PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroroganisme baik vegetatif atau
bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III,
injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir (FI.III
1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 ml. atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa
diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa
diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah
salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki
kapasitas atau volume 0,5 mL-100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau
ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara perenteral, suntikan dengan cara
menembus, atau merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
1. Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti
sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat
pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi
disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena
absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat
2. Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular
menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih
3. Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak
konsentrasi balam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat
4. Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan
dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit
Keuntungan injeksi:
1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi
pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat
3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara
injeksi.
4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien
harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti
6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia,
termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan
elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi
11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan
12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika
13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan
hidupnya.
Kerugian Injeksi:
1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lainPada pemberian parenteral dibutuhkan
ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat
dihindari.
2. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek
fisiologisnya.
3. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih
4. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit
5. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
6. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk
dikembalikan lagi.
7. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau
mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi
Komposisi Injeksi:
1. Bahan aktif
a. Kelarutan
Terutama data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk
larutan air paling dipilih pada pembuaan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan
untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan
dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak.
Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat sediaan suspensi.
Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum
memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan
mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk
kompleksnya.
b. pH stabilita
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa. metoda
sterilisasi atau cara pembuatan. Beberapa factor yang mempengaruhi penguraian zat
aktif adalah:
- Oksigen (Oksidasi) Pada kasus ini. setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas
- Air (Hidrolisis) Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif:
Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti
Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.
- Suhu Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti
filtrasi.
- Tak tersatukannya (homogenitas) zat aktif, Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau
farmakologi.
d. Dosis
Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian. Rute pemberian yang
akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi. dalam hal: Volume maksimal
sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (Lihat datanya pada bagian rute
pemberian).
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian. Isotonisitas dari sediaan
juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena isotonisitas menjadi
kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu
pengenceran dan 'adjust' oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus isotonis.
2. Bahan Pembawa
Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air. Sebagian besar produk
parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompatibilitas air dengan
jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta
dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan
ikatan hydrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan
amin.
c. pH antara 5-7.
d. Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan ammonium karbondioksida, dan
kandungan logam berat serta material organik (tanin, lignin), partikel berada pada batas
yang diperbolehkan.
Syarat-syarat Injeksi:
1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi
3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4. Sterilitas.
7. Kestabilan.
Wadah Injeksi:
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai
cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan,
mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu
bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan
untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal 10).
dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan
B. Rumusan Masalah
a. Mahasiswa mampu menerapkan alur proses strelisasi alat, bahan baku, dan, pengemas.
c. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip kerja prioses pembuatan sediaan steril volume
d. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip evaluasi pengujian sediaan steril volume kecil
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Sediaan injeksi merupakan sediaan steril yang bebas dari kontaminasi pirogenik,
endotoksin, partikulat, stabil secara fisika, kimia, dan mikrobiologi, isotonis, dan isohidris.
Salah satu faktor penting untuk memastikan sediaan injeksi terbebas dari partikulat adalah
inspeksi visual oleh seorang operator, keakuratan dari hasil inspeksi visual ini sangat
bergantung kepada ukuran partikel dan pengalaman dari operator (Deti Dewantisari, 2020).
Salah satu bentuk sediaan yang sering digunakan adalah injeksi, menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV, injeksi umumnya berupa larutan obat dalam air yang bisa diberikan
secara intravena dan dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Sediaan steril injeksi dapat
natrium dalam urin dan mengurangi tanda-tanda fisik dari retensi cairan padapasien dengan
gagal jantung. Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung atau
kelainan jantung yang berpengaruh terhadap perikardium, katup jantung, dan miokardium.
Efek diuretik furosemide dapat menyebabkan deplesi cairan dan elektrolit dalam tubuh
(Mawaqit, 2017)
terjadinya retensi cairan dengan menghambat Anti Diuretik Hormon. Injeksi merupakan
sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir (Putri, 2005)
B. Uraian Bahan
RM/BM : C12H11CIN2O5S/330,74
Rumus Struktur :
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih; tidak berbau; hampir tidak
berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform P, larut dalam 75
bagian etanol (95%) P dan dalam 850 bagian eter P; larut dalam
Khasiat : Diuretikum.
Rumus Struktur :
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping, kering, keras,
basah.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.
RM/BM : NaCI/58,44
Rumus Struktur :
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.
METODE KERJA
1. Kaca arloji
2. Gelas kimia
3. Pipet tetes
4. Batang pengaduk
5. Erlenmeyer
6. Kertas saring
7. Corong
8. Cawan porselin
9. Gelas ukur
10. Vial
1. Vitamin B6 250 mg
2. Benzyl alcohol 1 %
4. Tissue/kapas
5. Kertas saring
B. Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang di perlukan dilakukan sterilisasi terlebih dahulu
3. Disiapkan air untuk injeksi secukupnya kedalam gelas kimia kemudian ditambahkan
sedikit demi sedikit vitamin B6 aduk ad larut dan benzyl alcohol ad larut
4. Disiapkan Erlenmeyer corong dan kertas saring yang telah di basahi sedikit air untuk
injeksi
5. Disaring larutan dalam beaber gelas melalui corong kedalam Erlenmeyer yang telah
disiapkan
6. Gelas kimia bekas campuran dibilas dengan sisa API hasil bilasannya di masukkan ke
tidak sesuai maka bisa ditambahkan asam encer yaitu Hcl 15 tetes sampai Ph
9. Setelah Ph sesuai dimasukkan ke dalam wadah vial menggunakan spoit 6cc sebanyak
5,3 ml
10. Tutupi vial dengan penutu p karet dan di lapisi dengan amilum foil
BAB IV
A. Hasil Pembahasan
sempurnah
menghalangi tiap
perubahan antara
disegel (Lachman
3, hal:1354).
