Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroroganisme baik vegetatif atau
bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III,
injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir
(FI.III.1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang
bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (FI.IV.1995).

Macam-macam cara penyuntikkan Injeksi intrakutan atau intradermal (i.k / i.c), Injeksi
subkutan (s.k / s.c) atau hipodermik, Injeksi intramuskular (i.m), Injeksi intravenus (i.v),
Injeksi intraarterium (i.a), Injeksi intrakor/ intrakardial (i.kd), Injeksi intratekal (it),
intraspinal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid, Injeksi intratikulus, Injeksi subkonjungtiva,
Injeksi intraperitoneal (i.p).
Vitamin bukanlah sumber energi, tetapi vitamin melakukan fungsi regulator (pengatur).
Vitamin bekerja sama dengan enzim dalam beberapa reaksi kimia. Vitamin juga penting bagi
pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan reproduksi.
Vitamin harus ada dalam tubuh manusia walaupun hanya dalam jumlah kecil karena
memiliki fungsi khusus dan tidak dapat digantikan. Seseoran yang kekurangan vitamin dapat
menderita difisiensi atau avitaminosis (menderita penyakit skorbut, pendarahan kulit,
kerusakan sendi), sedangkan kelebihan suatu jenis vitamin disebut hipervitaminosis.
Hingga saat ini belum semua jenis avitaminosis dapat diketahui. Pada umumnya
seseorang menderita avitaminosis karena cara pengolahan makanan yang dapat mengurangi
atau merusak vitamin. Buah dan sayuran segar sangat membantu penyediaan vitamin. Dalam
bahan pangan vitamin hanya terdapat dalam jumlah yang relative sangat kecil dan terdapat
dalam bentuk yang berbeda-beda. Vitamin tersebut pada umumnya dapat dikelompokkan
dalam dua golongan utama yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam
lemak.
Sterilisasi yang digunakan Menggunakan Sterilisasi C (Pemanasan Basah) dengan
menggunakan Autoklaf suhu 1210C Selama 15 menit dan pengerjaan secara Aseptis
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Formula Sediaan Steril ?
2) Bagaimana Cara Merancang Metode Pembuatan Sediaan Steril ?
3) Bagaimana Cara Merancang Pembuatan Sediaan Steril ?
4) Bagaimana Cara Merancang Kemasan Sediaan Steril ?
5) Bagaimana Cara Evaluasi Sediaan Steril ?
1
1.3. Tujuan
1. Memahami Formula Sediaan Steril
2. Memahami Cara Merancang Metode Pembuatan Sediaan Steril
3. Memahami Cara Merancang Pembuatan Sediaan Steril
4. Memahami Cara Merancang Kemasaan Sediaan Steril
5. Memahami Cara Evaluasi Sediaan Steril

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sediaan Parenteral


Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril, dapat berupa larutan atau suspensi yang
dikemas sedemkian rupa sehingga cocok untuk diberikan dalam bentuk injeksi hipodermis
dengan pembawa atau zat pensuspensi yang cocok.
Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas dalam
wadah dengan ukuran di bawah 100 ml. Untuk mendapatkan formula sediaan parenteral yang
baik harus mempunyai data praformulasi yang meliputi sifat kimia, sifat fisika dan sifat
biologis sehingga didapatkan:
1. Pembawa yang tepat, yaitu pembawa larut air, pembawa yang tidak larut air atau
pelarut campur.
2. Zat penambah yang diperlukan, meliputi zat anti mikroba (pengawet), komplekson, zat
pengisotoni, anti oksidan, dapar dan sebagainya.
3. Wadah dan jenis wadah yang sesuai.
4. Tersatukan tanpa terjadi reaksi
5. Isotoni dan isohidri
6. Bebas pirogen dan bebas partikel melayang

2.2. Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau melalui selaput lendir (FI.III.1979). Sedangkan menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang.
Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak
bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kapiler (FI.IV.1995)
2.3. Penggolongan Injeksi
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda
yaitu:
a) Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain, misalnya:
 Inj. Vit. C, pelarutnya aqua pro injection
 Inj. Camphor oil, pelarutnya olea neutralisata ada injection
 Inj. Luminal, pelarutnya Sol. Petit atau propilenglikol dan air
b) Sedian padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer, atau bahan tambahan lain, dan larutan yang di peroleh setelah penambahan
pelarut yang sesuai dan memenuhi persyaratan injeksi ditandai dengan nama
bentuknya, misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril

3
c) Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, misalnya: Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi
d) Sedian berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak di suntikan
secara intervena atau kedalam saluran spinal, ditandai dengan nama suspensi.......steril.
Dalam FI III disebut suspesi steril (zat padat yang telah di suspensikan dalam pembawa
yang cocok dan steril), misalnya: Inj. Suspensi hidrokortison asetat steril
e) Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengenceran atau bahan
tambahan lain, misalnya: Inj. Penicilline Oil untuk injeksi.

