DISUSUN OLEH :
Kelompok B4
Sabda Kartika Ratu (162210101076)
Monika Tri Wulandari (162210101077)
Shafira Faradiba Tsaniyah (162210101078)
Dwi Ayu Samsuri (162210101083)
Roudhotul Firdaus (162210101085)
Firda Noor Ivana (162210101099)
DOSEN :
Eka Deddy Irawan, S.Si., M.Sc., Apt.
I. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat
Keterangan : J= fluks
M= jumlah obat yang tertranspor
S= luas penampang kulit
t= waktu
Persamaan Higuchi merupakan persamaan yang diturunkan dari hukum Fick.
Persamaan ini digunakan untuk menentukan jumlah obat yang lepas dari basis yang
digambarkan sebagai pelepasan obat dari suatu matriks yang homogen (Sinko, 2011).
𝑞
Q = 𝑥 = [Dr (2A – Cs) Cs]½
Keterangan : Q= jumlah obat (q) yang terlepas pada waktu (t) persatuan luas (x)
D= koefisien difusi obat dalam pembawa
A= kadar permulaan obat dalam pembawa
Cs= kelarutan obat
Pengujian pelepasan obat dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo. Uji disolusi
in vitro dapat dilakukan untuk menentukan karakteristik pelepasan obat dari sediaan.
Salah satu alat yang dapat digunakan adalah alat disolusi Paddle Over Disk menurut
United States of Pharmacopoeia. Uji pelepasan secara in vitro dilakukan dengan cara
antara lain:
a. Preparasi membran cellophane
Membran cellophane dipotong sesuai ukuran yang digunakan (± 3 cm) kemudian
direndam semalam dalam beaker glass yang berisi aquadest.
b. Preparasi alat dan bahan uji
Bejana diisi dengan dapar fosfat salin pH 7,7 ± 0,5 °C sebanyak 500 mL dan
suhu diatur 37 ± 0,5 °C. Cakram kemudian ditimbang bagian bawah dan dimasukkan
gel ke bagian tengah cakram sampai penuh, bagian atas diratakan dan ditimbang lagi
untuk mengetahui bobot gel. Membran cellophane diletakkan di atas gel dengan
posisi luar kulit bersentuhan dengan larutan dapar dan sebisa mungkin dihindari
adanya gelembung. Kemudian dipasang karet berwarna hitam di atas membran agar
melekat dengan bagian bawah cakram kemudian digabung menggunakan baut.
c. Uji pelepasan
Cakram dimasukkan ke dalam alat uji yang berisi dapar kemudian dipasang
pedal hingga jarak ujung pedal dengan bagian atas cakram 25 ± 2 mm dan diatur
kecepatan putar pedal 50 rpm. Ditekan tombol start dan proses dilakukan selama 4
jam. Sampel diambil dari kompartemen reseptor sebanyak 5,0 mL pada menit ke-0,
5, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, dan 240. Setiap kali selesai sampling dilakukan
penambahan 5,0 mL larutan dapar yang baru agar volume cairan tetap sehingga tidak
pekat. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis kadar bahan aktif menggunakan
spektrofotometri Uv-Vis pada panjang gelombang maksimum untuk memperoleh
konsentrasi bahan aktif tertransport tiap waktu (Sayed dan Reza, 2003).
Faktor Yang Mempengaruhi Disolusi
Difusi senyawa atau obat secara in vitro tergantung tidak hanya oleh pembawa dan
sifat fisika kimia obat tetapi juga parameter-parameter percobaan. Selain itu, bentuk
sediaan juga kurang lebih membawa pengaruh yang cukup banyak terhadap uji in
vitro. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh tersebut antara lain:
Sifat fisika kimia obat
Meliputi: luas permukaan partikel, obat dalam bentuk kristal atau amorf, bentuk
garam dari bahan obat
Faktor formulasi
Berbagai bahan tambahn yang digunakn pada sediaan obat dapat mempengaruhi
kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium
tempat obat melarut dengan bahan obat ataupun bereaksi secara langsung dengan
bahan obat.
Faktor alat dan kondisi lingkungan
Meliputi: kecepatan pengadukan; temperatur, viskositas dan komposisi dari
medium; pengambilan sampel
Selain uji in vitro, juga terdapat uji in vitro yang merupakan suatu uji yang
menggunakan makhluk hidup sebagai uji coba. Uji in vivo digunakan untuk
mengetahui pengaruh rute pemberian terhadap bioavailabilotas obat. Pada uji ini,
faktor yang mempengaruhi penyerapan obat pada permukaan kulit di antaranya
adalah kondisi fisiologis kulit (keadaan dan umur kulit), aliran darah, tempat
pengolesan, kelembaban dan suhu kulit (Ansel, 2008)