Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA


“UJI PELEPASAN GEL Na DIKLOFENAK”

DISUSUN OLEH :
Kelompok B4
Sabda Kartika Ratu (162210101076)
Monika Tri Wulandari (162210101077)
Shafira Faradiba Tsaniyah (162210101078)
Dwi Ayu Samsuri (162210101083)
Roudhotul Firdaus (162210101085)
Firda Noor Ivana (162210101099)

DOSEN :
Eka Deddy Irawan, S.Si., M.Sc., Apt.

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA


BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA

Percobaan Praktikum : Formulasi Sediaan Gel Na Diklofenak


Hari/ Tanggal : Rabu/ 05 Desember 2018
Kelompok :B-4
Nama Peserta :
Sabda Kartika Ratu (162210101076)
Monika Tri Wulandari (162210101077)
Shafira Faradiba Tsaniyah (162210101078)
Roudhotul Firdaus (162210101083)
Dwi Ayu Samsuri (162210101085)
Firda Noor Ivana (162210101099)

I. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat

II. Dasar Teori


III. Definis Na Diklofenak
IV. Absorpsi Perkutan
Absorbsi perkutan adalah proses masuknya molekul obat dari kulit dalam jaringan
bawah kulit, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi perkutan yaitu :
1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus berada pada permukaan
kulit dalam konsentrasi yang cukup
2. Konsentrasi obat yang ada dalam suatu sediaan yang digunakan pada kulit akan
berbanding lurus dengan luas area permukaan kulit yang diolesi sediaan semisolid
tersebut
3. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar pada kulit
dibandingkan dengan pembawanya
4. Koefisien partisi obat
5. Absorbsi obat ditingkatkan dengan bahan pembawa yang mudah menyebar di kulit
6. Hidrasi kulitdapat mempengaruhi absorbsi perkutan
7. Adanya penggosokan sediaan pada kulit akan meningkatkan jumlah obat yang di
absorbsi
8. Tempat pemakaian(kondisi kulit) akan mempengaruhi absorbsi, kulit yang lapisan
tanduknya tebal maka absorbsi akan lebih lama
9. Lama pemakaian dpat mempengaruhi jumlah obat yang diabsorbsi
10. Permeabilitas kulit akan mempengaruhi jumlah obat yang diabsorbsi

V. Uji Difusi Sediaan Gel


Proses masuknya obat ke dalam kulit secara umum terjadi melalui difusi pasif.
Difusi tersebut secara umum terjadi melalui stratum korneum (jalur transepidermal)
tetapi juga terjadi melalui kelenjar keringat , minyak, atau folikel rambut (jalur
transapendageal/ transfolikuler)
Difusi pasif yaitu proses dimana suatu substansi bergerak dari daerah yang
konsentrasinya tinggi ke konsentrasi rendah. Lagu difusi menurut hukum difusi Fick’s
yaitu :
𝑑𝑄 𝐷𝐾𝐴 (𝐶𝑠 𝑥 𝐶)
=
𝑑𝑡 ℎ

Keterangan : D= koefisien difusi obat


k= koefisien partisi obat
A= luas permukaan membran
h= tebal membran
Cs= konsentrasi obat dalam pembawa
C= Konsentrasi obat dalam medium reseptor
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa difusi obat berbanding lurus dengan
konsentrasi obat, koefisien difusi berbanding terbalik dengan tebal membran, selain itu
difusi pasif yang dipengaruhi koefisien partisi (semakin besar koefisien partisi maka
semakin cepat difusi obat). Disamping itu, kemampuan berdifusi dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia dari zat aktif (Bobot molekul, kelarutan, koefisien partisi) ataupun juga
dipengaruhi karkateristik basis sediaan dan zat zat tambahan dalam sediaan.
Terdapat beberapa metode uji difusi sediaan gel. Uji tersebut dilakukan secara in
vitro menggunakan obat dan bahan yang mewakili proses difusi obat melalui stratum
korneum. Metodenya yaitu:
1. Horizontal Diffusion Cell
Sel difusi berbentuk horizontal dimana terdapat penjepit yang diletakkan
membran. Di bagian bawah terdapat media disolusi yang menyerupai cairan tubuh
di kulit. Sediaan gel diletakkan diatas membran lalu diharapkan gel menembus
membran.
2. Jacketed Cell
Alatnya sama dengan Horizontal Diffusion Cell namun terdapat jaket yang
berfungsi untuk menjaga suhu seperti suhu tubuh 37ºC dimana jaket berisi air yang
mengalir untuk menjaga suhu.
3. Flow Through Cell
Membran kulitnya Berbentuk horizontal media disolusinya dalam keadaan
mengalir (cairan masuk keluar)
4. Side by side Diffusion Cell
Terdapat bagian donor dan reseptor chamber sebagai wadah dari media disolusi.
Sediaan gel diletakkan pada bagian donor chamber sehingga gel dapat menembus
ke bagian reseptor chamber.