2.4. Macam-Macam Cara Penyuntikan


a) Injeksi intrakutan atau intradermal (i.k / i.c)
Dimasukkan ke dalan kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. misalnya
deteksi alergi terhadap suatu zat/obat. Volume yang disuntikkan antara 0,1 – 0,2 ml.
b) Injeksi subkutan (s.k / s.c) atau hipodermik
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveola. Volume yang
disuntikkan tidak lebih dari 1 mL. Umumnya larutan bersifat isotonis, sedang pH netral,
bersifat depo (absorbsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4
liter/hari dengan penambahan enzim hialuronudase), bila pasienm tersebut tidak dapat
diberikan infus intravena. Cara ini disebut “Hipodermaklisa”.
c) Injeksi intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan/ otot. Injeksi dalam bentuk larutan,
suspensi atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang berupa larutan dapat diserap
dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk
mendapatkan efek lama. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikan perlahan-
lahan untuk mencegah rasa sakit.
d) Injeksi intravenus (i.v)
Disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan,
sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat pembuluh
darah vena. Dibuat isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis maka disuntiknya
lambat/ perlahan-lahan dan tidak memperngaruhi sel darah, volume antara 1-10 mL.
Jika dosis tunggal dan diberikan lebih dari 15 mL, tidak boleh mengandung bakterisida,
dan jika lebih dari 10 mL harus bebas pirogen. Pemberian lebih dari 10 mL umumnya
disebut infus intravena/ infusi/infundabilia.
e) Injeksi intraarterium (i.a)
Disuntikkan kedalam pembuluh darah arteri/perifer/tepi, volume yang disuntikkan 1-10
mL. Tidak boleh mengandung bakterisida.
f) Injeksi intrakor/ intrakardial (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, tidak boleh mengandung
bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
g) Injeksi intratekal (it), intraspinal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid.
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sum-sum tulang belakang pada dasar otak
(antara 3-4 atau 5-6 lumba vertebra) yang berisi cairan cerebrospinal. Berupa larutan,
harus isotonis, harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf di daerah ini sangat
peka.

4
h) Injeksi intratikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam
air.
i) Injeksi subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di mata bawah. Berupa suspensi / emulsi tidak
lebih dari 1 mL.
j) Injeksi intrabursa
Disuntikkan kedalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan
susupensi dalam air.
k) Injeksi intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat: bahaya infeksi besar.
l) Injeksi peridural (p.d), ekstra dural, epidural.
Disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar
dari otak dan sum-sum tulang belakang.

2.5. Komponen Larutan Injeksi


2.5.1. Zat aktif
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam
farmakope.
b. Pada etiket tercantum p.i (pro injection)
c. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian:
1. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro
injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.
2. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum
olivarum, oleum arachidis, pelarut campur (alkohol, propilenglikol, gliserin,
polietilenglikol).

2.5.2. Zat tambahan


Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Bahan penambah kelarutan obat
Untuk menaikkan kelarutan obat digunakan:
a) Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol, propilenglikol,
gliserin.
b) Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
c) Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.
d) Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.
e) Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.
f) Kreatinin, niasinamid dan lesitin digunakan untuk menambah kelarutan steroid.

2.5.3. Buffer / pendapar


Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan dapar. Penambahan
larutan dapar hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5-9. Pada pH >9,

5
jaringan mengalami nekrosis, pada pH<3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan
dapat menghancurkan jaringan. Pada pH<3 atau pH>11 sebaiknya tidak di dapar karena sulit
dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m. dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah:
 Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
 Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
 Meningkatkan aktivitas fisiologis obat
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan larutan dapar
lain yang berkapasitas dapar rendah.
 Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa, KNO3, dan
NaNO3.

2.5.4. Antioksidan
 Asam ascorbic 0,1%
 BHA 0,02%
 BHT 0,02%
 Natrium Bisulfit 0,15%
 Natrium Metabisulfit 0,2%
 Tokoferol 0,5%
 Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk kompleks
dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.

2.5.5. Bahan Pengawet (preservatives)


 Benzalkonium chloride 0,05%-0,1%
 Benzil alkohol 2%
 Chlorobutanol 0,5%
 Chlorocresol 0,1-0,3%
 Fenil merkutik nitrat dan asetat 0,002%
 Fenol 0,5%

2.6. Sterilisasi
2.6.1. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunkan dalam
pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu
sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua
alat setelah lubang-lubangnya ditutup kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu
disterilkan lebih dahulu.
2.6.2. Cara aseptik
Cara ini terbatas penggunaanya pada sedian yang mengandung zat aktif peka suhu
tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologisnya.
Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara
aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk
memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.

6
2.6.3. Sterilisasi panas dengan tekanan atau Sterilisasi uap (autoklaf)
Dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu
tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan
pembunuhan mikroorganisme secara irreversible akibat denaturasi atau koagulasi protein sel.
Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 121°C selama 30 menit. Autoklaf digunakan untuk
mensterilkan alat-alat persisi seperti gelas ukur, pipet, corong beserta kertas saring, spuit.
2.6.4. Sterilisasi panas kering (oven)
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh permukaan
alat yang disterikan lalu merambat kebagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk
sterilisasi tercapai. Udara panas oven akan mematikan jasad renik meluli mekanisme
dehidrasi-oksidasi terhadap mikroorganisme. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 170°C
selama 30 menit. Digunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas non-persisi seperti beaker
glass, elenmeyer, kaca arloji, cawan penguap, pinset logam, batang pengaduk.

2.7. Praformulasi Sediaan


2.7.1. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
Vitamin C (Asam Askorbat)
Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan skorbut (defistensi
vitamin C). Khasiatnya yang terpenting adalah pada dosis terapeutis yang cukup
tinggi berdaya antiviral kuat dan antibakteri yang diperkirakan berdasarkan sifat
antioksidanya.
Fungsi vitamin C adalah kompleks dan yang terpenting adalah pembentukkan
kolagen, yakni protein bahan penunjang utama dalam tulang/rawan dan jaringan
ikat. Bila sintesa kolagen terganggu, maka mudah terjadi kerusakan pada dinding
pembuluh yang berakibat perdarahan. Khasiat ini berdasarkan antara lain efek
stimulasi vitamin C terhadap pengubahan prolin menjadi hidroksiprolin (Drs.Tan
Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2007. Hal:856).
Vitamin C mudah diabsorbsi melalui saluran cerna. Pada keadaan normal
tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorbsi kadar dalam
leukosit dan trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan critorsit. Distribusinya
luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot
dan jaringan lemak. Ekskresi urin dalam bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya
terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4 mg. Beberapa
obat diduga dapat mempercepat ekskresi vitamin c misalnya tetrasiklin, ferobarbotal
dan salisilat. (Anonim. 1995. Hal:722).

2.7.2. Sifat fisika kimia bahan obat


2.7.2.1. Vitamin C

7
 Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning oleh pengaruh cahaya,
lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam
larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190ºC
 Kelarutan : mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etarol; tidak larut
dalam kloroform eter dan benzen.
 Wadah dan penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
 Stabilitas : stabil pada pH 6-6,5 Vitamin C (Asam Askorbat) merupakan laktan
tak jenuh (estersi bolak balik) membentuk asam dehidroaskorbat. Laju oksidasinya
tergantung pada pH dan konsentrasi oksigen serta dikatalisis oleh ion logam,
kususnya tembaga dan besi. Asam dehidroaskorbat dapat mengalami hidrolisis lebih
lanjut membentuk produk degradasi yang bereaksi tidak bolak balik.

2.7.2.2. Natrium Metabisulfit


Natrium metabisulfit mengandung sejumlah Na2S2O5, setara dengan tidak kurang
dari 65,0% dan tidak lebih dari 67,4% SO2. Rumus molekul Na2S2O3. BM 190,10
 Pemerian : Berupa hablur putih atau serbuk hablur putih kekuningan,
berbau belerang oksida (Depkes RI.1995. Hal:596).
 Kelarutan : 1 bagian larut dalam 1,9 bagian air, 1 bagian larut dalam 1,2
bagian air suhu 100ºC.
 pH : 3,5-5,0 untuk konsentrasi 5% b/v dalam larutan suhu 20ºC
 Mudah larut dalam air dan dalam gliserin: sukar larut dalam etanol
 Kegunaan : Sebagai antioksidan
 Konsentrasi : 0,01-1,0%
Natrium metabisulfit tidak dapat di gunakan bersama-sama dengan derivat alkohol,
kloramfenikol, dan fenil merkuri asetat.

