Oleh :
Latar Belakang
Obat-obatan stimulan sistem saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat
bereaksi secara langsung ataupun secara tidak langsung pada SSP. Yang termasuk
obat stimulan SSP adalah amphetamine, methylphenidate, pemoline, cocaine,
efedrin, amfetamin, metilfenidat, MDMA, dan modafinil. Stimulan yang paling
ideal dan paling sering digunakan adalah dextroamphetamine (Dexedrine) , Obat-
obat stimulan tersebut termasuk dalam kelompok II adalah obat yang termasuk
golongan obat terlarang karena mengakibatkan pengguna menjadi orang yang
bersifat dan berkelakuan melawan hukum dan ketagihan.(Sunardi, 2006)
Stimulan mempercepat aktivitas sistem saraf pusat. Dalam dosis sedang,
obat stimulant menghasilkan perasaan senang, percaya diri, dan kegembiraan atau
euphoria. Dalam dosis besar, obat-obat ini membuat seseorang merasa cemas dan
gugup. Dalam dosis yang sangat besar, obat-obat ini dapat menyebabkan kejang-
kejang, gagal jantung, dan kematian (Wade dan Tarvis 2008). Obat stimulant dapat
menyebabkan komplikasi seperti bertambahnya kegelisahan dan kegugupan. Efek
samping jangka pendek utama meliputi anoreksia, nyeri perut bagian atas, dan sulit
tidur. Efek samping stimulansia jangka panjang dapat meliputi peningkatan
frekuensi jantung dan supresi pertumbuhan ( Behrnman dan Arvin 2000).
Kardiazol merupakan obat yang bekerja pada medulla oblongata. Obat
golongan ini dapat menyebabkan hiperaktivitas, peningkatan frekuensi pernapasan
dan jantung serta tremor. Konvulsi yang ditimbulkan oleh obat ini adalah spontan
atau tanpa rangsangan, asimetris, dan klonis (Gunawan 2007).
Menurut Wade dan Tarvis (2008), efek umum yang didapatkan dari kafein
yaitu keterjagaan, kewaspadaa, dan waktu reaksi yang lebih pendek. Sedangkan
menurut Sinclair (2003), kafein adalah stimulan SSP yang meningkatkan denyut
jantung dan turut berperan terhadap terjadinya takikatdi supraventikular serta
kondisi kurang tidur. Sedangkan konsumsi kafein menyebabkan tidak dapat
beristirahat, insomnia, otot yang tegang, detak jantung tidak teratur, dan tekanan
darah tinggi. Penggunaan kafein dengan dosis yang berlebih pada orang yang
sensitive dapat menimbulkan efek samping gelisah, gugup, indomnia, tremor,
palpitasi, dan kejang (Herwana et al. 2005).
Amfetamin adalah obat sintesis yang dikonsumsi dalam bentuk pil, disuntik,
dihisap, atau dihirup (Wade dan Tarvis 2008). Menurut Kee dan Hayes (1996),
amfetamin merangsang pelepasan neurotransmitter, norepinefrin dan dopamine,
dari otak dan sistem saraf simpatis (terminal saraf tepi). Amfetamin menyebabkan
euphoria dan kesiagaan tetapi, juga mengakibatkan tidak dapat tidur, gelisah
tremor, dan iritabilitas. Masalah-masalah kardiofaskular, seperti meningkatnya
denyut jantung, palpitasi, aritmia jantung, dan meningkatnya tekanan darah, dapat
timbul pada pemakaian yang terus menerus dari amfetamin Kee dan Hayes (1996).
Amfetamin merupakan obat yang bekerja pada cortex cerebri.
Striknin merupakan obat stmulansia yang bekerja pada medulla spinalis.
Konvulsi yang ditimbulkan bersifat aspontan, simetris, dan tetanis. Striknin
terdapat dalam biji-biji Strycnos nux-vomica yang telah masak. Biji-biji ini
mengandung sektar 1-1.5% striknin yan dapat diperoleh dengan cara ekstraksi.
Kristal striknin berbentuk prisma, tak berbau, rasa pahit, toksik, dan stabil di udara.
Titik lebur striknin 268-290OC, bergantung pada kecepatan pemanasan. Secara
kualitatif, striknin dapat dibuktikan dengan penambahan asam sulfat pekat dan
Kristal kalium bikromat sehingga terbentuk warna biru, ungu, merah, dan akhirnya
hijau. Pemakaian striknin yang penting antara lain utnuk denaturasi alcohol,
pemisahan campuran rasemat, pemberantasan binatang pengerat, dan antidote
beberapa keracunan (Sumardjo 2006).
Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah mengetahui prinsip kerja dari obat
stimulansia SSP dan gejala klinis yang menyertainya.
METODOLOGI
PEMBAHASAN
Normal 0 + + + + 80 92 -
0 0,05 + ++ + + 104 72 -
5 0,1 ++ ++ ++ + 104 68 -
[𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑚𝑔] = 35 𝑚𝑔
SIMPULAN
Cafein dan amphetamine bekerja pada cortex cerebri. Cafein dapat
menembus sawar otak dan mempengaruhi pembuluh darah di otak, sehingga badan
dan otak “tidak bisa tidur”, menyebabkan pelepasan adrenalin ke tubuh dan
membuat sel-sel selau aktif dan terjaga srhingga menghasilkan perasaan tenang dan
“melayang”. Amphetamine dapat menghilangkan rasa kelelahan dan penat,
Amphetamine memicu pelepasan noradrenalin dan menghambat re-uptakenya.
Cardiazole bekerja pada medulla oblongata dengan menghambat sistem GABA-
nergik, sehingga akan meningkatkan eksibilitas sistem syaraf pusat. Sedangkan
striknin bekerja pada medulla spinalis. Striknin bekerja pada medulla spinalis
dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmiter
penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan postsinaps dan merupakan
konvulsan kuat dengat sifat kejang yang khas.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin H, Benny, Elisma. 2012. Kajian efek stimulansia beberapa minuman energi
kemasan botol yang beredar di pasaran. Jurnal Farmasi Higea. 4(2): 120-
132.
Barker MH, Levine SA. 1928. Cardiazol some experimental effects of this drug on
the cardiorespiratory mechanism. Arch Intern Med (Chic). 42(1):14-22.
Behrnman K, Arvin N. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1 Edisi
Kelimabelas. Wahab S, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Nelson Textbook of Pediatrics
Fifteenth Edition.
Cappelletti C, Daria P, Sani G, Aromatario M. 2015. Caffeine: cognitive and
physical performance enhancer or psychoactive drug? Current
Neuropharmacology. 13(1): 71-88.
Gunawan SG. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta (ID): Gaya Baru.
Herwana E, Pudjiadi LL, Wahab R, Nugroho D, Hendrata T, Setiabudy R,. 2005.
Efek pemberian minuman stimulant terhadap kelelahan pada tikus.
Universa Medicina. Vol 24 (1) : 8-14.
Kee JL, Hayes ER. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Anugerah
P, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan
dari : Pharmacology : A Nursing Process Approach.
Lopez-Cruz L, Salamone JD, Correa M. 2018. Caffeine and selective adenosine
receptor antagonists as new therapeutic tools for the motivational symptoms
of depression. Front. Pharmacol. 9: 526.
Niall M. 2006. ‘A violent thunderstorm’: Cardiazol treatment in British mental
hospitals. History of Psychiatry. 17(1): 67–90.
Sastro, Ellyn C. 2008. Uji Efek Stimulan Ekstrak Daun Poko (Mentha arvensis L)
pada Mencit. [Undergraduate thesis] Widya Mandala Catholic University :
Surabaya
Scott JC, Woods SP, Matt GE, Meyer RA, Heaton RK. 2007. Neurocognitive
effects of methamphetamine: A critical review and meta-analysis.
Neuropsychol Rev. 17:275-97.
Sinclair C. 2003. Buku Saku Kebidanan. Komalasari R, penerjemah. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari : A Midwife’s Handbook.
Sujatno M., 2001. Pengaruh penggunaan doping terhadap penampilan atlet pada
Pekan Olah Raga Nasional XIV/1996 dan South East Asian Games
XIX/1997 di Jakarta. JKM. 1 (1) : 32-38.
Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta.Jakarta (ID) :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sunaryo. (1995). Perangsang Susunan Saraf Pusat, dalam Farmakologi Dan
Terapi. Editor Sulistia G. Ganiswara. Edisi Keempat. Jakarta (ID): Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Utama, Hendra, Vincent HS Gan. (1995). Antikonvulsan, dalam Farmakologi dan
Terapi Bab 12. Editor Sulistia G. Ganiswara. Edisi Keempat. Jakarta (ID):
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wade C, Travis C. 2008. Psikologi Edisi 9. Widyasinta B, penerjemah. Jakarta (ID)
: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Psikologi Ninth Edition.
Wiraagni IA. 2019. Amphetamine detection in human blood plasma with
LC_MS/MS. Jurnal Forensik dan Medikolegal Indonesia 1 (1) : 1-5.