Anda di halaman 1dari 33

SSP I

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat
mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah
kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena
merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi
menjadi dua yaitu otak (ensevalon) dan sumsum tulang belakang (medula
spinalis).
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla
oblongata), dan jembatan varol. Masing masing memiliki peranan yang berbeda
dalam sistem saraf simpatis, Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan
semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi),
ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak tengah terletak di depan
otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar
hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Serebelum mempunyai
fungsi utama dalam gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan
posisi tubuh. Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari
medula spinalis menuju ke otak. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur
gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.Jembatan varol berisi
serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga
menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang
Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat
yang tidak spesifik misalnya hipnotik sedativ. Obat yang bekerja pada sistem saraf
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anestetik umum, hipnotik
sedativ, psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik, inflamasi, perangsang
susunan saraf pusat.
Pada percobaan ini akan dilakukan beberapa perlakuan terhadap, yaitu
akan dilakukan pengamatan terhadap anastetik umum, depresan, stimulan,
hipnotik dan sedativ yang diujikan pada hewan coba mencit (Mus musculus).
Obat yang digunakan untuk anastetik umum yaitu eter dan kloroform sedangkan
untuk hipnotik sedativ digunakan diazepam dan feobarbital, untuk stimulant
digunakan kafein, dan untuk depersan digunakan amitriptilin.
Sistem saraf pusat perlu untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu
farmakologi toksikologi karena mahasiswa farmasi dapat mengetahui obat-obat
apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem saraf pusat. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
B. Tujuan Pengamatan
Adapun tujuan dari percobaan sistem saraf pusat I yaitu:
1. Untuk menentukan efek obat anestesi umum eter dan kloroform, hipnotik
dan sedative menggunakan obat fenobarbital dan diazepam terhadap
hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter onset dan
durasi.
2. Untuk menentukan efek obat anti depresi Amitripthyline terhadap hewan
coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter durasi diam
3. Untuk menentukan stimulant susunan saraf pusat menggunakan kafein
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter
frekuensi dan durasi gerak

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan
berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme
sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur.
Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan
saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang
belakang) (Gunawan, 2007).
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat
mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana kerja dibawah
kesadaran dan kemauan. Sitem saram yang mengkoordinir sistem-sistem lainnya
yakni, susunan saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang dan sistem saraf perifer (Tjay, 2010).
Dalam tidur terdapat dua stadium yaitu REM disebut juga tidur mimpi
terjadi pada tahap kr lima yang ditandai dengan pernafasan dan denyut jantung
naik turun, aliran darah keotak meningkat, sedangkan tidur non-REM yaitu tidur
pulas terjadi 1-4 tahap yang ditandai dengan pernafasan dan denyut jantung mulai
teratur (Tjay, 2010).
Manusia pada dasarnya mempunyai 4-6 siklus non-rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM) pada saat tidur malam, setiap siklus
berlangsung selama 70-120 menit. Biasanya terjadi empat tahap tidur NREM
sebelum memasuki periode REM yang pertama. Pada NREM tahap 1, gelombang
alfa berkembang perlahan menjadi gelombang teta. Pada tingkat 2 ditandai oleh
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

ritme teta dengan sleep spindeles dan k compleks. Tingkat 3 dan 4 disebut sebagai
kondisi delta.dalam kondisi tidur REM, terdapat suatu amblitudo rendah,
frekuensi EEG campuran, peningkatan aktivitas elektrik dan metabolisme,
peningkatan aliran darah kontak muscle atomia poikilothemia, vivid dreaming,
dan fruktuasi pada pernapasan maupun kecepatan denyut jantung (Sukardar,
2013).
Depresi adalah kondisi dimana suasan hati sangat sedih dan kehilangan
minat untuk bereaktivitas, sehingga menggunakan pola pikir, perilaku, perasaan
dan kesejahteraan fisik individu secra keseluruhan (MIMS, 2013).
Antidepresi adalah gangguan obat-obat yang mampu memperbaiki
suasana jiwa dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung,
yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial, ekonomi, obat-obatan atau penyakit.
Antidepresi bekerja dengan jalan menghambat re-update serotonin dan
noradrenalin diujung-ujung sarafotak dan dengan demikian memperpanjang
waktu tersedianya neurotransmitter tersebut. Disamping itu antidepresi dapat
mempengaruhi reseptor postsinaps. Adapun efek samping dari antidepresi ini
dapat menimbulkan dengan efek samping antipsikotika yaitu sedasi, gangguan
mood dan lain-lain (Tjay, 2010).
Mekanisme obat-obat antidepresan memotensiasi baik secara langsung
maupun tidak langsung kerja norepinefrin dan/atau serotonin dalam otak.
Penggolongan obat antidepresan terbagi menjadi 6 yaitu (Harvey & Champe,
2013) :
a. Penghambat ambilan-kembali serotonin selektif (SSRI)
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