2.7.2.3. Dinatrium edetat (Na2EDTA)


 Pemerian : Serbuk hablur, putih
 Kelarutan : Larut dalam air, praktis tidak larut dalam CHCl3 dan eter,
sedikit larut dalam etanol 95%, larut dalam 1:11 bagian air.
 Fungsi : Sebagai chelating agent 0,005-0,1%

2.7.2.4. Natrium Hidroksida


 Berat Molekul : 40
 Pemerian : butiran, massa hablur, mudah meleleh oleh basah.
Segera menyerap karbondioksida.
 Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol
 Fungsi : pH Adjuster

2.7.2.5. Air untuk Injeksi


Air untuk injeksi di murnikan dengan cara penyulingan dan memenuhi standar yang
sama dengan purified water (USP) dalam hal jumlah zat padat yang ada tidak lebih dari 1mg
per 100 ml. Air untuk injeksi tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen dimaksudkan
untuk pembuatan produk injeksi yang akan di sterilisasi akhir dan harus disimpan dalam
wadah yang tertutup rapat pada suhu di bawah atau di atas kisaran suhu tumbuh mikroba.

8
2.7.3. Cara Sterilisasi Bahan
Pada pembuatan injeksi vitamin C, tidak dilakukan sterilisasi pada masing-masing
bahan. Karena sifat dari vitamin C mudah teroksidasi dengan adanya panas, sehingga
dilakukan sterilisasi C.

2.7.4. OTT
2.7.4.1. Asam Askorbat (vitamin C)
Asam askorbat tidak cocok bila digunakan bersama dengan garam - garam besi,
bahan pengoksidasi dan garam dari logam berat terutama tembaga.

2.7.4.2. Natrium metabisulfit


Natrium bisulfit tidak dapat digunakan bersama-sama dengan derivate alcohol,
kloram fenikol dan fenil merkuri asetat (Wade and Weller. 1994. hal 451).

2.7.5. Rangkuman Hasil Pengkajian Praformulasi

No. Masalah Penyelesaian


Asam Askorbat sangat tidak stabil  Digunakan ampul berwarna coklat
dalam larutan air (mudah menghindari terjadinya oksidasi
teroksidasi) membentuk asam Vit.C oleh cahaya atau di simpan
1
dihidroaskorbat dan juga tidak dalam tempat yang gelap dan
tahan dengan adanya cahaya, panas, terlindung dari cahaya matahari
dan udara
Ditambah Na EDTA 0,1% sebagai
Adanya ion logam dalam ampul
bahan pngkhelat untuk mengikat ion
mampu mengkatalisis reaksi
2 logam yang kemungkinan berasal dari
penguraian vit.c menjadi bentuk
botol ampul dan membentuk senyawa
yang tidak stabil
kompleks
Ditambahkan pH adjuster, yaitu
Zat aktif sangat stabil pada pH 6- NaOH yang dapat meningkatkan
3
6,5 dan mudah teroksidasi stabilitas zat aktif dan tidak OTT
dengan zat aktif
Digunakan wadah ampul yang dapat
melindungi zat aktif (sediaan) dari
Zat aktif yang digunakan mudah cahaya, yaitu ampul gelap, karena
4
teroksidasi oleh cahaya cahaya tidak langsung tembus ke
dalam sediaan sehingga tetap stabil
selama penyimpanan
Dipilih jenis sterilisasi yang sesuai:
Zat aktif tidak tahan terhadap aseptis, untuk memperoleh sediaan
5
pemanasan steril dengan mencegah kontaminasi
jasad renik dalam sediaan.

1. Bentuk sediaan steril yang digunakan secara parenteral ada beberapa macam.
Dibuat bentuk sediaan yang sesuai dengan sifat zat aktif
InjeksiMerupakan sediaan dalam volume kecil yang digunakan untuk satu kali pakai
(dosis tunggal) yaitu Ampul
2. Rute pemberian secara injeksi ada bermacam-macam
Dipilih rute pemberian yang sesuai dengan zat aktif : Intravena

9
Injeksi vitamin C diberikan melalui intravena. Injeksi intravena (I.V) merupakan
injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik,
yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi,
lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai
pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya atau efek yang sangat cepat dan kuat.
Tidak untuk obat yang tidak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan
protein atau butiran darah.
3. Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam
Diberi penandaan golongan obat yang sesuai.
Merah
Sediaan injeksi tidak dapat digunakan sendiri dan harus dibantu oleh tim medis

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Formulasi Sediaan Injeksi Vitamin C


