan distribusi ukuran partikel

(Lachman 3, hal: 1354.)

Pada uji keempat yaitu pengujian yang terakhir uji PH dimana uji PH ini dilakukan

dengan cara untuk menentukan pengaruh PH terhadap reaksi penurungan dan pengurangan

diukur pada konsentrasi ion homogen dan hasil yang didapat itu PH6 hal ini tidak sesuai

dengan litelatur yaitu pada kisaran PH pencegahan ion laju reaksi mungkin tidak terpengaruh

oleh PH atau terkalitas oleh ion hidrogen dan ion hidroloss tetap konsentrasi (Lachman 3,

hal: 1522).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stabilitas suatu sediaan tidak hanya ditentukan oleh stabilitas zat berkhasiatnya

saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kemasannya, karena bahan pengemas yang berkualitas

rendah dapat menurunkan stabilitas sediaan.

Vial merupakan wadah dosis berganda yang ditutup dengan tutup yang dibuat

dari karet atau plastik. Karet tutup vial dibuat dari karet alam atau sintetis atau bahan lain

yang cocok, yang pada pembuatannya ditambahkan bahan-bahan tertentu untuk

memperbaiki sifat-sifat fisika dan kimianya. Telah diketahui bahwa karet bukan

merupakan bahan yang inert, karena karet dapat melepaskan berbagai zat ke dalam

larutan, dapat bereaksi dengan bahan obat dalam sediaan dan dapat menyerap berbagai

zat dari dalam larutan.

Volume yang dimasukkan ke dalam vial adalah 5 mL. Tiap 5 mL mengandung

Vitamin B6 sebanyak 250 mg, Benzyl Klorida sebanyak 0,05 mg, dan Water Pro

Injection ditambahkan sampai batas 5 mL.

Setelah dilakukan cek pH, evaluasi terhadap kejernihan sediaan, evaluasi

terhadap partikel asing sediaan, dan evaluasi terhadap kebocoran sediaan, diketahui

bahwa larutan yang dihasilkan mempunyai pH 7, larut dengan homongen dan agak jernih,

karena adanya sedikit partikel yang melayang pada larutan karena kurang bersihnya vial

dan wadah tempat penyimpanan larutan sebelum dimasukkan kedalam vial dan tidak

terjadi kebocoran pada wadah sediaan vial.


B. Saran

Penting bagi seorang mahasiswa farmasi mengetahui cara preformulasi dan

formulasi sediaan injeksi vial, cara perhitungan tonisitas dan mengetahui pentingnya cara

sterilisasi sediaan injeksi vial karena injeksi vial harus selalu steril.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard.C 1989. Pengantar bentuk sediaan farmasi edisi III. Jakarta Universitas

Indonesia.

Farmakope Indonesia edisi III 1979. Jakarta, Dirjen POM.

Farmakope Indonesia edisi IV, 1995. Jakarta Ditjen POM.

American Pharmateotical Asosiation, Handbook Of Pharmatestical exipien edisi th ❑2. London :

The Pharmateutical Press.

Moh. Anief, 1997. Ilmu meracik obat teori dan praktik. Yogyakarta : Ghadja Mada Univershy

press.

Suryani, Nelly M.SI dan Sulistawati Apt. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan Steril.

Jakarta: Univershy Press.

Departemen of Pharmateutical, twenty eight edition The extra pharmacopeia science martindale,

1982. London the pharmateutical press.

Ioni 2017, Informatiorium obat nasional Indonesia Jakarta.

Fornas edisi ke II 1978 Departemen Kesehatan.IAI 2019, Informasi Spesialiti obat Indonesia

Formularium Indonesia Jakarta.

Farmakologi dan terapi, edisi VI, 2016 : Jakarta. Departemen Farmakologi dan Terapi.

Anda mungkin juga menyukai