2. Kejerniha Memeriksa wadah Ada Harus benar- Tidak sesuai
dengan rangkaian
ini disesuaikan.
dan distribusi
ukuran partikel
(Lachman 3, hal:
1354.
(Lachman 3, hal:
1522).
B. Pembahasan
Pada raktikum kali ini yaitu mahasiswa membuat sediaan vial vitamin B6, dan untuk
sediaan vial B6 ini harus melalui beberapa uji untuk menentukan bahwa pembuatan sediaan
Pada tabel hasil pengamatan diatas pada uji pertama yaitu uji kebocoran yaitu dengan
cara cairan bening tidak berwarnah diambil tissue dan diletakan viall yang berisi cairan dan
diletakan pada tissue dan di balik kebawah dan diperhatikan dan diamati apabila tissu basah
makan terjadi kebocoran sebaliknya dengan tissue tidak basah maka tidak terjadi kebocoran
hal ini sesuai dengan litelatur yang tercantum pada buku ( Lachman 3 Hal: 1354). Pada uji
kedua yaitu uji kejernihan dengan cara memeriksa wadah vial dibawah penerangan cahaya
yang baik terhadap refleksi keadaannya dengan rangkaian ini disesuaikan, dan terdapat
partikel asing hal ini tidak sesuai dengan litelatur yaitu Harus benar-benar bebas dari partikel
Pada uji ketiga yaitu uji partikel asing dimana pada uji partikel asing ini dilakukan
dengan cara pemeriksaan dilakukan dengan diambil vial kemudian dikasi latar belakang yang
berwarnah putih dan hitam dan di senter pada bagianbawah vial apakah terdapat partikel asing
atau tidak dan hasilnya ada ini sesuai dengan litelatur yaitu Metode evaluasi dengan alat unruk
listrik telah diperoleh untuk memperoleh bilangan partikel dan distribusi ukuran partikel
Pada uji keempat yaitu pengujian yang terakhir uji PH dimana uji PH ini dilakukan
dengan cara untuk menentukan pengaruh PH terhadap reaksi penurungan dan pengurangan
diukur pada konsentrasi ion homogen dan hasil yang didapat itu PH6 hal ini tidak sesuai
dengan litelatur yaitu pada kisaran PH pencegahan ion laju reaksi mungkin tidak terpengaruh
oleh PH atau terkalitas oleh ion hidrogen dan ion hidroloss tetap konsentrasi (Lachman 3,
hal: 1522).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stabilitas suatu sediaan tidak hanya ditentukan oleh stabilitas zat berkhasiatnya
saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kemasannya, karena bahan pengemas yang berkualitas
Vial merupakan wadah dosis berganda yang ditutup dengan tutup yang dibuat
dari karet atau plastik. Karet tutup vial dibuat dari karet alam atau sintetis atau bahan lain
memperbaiki sifat-sifat fisika dan kimianya. Telah diketahui bahwa karet bukan
merupakan bahan yang inert, karena karet dapat melepaskan berbagai zat ke dalam
larutan, dapat bereaksi dengan bahan obat dalam sediaan dan dapat menyerap berbagai
Vitamin B6 sebanyak 250 mg, Benzyl Klorida sebanyak 0,05 mg, dan Water Pro
terhadap partikel asing sediaan, dan evaluasi terhadap kebocoran sediaan, diketahui
bahwa larutan yang dihasilkan mempunyai pH 7, larut dengan homongen dan agak jernih,
karena adanya sedikit partikel yang melayang pada larutan karena kurang bersihnya vial
dan wadah tempat penyimpanan larutan sebelum dimasukkan kedalam vial dan tidak
formulasi sediaan injeksi vial, cara perhitungan tonisitas dan mengetahui pentingnya cara
sterilisasi sediaan injeksi vial karena injeksi vial harus selalu steril.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard.C 1989. Pengantar bentuk sediaan farmasi edisi III. Jakarta Universitas
Indonesia.
Moh. Anief, 1997. Ilmu meracik obat teori dan praktik. Yogyakarta : Ghadja Mada Univershy
press.
Suryani, Nelly M.SI dan Sulistawati Apt. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan Steril.
Departemen of Pharmateutical, twenty eight edition The extra pharmacopeia science martindale,
Fornas edisi ke II 1978 Departemen Kesehatan.IAI 2019, Informasi Spesialiti obat Indonesia
Farmakologi dan terapi, edisi VI, 2016 : Jakarta. Departemen Farmakologi dan Terapi.