Zat Aktif Karakteristik Kesimpulan
Vitamin C Pemerian : hablur atau serbuk putih atau agak kuning, oleh - Digunakan ampul
pengaruh cahaya lambat laun menjadi warna coklat, dalam keadaan berwarna coklat
larutan mudah teroksidasi menghindari terjadinya
Kelarutan : mudah larut dalam air, Agak sukar larut dalam etarol; oksidasi Vit.C oleh
tidak larut dalam kloroform eter dan benzen. cahaya atau di simpan
pH:stabil pada pH 6-6,5 dalam tempat yang
gelap dan terlindung
dari cahaya matahari
- Ditambah Na2EDTA
0,1% sebagai bahan
pngkhelat untuk
mengikat ion logam
yang kemungkinan
berasal dari botol ampul
dan membentuk
senyawa kompleks
- Ditambahkan pH
adjuster, yaitu NaOH
yang dapat
meningkatkan stabilitas
zat aktif dan tidak OTT
dengan zat aktif
- Ditambah Antioksidan
untuk menjaga
kestabilan yaitu
Tokoferol 0,5%
- Dipilih Sterilisasi
Pemanasan Basah
dengan Autoklaf Suhu
121OC selama 15 menit
dengan Metode Aseptis
Perhitungan Bahan:
1𝑔
Asam Askorbat 1%= 𝑥100 𝑚𝑙 = 1 𝑔 = 1000𝑚𝑔
100 𝑚𝑙
0,1 𝑔
Na2EDTA0,1% = 100 𝑚𝑙 𝑥100 𝑚𝑙 = 0,1𝑔 = 100𝑚𝑔
0,5 𝑔
Tokoferol 0,5% =100 𝑚𝑙 𝑥100 𝑚𝑙 = 0,5 𝑔 = 500 𝑚𝑔
1,39 𝑔
NaOH 1,39% = 100 𝑚𝑙 𝑥100 𝑚𝑙 = 1,39 𝑔 =
1390 𝑚𝑔 ~ 1400 𝑚𝑔
100 𝑔
Aqua Pro Injeksi = 100 𝑚𝑙 𝑥100 𝑚𝑙 = 100 𝑚𝑙

11
Perhitungan Isotonis:
Ptb Asam Askorbat = 0,150 (b1)
Ptb Na EDTA = 0,132 (b2)
Ptb Tokoferol = 0,386 (b3)
Ptb NaOH = 0,380 (b5)
Ptb NaCl = 0,576 (b6)

0,52 − (𝑏1.𝑐1+𝑏2.𝑐2+𝑏3.𝑐3+𝑏4.𝑐4)
B= 𝑏5

0,52 − (0,150.1+0,132.0,1+0,386.0,5+0,380.1,39)
B= 0,576
B= 0,64 % → Hipertonis tidak perlu ditambah NaCl karena tubuh
masih dapat menerima antara 0,6-2,0 %

Metode Pembuatan/ Cara Sterilisasi


Pembuatan Aqua Pro Injeksi:
1. Panaskan aqua destilata dalam erlenmeyer sampai air mendidih.
Setelah air mendidih, kemudian dipanaskan lagi selama 30
menit.
2. Kemudian di sterilisasikan dengan Cara Sterilisasi Basah
Ruang Prosedur
1. Semua alat dan wadah disterilkan
dengan cara masing-masing. Gelas
kimia ditara sebelum disterilisasikan
2. Pembuatan aqua pro injeksi : 300ml
Grey Area
disterilkan dengan autoklaf 121oC
(Ruang Steril)
selama 15 menit.
3. Setelah disterilkan, semua wadah
dimasukkan ke dalam white area
melalui transfer box
1. Asam askorbat ditimbang sebanyak 1
gram menggunakan kaca arloji steril
2. Na2 EDTA ditumbang sebanyak 100
Grey Area mg dengan kaca arloji steril.
(Penimbangan) 3. Na Metabisulfit ditimbang sebanyak
500 mg dengan kaca arloji steril
4. NaOH ditimbang sebanyak 1400 mg
dengan kaca arloji steril
1. Na2EDTA dilarutkan dengan 10 ml
aqua p.i
2. Na Metabisulfit dilarutkan dengan 10
White Area ml aqua p.1
Kelas C 3. Na2EDTA dicampurkan dengan Na
(Ruang metabisulfit (sisihkan massa 1)
pencampuran dan 4. Vitamin C di masukkan kedalam
pengisian) erlenmeyer kosong ditambah aqua pro
injeksi aduk sampai larut
5. Ditambahkan massa 1 aduk sampai
homogen, lalu ditambahkan NaOH

12
6. Tambahkan aqua pro injeksi sampai 70
ml kemudian cek pH lalu ditambah lagi
aqua pro injeksi sampai 100 ml
7. Campuran tersebut disterilisasikan
dengan autoklaf suhu 121oC selama 15
menit.
8. Diambil larutan secara aseptis sebanyak
5,3 ml kedalam ampul yang telah steril,
Grey Area
(Ruang Ampul ditutup dengan rapat
Penutupan)
Grey Area Sterilisasi akhir dilakukan dengan autoklaf
(Ruang Sterilisasi) suhu 121oC selama 15 menit.
Grey Area 1. Dilakukan evaluasi sediaan
(Ruang Evaluasi) 2. Sediaan diberi etiket yang sesuai

Cara Sterilisasi
Menggunakan Sterilisasi C (Pemanasan Basah): Menggunakan
Autoklaf suhu 1210C Selama 30 menit dan pengerjaan secara
Aseptis

Rute Pemberian
Intravena
Injeksi vitamin C diberikan melalui intravena. Injeksi intravena
(I.V) merupakan injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan
efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran
darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja
obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai
pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya atau efek yang sangat
cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tidak larut dalam air atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.

Evaluasi Sediaan Injeksi Vitamin C


IPC (In Process Control)
Tujuan Cara Kerja
Dengan pH meter:
Sebelum digunakan,
periksa elektroda dan
jembatan garam.
Menetapkan pH Kalibrasi pH meter.
suatu sediaan Pembakuan pH
larutan agar meter:
Uji pH sesuai dengan 1. Bilas elektroda
monografi. dan sel beberapa
Nilai pH dalam kali dengan
darah normal 7,4 larutan uji dan isi
sel dengan sedikit
larutan uji.
2. Baca harga pH
3. Gunakan air

13
bebas CO2 untuk
pelarutan dengan
pengenceran
larutan uji
1. Penetapan
menggunakan
tabung reaksi alas
datar berdiameter
15 mm hingga 25
mm, tidak
berwarna,
transparan, dan
terbuat dari kaca
netral
2. Masukkan
kedalam dua
tabung reaksi
Sediaan infus
masing-masing
atau injeksi yang
larutan zat uji dan
berupa larutan
suspense padanan
harus jernih dan
Uji yang sesuai
bebas dari
Kejernihan secukupnya
kotoran, maka
3. Setelah itu,
perlu dilakukan
bandingkan
uji kejernihan
kedua isi tabung
secara visual.
setelah 5 menit
pembutan
suspense
padanan, dengan
dengan latar
belakang hitam
4. Pengamatan
dilakukan
dibawah cahaya
yang terdifusi,
tegak lurus
kearah bawah
tabung

QC (Qualty Control)
Tujuan Cara Kerja
Menetapkan pH Dengan pH meter:
suatu sediaan Sebelum digunakan,
larutan agar periksa elektroda dan
Uji pH sesuai dengan jembatan garam.
monografi. Kalibrasi pH meter.
Nilai pH dalam Pembakuan pH
darah normal meter:

14
7,4 1. Bilas elektroda
dan sel beberapa
kali dengan
larutan uji dan isi
sel dengan sedikit
larutan uji.

2. Baca harga pH
Gunakan air bebas
CO2 untuk pelarutan
dengan pengenceran
larutan uji
1. Penetapan
menggunakan
tabung reaksi alas
datar berdiameter
15 mm hingga 25
mm, tidak
berwarna,
transparan, dan
terbuat dari kaca
netral
2. Masukkan
Sediaan infus kedalam dua
atau injeksi tabung reaksi
yang berupa masing-masing
larutan harus larutan zat uji dan
Uji jernih dan bebas suspense padanan
Kejernihan dari kotoran, yang sesuai
maka perlu secukupnya
dilakukan uji 3. Setelah itu,
kejernihan bandingkan kedua
secara visual. isi tabung setelah
5 menit pembutan
suspense
padanan, dengan
dengan latar
belakang hitam
4. Pengamatan
dilakukan
dibawah cahaya
yang terdifusi,
tegak lurus kearah
bawah tabung
Menetapkan Diletakkan pada
volume injeksi permukaan yang rata
Uji
yang secara sejajar lalu
Keseragaman
dimaksudkan dilihat keseragaman
Volume
dalam wadah volume secara visual.
agar volume

15
injeksi yang
digunakan
tepat/sesuai
dengan yang
tertera pada
penandaan
Pada pembuatan
secara kecil-kecilan
hal ini dapat
dilakukan dengan
mata tetapi dalam
jumlah besar hal ini
tidak mungkin bisa
dikerjakan.
Wadah-wadah
takaran tunggal yang
masih panas, setelah
selesai disterilkan
dimasukkan kedalam
larutan biru metilena
0,1%. Jika ada
wadah-wadah yang
bocor maka larutan
metilena akan masuk
Memeriksa kedalamnya karena
keutuhan perbedaan tekanan di
kemasan untuk luar dan di dalam
Uji menjaga tersebut. Sehingga
Kebocoran sterilitas dan cara ini tidak
volume serta digunakan/dipakai
kestabilan untul larutan-larutan
sediaan. yang sudah
berwarna.
Wadah-wadah
takaran tunggal
disterilkan terbalik
yaitu dengan cara
unjungnya di
bawah.ini digunakan
pada pembuatan
dalam skala kecil.
Jika terjadi
kebocoran maka
larutan ini akan
keluar dari dalam
wadah dan wadah
menjadi kosong.
Wadah-wadah yang
tidak dapat
disterilkan,

16
kebocorannya harus
diperiksa dengan
memasukkan wadah-
wadah tersebut
eksikator, yang
kemudian
divakumkan. Jika
terjadi kebocoran
larutan akan diserap
keluar. oleh karena
itu, harus dijaga agar
jangan sampai
larutan yang keluar,
diisap kembali jika di
vakum dihilangkan.