VI. Uji Disolusi Sediaan Gel


Proses melarutnya obat terlebih dahulu pada tempat aksi agar dapat diabsorbsi dan
masuk pada tempat target, disebut disolusi. Ketika partikel obat mengalami disolusi,
molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dala larutan dan
membentuk lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat
padat. Lapisan ini disebut lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat
keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membran biologis
sehingga terjadi absorbsi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan lapisan difusi,
molekul-molekul akan diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat
dan proses absorbsi tetap berlanjut.
Menurut hukum Fick, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat
tinggi ke daerah dengan konsentrasi obat rendah (Shargel dan Andrew, 2005). Berikut
merupakan persamaan hukum Fick pertama:
𝑑𝑀
J=
𝑆.𝑑𝑡

Keterangan : J= fluks
M= jumlah obat yang tertranspor
S= luas penampang kulit
t= waktu
Persamaan Higuchi merupakan persamaan yang diturunkan dari hukum Fick.
Persamaan ini digunakan untuk menentukan jumlah obat yang lepas dari basis yang
digambarkan sebagai pelepasan obat dari suatu matriks yang homogen (Sinko, 2011).
𝑞
Q = 𝑥 = [Dr (2A – Cs) Cs]½

Keterangan : Q= jumlah obat (q) yang terlepas pada waktu (t) persatuan luas (x)
D= koefisien difusi obat dalam pembawa
A= kadar permulaan obat dalam pembawa
Cs= kelarutan obat
Pengujian pelepasan obat dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo. Uji disolusi
in vitro dapat dilakukan untuk menentukan karakteristik pelepasan obat dari sediaan.
Salah satu alat yang dapat digunakan adalah alat disolusi Paddle Over Disk menurut
United States of Pharmacopoeia. Uji pelepasan secara in vitro dilakukan dengan cara
antara lain:
a. Preparasi membran cellophane
Membran cellophane dipotong sesuai ukuran yang digunakan (± 3 cm) kemudian
direndam semalam dalam beaker glass yang berisi aquadest.
b. Preparasi alat dan bahan uji
Bejana diisi dengan dapar fosfat salin pH 7,7 ± 0,5 °C sebanyak 500 mL dan
suhu diatur 37 ± 0,5 °C. Cakram kemudian ditimbang bagian bawah dan dimasukkan
gel ke bagian tengah cakram sampai penuh, bagian atas diratakan dan ditimbang lagi
untuk mengetahui bobot gel. Membran cellophane diletakkan di atas gel dengan
posisi luar kulit bersentuhan dengan larutan dapar dan sebisa mungkin dihindari
adanya gelembung. Kemudian dipasang karet berwarna hitam di atas membran agar
melekat dengan bagian bawah cakram kemudian digabung menggunakan baut.
c. Uji pelepasan
Cakram dimasukkan ke dalam alat uji yang berisi dapar kemudian dipasang
pedal hingga jarak ujung pedal dengan bagian atas cakram 25 ± 2 mm dan diatur
kecepatan putar pedal 50 rpm. Ditekan tombol start dan proses dilakukan selama 4
jam. Sampel diambil dari kompartemen reseptor sebanyak 5,0 mL pada menit ke-0,
5, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, dan 240. Setiap kali selesai sampling dilakukan
penambahan 5,0 mL larutan dapar yang baru agar volume cairan tetap sehingga tidak
pekat. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis kadar bahan aktif menggunakan
spektrofotometri Uv-Vis pada panjang gelombang maksimum untuk memperoleh
konsentrasi bahan aktif tertransport tiap waktu (Sayed dan Reza, 2003).
Faktor Yang Mempengaruhi Disolusi
Difusi senyawa atau obat secara in vitro tergantung tidak hanya oleh pembawa dan
sifat fisika kimia obat tetapi juga parameter-parameter percobaan. Selain itu, bentuk
sediaan juga kurang lebih membawa pengaruh yang cukup banyak terhadap uji in
vitro. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh tersebut antara lain:
 Sifat fisika kimia obat
Meliputi: luas permukaan partikel, obat dalam bentuk kristal atau amorf, bentuk
garam dari bahan obat
 Faktor formulasi
Berbagai bahan tambahn yang digunakn pada sediaan obat dapat mempengaruhi
kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium
tempat obat melarut dengan bahan obat ataupun bereaksi secara langsung dengan
bahan obat.
 Faktor alat dan kondisi lingkungan
Meliputi: kecepatan pengadukan; temperatur, viskositas dan komposisi dari
medium; pengambilan sampel
Selain uji in vitro, juga terdapat uji in vitro yang merupakan suatu uji yang
menggunakan makhluk hidup sebagai uji coba. Uji in vivo digunakan untuk
mengetahui pengaruh rute pemberian terhadap bioavailabilotas obat. Pada uji ini,
faktor yang mempengaruhi penyerapan obat pada permukaan kulit di antaranya
adalah kondisi fisiologis kulit (keadaan dan umur kulit), aliran darah, tempat
pengolesan, kelembaban dan suhu kulit (Ansel, 2008)

VII. Sistem Penghantaran Transdermal (Standar Umum Pelepasan Obat)


VIII. Metode Percobaan
IX. Hasil dan Pembahasan
X. Pembahasan
XI. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu
sebagai berikut :
XII. Daftar Pustaka
Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta : Universitas
Indonesia Pers.
Sayed,A.M., Reza A.2003. An Investigation into the Effect of Various Penetration
Enhancers on Precutaneous Absorsortion of Piroxicam. Irian Journal of
Pharmacetical Research. 2:135-140.
Shargel, L., dan B. C. Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan
Edisi 2. Terjemahan oleh Siti Sjamsiah. Surabaya : Airlangga University Press.
Sinko, P. J. 2011. Martin Farmasi Fisik dan Ilmu Farmasetika Edisi 5. Jakarta : EGC
Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai