Latar Belakang
Stimulansia adalah senyawa yang mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dan dapat
meningkatkan konsentrasi, merangsang susunan saraf pusat untuk menghilangkan kelelahan,
serta menambah kemampuan fisik dan mental (Febrinasari et al. 2016). Efek perangsangan
susunan saraf pusat baik oleh obat yang berasal dari alam atau sintetik dapat diperlihatkan
pada hewan dan manusia. Pada hewan percobaan, obat stimulansia SSP dapat meningkatkan
aktivitas motorik dan kesadaran (Ganiswara 1995). Obat stimulansia SSP dapat
meningkatkan aktivitas motorik dan kesadaran.
Daya kerja stimulansia SSP dapat dibedakan berdasarkan lokasi dan titik tangkap
kerjanya, yaitu stimulansia cortex cerebri, stimulansia medulla oblongata, stimulansia
medulla spinalis. Obat stimulansia cortex cerebri mampu meningkatkan persepsi, respons,
tremor, gelisah, dan delirium. Konvulsi yang ditimbulkan bersifat aspontan, simetris, dan
klonis. Konvulsi aspontan terjadi jika ada rangsangan terlebih dahulu. Simetris ditandai
dengan tremor yang terjadi bersamaan pada anggota tubuh kanan dan kiri, sedangkan klonis
terjadi apabila kontraksi memiliki fase istirahat. Contoh obat stimulansia cortex cerebri
adalah caffeine. Caffeine dapat meningkatkan kewaspadaan, menurunkan kecepatan reaksi,
meningkatkan ventilasi dan mengurangi penampilan pada beberapa keahlian motorik halus
(Hayati 2012). Obat stimulansia medulla oblongata dapat menyebabkan hiperaktivitas,
peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung serta tremor. Konvulsi yang ditimbulkan
adalah spontan (tanpa rangsangan), asimetris, dan klonis. Contoh obat stimulansia medulla
oblongata adalah cardiazol. Obat stimulansia medulla spinalis merangsang medulla spinalis
dan bagian lain dari SSP. Contoh obat dari golongan ini adalah striknin. Obat ini biasanya
juga mempengaruhi reflek, sifat konvulsinya aspontan, simetris, dan tetanis.
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengamati gejala yang muncul setelah pemberian
obat dan menentukan target kerja obat pada sistem saraf pusat.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf pusat merupakan bagian dari sistem saraf yang terdiri dari otak dan
sumsum tulang belakang. SSP mempunyai fungsi mengoordinasi semua aktivitas bagian
tubuh manusia (Tjay dan Rahardja 2007). SSP dibantu oleh sistem saraf perifer yang
berfungsi menghantarkan impuls dari dan ke susunan saraf pusat. Impuls dihantarkan dari
saraf aferen ke sistem saraf pusat kemudian ke saraf eferen. Rangsangan berupa sakit,
panas, rasa, cahaya, suara mula-mula diterima oleh sel-sel penerima (reseptor) lalu
dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit dapat disebabkan oleh
rangsangan rasa sakit di otak besar, tetapi analgetik narkotik menekan reaksi emosional
yang ditimbulkan oleh rasa sakit tersebut (Ganiswara 2007).
Sebagian besar obat yang mempengaruhi SSP bekerja dengan mengubah beberapa
tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang mempengaruhi SSP dapat bekerja
presinaptik, mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja
neurotransmiter. Obat-obat lain dapat memacu atau menghambat reseptor postsinaptik.
memberikan tujuan umum SSP dengan fokus pada neurotransmitter yang terkait dalam
penggunaan obat-obat SSP dalam klinik (Mycek dan Mery 2013).
Obat-obatan stimulan susunan saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat bereaksi
secara langsung atau tidak langsung terhadap susunan saraf pusat. Efek perangsangan
susunan saraf pusat dari obat alami maupun sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan
manusia. Perangsangan SSP oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme, yaitu
mengadakan blokade sistem penghambatan dan meninggikan perangsangan sinaps.