Inokulasi langsung
ke dalam media
perbenihan. Volume
Menetapkan
tertentu spesimen
apakah bahan
ditambah volume
farmakope yang
tertentu media uji,
harus steril
inkubasi selama tidak
memenuhi
kurang dari 14 hari,
persyaratan
kemudian amati
Uji Sterilitas yang
pertumbuhan secara
berhubungan
visual sesering
dengan uji
mungkin sekurang-
sterilisasi yang
kurangnya pada hari
tertera pada
ke-3 atau ke-4 atau
masing-masing
ke-5, pada hari ke-7
monografi.
atau hari ke-8 dan
pada hari terakhir
dari masa uji.
Lakukan pengujian
dalam ruang terpisah
yang khusus untuk
uji pirogen dan
Membatasi kondisi lingkungan
resiko reaksi yang sama dengan
demam pada ruang pemeliharaan.
tingkat yang Kelinci tidak diberi
Uji Pirogen
dapat diterima makan selama waktu
oleh pasien pada pengujian, apabila
pemberian pengujian
sediaan injeksi. menggunakan
termistor, masukkan
kelinci kedalam
kotak penyekap,
sehingga kelinci

17
tertahan dengan letak
leher yang longgar.
Tidak lebih dari 30
menit sebelum
penyuntikan larutan
uji, tentukan “suhu
awal”masing-masing
kelinci yang
merupakan dasar
untuk menentukan
kenaikan suhu. Suhu
tiap kelinci tidak
boleh lebih dari 1°C
% suhu setiap kelinci
tidak boleh >39,8°C

OPC (Out Process Control)


Out process control didapatkan dari hasil uji pH, uji kejernihan, uji
kebocoran, uji sterilitas, uji pirogen yang telah dilakukan selama in
process control.

Kemasan
Wadah : Ampul kaca berwarna gelap

Leaflet

Vitacorbate®
Injeksi 100mg/5ml
Komposisi:
Tiap ampul (5 ml) mengandung: Asam Askorbat…………………...100mg

Cara Kerja Obat:


Asam askorbat siap diabsorbsi dan didistribusikan secara luas dalam
jaringan tubuh. Vitamin C (Asam Askorbat) termasuk salah satu vitamin
yang larut dalam air dan bekerja sebagai ko-enzim serta memegang
peranan penting dalam pembentikan substansi antar sel dan jaringan 18
kolagen yang merupakan bagian dari jaringan ikat.

Indikasi:
Pengobatan pada kekurangan vitamin C
Label

Dus Kemasan

19

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
4.1.1. Formula
R/ Asam Askorbat 10%
Na2 EDTA 0,1%
Metabisulfit 0,5%

20
NaOH 1,39%
Aqua Pro Injeksi ad 100 ml

4.1.2. Metode dan Pembuatan


4.1.2.1. Pembuatan Aqua Pro Injeksi
1. Panaskan aqua destilata dalam erlenmeyer sampai air mendidih. Setelah air
mendidih, kemudian dipanaskan lagi selama 30 menit.
2. Kemudian di sterilisasikan dengan Cara Sterilisasi Basah

