Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya, farmokologi sangat penting dalam dunia kesehatan yakni ; bidang
kedokteran, keperawatan, kebidanan, farmasi dan lai-lain. Dapat dijelaskan bahwa
pengertian farmakologi dibidang kefarmasian itu membahas tentang mempelajari
kemampuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya,
kegiatan fisiologi, reabsorpsi dan nasibnya didalam organisme hidup. Untuk menyelidiki
semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaan pada
pengobatan penyakit.
Adapun kita berbicara tentang toksikologi yang berarti pengetahuan tentang efek
racun dari obat terhadap tubuh. Dunia kefarmasian jika berbicara tentang pembuatan obat
itu tidak lepas dari yang namanya toksikologi yang menjadi bahan pertimbangan dalam
pembuatan sediaan farmasi. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi
dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme karena hanya dosislah yang membuat
racun.
Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauan
kita melalui otak. Karakteristik utama SSO adalah kemampuan memengaruhi yang sangat
cepat (misal: dalam beberapa detik saj denyut jantung dapat meningkat hampir dua kali
semula, demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik, berkeringat yang dapat
terlihat setelah dipicu dalam beberapa detik, juga pengosongan kandung kemih). Sifat ini
menjadikan SSO tepat untuk melakukan pengendalian terhadap homeostasis mengingat
gangguan terhadp homeostasis dapat memengaruhi seluruh sistem tubuh manusia.
Dengan demikian, SSO merupakan komponen dari refleks visceral. Sistem saraf otonom
pun terbagi atas 2 bagian, yaitu : saraf simpatis dan saraf parasimpatis
Kerja obat-obat pada system saraf simpatis dan system parasimpatis dapat berupa
respon yang merangsang atau menekan.
Kedua sistem saraf ini bekerja pada organ-organ yang sama tetapi menghasilkan
respon yang berlawanan agar tercapainya homeostatis (keseimbangan)
Sistem saraf otonom ini sangat erat hubungannya dengan farmakologi dan toksikologi
karena kita dapat mengetahui mekanisme kerja obat yang akan mempengaruhi sistem
saraf otonom itu sendiri dan kita juga dapat mengetahui bagaimana nasibnya obat di
dalam tubuh manusia.
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk menentukan efek obat
cendotropin pada hewan coba mencit (Mus musculus) dengan parameter pengamatan
erupa grooming, salvias, vasokontriksi, vasodilatasi, takikardia, bradikardia, straub,
piloereksi, diare.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Hampir semua fungsi pengendalian tubuh manusia dilakukan oleh sistem saraf.
Secara umum sistem saraf mengendalikan aktivitas tubuh yang cepat seperti kontraksi
otot. Daya kepekaan dan daya hantaran merupakan sifat utama dari makhluk hidup dalam
bereaksi terhadap perubahan sekitarnya. Rangsangan ini dinamakan stimulus. Reaksi
yang dihasilkan dinamakan respons. Makhluk hidup yang bersel satu (uniseluler) maupun
bersel banyak (multiseluler) ditentukan kemampuan fungsinya oleh protoplasma sel.
(Pearce, 2004)
Sistem saraf kita terdiri dari dua kelompok yakni Susunan Saraf Pusat (SSP) yang
meliputi otak dan sumsum tulang belakang, dan Sistem Saraf Perifer dengan saraf-saraf
yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf perifer ini
terbagi lagi kedalam dua bagian, yaitu Susunan Saraf Motoris yang bekerja sekehendak
kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan sebagainya) serta Susunan Saraf Otonom
(SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri (Tjay dan Rahardja, 2002: 450).
Sistem saraf otonom adalah serangkaian organ yang kompleks dan
berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf dan tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan kita melalui otak (Djamhuri, 2001)
SSO dapat dipecah lagi dalam 2 cabang, yakni susunan (orto) simpatis (SO) dan
susunan parasimpatis pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja
antagonistis. Bila suatu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru
menstimulirnya. Tetapi dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali atau bahkan
bersifat sinergetis (Gibson, 2002)
Adapun fungsi sistem saraf otonom yaitu sebagai berikut :
· Fungsi saraf simpatis meningkat ( 5:2)
1) Efek stimulasi divisi simpatis: efek simpatis adalah meningkatkan irama jantung dan
tekanan darah, memobilisasi cadangan energi tubuh dan meningkatkan aliran darah
dari kulit dan organ internal. Stimulasi simpatis juga menyebabkan dilatasi pupil
dan bronkiolus.
2) Respon “fight or flight”: reaksi-reaksi ini dicetuskan oleh aktivasi langsung simpatis
pada organ efektor dan melalui stimulasi medula adrenalis untuk melepaskan
epinefrin dan sejumlah kecil norepinefrin. Hormon-hormon ini memasuki aliran
darah dan meningkatkan respon organ efektor yang mempunyai reseptor adrenergic
(Pearce, 2004)
Fungsi sistem saraf parasimpati
Sistem saraf parasimpatis menjaga fungsi tubuh esensial seperti proses pencernaan
makanan dan pengurangan zat-zat sisa, dan hal ini diperlukan untuk mempertahankan
kehidupan. Sistem ini biasanya bekerja melawan dan mengimbangi aksi simpatis dan
biasanya lebih dominan daripada sistem simpatis pada situasi “istirahat dan mencerna”.
Sistem saraf parasimpatis bukanlah suatu perwujudan fungsional seperti system simpatis
dan tidak pernah mengatasi sebagai suatu system yang lengkap. Jika sistem ini bekerja,
akan menghasilkan gejala yang massif, tidak diharapkan dan tidak menyenangkan.
Sebagai gantinya, serabut-serabut parasimpatis yang terpisah-pisah akan diaktivasi secara
terpisah pula dan sistem bekerja mempengaruhi organ-organ spesifik seperti lambung dan
mata (Sastradipradja,D, 2003)
Pada susunan saraf otonom, impuls disalurkan ke organ tujuan (efektor, organ ujung)
secara tak langsung. Saraf otonom di beberapa tempat terkumpul di sel-sel ganglion,
dimana terdapat sinaps, yaitu sela di antara dua neuron (sel saraf). Saraf yang meneruskan
impuls dari SSP ke ganglia dinamakan neuron preganglioner, sedangkan saraf antara
ganglia dan organ ujung disebut neuron post-ganglioner. Impuls dari SSP dalam sinaps
dialihkan dari satu neuron kepada yang lain secara kimiawi dengan jalan neurotransmitter
(juga disebut neurohormon). Bila dalam suatu neuron impuls tiba di sinaps, maka pada
saat itu juga neuron tersebut membebaskan suatu neurohormon di ujungnya, yang
melintasi sinaps dan merangsang neuron berikutnya. Pada sinaps yang berikut dibebaskan
pula neurohormon dan seterusnya hingga impuls tiba di organ efektor (Tjay dan Rahardja,
2002: 450-452).
Saraf kolinergik. Semua neuron preganglioner, baik dari SO maupun dari SP,
menghasilkan neurohormon asetilkolin, begitu pula neuron post-ganglioner dari SP.
Saraf-saraf ini disebut saraf kolihnergik. Asetilkolin (ACh) merupakan transmitter pula
untuk saraf motoris pada penerusan impuls ke otot-otot lurik (Tjay dan Rahardja, 2002:
452).
Saraf adrenergik. Sebaliknya, neuron post-ganglioner dari SO meneruskan impuls dari
SSP dengan melepaskan neurohormon adrealin da atau non-adrenalin (NA) pada
ujungnya. Neuron ini dinamakan saraf adrenergik. Adrenalin juga dihasilkan oleh bagian
dalam (medulla) dari anak ginjal (Gibson, 2002).
Obat-obat otonom adalah obat-obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls
dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan,
pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau mempengaruhi kerjanya atas atas
reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung,
dan kelenjar dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).