(Sunaryo 1995). Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa
berpikir lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan bekerja keras,
tetapi akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul akibat penggunaan zat ini.
Pupil akan berdilatasi, nafsu makan akan sangat ditekan, keinginan urinasi akan ditekan,
dan tekanan darah bertendensi untuk naik secara signifikan. Secara mental, pengguna
akan mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan merasa lebih senang. Stimulan
susunan saraf pusat memiliki dua golongan obat yang bekerja pada susunan saraf pusat
(SSP). Golongan pertama adalah stimulan psikomotor yang menimbulkan eksitasi dan
euforia, mengurangi perasaan lelah, serta meningkatkan aktivitas motorik. Golongan
kedua adalah obat-obat psikotomimetik atau halusinogen yang menimbulkan perubahan
mendasar dalam pola pemikiran dan perasaan serta sedikit berpengaruh pada sambungan
otak dan sumsum tulang belakang. Stimulan susunan saraf pusat (SSP) sedikit sekali
digunakan di klinik, tetapi penting dalam masalah penyalahgunaan obat (Mycek dan Mery
2013).
METODE PRAKTIKUM
Alat yang digunakan adalah spuit 1 ml, stopwatch, dan kandang hewan. Bahan yang
digunakan adalah katak, mencit, caffein, striknin, cardiazol, dan amfetamin.
Prosedur Praktikum
0 - Tegak + + + 76 76 -
Keterangan:
+ : Ada respons
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, katak yang diinjeksi dengan
striknin langsung menunjukkan adanya konvulsi setelah didiamkan selama 10 menit. Striknin
selain mempengaruhi refleks, sifat konvulsinya aspontan, simetris, dan tetanis. Hal itu
disebabkan oleh daya kerja striknin sebagai konvulsan yang kuat. Untuk menguji titik
tangkap kerja dari striknin dilakukan perusakan cortex cerebri pada awalnya namun katak
masih mengalami konvulsi begitu juga ketika medulla oblongata dirusak. Ketika medulla
spinalis dirusak, katak tidak mengalami konvulsi lagi yang menunjukkan titik tangkap kerja
dari striknin adalah medulla spinalis.
10 0.2 - - - - - - -
Keterangan:
+ : Ada respons
Pada dosis 0.1 ml juga ditemukan efek konvulsi sehingga pemberian obat segera
dihentikan. Efek konvulsi yang ditimbulkan spontan, asimetris, dan klonis. Katak yang
mengalami konvulsi tersebut dirusak corteks cerebri untuk melihat pengaruh kerja obat
terhadap saraf pusat, namun masih menunjukkan gejala konvulsi. Lalu, perusakan juga
dilakukan pada bagian medulla oblongata dan terlihat efek konvulsi menghilang. Hal ini
menunjukkan bahwa efek cardiazol terhadap saraf pusat berada pada bagian medulla
oblongata. Dosis yang rendah cardiazol akan menimbulkan efek konvulsi, sedangkan
semakin tinggi dosis akan menyebabkan konvulsi dan kematian (McCrae 2006). Cardiazol
adalah golongan obat analeptika yang bekerja untuk menstimulasi bagian sistem saraf
tertentu, terutama pusat pernapasan dan pusat vasomotor dalam medulla oblongata. Obat ini
dapat menyebabkan terjadinya spasmus otot pada pemberian dosis tingkat tinggi
berkelanjutan. Cardiazol umumnya digunakan sebagai terapi konvulsi (Mutschler 1999).
5 0.1 Tegak + + + 72 96 -
10 0.2 Tegak + + + 72 92 +
15 0.4 Kaku - - - - - -
lurus
Keterangan:
+ : Ada respons
Caffein adalah xantin yang mengandung gugus metal. Xantin merangsang susunan
saraf pusat, menimbulkan diaresis, merangsang otot jantung, dan melemaskan otot polos
terutama bronkus. Kafein merangsang miokard secara langsung. Pemberian kafein pada
dosis besar pada katak menyebabkan efek perangsangan langsung pada miokard menjadi
menonjol dengan akibat takikardia. Pemberian dengan dosis bertingkat hingga katak mati
menunjukkan toksisitas digitalis terhadap kerja jantung dalam perannya menjaga sirkulasi
darah ke seluruh tubuh.