4.1.2.2. Pembuatan Sediaan


Ruang Prosedur
1. Semua alat dan wadah disterilkan dengan cara
masing-masing. Gelas kimia ditara sebelum
disterilisasikan
Grey Area 2. Pembuatan aqua pro injeksi : 300ml disterilkan
(Ruang Steril) dengan autoklaf 121oC selama 15 menit.
3. Setelah disterilkan, semua wadah dimasukkan ke
dalam white area melalui transfer box
4. Asam askorbat ditimbang sebanyak 1 gram
menggunakan kaca arloji steril
5. Na2 EDTA ditumbang sebanyak 100 mg dengan
Grey Area kaca arloji steril.
(Penimbangan) 6. Na Metabisulfit ditimbang sebanyak 500 mg
dengan kaca arloji steril
7. NaOH ditimbang sebanyak 1400 mg dengan kaca
arloji steril
1. Na2EDTA dilarutkan dengan 10 ml aqua p.i
2. Na Metabisulfit dilarutkan dengan 10 ml aqua p.1
3. Na2EDTA dicampurkan dengan Na metabisulfit
(sisihkan massa 1)
4. Vitamin C di masukkan kedalam erlenmeyer
kosong ditmbah aqua pro injeksi aduk sampai larut
White Area 5. Ditambahkan massa 1 aduk sampai homogen, lalu
Kelas C ditmbahkan NaOH
(Ruang pencampuran 6. Tambahkan aqua pro injeksi sampai 70 ml
dan pengisian) kemudian cek pH lalu ditambah lagi aqua pro
injeksi sampai 100 ml
7. Campuran tersebut disterilisasikan dengan autoklaf
suhu 121oC selama 15 menit.
8. Diambil larutan secara aseptis sebanyak 5,3 ml
kedalam ampul yang telah steril,
Grey Area
Ampul ditutup dengan rapat
(Ruang Penutupan)
Grey Area Sterilisasi akhir dilakukan dengan autoklaf suhu 121oC
(Ruang Sterilisasi) selama 15 menit.

21
Grey Area 1. Dilakukan evaluasi sediaan
(Ruang Evaluasi) 2. Sediaan diberi etiket yang sesuai

4.1.3. Rute Pemberian


Intravena
Injeksi vitamin C diberikan melalui intravena. Injeksi intravena (I.V) merupakan
injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik,
yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi,
lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai
pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya atau efek yang sangat cepat dan kuat.
Tidak untuk obat yang tidak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan
protein atau butiran darah.

4.1.4. Evaluasi
4.1.4.1. IPC (In Process Control)
Uji pH dan Uji Kejernihan

4.1.4.2. QC (Quality Control)


Uji pH, Uji kejernihan, Uji keseragaman Volum, Uji kebocoran,Uji Sterilitas dan Uji
pirogen

4.1.4.3. OPC (Out Process Control)


Out process control didapatkan dari hasil uji pH, uji kejernihan, uji kebocoran, uji
sterilitas, uji pirogen yang telah dilakukan selama in process control.

4.1.5. Kemasan
4.1.5.1. Wadah
Wadah yang digunakan adalah ampul, dilihat dari sifat bahan aktif yang mudah
terurai oleh cahaya matahari jadi wadah yang digunakan adalah ampul berwarna
gelap. Tiap ampul 5 ml mengandung Asam Askorbat 100 mg. Dosis pemberian
100mg/5ml sehari 1 kali.

4.1.5.2. Leaflet

Vitacorbate®
Injeksi 100mg/5ml
Komposisi:
Tiap ampul (5 ml) mengandung: Asam Askorbat…………………...100mg

Cara Kerja Obat:


Asam askorbat siap diabsorbsi dan didistribusikan secara luas dalam
jaringan tubuh. Vitamin C (Asam Askorbat) termasuk salah satu vitamin
yang larut dalam air dan bekerja sebagai ko-enzim serta memegang
peranan penting dalam pembentikan substansi antar sel dan jaringan 22
kolagen yang merupakan bagian dari jaringan ikat.

Indikasi:
Pengobatan pada kekurangan vitamin C
4.1.5.3. Etiket

TIDAK BOLEH DIULANG TANPA


RESEP DOKTER

4.1.5.4. Dus Kemasan

23

4.2. Saran
Dalam penyusunan praformulasi injeksi kita harus memperhatikan kecocokan antara
bahan aktif dan zat-zat tambahan. Serta sifat dari bahan aktif tersebut dapat memberikan
petunjuk untuk jenis sterilisasi yang akan digunakan dan perlakuan selama proses pembuatan.
Pengecekan pH sebaiknya dilakukan pada saat volume sediaan mendekati jumlah volume
yang dibuat. Sebelum memulai, terlebih dahulu membuat api dan menyiapkan oven dan
autoklaf untuk proses sterilisasi agar bisa langsung digunakan, sehingga tidak memakan
waktu yang lama.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2005. Farmaseutika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pre


Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. 1995. Farmakologi dan
Terapi, edisi empat. Jakarta: Gaya Baru.

24
Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain.
1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London:
The Pharmaceutical Press.
Excipients, second edition. London: The Pharmaceutical Press
Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Farmakope Indonesia Edisi keempat. 1995. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Formularium Nasional Edisi Kedua. 1978. Departemen Kesehatan Repiblik
Indonesia.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Sulistiawati, Farida dan Suryani Nelly. 2009. Formulasi Sediaan Steril.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Wade, Ainley and Paul J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, second edition. London: The Pharmaceutical Press

25

Anda mungkin juga menyukai