PENDAHULUAN
Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroroganisme baik vegetatif atau
bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III,
injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir
(FI.III.1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang
bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (FI.IV.1995).
Macam-macam cara penyuntikkan Injeksi intrakutan atau intradermal (i.k / i.c), Injeksi
subkutan (s.k / s.c) atau hipodermik, Injeksi intramuskular (i.m), Injeksi intravenus (i.v),
Injeksi intraarterium (i.a), Injeksi intrakor/ intrakardial (i.kd), Injeksi intratekal (it),
intraspinal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid, Injeksi intratikulus, Injeksi subkonjungtiva,
Injeksi intraperitoneal (i.p).
Vitamin bukanlah sumber energi, tetapi vitamin melakukan fungsi regulator (pengatur).
Vitamin bekerja sama dengan enzim dalam beberapa reaksi kimia. Vitamin juga penting bagi
pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan reproduksi.
Vitamin harus ada dalam tubuh manusia walaupun hanya dalam jumlah kecil karena
memiliki fungsi khusus dan tidak dapat digantikan. Seseoran yang kekurangan vitamin dapat
menderita difisiensi atau avitaminosis (menderita penyakit skorbut, pendarahan kulit,
kerusakan sendi), sedangkan kelebihan suatu jenis vitamin disebut hipervitaminosis.
Hingga saat ini belum semua jenis avitaminosis dapat diketahui. Pada umumnya
seseorang menderita avitaminosis karena cara pengolahan makanan yang dapat mengurangi
atau merusak vitamin. Buah dan sayuran segar sangat membantu penyediaan vitamin. Dalam
bahan pangan vitamin hanya terdapat dalam jumlah yang relative sangat kecil dan terdapat
dalam bentuk yang berbeda-beda. Vitamin tersebut pada umumnya dapat dikelompokkan
dalam dua golongan utama yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam
lemak.
Sterilisasi yang digunakan Menggunakan Sterilisasi C (Pemanasan Basah) dengan
menggunakan Autoklaf suhu 1210C Selama 15 menit dan pengerjaan secara Aseptis
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Formula Sediaan Steril ?
2) Bagaimana Cara Merancang Metode Pembuatan Sediaan Steril ?
3) Bagaimana Cara Merancang Pembuatan Sediaan Steril ?
4) Bagaimana Cara Merancang Kemasan Sediaan Steril ?
5) Bagaimana Cara Evaluasi Sediaan Steril ?
1
1.3. Tujuan
1. Memahami Formula Sediaan Steril
2. Memahami Cara Merancang Metode Pembuatan Sediaan Steril
3. Memahami Cara Merancang Pembuatan Sediaan Steril
4. Memahami Cara Merancang Kemasaan Sediaan Steril
5. Memahami Cara Evaluasi Sediaan Steril
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau melalui selaput lendir (FI.III.1979). Sedangkan menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang.
Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak
bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kapiler (FI.IV.1995)
2.3. Penggolongan Injeksi
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda
yaitu:
a) Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain, misalnya:
Inj. Vit. C, pelarutnya aqua pro injection
Inj. Camphor oil, pelarutnya olea neutralisata ada injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol. Petit atau propilenglikol dan air
b) Sedian padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer, atau bahan tambahan lain, dan larutan yang di peroleh setelah penambahan
pelarut yang sesuai dan memenuhi persyaratan injeksi ditandai dengan nama
bentuknya, misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
3
c) Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, misalnya: Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi
d) Sedian berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak di suntikan
secara intervena atau kedalam saluran spinal, ditandai dengan nama suspensi.......steril.
Dalam FI III disebut suspesi steril (zat padat yang telah di suspensikan dalam pembawa
yang cocok dan steril), misalnya: Inj. Suspensi hidrokortison asetat steril
e) Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengenceran atau bahan
tambahan lain, misalnya: Inj. Penicilline Oil untuk injeksi.
4
h) Injeksi intratikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam
air.
i) Injeksi subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di mata bawah. Berupa suspensi / emulsi tidak
lebih dari 1 mL.
j) Injeksi intrabursa
Disuntikkan kedalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan
susupensi dalam air.
k) Injeksi intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat: bahaya infeksi besar.
l) Injeksi peridural (p.d), ekstra dural, epidural.
Disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar
dari otak dan sum-sum tulang belakang.
5
jaringan mengalami nekrosis, pada pH<3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan
dapat menghancurkan jaringan. Pada pH<3 atau pH>11 sebaiknya tidak di dapar karena sulit
dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m. dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah:
Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
Meningkatkan aktivitas fisiologis obat
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan larutan dapar
lain yang berkapasitas dapar rendah.
Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa, KNO3, dan
NaNO3.
2.5.4. Antioksidan
Asam ascorbic 0,1%
BHA 0,02%
BHT 0,02%
Natrium Bisulfit 0,15%
Natrium Metabisulfit 0,2%
Tokoferol 0,5%
Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk kompleks
dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
2.6. Sterilisasi
2.6.1. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunkan dalam
pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu
sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua
alat setelah lubang-lubangnya ditutup kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu
disterilkan lebih dahulu.
2.6.2. Cara aseptik
Cara ini terbatas penggunaanya pada sedian yang mengandung zat aktif peka suhu
tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologisnya.
Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara
aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk
memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
6
2.6.3. Sterilisasi panas dengan tekanan atau Sterilisasi uap (autoklaf)
Dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu
tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan
pembunuhan mikroorganisme secara irreversible akibat denaturasi atau koagulasi protein sel.
Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 121°C selama 30 menit. Autoklaf digunakan untuk
mensterilkan alat-alat persisi seperti gelas ukur, pipet, corong beserta kertas saring, spuit.
2.6.4. Sterilisasi panas kering (oven)
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh permukaan
alat yang disterikan lalu merambat kebagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk
sterilisasi tercapai. Udara panas oven akan mematikan jasad renik meluli mekanisme
dehidrasi-oksidasi terhadap mikroorganisme. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 170°C
selama 30 menit. Digunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas non-persisi seperti beaker
glass, elenmeyer, kaca arloji, cawan penguap, pinset logam, batang pengaduk.
7
Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning oleh pengaruh cahaya,
lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam
larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190ºC
Kelarutan : mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etarol; tidak larut
dalam kloroform eter dan benzen.
Wadah dan penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Stabilitas : stabil pada pH 6-6,5 Vitamin C (Asam Askorbat) merupakan laktan
tak jenuh (estersi bolak balik) membentuk asam dehidroaskorbat. Laju oksidasinya
tergantung pada pH dan konsentrasi oksigen serta dikatalisis oleh ion logam,
kususnya tembaga dan besi. Asam dehidroaskorbat dapat mengalami hidrolisis lebih
lanjut membentuk produk degradasi yang bereaksi tidak bolak balik.
8
2.7.3. Cara Sterilisasi Bahan
Pada pembuatan injeksi vitamin C, tidak dilakukan sterilisasi pada masing-masing
bahan. Karena sifat dari vitamin C mudah teroksidasi dengan adanya panas, sehingga
dilakukan sterilisasi C.
2.7.4. OTT
2.7.4.1. Asam Askorbat (vitamin C)
Asam askorbat tidak cocok bila digunakan bersama dengan garam - garam besi,
bahan pengoksidasi dan garam dari logam berat terutama tembaga.
1. Bentuk sediaan steril yang digunakan secara parenteral ada beberapa macam.
Dibuat bentuk sediaan yang sesuai dengan sifat zat aktif
InjeksiMerupakan sediaan dalam volume kecil yang digunakan untuk satu kali pakai
(dosis tunggal) yaitu Ampul
2. Rute pemberian secara injeksi ada bermacam-macam
Dipilih rute pemberian yang sesuai dengan zat aktif : Intravena
9
Injeksi vitamin C diberikan melalui intravena. Injeksi intravena (I.V) merupakan
injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik,
yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi,
lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai
pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya atau efek yang sangat cepat dan kuat.
Tidak untuk obat yang tidak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan
protein atau butiran darah.
3. Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam
Diberi penandaan golongan obat yang sesuai.
Merah
Sediaan injeksi tidak dapat digunakan sendiri dan harus dibantu oleh tim medis
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
Perhitungan Isotonis:
Ptb Asam Askorbat = 0,150 (b1)
Ptb Na EDTA = 0,132 (b2)
Ptb Tokoferol = 0,386 (b3)
Ptb NaOH = 0,380 (b5)
Ptb NaCl = 0,576 (b6)
0,52 − (𝑏1.𝑐1+𝑏2.𝑐2+𝑏3.𝑐3+𝑏4.𝑐4)
B= 𝑏5
0,52 − (0,150.1+0,132.0,1+0,386.0,5+0,380.1,39)
B= 0,576
B= 0,64 % → Hipertonis tidak perlu ditambah NaCl karena tubuh
masih dapat menerima antara 0,6-2,0 %
12
6. Tambahkan aqua pro injeksi sampai 70
ml kemudian cek pH lalu ditambah lagi
aqua pro injeksi sampai 100 ml
7. Campuran tersebut disterilisasikan
dengan autoklaf suhu 121oC selama 15
menit.