Katak diinjeksikan dengan caffeine dan diberikan dosis yang berbeda-beda setiap 5
menit. Pada pemberian caffeine 0.05 ml, katak memiliki frekuensi nafas 84 kali/menit dan
frekuensi jantung 112 kali/menit, posisi tubuh tegap. Reflek, rasa nyeri, dan tonus otot
masih ada. Pemberian kafein dengan dosis 0.4 ml pada menit ke-30, katak tiba-tiba
mengalami konvulsi yaitu aspontan, simetris, dan klonis. Penambahan dosis caffeine
mengakibatkan frekuensi nafas dan frekuensi jantung semakin menurun, hal ini terbukti
pada pemberian dosis 0.4 ml bahwa frekuensi nafas dan frekuensi jantung katak tidak ada
lagi. Menurut Patra (2014), bahwa caffeine mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama
otot polos bronchus dan otot jantung. Rasa nyeri pada pemberian dosis 0.4 ml sudah tidak
ada lagi karena kafein memberikan efek dengan cara menghambat aktivitas adenosine,
neurotransmitter yang memengaruhi hampir seluruh sistem dalam tubuh (Weinberg dan
Bealer 2008). Tonus otot katak sudah tidak ada lagi, secara teoritis kafein memiliki efek
terhadap otot melalui mekanisme utilitas lemak menjadi energi dan peningkatan kadar
kalsium sel otot (Nandatama 2016).
0 0 + + - + 112 108 -
Keterangan:
+ : Ada respons
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Barker MH, Levine SA. 1928. Cardiazol some experimental effects of this drug on the
cardiorespiratory mechanism. Arch Intern Med (Chic). 42(1):14-22.
Erjon, Zizba GO, Meisyayati S. 2017. Standarisasi efek antikonvulsi ekstrak etanol daun ubi
jalar pada mencit putih jantan. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia. 5(2): 48-54.
Febrinasari N, Wijayanti R, Apriadi A. 2016. Uji stimulansia ekstrak kulit umbi bawang
putih (Allium sativum L.) pada mencit galur swiss. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis.
1(2): 42-49.
Ganiswara SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): FK Universitas Indonesia.
Gunawan SG. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta (ID): FK Universitas Indonesia.
Hayati. 2012. Penggunaan kafein dalam dunia olahraga dan efeknya sebagai ergogenic.
Jurnal Wahana. 58(1): 1-7.
Kristianto A. 2017. Epilepsi bangkitan umum tonik-klonik di UGD RSUP Sanglah Denpasar-
Bali. Intisari Sains Medis. 8(1): 69-73.
Mutschler. 1999. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Bandung (ID): Institut
Teknologi Bandung.
Mycek, Mary J. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta (ID): Widya Medika.
Nandatama SR. 2016. Pengaruh minuman kopi (coffea) terhadap kekuatan otot dan ketahanan
otot pada atlet sepak bola usia remaja di SSB Persisac Kota Semarang [skripsi].
Semarang (ID): Universitas Muhammadiyah Semarang.
Satiti AG, Bachri MS. 2011. Efek antikonvulsan serbuk herba pegagan (Centella asiatica (L.)
Urban) terhadap mencit jantan yang diinduksi pentylenetetrazole. Di dalam:
Nukhasanah, Wahyuningsih I, Utami D, Hariyono W, Rustiawan A, editor. Home
Care untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan; 2011 Jun 30; Yogyakarta.
Yogyakarta (ID): Universitas Ahmad Dahlan Press. hlm 17-22.
Sunaryo. 1995. Perangsang Susunan Saraf Pusat, dalam Farmakologi Dan Terapi Edisi
Keempat. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Tjay TH, Rahardja K. 2007. Obat-Obat Penting Edisi 5. Jakarta (ID): Gramedia.
Weinberg BA, Bealer BK. 2001. The World of Caffeine. New York (NY): Routledge.