SSRI merupakan suatu kelompok obat antidepresan dengan beragam


kimiawi yang secara spesifik menghambat ambilan-kembali serotonin,
memiliki selektivitas terhadap pengangkut serotonin sebanyak 300
hingga 3000 kali lebih besar dibandingkan pengangkut norepinefrin.
Contoh obatnya adalah citalopram dan escitalopram.
b. Penghambat

ambilan-kembali

norepinefrin

serotonin

(SNRI)

Venlafaxine dan duloxetine menghambat ambilan-kembali serotonin dan


norepinefrin secara selektif. Obat ini dapat efektif mengobati depresi
pada pasien yang tidak efektif dengan SSRI.
c. Antidepresan atipikalKelompok obat yang bekerja pada beberapa lokasi
yang berbeda.Kelompok ini meliputi bupropion, mirtazapine, nefazodone
dan trazodone.
d. Antidepresan trisiklik (TCA)
Menghambat ambilan-kembali norepinefrin dan serotonin menuju
neufron sehingga, seandainya baru ditemukan hari ini, TCA mungkin
akan dimasukkan dalam SNRI, kecuali perbedaan dalam efek samping
yang terkait kelas antidepresan yang lebih baru tersebut. Contoh obatnya
adalah amitriptilin.
e. Penghambat MAO
Monoamina oksidase adalah enzim mitokondria yang ditemukan pada
saraf dan jaringan lainnya, seperti usus dan hati. Contoh obatnya adalah
selegiline.
f. Obat yang digunakan untuk mengobati mania dan gangguan bipolar

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

Gangguan bipolar, sebelumnya dikenal dengan penyakit menikdepresi


merupakan gangguan yang memiliki siklus, dimana terjadi flukruasi yang
sangat ekstrim pada susunan hati (mood, energi dan perilaku yang
berulang). Diagnosis penyakit ini melibatkan kemunculan mania,
hiponatik, atau episode campuran selama perjalanan penyakit (Sukardar,
2013).
Cemas/ Anxietas adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan, berupa
ketegangan rasa takut, atau gelisah yang timbul dari sumber yang tidak diketahui.
Gangguan cemas ini merupakan gangguan mental tersering. Gejala fisik
kecemasan berat berupa dengan ketakutan (seperti takikardia, berkeringat,
gemetar dan palpitasi) dan melibatkan pengaktifan simpatis (Harvey & Champe,
2013).
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepine diindikasikan juga sebagai pelumas otot, antiasietas (anticemas),
dan juga sebagai penginduksi tidur (Elysabeth, 2012). Anasthesia yaitu hilangnya
sensasi, biasanya akibat cedera saraf atau reseptor. Hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, disebabkan oleh pemberian obat atau intervensi medis lainnya
(Hartanto,2014). Dalam banyak hal, fungsi dasar neuron dalam sistem saraf pusat
sama dengan sistem saraf otonom. Misalnya transmisi informasi dalam sistem
saraf pusat dan perifer keduanya menyangkut lepasnya neurotransmitter yang
melintas pada celah sinaptik untuk kemudian terikat pada reseptor spesifik neuron
postsinaptik. Dalam pengenalan neurotransmitter oleh membran reseptor neuron
postsinaptik memberikan perubahan intraseluler (Olson. 2002:40).
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

Anastetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anastesi


(an=tanpa, aesthesis=perasaan) atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum
yang bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan pingsan (Sloane, 2003).
Stadium anestesi ada 4, yaitu:
1.

Stadium I (analgesia). Stadium analgesia dimulai sejak saat


pemberian anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih tetap sadar
dan dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan
tindakan pembedahan ringan seperti pencabutan gigi dan biopsi

2.

kelenjar.
Stadium II (Eksitasi). Stadium ini dimulai sejak hilangnya
kesadaran sampai munculnya pernapasan yang teratur yang merupakan
tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak
mengalami delirium dan eksitasidengan gerakan-gerakan di luar

3.

kehendak.
Stadium III (Pembedahan). Stadium III dimulai dengan timbulnya
kembali pernapasan yang teratur dan berlangsung sampai pernapasan
spontan hilang. Keempat tingkat dalam stadium pembedahan dibedakan
dari perubahan pada gerakan bola mata, refleks bulu mata dan
konjungtiva, tonus otot, dan lebar pupil yang menggambarkan semakin
dalamnya pembiusan.
a. Tingkat 1: pernapasan teratur, spontan, dan seimbang antara
pernapasan dada dan perut; gerakan bola mata terjadi di luar
kehendak, miosis, sedangkan, tonus otot rangka masih ada.

