BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat
mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah
kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena
merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi
menjadi dua yaitu otak (ensevalon) dan sumsum tulang belakang (medula
spinalis).
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla
oblongata), dan jembatan varol. Masing masing memiliki peranan yang berbeda
dalam sistem saraf simpatis, Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan
semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi),
ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak tengah terletak di depan
otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar
hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Serebelum mempunyai
fungsi utama dalam gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan
posisi tubuh. Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari
medula spinalis menuju ke otak. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur
gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.Jembatan varol berisi
serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga
menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang
Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat
yang tidak spesifik misalnya hipnotik sedativ. Obat yang bekerja pada sistem saraf
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074
Sunanda
SSP I
pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anestetik umum, hipnotik
sedativ, psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik, inflamasi, perangsang
susunan saraf pusat.
Pada percobaan ini akan dilakukan beberapa perlakuan terhadap, yaitu
akan dilakukan pengamatan terhadap anastetik umum, depresan, stimulan,
hipnotik dan sedativ yang diujikan pada hewan coba mencit (Mus musculus).
Obat yang digunakan untuk anastetik umum yaitu eter dan kloroform sedangkan
untuk hipnotik sedativ digunakan diazepam dan feobarbital, untuk stimulant
digunakan kafein, dan untuk depersan digunakan amitriptilin.
Sistem saraf pusat perlu untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu
farmakologi toksikologi karena mahasiswa farmasi dapat mengetahui obat-obat
apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem saraf pusat. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
B. Tujuan Pengamatan
Adapun tujuan dari percobaan sistem saraf pusat I yaitu:
1. Untuk menentukan efek obat anestesi umum eter dan kloroform, hipnotik
dan sedative menggunakan obat fenobarbital dan diazepam terhadap
hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter onset dan
durasi.
2. Untuk menentukan efek obat anti depresi Amitripthyline terhadap hewan
coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter durasi diam
3. Untuk menentukan stimulant susunan saraf pusat menggunakan kafein
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter
frekuensi dan durasi gerak
Sunanda
SSP I
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan
berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme
sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur.
Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan
saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang
belakang) (Gunawan, 2007).
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat
mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana kerja dibawah
kesadaran dan kemauan. Sitem saram yang mengkoordinir sistem-sistem lainnya
yakni, susunan saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang dan sistem saraf perifer (Tjay, 2010).
Dalam tidur terdapat dua stadium yaitu REM disebut juga tidur mimpi
terjadi pada tahap kr lima yang ditandai dengan pernafasan dan denyut jantung
naik turun, aliran darah keotak meningkat, sedangkan tidur non-REM yaitu tidur
pulas terjadi 1-4 tahap yang ditandai dengan pernafasan dan denyut jantung mulai
teratur (Tjay, 2010).
Manusia pada dasarnya mempunyai 4-6 siklus non-rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM) pada saat tidur malam, setiap siklus
berlangsung selama 70-120 menit. Biasanya terjadi empat tahap tidur NREM
sebelum memasuki periode REM yang pertama. Pada NREM tahap 1, gelombang
alfa berkembang perlahan menjadi gelombang teta. Pada tingkat 2 ditandai oleh
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074
Sunanda
SSP I
ritme teta dengan sleep spindeles dan k compleks. Tingkat 3 dan 4 disebut sebagai
kondisi delta.dalam kondisi tidur REM, terdapat suatu amblitudo rendah,
frekuensi EEG campuran, peningkatan aktivitas elektrik dan metabolisme,
peningkatan aliran darah kontak muscle atomia poikilothemia, vivid dreaming,
dan fruktuasi pada pernapasan maupun kecepatan denyut jantung (Sukardar,
2013).
Depresi adalah kondisi dimana suasan hati sangat sedih dan kehilangan
minat untuk bereaktivitas, sehingga menggunakan pola pikir, perilaku, perasaan
dan kesejahteraan fisik individu secra keseluruhan (MIMS, 2013).