8. Diambil larutan secara aseptis sebanyak
5,3 ml kedalam ampul yang telah steril,
Grey Area
(Ruang Ampul ditutup dengan rapat
Penutupan)
Grey Area Sterilisasi akhir dilakukan dengan autoklaf
(Ruang Sterilisasi) suhu 121oC selama 15 menit.
Grey Area 1. Dilakukan evaluasi sediaan
(Ruang Evaluasi) 2. Sediaan diberi etiket yang sesuai
Cara Sterilisasi
Menggunakan Sterilisasi C (Pemanasan Basah): Menggunakan
Autoklaf suhu 1210C Selama 30 menit dan pengerjaan secara
Aseptis
Rute Pemberian
Intravena
Injeksi vitamin C diberikan melalui intravena. Injeksi intravena
(I.V) merupakan injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan
efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran
darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja
obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai
pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya atau efek yang sangat
cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tidak larut dalam air atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
13
bebas CO2 untuk
pelarutan dengan
pengenceran
larutan uji
1. Penetapan
menggunakan
tabung reaksi alas
datar berdiameter
15 mm hingga 25
mm, tidak
berwarna,
transparan, dan
terbuat dari kaca
netral
2. Masukkan
kedalam dua
tabung reaksi
Sediaan infus
masing-masing
atau injeksi yang
larutan zat uji dan
berupa larutan
suspense padanan
harus jernih dan
Uji yang sesuai
bebas dari
Kejernihan secukupnya
kotoran, maka
3. Setelah itu,
perlu dilakukan
bandingkan
uji kejernihan
kedua isi tabung
secara visual.
setelah 5 menit
pembutan
suspense
padanan, dengan
dengan latar
belakang hitam
4. Pengamatan
dilakukan
dibawah cahaya
yang terdifusi,
tegak lurus
kearah bawah
tabung
QC (Qualty Control)
Tujuan Cara Kerja
Menetapkan pH Dengan pH meter:
suatu sediaan Sebelum digunakan,
larutan agar periksa elektroda dan
Uji pH sesuai dengan jembatan garam.
monografi. Kalibrasi pH meter.
Nilai pH dalam Pembakuan pH
darah normal meter:
14
7,4 1. Bilas elektroda
dan sel beberapa
kali dengan
larutan uji dan isi
sel dengan sedikit
larutan uji.
2. Baca harga pH
Gunakan air bebas
CO2 untuk pelarutan
dengan pengenceran
larutan uji
1. Penetapan
menggunakan
tabung reaksi alas
datar berdiameter
15 mm hingga 25
mm, tidak
berwarna,
transparan, dan
terbuat dari kaca
netral
2. Masukkan
Sediaan infus kedalam dua
atau injeksi tabung reaksi
yang berupa masing-masing
larutan harus larutan zat uji dan
Uji jernih dan bebas suspense padanan
Kejernihan dari kotoran, yang sesuai
maka perlu secukupnya
dilakukan uji 3. Setelah itu,
kejernihan bandingkan kedua
secara visual. isi tabung setelah
5 menit pembutan
suspense
padanan, dengan
dengan latar
belakang hitam
4. Pengamatan
dilakukan
dibawah cahaya
yang terdifusi,
tegak lurus kearah
bawah tabung
Menetapkan Diletakkan pada
volume injeksi permukaan yang rata
Uji
yang secara sejajar lalu
Keseragaman
dimaksudkan dilihat keseragaman
Volume
dalam wadah volume secara visual.
agar volume
15
injeksi yang
digunakan
tepat/sesuai
dengan yang
tertera pada
penandaan
Pada pembuatan
secara kecil-kecilan
hal ini dapat
dilakukan dengan
mata tetapi dalam
jumlah besar hal ini
tidak mungkin bisa
dikerjakan.
Wadah-wadah
takaran tunggal yang
masih panas, setelah
selesai disterilkan
dimasukkan kedalam
larutan biru metilena
0,1%. Jika ada
wadah-wadah yang
bocor maka larutan
metilena akan masuk
Memeriksa kedalamnya karena
keutuhan perbedaan tekanan di
kemasan untuk luar dan di dalam
Uji menjaga tersebut. Sehingga
Kebocoran sterilitas dan cara ini tidak
volume serta digunakan/dipakai
kestabilan untul larutan-larutan
sediaan. yang sudah
berwarna.
Wadah-wadah
takaran tunggal
disterilkan terbalik
yaitu dengan cara
unjungnya di
bawah.ini digunakan
pada pembuatan
dalam skala kecil.
Jika terjadi
kebocoran maka
larutan ini akan
keluar dari dalam
wadah dan wadah
menjadi kosong.