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

b. Tingkat 2: pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola


mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai
melemas, dan refleks laring hilang sehingga pada tingkat dapat
dilakukan intubasi.
c. Tingkat 3: pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada
karena otot interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka
sempurna, pupil lebih lebar tetapi belum maksimal.
d. Tingkat 4: pernapasan perut sempurna karena otot interkostal
lumpuh total, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan
refleks cahaya menghilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai
ke tingkat 4 ini sebab pasien akan mudah sekali masuk ke stadium
IV yaitu ketika pernapasan sopntan melemah. Untuk mencegah ini,
harus diperhatikan benar sifat dan dalamnya pernapasan, lebar
pupil dibandingkan dengan keadaan normal, dan turunnya tekanan
4.

darah.
Stadium IV (Depresi Medula Oblongata). Stadium IV ini dimulai
dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III tingkat 4,
tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, dan
jantung berhenti berdenyut. Keadaan ini dapat segera disusul dengan
kematian, kelumpuhan napas di sini tidak dapat diatasi dengan
pernapasan buatan, bila tidak didukung oleh alat bantu napas dan
sirkulasi. (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI,2007)
Pada sebagian besar sinaps sistem saraf pusat, reseptor tergabung dalam

saluran ion, mengikat neurotransmitter ke reseptor membran postsinaptik


sehingga dapat membuka saluran ion secara cepat dan sesaat. Saluran yang
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

terbuka ini kemungkinan ion didalam dan luar membran sel mengalir kearah
konsentrasi yang lebih kecil. Perubahan komposisi dibalik membran neuron akan
mengubah potensial postsinaptik, menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi
membran postsinaptik, yang tergantung pada ion tertentu yang bergerak dan arah
dari gerakan itu (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI,2007).
Gangguan neurotransmisi yang dapat diobati dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu yang disebabkan oleh terlalu banyaknya neurotransmisi dan oleh
terlalu sedikitnya neurotransmisi. Neurotransmisi yang terlalu banyak disebabkan
oleh (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
Anastesi umum merupakan keadaan tidak terdapatnya sensasi yang
berhubungan dengan hilangnya kesadaran yang reversible. Anastetik lokal adalah
obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduks
sepanjang serabut saraf secara reversible (Neal,2006).
Pada umumnya anastetik lokal digunakan secara lokal dan menghambat
konduksi saraf impuls sensoris dan perifer ke SSP. Anestetik lokal menghilangkan
sensasi (dan dalam konsentrasi yang lebih tinggi, aktivitas motoris) dalam area
tubuh yang terbatas tenpa menghasilkan ketidaksadaran (Harvey & Champe,
2013).
Anastetik umum yang paten diberikan secara inhalasi atau intravena.
Anestetik inhalasi memiliki keuntungan yang tidak terdapat pada agen intravena
karena kedalaman anesthesia yang dapat dengan cepat diubah dengan cara
mengubah konsentrasi obat. Anestetik inhalasi juga bersifat reversible karena
sebagian besar dieliminasi secara cepat dari tubuh melalui ekhalasi sedangkan
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

anestetik intravena seringkali digunakan untuk induksi cepat anesthesia yang


kemudian dipertahankan dengan agen inhalasi yang sesuai. Obat-obat ini
menginduksi anesthesia secara cepat sehingga harus disuntikkan secara perlahanlahan (Harvey & Champe, 2013).
Hipnotik sedative merupakan golongan obat pendepresi suusnan saraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tennag atau kenatuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu
hilangnya kesdaran, keadaan anesthesia, koma, dan mati (Mardjono, 2007).

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

B. Uraian Bahan dan Obat


a. Uraian Bahan
a. Air suling (Ditjen POM, 1979, hal : 96)
Nama Resmi
Nama Lain
Pemerian

:
:
:

AQUA DESTILATA
Aquades, air suling
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

Kelarutan

mempunyai rasa.
Larut dalam etanol.

Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan

Sebagai pelarut
b. Natrium CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi
Nama Lain
Pemerian
Kelarutan

:
:
:
:

NATRII CARBOXYMETHYL CELLULOSUM


Natrium Karboksimetil Sellulosa
Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning
Mudah mendispersi dalam air, tidak larut dalam etanol

Penyimpanan

(95 %) eter P dan pelarut organik lain.


Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

:
Anastesi umum

b. Uraian obat
a. Eter (Dirjen POM, 1979 : 66)
Nama Resmi
Nama Lain
RM
BM
Pemerian

:
:
:
:
:

AETHER ANASESTHETICUS
Eter anestesi, Etoksietana
C4H10O
74,12
Cairan transparan, tidaka berwarna, bau khas, rasa manis dan
membakar. Sangat mudah menguap, sangat mudah terbakar,
campuran uapnya, dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida
pada kadar tertentu dapat meledak.

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

Kelarutan

:
Larut dalam 10 bagian air, dapat campur dengan
etanol (95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak

Penyimpanan

lemak dan dengan minyak atsiri.


Dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung dari cahaya,

ditempat sejuk
Kegunaan

Anastesi umum
b. Kloroform (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi
Nama Lain
RM
BM
Pemerian

:
:
:
:
:

CHLOROFORNUM
Kloroform
CHCl3
119,38
Cairan jernih, tidak berwarna, mudah mengalir, sifat

khas, bau eter, rasa manis dan terbakar


Sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol,

Penyimpanan

benzene, heksana, lemak, dan minyak menguap.


Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca, terlindung

Kegunaan

Kelarutan

dari cahaya
Anastesi umum
c. Amitriptilin
Nama Resmi
Nama Lain
RM
BM
Pemerian

AMITRIPTYLINI

HYDROCHLORIDUM

:
:
:
:

(Dirjen POM,1979)
Amitriptilia hidroklorida (Dirjen POM,1979)
C20H23N (Dirjen POM,1979)
313,87 (Dirjen POM,1979)
Serbuk hablur atau hablur kecil; putih atau
hamper putih; tidak erbau atau hamper tidak

Kelarutan

berbau. (Dirjen POM,1979)


Larut dalamm 1 bagian air, dalam 1,5 bagian
etanol (95%) dan tidak lebih dari 101,1%

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

tidak berbau. (Dirjen POM,1979)

Penyimpanan

Kegunaan

Golongan

Dalam

wadah

tertutup

baik

(Dirjen

POM,1979)
Antidepresan (Dirjen POM,1979)
Antidepresan
Indikasi

trisiklik/polisiklik

(Harvey,

2013)
Depresi, gangguan distimik, depresi atipikal,
skizofrenia depresi, nocturnal enuresis pada

Kontraindikasi

anak. (Tjay, 2010)


Koma atau depresi sistem saraf pusat,
rusaknya area subarakhnoid, gangguan darah
atau depresi sumsum tulang, MCl. (Tjay,

Efek samping

2010)
Diaforesis, mulut kering, pandangan kabur,
takikardia, mengantuk, konstipasi, hipotensi.

Interaksi obat

(Tjay, 2010).
Hipnotik dan antiansietas, analgesik opioid,
antipsikotik,

antidepresan

lain,

alkohol,

antihistamin meningkatkan efek sedasi. Tidak


boleh diberikan bersama MAO. (Gunawan,
2012)

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

Dosis

Depresi : dosis awal sampai 75 mg/hari,


dalam dosis terbagi, naikkan bertahap sampai
150-200 mg (sampai 300 mg untuk pasien
rawat inap). Sampai 150 mg dapat diberikan
sebagai

dosis

tunggal

sebelum

tidur.

(Gunawan, 2012)
d. Diazepam
Nama Resmi
Nama Lain
RM
BM
Pemerian

:
:
:
:
:

DIAZEPAMUM (Dirjen POM, 1979)


Diazepam (Dirjen POM, 1979)
C16H13C1N2O (Dirjen POM, 1979)
284,74 (Dirjen POM, 1979)
Serbuk hablur, putih atau hampir putih

Kelarutan

(Dirjen POM, 1979.


Agak sukar larut dalam air (Dirjen POM,

Penyimpanan

1979)
dalam wadah tertutup baik (Dirjen POM,

Kegunaan

Golongan obat

Indikasi

1979)
sebagai sedativum (Dirjen POM, 1979)
Benzodiasepin (Harvey, 2013)
Untuk pengobatan jangka pendek pada
gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan
untuk meringankan spasme otot rangka
Kontraindikasi

karena inflamsiatau trauma. (Tjay, 2010)


Penderita hipersensitifitas, bayi dibawah 6
bulan, wanita hamil dan menyusui, depresi
pernafasan, gangguan pulmonar akut dan

Efek samping
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

keadaan phobia. (Gunawan, 2012)


Mengantuk, ataksia, kelelahan, erupsi pada
Sunanda

SSP I

kulit, edema, mual dan konstipasi sakit


kepala, amnesia, hipotensi dan retensi urin.
Farmakokinetik

(Gunawan, 2012)
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin.
Kerja utama diazepam yaitu potensiasi
inhibisi

neuron

dengan

asam

gamma-

aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada


sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi
metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam
Farmakodinami

dan oxazepam. (Gunawan, 2012)


Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1
- 2 jam pemberian oral. Waktu paruh
bervariasi antara 20 - 50 jam sedang waktu
paruh desmetildiazepam bervariasi hingga
100 jam, tergantung usia dan fungsi hati.

