1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf kita terdiri dari dua kelompok yakni Susunan Saraf Pusat (SSP) yang
meliputi otak dan sumsum tulang belakang, dan Sistem Saraf Perifer dengan saraf-
saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf
perifer ini terbagi lagi ke dalam dua bagian, yaitu Susunan Saraf Motoris yang bekerja
sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan sebagainya) serta Susunan
Saraf Otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri (Tjay dan Rahardja,
2002: 450).
Susunan Saraf Otonom (SSO), juga di sebut susunan saraf vegetatif, meliputi antara
lain saraf-saraf dan ganglia (majemuk dari ganglion yang artinya simpul saraf) yang
merupakan persaraf anke otot polos dari berbagai organ (bronchia, lambung, usus,
pembuluh darah, dan lain-lain). Termasuk kelompok ini pula adalah otot jantung
(lurik) serta beberapa kelenjar (ludah, keringat, dan pencernaan). Dengan demikin,
system saraf otonom tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatu
rsecara otonom keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan, dan
peredaran darah serta pernafasan (TjaydanRahardja, 2002: 450). Susunan Saraf
Otonom (SSO) dapat dipecah lagi dalam dua cabang yaitu Susunan (Ortho) Simpatik
(SO) dan Susunan Parasimpatik (SP). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua
susunan ini bekerja antagonis: bila suatu system merintangi fungsi tertentu, system
lainnya justru menstimulasinya. Tetapi, dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan
sama sekali bahkan bersifat sinergis (TjaydanRahardja, 2002: 450). Susunan saraf
motoris mengatur otot-otot lurik dengan impuls listrik (rangsangan) yang secara
langsung dikirim dari SSP melalui saraf motoris ke otot tersebut (Tjay dan Rahardja,
2002: 450).
Pada susunan saraf otonom, impuls disalurkan ke organ tujuan (efektor, organ ujung)
secara tak langsung. Saraf otonom di beberapa tempat terkumpul di sel-sel ganglion,
dimana terdapat sinaps, yaitu sela di antaradua neuron (selsaraf). Saraf yang
meneruskan impuls dari SSP ke ganglia dinamakan neuron pre ganglioner, sedangkan
saraf antara ganglia dan organ ujung disebut neuron post-ganglioner. Impulsdari SSP
dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada yang lain secara kimiawi dengan jalan
neuro transmitter (juga disebut neuro hormon). Bila dalam suatu neuron impuls tiba di
sinaps, maka pada saat itu juga neuron tersebut membebaskan suatu neuro hormon di
ujungnya, yang melintasi sinaps dan merangsang neuron berikutnya. Pada sinaps yang
berikut dibebaskan pula neuro hormone dan seterusnya hingga impuls tiba di organ
efektor (Tjay dan Rahardja, 2002: 450-452). Saraf kolinergik Semua neuron pre
ganglioner, baik dari SO maupun dari SP, menghasilkan neuro hormone asetil kolin,
begitu pula neuron post-ganglioner dari SP. Saraf-saraf ini disebut saraf kolihnergik.
Asetilkolin (ACh) merupakan transmitter pula untuk saraf motoris pada penerusan
impuls ke otot-otot lurik (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).
2
Saraf adrenergik Sebaliknya, neuron post-ganglioner dari SO meneruskan impuls dari
SSP dengan melepaskan neuro hormone adrealin da atau non-adrenalin (NA) pad
aujung nya. Neuron ini dinamakan saraf adrenergik. Adrenalin juga dihasilkan oleh
bagian dalam (medulla) dari anak ginjal.
Guna menghindari kumulasi neuro hormone dan terangsang nya saraf secara kontinu,
maka terdapat suatu mekanismei naktivasi. Setelah meneruskan implus, transmitter di
uraikan oleh enzim yang terdapat dalam darah dan jaringan. Asetil kolin diuraikan
oleh sepasang enzim koinesterase. Non-adrenalin dalam darah mengalami metilasi
oleh metal transferase (COMT) dan deaminasi oleh mono amin-oksidase (MAO)
dalam hati serta di jung neuron (setelah diresorpsi kembali). Enzim MAO ini juga
bertanggung jawab atas penguraian neuro hormon lain dari kelompok kimiawi
catecholamin yang aktif dalam SSP, misalnya serotonin dan dopamin
1. Agonis kolinergik
Agonis kolinergik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Asetilkolin, betanekol,
karbakol, dan pilokarpin.
3
2. Antagonis kolinergik
Obat antimuskarinik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin, ipratropium,
dan skopolamin.
Penyekat ganglionik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: mekamilamin,
nikotin, dan trimetafan.
Penyekat neuromuskular
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atrakurium,
doksakurium, metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium,
rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan vekuronium.
3. Agonis adrenergik
Agonis adrenergic terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: albuterol, klonidin,
dobutamin*, dopamin*, epinefrin*, isopreterenol*, metapreterenol,
metoksamin, norepinefrin*, fenilefrin, ritodrin, dan terbutalin.
Bekerja tak langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: amfetamin dan
tiramin.
Bekarja ganda
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: efedrin dan
metaraminol.
4. Antagonis adrenergik
Antagonis adrenergic terbagi ke dalam :
Penyekat-
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: doxazosin,
fenoksinbenzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.