Wadah-wadah yang
tidak dapat
disterilkan,
16
kebocorannya harus
diperiksa dengan
memasukkan wadah-
wadah tersebut
eksikator, yang
kemudian
divakumkan. Jika
terjadi kebocoran
larutan akan diserap
keluar. oleh karena
itu, harus dijaga agar
jangan sampai
larutan yang keluar,
diisap kembali jika di
vakum dihilangkan.
Inokulasi langsung
ke dalam media
perbenihan. Volume
Menetapkan
tertentu spesimen
apakah bahan
ditambah volume
farmakope yang
tertentu media uji,
harus steril
inkubasi selama tidak
memenuhi
kurang dari 14 hari,
persyaratan
kemudian amati
Uji Sterilitas yang
pertumbuhan secara
berhubungan
visual sesering
dengan uji
mungkin sekurang-
sterilisasi yang
kurangnya pada hari
tertera pada
ke-3 atau ke-4 atau
masing-masing
ke-5, pada hari ke-7
monografi.
atau hari ke-8 dan
pada hari terakhir
dari masa uji.
Lakukan pengujian
dalam ruang terpisah
yang khusus untuk
uji pirogen dan
Membatasi kondisi lingkungan
resiko reaksi yang sama dengan
demam pada ruang pemeliharaan.
tingkat yang Kelinci tidak diberi
Uji Pirogen
dapat diterima makan selama waktu
oleh pasien pada pengujian, apabila
pemberian pengujian
sediaan injeksi. menggunakan
termistor, masukkan
kelinci kedalam
kotak penyekap,
sehingga kelinci
17
tertahan dengan letak
leher yang longgar.
Tidak lebih dari 30
menit sebelum
penyuntikan larutan
uji, tentukan “suhu
awal”masing-masing
kelinci yang
merupakan dasar
untuk menentukan
kenaikan suhu. Suhu
tiap kelinci tidak
boleh lebih dari 1°C
% suhu setiap kelinci
tidak boleh >39,8°C
Kemasan
Wadah : Ampul kaca berwarna gelap
Leaflet
Vitacorbate®
Injeksi 100mg/5ml
Komposisi:
Tiap ampul (5 ml) mengandung: Asam Askorbat…………………...100mg
Indikasi:
Pengobatan pada kekurangan vitamin C
Label
Dus Kemasan
19
℃
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Formula
R/ Asam Askorbat 10%
Na2 EDTA 0,1%
Metabisulfit 0,5%
20
NaOH 1,39%
Aqua Pro Injeksi ad 100 ml
21
Grey Area 1. Dilakukan evaluasi sediaan
(Ruang Evaluasi) 2. Sediaan diberi etiket yang sesuai
4.1.4. Evaluasi
4.1.4.1. IPC (In Process Control)
Uji pH dan Uji Kejernihan
4.1.5. Kemasan
4.1.5.1. Wadah
Wadah yang digunakan adalah ampul, dilihat dari sifat bahan aktif yang mudah
terurai oleh cahaya matahari jadi wadah yang digunakan adalah ampul berwarna
gelap. Tiap ampul 5 ml mengandung Asam Askorbat 100 mg. Dosis pemberian
100mg/5ml sehari 1 kali.
4.1.5.2. Leaflet
Vitacorbate®
Injeksi 100mg/5ml
Komposisi:
Tiap ampul (5 ml) mengandung: Asam Askorbat…………………...100mg
Indikasi:
Pengobatan pada kekurangan vitamin C
4.1.5.3. Etiket
23
℃
4.2. Saran
Dalam penyusunan praformulasi injeksi kita harus memperhatikan kecocokan antara
bahan aktif dan zat-zat tambahan. Serta sifat dari bahan aktif tersebut dapat memberikan
petunjuk untuk jenis sterilisasi yang akan digunakan dan perlakuan selama proses pembuatan.
Pengecekan pH sebaiknya dilakukan pada saat volume sediaan mendekati jumlah volume
yang dibuat. Sebelum memulai, terlebih dahulu membuat api dan menyiapkan oven dan
autoklaf untuk proses sterilisasi agar bisa langsung digunakan, sehingga tidak memakan
waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
24
Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain.
1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London:
The Pharmaceutical Press.
Excipients, second edition. London: The Pharmaceutical Press
Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Farmakope Indonesia Edisi keempat. 1995. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Formularium Nasional Edisi Kedua. 1978. Departemen Kesehatan Repiblik
Indonesia.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Sulistiawati, Farida dan Suryani Nelly. 2009. Formulasi Sediaan Steril.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Wade, Ainley and Paul J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, second edition. London: The Pharmaceutical Press
25