Interaksi Obat

(Ganiswarna, 2012)
Penggunaan bersama obat-obat depresan
susunan saraf pusat atau alkohol dapat
meningkatkan efek depresan. Rifampisin
dapat meningkatkan bersihan benzodiasepin.

(Tjay, 2010)
e. Kafein (Ditjen POM 1979 : 125)
Nama Resmi
Nama Lain

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

:
:
:
:

Coffein
Kafein
C6H10N4O2
197,19

Sunanda

SSP I

Pemerian

Serbuk

atau

hablur

bentuk

jarum,

mengkilat,biasanya menggumpal putih; tidak


Kelarutan

Penyimpanan
Kegunaaan

:
:

berbau; rasa pahit


Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol
(95%)
dalam wadah tertutup baik

sebagai sample
f. Fenobarbital (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi

Phenolbarbital

natrium(Ditjen

POM,

Nama Lain
RM
Pemerian

:
:
:

1979)
Luminal natrium (Ditjen POM, 1979)
2H11N2NaO3 (Ditjen POM, 1979)
Serbuk putih, tidak berbau, rasa pahit,

Kelarutan

higroskopis (Ditjen POM, 1979).


larut dalam air, etanol, praktis tidak larut
dalam kloroform dan eter (Ditjen POM,

Penyimpanan
Golongan obat
Indikasi

1979).
.
Dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM,

:
:

1979).
Barbiturat (Richard, 2013)
Gangguan tidur, kondisi terangsang, untuk
menunjang

penyembuhan

penghentian

morfin serta sebagai sedativ, antara lain


pada hipertireosis, keluhan klimakterium.
Kontraindikasi

(Gunawan,2012)
Pada gangguan fungsi jantung, ginjal dan
hati, porfiri akut karena induksi enzim
yang terlibat dalam sintesis porfirin serta
keracunan

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

alkohol,

analgetika

dan

Sunanda

SSP I

psikofarmaka. (Gunawan, 2012


Dosis

:
Sekali 300 mg, sehari 600 mg. (Gunawan,
2012)

Farmakodinami

:
Memberikan efek anti konvulsi dan efek

k
utama adalah depresi SSP. Depresi napas
sebanding dengan dosis tidak memberikan
efek yang nyata pada kardiovaskular
(Gunawan, 2012)
Farmakokinetik

:
Dimetabolisme hampir sempurna di hati
sebelumdieksresikan di ginjal (Gunawan,
2007).

Penyimpanan

:
Dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM,
1979).

Kegunaan

:
Sebagai hipnotik sedative (Ditjen POM,

Efek samping

1979)
Efek samping pada dosis hipnotik jarang
terjadi.

Sekali-sekali

dapat

terjadi

gangguan saluran cerna dan reaksi alergi.


(Gunawan, 2012)

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

BAB III
METODE KERJA
A. Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah benang godam,
baskom, kanula, lap kasar, lap halus, spoit, statif, toples, stopwatch.
B. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amitriptylin,
caffein, diazepam, eter, kapas, kloroform, Na-CMC 1%, dan Phenobarbital
C. Hewan Coba
Adapun hewan coba yang digunakan pada praktikum adalah (Mus
musculus).
D. Pembuatan Bahan
Pembuatan Na-CMC 1% b/v
1
2
3

Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gram


Dipanaskan hingga 70oC, kemudian dilarutkan dalam 100 mL air suling
Dimasukkan Na-CMC kedalam lumpang, ditambahkan 100 mL air yang telah

dipanaskan kemudian diaduk


Dimasukkan larutan Na-CMC 1% ke dalam wadah dan disimpan dalam lemari
pendingin (kulkas)

2.

3.

E. Pembuatan Obat
1. Amitriptylin
a Disiapkan alat dan bahan
b Ditimbang amitriptylin sebanyak 0,012 gram
c Dimasukkan ke dalam kertas perkamen
d Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL
e Dihomogenkan lalu diberi etiket
Fenobarbital
a Ditimbang fenobarbital sebanyak 0,01295 gram
b Dimasukkan ke dalam kertas perkamen
c Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL
d Dihomogenkan lalu diberi etiket
Diazepam
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

4.

1
2
3
4

a
b
c
d
e
Coffein
a.
b.
c.
d.
e.

Disiapkan alat dan bahan


Ditimbang diazepam sebanyak 0,004 gram
Dimasukkan kedalam kertas perkamen
Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL
Dihomogenkan lalu diberi etiket

Disiapkan alat dan bahan


Ditimbang coffein sebanyak 0,00615 gram
Dimasukkan kedalam kertas perkamen
Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL
Dihomogenkan lalu diberi etiket
F. Perlakuan Hewan Coba
Disiapkan sejumlah mencit yang akan digunakan dalam praktikum
Dibersihkan mencit yang akan digunakan
Ditimbang masing-masing berat badan mencit
Dihitung volume pemberian masing-masing mencit
a Anestesi
1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)
2. Dimasukkan mencit kedalam toples yang masing-masing berisi

kapas yang telah dibasahi dengan kloroform dan eter


3. Diamati efek farmakodinamik yang terjadi
4. Dicatat onset dan durasi
Antidepresan
1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)
2. Digantung mencit pada statif
3. Diamati perilaku mencit sebelum pemberian obat
4. Diberikan obat amitriptylin pada mencit secara oral
5. Diamati perilaku mencit pada menit ke 0, 15, 30, 45, dan 60
6. Dihitung frekuensinya
Hipnotik sedative
1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)
2. Diamati perilaku mencit sebelum pemberian obat
3. Diberikan masing-masing obat fenobarbital dan diazepam pada
mencit secara oral
4. Diamati onset dan durasi dari efek yang ditimbulkan
5. Dicatat onset dan durasi
Stimulant
1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)
2. Dimasukkan mencit kedalam wadah yang berisi air
3. Diamati perilaku mencit
4. Diberikan obat coffein pada mencit secara oral
5. Dimasukkan lagi mencit kedalam air

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

6. Diamati berapa banyak gerakan yang ditimbulkan hewan coba


mencit pada menit ke 0, 15, 30, 45, dan 60
7. Dicatat frekuensinya

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
a

Anti depresan
Perlakuan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan

VP
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL

Frekuensi
Awal
0
15
30
45
60
75

Banyak Gerakan
56 Gerakan
14 Gerakan
26 Gerakan
30 Gerakan
18 Gerakan
24 Gerakan
70 Gerakan

BB
23 g
23 g
23 g
23 g
23 g

VP
0,76 mL
0,76 mL
0,76 mL
0,76 mL
0,76 mL

Frekuensi
0
15
30
45
60

Banyak Gerakan
71 Gerakan
59 Gerakan
54 Gerakan
41 Gerakan
39 Gerakan

Stimulant
Perlakuan
Stimulant
Stimulant
Stimulant
Stimulant
Stimulant

BB
20 g
20 g
20 g
20 g
20 g
20 g
20 g

Hinotik dan sedative


Kelompo
k
I
II

Perlakua
n
Sedativ
Hipnotik

BB

VP

Onset

Durasi

32 g
24 g

1 mL
0,8 mL

0-60 menit
0-47 menit

45 menit
49 enit

d. Anastesi
Kode mencit
I (Eter)
II (kloroform)
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Perlakuan
Anastesi
Anastesi