Antidepresi adalah gangguan obat-obat yang mampu memperbaiki
suasana jiwa dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung,
yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial, ekonomi, obat-obatan atau penyakit.
Antidepresi bekerja dengan jalan menghambat re-update serotonin dan
noradrenalin diujung-ujung sarafotak dan dengan demikian memperpanjang
waktu tersedianya neurotransmitter tersebut. Disamping itu antidepresi dapat
mempengaruhi reseptor postsinaps. Adapun efek samping dari antidepresi ini
dapat menimbulkan dengan efek samping antipsikotika yaitu sedasi, gangguan
mood dan lain-lain (Tjay, 2010).
Mekanisme obat-obat antidepresan memotensiasi baik secara langsung
maupun tidak langsung kerja norepinefrin dan/atau serotonin dalam otak.
Penggolongan obat antidepresan terbagi menjadi 6 yaitu (Harvey & Champe,
2013) :
a. Penghambat ambilan-kembali serotonin selektif (SSRI)
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074
Sunanda
SSP I
ambilan-kembali
norepinefrin
serotonin
(SNRI)
Sunanda
SSP I
Sunanda
SSP I
2.
kelenjar.
Stadium II (Eksitasi). Stadium ini dimulai sejak hilangnya
kesadaran sampai munculnya pernapasan yang teratur yang merupakan
tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak
mengalami delirium dan eksitasidengan gerakan-gerakan di luar
3.
kehendak.
Stadium III (Pembedahan). Stadium III dimulai dengan timbulnya
kembali pernapasan yang teratur dan berlangsung sampai pernapasan
spontan hilang. Keempat tingkat dalam stadium pembedahan dibedakan
dari perubahan pada gerakan bola mata, refleks bulu mata dan
konjungtiva, tonus otot, dan lebar pupil yang menggambarkan semakin
dalamnya pembiusan.
a. Tingkat 1: pernapasan teratur, spontan, dan seimbang antara
pernapasan dada dan perut; gerakan bola mata terjadi di luar
kehendak, miosis, sedangkan, tonus otot rangka masih ada.
Sunanda
SSP I
darah.
Stadium IV (Depresi Medula Oblongata). Stadium IV ini dimulai
dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III tingkat 4,
tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, dan
jantung berhenti berdenyut. Keadaan ini dapat segera disusul dengan
kematian, kelumpuhan napas di sini tidak dapat diatasi dengan
pernapasan buatan, bila tidak didukung oleh alat bantu napas dan
sirkulasi. (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI,2007)
Pada sebagian besar sinaps sistem saraf pusat, reseptor tergabung dalam
Sunanda
SSP I
terbuka ini kemungkinan ion didalam dan luar membran sel mengalir kearah
konsentrasi yang lebih kecil. Perubahan komposisi dibalik membran neuron akan
mengubah potensial postsinaptik, menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi
membran postsinaptik, yang tergantung pada ion tertentu yang bergerak dan arah
dari gerakan itu (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI,2007).
Gangguan neurotransmisi yang dapat diobati dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu yang disebabkan oleh terlalu banyaknya neurotransmisi dan oleh
terlalu sedikitnya neurotransmisi. Neurotransmisi yang terlalu banyak disebabkan
oleh (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
Anastesi umum merupakan keadaan tidak terdapatnya sensasi yang
berhubungan dengan hilangnya kesadaran yang reversible. Anastetik lokal adalah
obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduks
sepanjang serabut saraf secara reversible (Neal,2006).
Pada umumnya anastetik lokal digunakan secara lokal dan menghambat
konduksi saraf impuls sensoris dan perifer ke SSP. Anestetik lokal menghilangkan
sensasi (dan dalam konsentrasi yang lebih tinggi, aktivitas motoris) dalam area
tubuh yang terbatas tenpa menghasilkan ketidaksadaran (Harvey & Champe,
2013).
Anastetik umum yang paten diberikan secara inhalasi atau intravena.
Anestetik inhalasi memiliki keuntungan yang tidak terdapat pada agen intravena
karena kedalaman anesthesia yang dapat dengan cepat diubah dengan cara
mengubah konsentrasi obat. Anestetik inhalasi juga bersifat reversible karena
sebagian besar dieliminasi secara cepat dari tubuh melalui ekhalasi sedangkan
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074
Sunanda
SSP I
Sunanda
SSP I
:
:
:
AQUA DESTILATA
Aquades, air suling
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
Kelarutan
mempunyai rasa.
Larut dalam etanol.
Penyimpanan
Kegunaan
Sebagai pelarut
b. Natrium CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi
Nama Lain
Pemerian
Kelarutan
:
:
:
:
Penyimpanan
Kegunaan
:
Anastesi umum
b. Uraian obat
a. Eter (Dirjen POM, 1979 : 66)
Nama Resmi
Nama Lain
RM
BM
Pemerian
:
:
:
:
:
AETHER ANASESTHETICUS
Eter anestesi, Etoksietana
C4H10O
74,12
Cairan transparan, tidaka berwarna, bau khas, rasa manis dan
membakar. Sangat mudah menguap, sangat mudah terbakar,
campuran uapnya, dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida
pada kadar tertentu dapat meledak.
Sunanda
SSP I
Kelarutan
:
Larut dalam 10 bagian air, dapat campur dengan
etanol (95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak
Penyimpanan
ditempat sejuk
Kegunaan
Anastesi umum
b. Kloroform (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi
Nama Lain
RM
BM
Pemerian
:
:
:
:
:
CHLOROFORNUM
Kloroform
CHCl3
119,38
Cairan jernih, tidak berwarna, mudah mengalir, sifat
Penyimpanan
Kegunaan
Kelarutan
dari cahaya
Anastesi umum
c. Amitriptilin
Nama Resmi
Nama Lain
RM
BM
Pemerian
AMITRIPTYLINI
HYDROCHLORIDUM
:
:
:
:
(Dirjen POM,1979)
Amitriptilia hidroklorida (Dirjen POM,1979)
C20H23N (Dirjen POM,1979)
313,87 (Dirjen POM,1979)
Serbuk hablur atau hablur kecil; putih atau
hamper putih; tidak erbau atau hamper tidak
Kelarutan
Sunanda
SSP I
Penyimpanan
Kegunaan
Golongan
Dalam
wadah
tertutup
baik
(Dirjen
POM,1979)
Antidepresan (Dirjen POM,1979)
Antidepresan
Indikasi
trisiklik/polisiklik
(Harvey,
2013)
Depresi, gangguan distimik, depresi atipikal,
skizofrenia depresi, nocturnal enuresis pada
Kontraindikasi
Efek samping
2010)
Diaforesis, mulut kering, pandangan kabur,
takikardia, mengantuk, konstipasi, hipotensi.
Interaksi obat
(Tjay, 2010).
Hipnotik dan antiansietas, analgesik opioid,
antipsikotik,
antidepresan
lain,
alkohol,
Sunanda
SSP I
Dosis
dosis
tunggal
sebelum
tidur.
(Gunawan, 2012)
d. Diazepam
Nama Resmi
Nama Lain
RM
BM
Pemerian
:
:
:
:
:
Kelarutan
Penyimpanan
1979)
dalam wadah tertutup baik (Dirjen POM,
Kegunaan
Golongan obat
Indikasi
1979)
sebagai sedativum (Dirjen POM, 1979)
Benzodiasepin (Harvey, 2013)
Untuk pengobatan jangka pendek pada
gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan
untuk meringankan spasme otot rangka
Kontraindikasi
Efek samping
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074
SSP I
(Gunawan, 2012)
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin.
Kerja utama diazepam yaitu potensiasi
inhibisi
neuron
dengan
asam
gamma-
Interaksi Obat
(Ganiswarna, 2012)
Penggunaan bersama obat-obat depresan
susunan saraf pusat atau alkohol dapat
meningkatkan efek depresan. Rifampisin
dapat meningkatkan bersihan benzodiasepin.
(Tjay, 2010)
e. Kafein (Ditjen POM 1979 : 125)
Nama Resmi
Nama Lain
:
:
:
:
Coffein
Kafein
C6H10N4O2
197,19
Sunanda
SSP I
Pemerian
Serbuk
atau
hablur
bentuk
jarum,
Penyimpanan
Kegunaaan
:
:
sebagai sample
f. Fenobarbital (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi
Phenolbarbital
natrium(Ditjen
POM,
Nama Lain
RM
Pemerian
:
:
:
1979)
Luminal natrium (Ditjen POM, 1979)
2H11N2NaO3 (Ditjen POM, 1979)
Serbuk putih, tidak berbau, rasa pahit,
Kelarutan
Penyimpanan
Golongan obat
Indikasi
1979).
.
Dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM,
:
:
1979).
Barbiturat (Richard, 2013)
Gangguan tidur, kondisi terangsang, untuk
menunjang
penyembuhan
penghentian
(Gunawan,2012)
Pada gangguan fungsi jantung, ginjal dan
hati, porfiri akut karena induksi enzim
yang terlibat dalam sintesis porfirin serta
keracunan
alkohol,
analgetika
dan
Sunanda
SSP I
:
Sekali 300 mg, sehari 600 mg. (Gunawan,
2012)
Farmakodinami
:
Memberikan efek anti konvulsi dan efek
k
utama adalah depresi SSP. Depresi napas
sebanding dengan dosis tidak memberikan
efek yang nyata pada kardiovaskular
(Gunawan, 2012)
Farmakokinetik
:
Dimetabolisme hampir sempurna di hati
sebelumdieksresikan di ginjal (Gunawan,
2007).
Penyimpanan
:
Dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM,
1979).
Kegunaan
:
Sebagai hipnotik sedative (Ditjen POM,
Efek samping
1979)
Efek samping pada dosis hipnotik jarang
terjadi.
Sekali-sekali
dapat
terjadi
Sunanda
SSP I
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah benang godam,
baskom, kanula, lap kasar, lap halus, spoit, statif, toples, stopwatch.
B. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amitriptylin,
caffein, diazepam, eter, kapas, kloroform, Na-CMC 1%, dan Phenobarbital
C. Hewan Coba
Adapun hewan coba yang digunakan pada praktikum adalah (Mus
musculus).
D. Pembuatan Bahan
Pembuatan Na-CMC 1% b/v
1
2
3
2.
3.
E. Pembuatan Obat
1. Amitriptylin
a Disiapkan alat dan bahan
b Ditimbang amitriptylin sebanyak 0,012 gram
c Dimasukkan ke dalam kertas perkamen
d Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL
e Dihomogenkan lalu diberi etiket
Fenobarbital
a Ditimbang fenobarbital sebanyak 0,01295 gram
b Dimasukkan ke dalam kertas perkamen
c Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL
d Dihomogenkan lalu diberi etiket
Diazepam
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074
Sunanda
SSP I
4.
1
2
3
4
a
b
c
d
e
Coffein
a.
b.
c.
d.
e.
Sunanda
SSP I
Sunanda
SSP I
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
a
Anti depresan
Perlakuan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
Anti depresan
VP
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
0,67 mL
Frekuensi
Awal
0
15
30
45
60
75
Banyak Gerakan
56 Gerakan
14 Gerakan
26 Gerakan
30 Gerakan
18 Gerakan
24 Gerakan
70 Gerakan
BB
23 g
23 g
23 g
23 g
23 g
VP
0,76 mL
0,76 mL
0,76 mL
0,76 mL
0,76 mL
Frekuensi
0
15
30
45
60
Banyak Gerakan
71 Gerakan
59 Gerakan
54 Gerakan
41 Gerakan
39 Gerakan
Stimulant
Perlakuan
Stimulant
Stimulant
Stimulant
Stimulant
Stimulant
BB
20 g
20 g
20 g
20 g
20 g
20 g
20 g
Perlakua
n
Sedativ
Hipnotik
BB
VP
Onset
Durasi
32 g
24 g
1 mL
0,8 mL
0-60 menit
0-47 menit
45 menit
49 enit
d. Anastesi
Kode mencit
I (Eter)
II (kloroform)
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074
Perlakuan
Anastesi
Anastesi
BB
25 g
26 g
VP
0,83 mL
0,86 mL
Onset
1:52:33
1:56:48
Durasi
02:34
06:16
Sunanda
SSP I
B. Hasil Pengamatan
Sebagian besar obat yang mempengaruhi sistem saraf pusat bekerja
dengan mengubah beberapa tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang
mempengaruhi sistem saraf pusat dapat bekerja pada prasinaps dengan
mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja neurotransmitter.