Penyekat-
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: asebutolol, atenolol,
labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol, propranolol, dan timolol. (Mycek,
Mary.J, dkk. 2001: 35-79).
4
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Prosedur:
1. Siapkan kelinci.
2. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk kelinci.
3. Sedasikan kelinci dengan fenobarbital 100mg/70kg BB manusia secara IV.
4. Suntikan kelinci dengan pilokarpin HCl 5mg/kg BB kelinci secara IM.
5. Catat waktu saat muncul efek salivasi akibat pilokarpin HCl dan tampang
saliva yang diekskresikan kelinci ke dalam beraker glass selama lime menit.
Ukur volume saliva yang ditampung.
6. Setelah lima menit, suntikkan atropin SO4 0,25mg/kg BB kelinci secara IV.
7. Catat waktu saat muncul efek salivasi akibat atropine SO4 dan tampung
saliva yang diekskresikan kelinci ke dalam beraker glass selama lima menit.
Ukur volume saliva yang ditampung.
Prosedur:
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu
pengamatan.
2. Sebelum pemberian obat; amati, ukur dan catat diameter pupil pada cahaya
suram dan pada penyinaran dengan senter.
3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci:
a. Mata kanan : tetes mata fisostigmin salisilat sebanyak 3 tetes.
b. Mata kiri : tetes mata pilokarpin HCl sebanyak 3 tetes.
4. Tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit.
5. Amati, ukur dan catat diameter pupil setelah pemberian obat.
5
6. Uji respon refleks mata.
7. Setelah terjadi miosis kuat pada kedua mata, teteskan atropine SO4.
8. Amati, ukur dan catat diameter pupil setelah pemberian obat.
9. Catat dan tabelkan pengamatan.
10. Setelah percobaan diatas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada
kedua mata kelinci.
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Kolinergik dan Antikolinergik Kelenjar Saliva
Percobaan Bahan Obat Efek Salivasi
Efek obat sistem Kelinci Pilokarpin HCl Volume saliva 15.10-15.15
saraf otonom pada yang ditampung 3,8 ml
kelenjar saliva selama 5 menit
(ml)
Atropine SO4 Volume saliva 15.24-15.29
yang ditampung 0 ml
selama 5 menit
(ml)
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pengaruh obat kolinergik dan antikolinergik ini menggunakan
kelinci dengan obat diazepam 5mg/70kg BB manusia secara intravena ditujukan
untuk pengobatan sedasi atau penenang pada kelinci, pilokarpin 5mg/kg BB
kelinci secara intramuscular dan atropin SO4 0,25 mg/kg BB kelinci secara
intravena.
7
neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Efek kolinergis
yang ditimbulkan juga termasuk dalam merangsang atau menstimulasi sekresi
kelenjar ludah, sehingga hal tersebut dapat memicu terjadinya hipersalivasi
sehingga air liur atau saliva yang dikeluarkan oleh mencit menjadi lebih
banyak karena pilokarpin merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar yang
terkuat pada kelenjar saliva. Sedangkan Atropine sulfat Atropin sebagai zat
antikolinergik mampu menginhibisi hipersaliva pada hewan percobaan.
Semakin tinggi dosis atropin yang diberikan terhadap hewan percobaan,
semakin sedikit saliva yang dikeluarkan oleh hewan percobaan tersebut.
Atropin termasuk dalam alkaloid beladona, yang bekerja memblokade
asetilkolin endogen maupun eksogen. Atropin bekerja sebagai antidotum dari
pilokarpin. Efek atropin pada saluran cerna yaitu mengurangi sekresi liur,
sehingga pemberian atropin ini dilakukan agar produksi saliva menurun
karena mukosa mulut mencit menjadi kering (serostomia). Atropin, seperti
agen antimuskarinik lainnya, yang secara kompetitif dapat
menghambat asetilkolin atau stimulan kolinergik lain pada neuroefektor
parasimpatik postganglionik, kelenjar sekresi dan sistem syaraf pusat,
meningkatkan output jantung, mengeringkan sekresi, juga mengantagonis
histamin dan serotonin. Pada dosis rendah atropin dapat menghambat salivasi.
Hal ini dikarenakan kelenjar saliva yang sangat peka terhadap atropin.
Jadi dari data diatas dapat disimpulkan, bahwa Atropin dapat memberikan
efek midriasis (dilatasi otot pupil mata), sedangkan Pilokarpin memberikan
efek miosis (kontraksi otot pupil mata). Disebabkan karena Atropin sulfat
atau Alkaloid Belladona ini, kerjanya menghambat M.constrictor pupillae dan
M.ciliaris lensa mata, sehingga menyebabkan midriasis dan sikloplegia
(paralisis mekanisme akomodasi) sedangkan pilokarpin adalah golongan obat
kolinergik yang bekerja pada reseptor antimuskarinik. Antimuskarinik adalah
suatu keadaan dimana obat ini memperlihatkan efek sentral terhadap susunan
saraf pusat yaitu merangsang pada dosis kecil dan mendepresi pada dosis
toksik.
8
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
Lachman, L., H. Lieberman, and J. L. Kanig, 1986, The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, 3rd ed., Lea and Febiger, Philadelphia, p. 779.’
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Wade, A and P. J. Weller, 1994, Handbook of Pharmaceutical Exipients, 2nd ed., America
Pharmaceutical Association, London, p. 27, 177, 392.
10