Menurut khasiatnya obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:


1. Zat-zat yang bekerja terhadap SO, yakni:
a) Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan perangsangan SO oleh
misalnya non-adrenalin, efedrin, isoprenalin, dan amfetamin.
b) Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatik atau melawan efek
adrenergika, umpamanya alkaloida sekale dan propranolol.
2. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:
a) Parasipatomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf
parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin, misalnya pilokarpin
dan fisostigmin.
b) Parasimpatolitika (antikolinergika) yang justru melawan efek-efek
parasimpatomimetika, misalnya alkaloida belladona, propantelin, dan mepenzolat.
3. Zat-zat perintang ganglion, yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglionik
simpatik dan parasimpatik. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi
karena blokade susunan simpatik dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
Penggolongan obat SSO dapat juga sebagai berikut:
1. Agonis kolinergik
Agonis kolinergik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a) Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Asetilkolin, betanekol,
karbakol, dan pilokarpin.
b) Bekerja tak langsung (reversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: edrofonium, neostigmin,
fisostigmin, dan piridostigmin.
c) Bekerja tak langsung (ireversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat dan isoflurofat.
2. Antagonis kolinergik
Antagonis kolinergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a) Obat antimuskarinik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin, ipratropium, dan
skopolamin.
b) Penyekat ganglionik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: mekamilamin, nikotin, dan
trimetafan.
c) Penyekat neuromuskular
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atrakurium, doksakurium,
metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium, rokuronium, suksinilkolin,
tubokurarin, dan vekuronium.
3. Agonis adrenergik
Agonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a) Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: albuterol, klonidin,
dobutamin*, dopami*, epinefrin*, isopreterenol*, metapreterenol, metoksamin,
norepinefrin*, fenilefrin, ritodrin, dan terbutalin.
b) Bekerja tak langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: amfetamin dan tiramin.
c) Bekarja ganda
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: efedrin dan metaraminol.
4. Antagonis adrenergik
Antagonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a) Penyekat-
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: doxazosin,
fenoksinbenzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.
b) Penyekat-
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: asebutolol, atenolol,
labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol, propranolol, dan timolol.
(Mycek, Mary.J, dkk. 2001: 35-79).

B. Uraian Bahan & Obat


Uji Mencit (Mus Musculus)

1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Ma malia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus Musculus

2. Karakteristik

Dewasa BB : 25 – 40 g (betina) ; 20 – 40 g (jantan)

Pernapasan rate : 94 – 163 nafas/menit

Denyut jantung :325 – 780 denyut/menit

Lama hidup : 1,5 – 3 tahun

Jumlah anak : 10 – 12 perkelahiran

Dubur rata-rata suhu norma : 99.5 o F (Sastradipradja,D, 2003)

Rumus gigi adalah 2 (I 1 / 1, M 3/3) = 16. Terbuka digigi seri berakar dan tumbuh
terus menerus. Tikus akan menggigit atau “sejumput” dengan gigi seri tajam jika
mishandled. Perut dibagi menjadi bagian nonlandular proksimal dan bagian distal
kelenjar. Kedua bagian yang terlalu berbeda. Ini mirip dengan perut kuda. Paru-paru kiri
terdiri dari satu lobus, sedangkan paru kanan terdiri dari empat lobus. Tikus memiliki
lima pasang kelenjar susu. Distribusi jaringan mammae menyebar, membentang dari garis
tengah ventral atas panggul, dada dan bagian leher. Sangat berkonsentrasi urin diproduksi
; jumlah besar protein diekskresikan dalam urin. Bedding harus diubah dua kali
seminggu. Tanah tongkol jagung yang paling penyerap. Mencit merupakan hewan yang
jinak, lemah, mudah ditangani, takut cahaya dan aktif pada malam hari. Hewan ini
memiliki pendengaran yang sangat tajam, penciuman yang cukup baik tetapi
penglihtannya lemah. Genus dan jenis mencit laboratorium adalah Mus musculus dan
termasuk dalam ordo Rodentia. Jenisnya telah banyak dijinakkan dan diternakkan selama
bergenerasi dan mudah ditangani (Sastradipradja,D, 2003)

3. Morfologi

Mencit ( Mus Musculus ) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran


kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu
karena kebiasaannya menggigit mebel dan barang-barang kecil lainnya, serta bersarang
disudut-sudut lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbesar kedua didunia setelah
manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan dirir dengan perubahan yang dibuat
manusia, bahan jumlahnya yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit dari pada
yang tinggal diperkotaan.

Uraian Bahan

1. Propranolol (Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III)


Nama resmi : Propanolol
Nama dagang : Blocard, inderal, prestoral.
Rumus molekul : C16H21NO2
Berat moleku : 295.81
Sediaan : Tablet
Kelompok obat : Antihipertensi (beta bloker)
Mekanisme kerja : Tidak begitu jelas diuga karen curah jantung;
menghambat pelepasan mengrenin diginjal;
menghabat tonus simpatetik di pusat vasomotor
otak.
Indikasi : Hipertensi, Angina pectoris, Aritmia jantung
migren, stenosis subaotik hipertrofi miokard dan
blok jantung tingkat II dan III, gagal jantng kongestife.
Hati-hati pemberian pada penderita diabetes militus wanita
hamil dan menyusui.
Efek samping : Bradikardia insomnia, mual muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depesi.
Interaksi obat : Hati-hati bila diberikan bersama dengan reserpin karena
menambah berat hipotensi, dan kalsium antagonis karena
menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. enti jantung
dapat terjadi bila dibeikan bersama haloperidol.
fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan bersihan obat
ini simetidin menurunkan metabolism propanolol. Bersihan
teofilin menurun. Etanol menurunkan absorpsinya.
Dosis : Dosis awal :2 × 40 mg/hari, diteruskan dosis pemeliharaan
120-240 mg/hari
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik

2. Pilokarpin (Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III)


Nama Sampel : CENDOCARPINE® 2 % STERILE EYE DROPS
Nama Resmi : PILOKARPINI HYDROCHLORIDUM
Komposisi : Zat aktif: Pilokarpin Hidroklorida; Zat pembawa: Hidroxy Propil
Metil Selulosa 2,5 mg
Indikasi : Umumnya digunakan untuk glaukoma akut, mengontrol tekanan
intraokuler pada simple glaucoma, dapat digunakan sendiri
sebelum operasi mendadak atau sebelum pemakaian carbonic
anhidrase inhibitor.
Farmakodinamik : Pada umumnya pilokarpin bekerja pada efektor muskarinik dan
juga memperlihatkan efek nikotinik. Efek nikotinik ini juga
terlihat setelah diadakan denervasi. Pilokarpin terutama
menyebabkan rangsangan terhadap kelenjar keringat, kelenjar air
mata dan kelenjar ludah. Produksi keringat dapat mencapai tiga
liter. Efek terhadap kelenjar keringat ini terjadi karena
perangsangan langsung (efek muskarinik) dan sebagian karena
perangsangan ganglion (efek nikotinik). Selain itu, pada
penyuntikan IV biasanya terjadi kenaikan tekanan darah akibat
efek ganglionik dan sekresi katekolamin dari medulla adrenal;
terjadi juga hipersekresi pepsin dan musin. Sekresi bronkus
meningkat, dan bersama dengan timbulnya konstriksi bronkus
dapat menyebabkan udem paru.
Farmakokinetik : Absorpsi. Senyawa pilokarpin bersifat basa kuat (zat ammonium
kwartener) yang resorpsinya dari usus buruk dan sukar memasuki
SSP.
Distribusi. Pilokarpin bersifat hidrofilik sehingga tidak dapat
menembus cerebro-spinal barrier (membran).
Metabolisme. Pilokarpin terionisasi baik, dieliminasi di hepar dan
langsung diekskresikan melalui ginjal.
Ekskresi. Pilokarpin hampir tidak didifusi kembali secara pasif
melalui membran sel ke dalam darah dan langsung keluar dengan
air seni.
Data Farmakokinetik : Ikatan protein plasma: Kecil karena bersifat basa dan hidrofil.
Waktu paruh plasma: menit
Efek Samping : Mual, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang di perut serta
sekresi ludah berlebihan, pada dosis tinggi juga penekanan kerja
jantung dan pernafasan.
Dosis : Tetes mata larutan 1-4% (nitrat), oral 3 kali sehari 5 mg bersama
perintang ganglion.
Dosis untuk Mencit : 0,0195 mg/ml untuk 25 g mencit.
Nama Paten Lain : Carpinol® tetes mata, P.V. Carpine® tetes mata.
Khasiat : Parasimpatomimetikum; miotikum.
Kegunaan : Sebagai sampel

3. Atropin (Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III)


Nama Sampel : CENDOTROPINE® 1 % STERILE EYE DROPS
Komposisi : Tiap ml mengandung atropin sulfate 10 mg.
Indikasi : Sebagai midriatikum dan siklopegikum.
Farmakodinamik : Hambatan oleh atropin bersifat reversible dan dapat diatasi
dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau
pemberian antikolinesterase. Atropin memblok asetilkolin
endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat
terhadap yang eksogen. Efek perifer terhadap jantung, usus dan
otot bronkus lebih kuat dipengaruhi oleh atropin.
Farmakokinetik : Absorpsi. Atropin mudah diserap dari semua tempat, kecuali dari
kulit. Pemberian atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada
anak dapat menyebabkan absorpsi dalam jumlah yang cukup
besar lewat mukosa nasal, sehingga menimbulkan efek sistemik
dan bahkan keracunan.
Distribusi. Dari sirkulasi darah, atropin cepat memasuk jaringan.
Metabolisme. Dieliminasi oleh ginjal dalam keadaan tak diubah
sampai 50%, sisanya mengalami Demethylasi dan Glucuronidasi
di dalam hati dan kemudian diekskresi oleh ginjal.
Ekskresi. Sebagian atropin diekskresi melalui ginjal dalam
bentuk asal.
Data Farmakokinetik : - Bioavailabilitas: kecil (first-pass-Effect)
- Volume distribusi: 3 l/kg
- Ikatan protein plasma: 50%
- Waktu paruh plasma: 2,5 jam
Efek Samping : Kekeringan mulut, pengurangan sekresi dari air luda, midriasis,
gangguan penglihatan, photophobia, kesulitan pengosongan
kandung kemih.
Dosis : Oral 3 kali sehari 0,25-0,8 mg, injeksi s.k. maksimal 3 kali sehari
0,5 mg (sulfat), dalam tetes mata larutan 0,5-1%.
Dosis untuk Mencit : 0,013 mg/ml untuk 25 g mencit.
Nama Paten Lain : Atropini sulfas® (inj. 250 mcg/ml), Aludonna® (9,5 mcg/5 ml
suspensi), Bardase® (0,02 mg/tab), Contac-500® (0,0375
mg/caps).
BAB III METODE KERJA

A. Alat yang digunakan


Adapun alat yang digunakan dalam melakukan praktikum ini yaitu antara lain :
Kanula, Erlenmeyer, Gelas ukur, Spoit 1 cc, Labu takar 10, 25, 50 dan 100 ml,
Timbangan analitik, Plat form dan Stopwatch
B. Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan dalam melakukan praktikum ini yaitu antara lain :
Cendocarpin, Cendotropin, Epinefrin, Propanolol
C. Hewan yang digunakan
Hewan yang digunakan adalah : Mencit jantan/betina
D. Cara Kerja
a. Hewan coba dikelompokkan menjadi lima kelompok
b. Kelompok I, mencit diberi Cendocarpin secara i.p
c. Kelompok II, mencit diberi Cendotropin secara i.p
d. Kelompok III, mencit diberi Cendotropin secara i.p, kemudian diberi Cendocarpin
secara i.p
e. Kelompok IV, mencit diberi Epinefrin secara i.p
f. Kelompok V, mencit diberi propanolol secara oral, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian adrenalin secara i.p
g. Pengamatan dilakukan pada menit 15, 30, 60, dan 90 setelah pemberian obat.
Pengamatan meliputi pupil mata, diare, tremor kejang, warna daun telinga, grooming
dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Djamhuri, Agus, 2001. Sinapsis Farmakologi. Hipokrates : Jakarta

Gibson , John, 2002. Fisiologi dan Anatomi modern untuk perawat. Edisi 2, EGC : Jakarta

Mycek, Mary. J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya medika.

Pearee,C.,Evelyn, 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic, PT. Gramedia : Jakarta

Sastradipradja,D, 2003. ‘’Penggunaan Heawan Coba Dalam Penilitian’’. Bogor : Institut


Pertanian Bogor.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Kompoitindo Gramedia.
Tim Pengajar Farmakologi Toksikologi, (2015), Penuntun Praktikum Farmakologi
Toksikologi. Universitas Muslim Indonesia : Makassar
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TUGAS PENDAHULUAN
OBAT SISTEM SARAF OTONOM DAN UJI NEUROFARMAKOLOGIK
PADA HEWAN COBA

OLEH :

NAMA : FITRI AMALIAH


STAMBUK : 15020140223
KELAS : C.8
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN :

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

Anda mungkin juga menyukai