Obat-obat lain dapat memacu atau menghambat reseptor prasinaps. Transmisi
informasi dalam sistem saraf pusat dan perifer melibatkan pelepasan
neurotransmitter yang berdifusi melintasi celah sinaps untuk kemudian terikat
pada reseptor spesifik pada neuron pascasinaps.
Pada kedua sistem tersebut, pengenalan neurotransmitter oleh reseptor
membrane neuron pascasinaps akan mencetuskan perubahan intraseluler.namun
ada perbedaan utama antara kedua sistem saraf otonom dari jumlah sinaps pada
ssp jauh lebih banyak ssp, tidak seperti sistem saraf otonm perifer, mengandung
banyak anyaman neuron yang menghambat yang secara berkesinambungan
memodulasi kecepatan transmisi neuron.
Tujuan dilakukannya pengamatan ini adalah, yang pertama untuk
menentukan efek obat anastesi umum eter dan kloroform, hipnotik dan sedative
menggunakan obat phenobarbital dan diazepam terhadap hewan coba mencit
(Mus Musculus) berdasarkan parameter onset dan durasi.
Yang kedua, untuk menentukan efek obat anti depresi amitripthylin
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter durasi diam.
Dan yang ketiga, untuk menentukan stimulant susunan saraf pusat menggunakan
obat cafeina terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan parameter
frekuensi dan durasi gerak.
Wiri Resky Amalia
Chatimah Suriaman
15020140074
Sunanda
SSP I
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah benang godam,
baskom, kanula, kapas, spoit, statif, stopwatch, dan toples. Sedangkan baha yang
digunakan pada percobaan ini adalah aquadest, amitripthylin, caffeina, diazepam,
eter, kloroform, Na-CMC 1% dan Phenobarbital.
Adapun hewan coba yang di pakai pada percobaan ini adalah mencit
(Mus Musculus), alasan digunakannya karena hewan yang digunakan haruslah
memiliki kesamaan struktur dan sistem organ dengan manusia, salah satunya yaitu
hewan mencit (Mus Musculus). Selain itu haruslah juga memperhatikan variasi
biologik (usia, jenis kelamin) ras, sifat genetik, status kesehatan, nutrisi, bobot dan
luas permukaan tubuh, serta keadaan lingkungan fisiologik. Dan juga karena
mencit (Mus Musculus) juga memiliki komponen darah yang dapat mewakili
mamalia lainnya khususnya manusia, dan juga mencit (Mus Musculus)
mempunyai organ terlengkap sebagai hewan mamalia.
Obat yang digunakan pada praktikum ini adalah diazepam dalam
percobaan hipnotik dan sedative. Diazepam merupakan salah satu kelompok obat
barbiturat yang masuk dalam golongan anastesik intravena. Obat yang digunakan
secara intravena ini dalam anastesi akan memberikan efek tidur pada pasien yang
menggunakan respirator. Efek hipnotik dalam golongan obat barbiturat akan
meningkatkan total lama tidur.
Yang kedua adalah Phenobarbital, dalam percobaan hipnotik dan sedativ.
Phenobartital
juga
termasuk
kelompok
barbitural
dalam
golongan
Sunanda
SSP I
Mekanisme
kerjanya
adalah
penghambat
ambilan
kembali
Sunanda
SSP I
Sunanda
SSP I
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum diatas dismpulkan bahwa pada percobaan anastesi.
Pemberian eter pada mencit (Mus Musculus) lebih cepat bereaksi dan
menimbulkan efek daripada pemberian kloroform. Sedangkan pada percobaan
antidepresan dan stimulant, pada frekuensi 0,15,30,45,60 dan 75, mencit
mengalami gerakan yang berbeda-beda pada frekuensi tertentu. Dan pada
percobaan hipnotik dan sedative, pemberian Phenobarbital lebih cepat
menimbulkan efek pada mecit daripada pemberian diazepam.
B. Saran
Sebaiknya agar laboratorium melengkapi bahan untuk praktikum, agar
kiranya pada saat praktikum semua bahan bisa digunakan
Sunanda
SSP I
LAMPIRAN
A. Perhitungan Dosis
a. Diazepam 2 mg, BR = 198,32 mg
Dosis Dewasa
Dosis mencit
2 mg
=0.03 mg/kgBB
60 kg
= 0,033mg/kgBB
37
=0,37 mg/kgBB
3
0,37 mg
30 g=0,01
mg
1000 g
Larutan stok
5 ml
0,01mg=0,05 mg
1 ml
0,05mg
x 198,32 mg=4,958 mg
2mg
Dosis Dewasa
Dosis mencit
30 mg
=0.83 mg/kgBB
60 kg
= 0,83 mg/kgBB
37
=10,23 mg/kgBB
3
Sunanda
SSP I
10,23 mg
30 g=0,30
mg
1000 g
Larutan stok
5 ml
0,30 mg=1,5 mg
1 ml
1,5 mg
x 204,96 mg=12,29 mg
= 0,012 g/5mL
25 mg
Dosis Dewasa
Dosis mencit
100 mg
=1,66 mg/kgBB
60 kg
= 1,66 mg/kgBB
37
=20,47 mg/kgBB
3
20,47 mg
30 g=0,61
1000 g
Larutan stok
5 ml
0,61mg=3,05mg
1 ml
mg
3,05 mg
x 127,4 mg=12,95 mg
30 mg
=0,01295 g/5mL
d. Caffein 200 mg
Dosis Dewasa
200 mg
=3,33 mg/kgBB
60 kg
Sunanda
SSP I
Dosis mencit
= 3,33 mg/kgBB
37
=41,07 mg/ kgBB
3
41,07 mg
30 g=1,23
mg
1000 g
Larutan stok
5 ml
1,23 m g=6,15 mg
1 ml
= 0,00615 g/5mL
A Skema Kerja
1. Anastesi
Disiapkan hewan coba
+ eter
+ kloroform
Sunanda
SSP I
2. Antidepresan
Disiapkan hewan coba (mencit)
Sunanda
SSP I
Dihitung frekuensinya
3. Stimulant
Disiapkan hewan coba (mencit)
Sunanda
SSP I
Dihitung frekuensinya
4. Hipnotik Sedative
Disiapkan hewan coba mencit
Di induksi dengan
Diazepam
Di induksi dengan
Phenobarbital
Sunanda
SSP I
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Depertemen Kesehatana RI :
Jakarta
Departemen Farmakologi Dan Teraupetik. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: FK UI
Hartanto, Yanuar Budi. 2014. Kamus saku Kedokteran DORLAND edisi 28. EGC
: Jakarta.
Harvey, A. Richard & Champe, Pamela C. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Buku kedokteran EGC : Jakarta
Mardjono, Maher. 2007. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia : Jakarta
MIMS. 2013. MIMS Petunjuk Konsultasi. PT. BIP : Jakarta
Neal, M.J., 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga : Jakarta
Sukardar, Elin Yulina, dkk. 2013. Iso Farmakoterapi. PT. ISFI
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. EGC : Jakarta
Tjay, Tan Hoan. 2010. Obat-obat Penting. Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kelompok Kompas-Gramedia : Jakarta
Sunanda