BB
25 g
26 g

VP
0,83 mL
0,86 mL

Onset
1:52:33
1:56:48

Durasi
02:34
06:16
Sunanda

SSP I

B. Hasil Pengamatan
Sebagian besar obat yang mempengaruhi sistem saraf pusat bekerja
dengan mengubah beberapa tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang
mempengaruhi sistem saraf pusat dapat bekerja pada prasinaps dengan
mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja neurotransmitter.
Obat-obat lain dapat memacu atau menghambat reseptor prasinaps. Transmisi
informasi dalam sistem saraf pusat dan perifer melibatkan pelepasan
neurotransmitter yang berdifusi melintasi celah sinaps untuk kemudian terikat
pada reseptor spesifik pada neuron pascasinaps.
Pada kedua sistem tersebut, pengenalan neurotransmitter oleh reseptor
membrane neuron pascasinaps akan mencetuskan perubahan intraseluler.namun
ada perbedaan utama antara kedua sistem saraf otonom dari jumlah sinaps pada
ssp jauh lebih banyak ssp, tidak seperti sistem saraf otonm perifer, mengandung
banyak anyaman neuron yang menghambat yang secara berkesinambungan
memodulasi kecepatan transmisi neuron.
Tujuan dilakukannya pengamatan ini adalah, yang pertama untuk
menentukan efek obat anastesi umum eter dan kloroform, hipnotik dan sedative
menggunakan obat phenobarbital dan diazepam terhadap hewan coba mencit
(Mus Musculus) berdasarkan parameter onset dan durasi.
Yang kedua, untuk menentukan efek obat anti depresi amitripthylin
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter durasi diam.
Dan yang ketiga, untuk menentukan stimulant susunan saraf pusat menggunakan
obat cafeina terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter
frekuensi dan durasi gerak.
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah benang godam,
baskom, kanula, kapas, spoit, statif, stopwatch, dan toples. Sedangkan baha yang
digunakan pada percobaan ini adalah aquadest, amitripthylin, caffeina, diazepam,
eter, kloroform, Na-CMC 1% dan Phenobarbital.
Adapun hewan coba yang di pakai pada percobaan ini adalah mencit
(Mus Musculus), alasan digunakannya karena hewan yang digunakan haruslah
memiliki kesamaan struktur dan sistem organ dengan manusia, salah satunya yaitu
hewan mencit (Mus Musculus). Selain itu haruslah juga memperhatikan variasi
biologik (usia, jenis kelamin) ras, sifat genetik, status kesehatan, nutrisi, bobot dan
luas permukaan tubuh, serta keadaan lingkungan fisiologik. Dan juga karena
mencit (Mus Musculus) juga memiliki komponen darah yang dapat mewakili
mamalia lainnya khususnya manusia, dan juga mencit (Mus Musculus)
mempunyai organ terlengkap sebagai hewan mamalia.
Obat yang digunakan pada praktikum ini adalah diazepam dalam
percobaan hipnotik dan sedative. Diazepam merupakan salah satu kelompok obat
barbiturat yang masuk dalam golongan anastesik intravena. Obat yang digunakan
secara intravena ini dalam anastesi akan memberikan efek tidur pada pasien yang
menggunakan respirator. Efek hipnotik dalam golongan obat barbiturat akan
meningkatkan total lama tidur.
Yang kedua adalah Phenobarbital, dalam percobaan hipnotik dan sedativ.
Phenobartital

juga

termasuk

kelompok

barbitural

dalam

golongan

antiepileptikprimer. Mekanisme kerja primernya adalah melepaskan efek


inhibitorik neuron, yang diperantarai oleh GABA. Efek sampingnya adalah sedasi,
gangguan kognitif, dan berpotensi osteoporosis. Penggunaan utama Phenobarbital
pada epilepsi adalah dalam terapi statis.
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

Yang ketiga dalah amitriptilin, dalam percobaan antidepresan. Obat ini


termasuk dalam kelompok antidepresan trisiklik dalam golongan obat anti
depresan.

Mekanisme

kerjanya

adalah

penghambat

ambilan

kembali

neurotransmitter dan penghambat reseptor. Fek-efek obat ini meningkatkan mood,


memperbaiki kewaspadaan mental dan menurunkan pra-okulasi morbid pada 5070% penderita depresi mayor.
Yang keempat adalah kafein dalam percobaan stimulant susunan saraf.
Obat ii termasuk dalam kelompok perangsang motoris dalam golongan
perangsang ssp. Mekanisme kerjanya adalah translokasi kalsium ekstraseluler.
Peningkatan adenosine monofosfat siklik dan guanosin monofosfat siklik sebagai
hambatan fosfodiesterase, dan penghambatan reseptor adenosine. Efeknya adalah
inotropic dan kronptropik pada jantung meningkatkan keluaran natrium, clorida,
kalium dalam urin. Juga meragsang sekresi asam hidroklorat dari mukosa
lambung.
Perlakuan yang dilakukan pada eter dan kloroform adalah anastesi, yang
disesuaikan dengan volume pemerian (VP) mencit. Tetapi, karena dalam waktu
lama belum menghasilkan efek, maka volume pemeriannya (VP) ditingkatkan.
Mencit 1 dimasukkan kedalam toples 1 yang telah berisikan kapas yag telah
diberikan eter. Begitupula dengan mencit 2, dimasukkan kedalam toples 2 yang
telah berisikan kapas yang telah diberikan kloroform.
Dan hasil pengamatan menunjukkan hasil yang berbeda. Pada mencit 1
yang memiliki berat 25 g dan volume pemeriannya (VP)adalah 0,83 mL yang
dicukupkan menjadi 1 mL menunjukkan onset yaitu selama 1 jam 52 menit 33
detik. Sedangkan durasinya selama 1 menit 34 detik. Pada mencit 2, yang
memiliki berat badan 26 g dan volume pemeriannya (VP)adalah 0,86 mL yang di
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

cukupkan menjadi 1 mLmenunjukkan onset selama 1 jam 56 menit48 detik, dan


durasinya selama 6 menit 16 detik.
Perbandingan antara pemakaian eter dan kloroform di percobaan anastesi
yaitu, eter lebih cepat berefek pada mencit dibandingkan dengan kloroform.

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum diatas dismpulkan bahwa pada percobaan anastesi.
Pemberian eter pada mencit (Mus Musculus) lebih cepat bereaksi dan
menimbulkan efek daripada pemberian kloroform. Sedangkan pada percobaan
antidepresan dan stimulant, pada frekuensi 0,15,30,45,60 dan 75, mencit
mengalami gerakan yang berbeda-beda pada frekuensi tertentu. Dan pada
percobaan hipnotik dan sedative, pemberian Phenobarbital lebih cepat
menimbulkan efek pada mecit daripada pemberian diazepam.
B. Saran
Sebaiknya agar laboratorium melengkapi bahan untuk praktikum, agar
kiranya pada saat praktikum semua bahan bisa digunakan

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

LAMPIRAN
A. Perhitungan Dosis
a. Diazepam 2 mg, BR = 198,32 mg

Dosis Dewasa

Dosis mencit

2 mg
=0.03 mg/kgBB
60 kg

= 0,033mg/kgBB

37
=0,37 mg/kgBB
3

Dosis mencit 30 gram =

0,37 mg
30 g=0,01
mg
1000 g

Larutan stok

5 ml
0,01mg=0,05 mg
1 ml

Berat Yang Ditimbang =

0,05mg
x 198,32 mg=4,958 mg
2mg

0,004 gram /5mL

b. Amitriptyline 30 mg, BR = 204,96 mg

Dosis Dewasa

Dosis mencit

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

30 mg
=0.83 mg/kgBB
60 kg

= 0,83 mg/kgBB

37
=10,23 mg/kgBB
3

Sunanda

SSP I

Dosis mencit 30 gram =

10,23 mg
30 g=0,30
mg
1000 g

Larutan stok

5 ml
0,30 mg=1,5 mg
1 ml

Berat Yang Ditimbang =

1,5 mg
x 204,96 mg=12,29 mg
= 0,012 g/5mL
25 mg

c. Fenobarbital 100 mg, BR = 127,4 mg

Dosis Dewasa

Dosis mencit

100 mg
=1,66 mg/kgBB
60 kg

= 1,66 mg/kgBB

37
=20,47 mg/kgBB
3

Dosis mencit 30 gram =

20,47 mg
30 g=0,61
1000 g

Larutan stok

5 ml
0,61mg=3,05mg
1 ml

Berat Yang Ditimbang =

mg

3,05 mg
x 127,4 mg=12,95 mg
30 mg
=0,01295 g/5mL

d. Caffein 200 mg

Dosis Dewasa

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

200 mg
=3,33 mg/kgBB
60 kg

Sunanda

SSP I

Dosis mencit

= 3,33 mg/kgBB

37
=41,07 mg/ kgBB
3

Dosis mencit 30 gram =

41,07 mg
30 g=1,23
mg
1000 g

Larutan stok

5 ml
1,23 m g=6,15 mg
1 ml

= 0,00615 g/5mL

A Skema Kerja
1. Anastesi
Disiapkan hewan coba

Toples yang berisi kapas

+ eter

Toples yang berisi kapas

+ kloroform

Dihitung onset dan durasi


Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

2. Antidepresan
Disiapkan hewan coba (mencit)

Digantung ekornya pada statif


(dihitung frekuensi gerakannya)

Diinduksi obat amitriptyline

Diamati pada menit ke 15, 30, 45, 60, 75

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

Dihitung frekuensinya

3. Stimulant
Disiapkan hewan coba (mencit)

Dimasukkan dalam wadah + air


(dihitung frekuensi gerakannya)

Diinduksi obat caffein

Diamati pada menit ke 15, 30, 45, 60, 75


Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

Dihitung frekuensinya

4. Hipnotik Sedative
Disiapkan hewan coba mencit

Di induksi dengan
Diazepam

Di induksi dengan
Phenobarbital

Dihitung onset dan durasi

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

SSP I

DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Depertemen Kesehatana RI :
Jakarta
Departemen Farmakologi Dan Teraupetik. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: FK UI
Hartanto, Yanuar Budi. 2014. Kamus saku Kedokteran DORLAND edisi 28. EGC
: Jakarta.
Harvey, A. Richard & Champe, Pamela C. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Buku kedokteran EGC : Jakarta
Mardjono, Maher. 2007. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia : Jakarta
MIMS. 2013. MIMS Petunjuk Konsultasi. PT. BIP : Jakarta
Neal, M.J., 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga : Jakarta
Sukardar, Elin Yulina, dkk. 2013. Iso Farmakoterapi. PT. ISFI
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. EGC : Jakarta
Tjay, Tan Hoan. 2010. Obat-obat Penting. Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kelompok Kompas-Gramedia : Jakarta

Wiri Resky Amalia


Chatimah Suriaman
15020140074

Sunanda

Anda mungkin juga menyukai