Anda di halaman 1dari 22

FARMAKOLOGI

ADRENERGIK

Disusun Oleh : Kelompok 3 dan 8 (Kelas 4B) Farah Fera Kurniawati Lina Yuliani Sumaya Hujjatul Aflah Wiwi Nidiyanti Anatyara Safitri Ika Resty Kania Ikha Nur Astuti Ira Juhairiah Lelen Erviani

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu system saraf pusat (SSP) dan system saraf tepi (SST). SSP terdiri dari otak, dan medulla spinalis. SST mempunyai 2 cabang, system saraf somatik (SSS) dan system saraf otonom (SSO). SSS merupakan saraf volunter karena mensarafi otot rangka yang dapat dikendalikan. Sedangkan SSO bekerja pada otot polos dan kelenjar yang tidak dapat dikendalikan. Fungsi SSO adalah mengendalikan dan mengatur organ-organ otonom, seperti jantung, saluran gastrointestinal (GI), mata, kandung kemih, pembuluh darah, kelenjar, paru-paru, dan bronkus. SSO mempunyai 2 neuron, yaitu aferen (sensorik) dan eferen (motorik). Neuron aferen mengirimkan inpuls (informasi) ke SSP, untuk diinterprestasikan. Neuron eferen menerima inpuls dari otak dan diteruskan melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor, seperti jantung, paru-paru, dan saluran pencernaan. Jalur eferen dari SSO dibagi menjadi 2, saraf simpatik dan saraf parasimpatik. System saraf simpatik dan parasimpatik jika bekerja pada organ yang sama akan menghasilkan efek yang berlawanan untuk tujuan keseimbangan, kecuali pada organ tetentu. System saraf simpatik bersifat katabolik artinya menghabiskan energy, misalnya saat flight or fight. System saraf parasimpatik bersifat anabolik berarti berusaha menyimpan energy, yaitu berlangsung rest and digest. Kerja obat pada kedua system saraf ini menyebabkan perangsangan atau penghambatan. Istilah untuk obat perangsang simpatik adalah adrenergik, simpatomimetik atau agonis adrenergik, dan penghambat simpatik disebut simpatolitik atau antiadrenergik. Istilah untuk perangsang parasimpatik adalah kolinergik, parasimpatomimetik atau agonis kolinergik dan penghambat parasimpatik disebut parasimpatolitik atau antikolinergik.

B. TUJUAN Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain : 1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Farmakologi. 2. Untuk menambah wawasan mengenai system saraf otonom. 3. Untuk mempermudah mahasiswa agar lebih memahami materi tentang system saraf otonom. 4. Untuk mengetahui golongan obat-obat sisten saraf otonom.

BAB II

A. PENGERTIAN Susunan saraf otonom adalah susunan saraf yang bekerja tanpa mengikuti kehendak kita. Misalnya detak jantung, mata berkedip, kesadaran, pernafasan maupun pencernaan makanan. Menurut fungsinya, susunan saraf otonom dibagi menjadi 2 bagian, antara lain: Susunan saraf simpatis (adrenergik dan adrenolitik) Susunan saraf parasimpatis (kolonergik dan antikolinergik) Pada umumnya kedua saraf ini bekerja berlawanan tetapi dalam beberapa hal khasiatnya berlainan sekali atau bahkan bersifat sinergis. Rangsangan dari susunan saraf pusat untuk sampai ke ganglion efektor memerlukan sesuatu penghantar yang disebut transmiter neurohormon atau neurotransmiter. Bila rangsangan tersebut berasal dari saraf simpatis maka neurohormon yang bekerja adalah noradrenalin (adrenalin) atau norephinephrin (ephinephrin). Sebaliknya apabila rangsangan tersebut berasal dari saraf parasimpatis maka neurohormon yang bekerja adalah asetil kolin. Untuk menghindarkan kumulasi dari neurohormon yang dapat mengakibatkan perangsangan saraf terus menerus maka neurohormon harus diuraikan oleh enzim khusus yang terdapat dalam darah maupun jaringan. Untuk neurohormon noreadrenalin diuraikan oleh enzim metal transferase dan di dalam hati oleh mono amin oksidase (mao) sedangkan neurohormon asetilkolin diuraikan oleh enzim kolinesterase.

Obat-obat otonom bekerja mempengaruhi pengaruhi penerusan inpuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan atau penguraian hormon tersebut dan khasiatnya atas reseptor spesifik.

B. PERANGSANGAN SIMPATIK DAN PARASIMPATIK Efek perangsangan simpatik dan parasimpatik pada organ otonom tertentu tercantum dalam tabel di bawah ini :

Perangsangan Simpatis - Meningkatkan tekanan darah Meningkatkan denyut nadi Relaksasi bronkus Dilatasi pupil Relaksasi uterus Meningkatkan gula darah

Perangsangan Parasimpatis - Menurunkan tekanan darah Menurunkan denyut nadi Kontraksi bronkus Kontraksi pupil Meningkatkan kontraksi saluran kemih Meningkatkan kontraksi GI Meningkatkan tonus otot

Istilah lain dari Simpatik dan Parasimpatik Simpatik Simpatomimetik Adrenergik Simpatomimetik Adrenergik Simpatolotik Antiadrenergik Simpatolotik Antiadrenergik Parasimpatik Parasimpatomimetik Kolinergik Parasimpatolitik Antikolinergik Parasimpatomimetik Kolinergik Parasimpatolitik Antikolinergik Efek Berlawanan Berlawanan Serupa Serupa Serupa Serupa Berlawanan Berlawanan

C. HUBUNGAN (SIGNALING) KIMIAWI ANTAR SEL

Neurotransmitter (NT) adalah zat yang digunakan dalam hubungan (kimiawi) antar sel. Tipe lain signaling kimiawi antar sel adalah pelepasan mediator lokal (histamine dan prostaglandin) dan sekresi hormon oleh sel atau kelenjar. 1. Mediator Lokal Kebanyakan sel tubuh mengeluarkan zat kimia yang dapat bekerja lokal dalam lingkungan mereka. Zat kimia tersebut dengan cepat dirusak atau dieleminasi sehingga tidak sampai masuk ke sirkulasi sistemik atau terdistribusi keseluruh tubuh. 2. Hormon Sel kelenjar tertentu mengeluarkan hormon yang dapat masuk kesirkulasi darah dan dapat terdistribusi keseluruh tubuh. Hormon tersebut suatu saat akan mencapai sel sasaran dan menimbulkan efek. Contoh hormon adalah kortikotropin, oksitosin, tiroksin, insulin, estrogen, dan progesteron. 3. Neurotransmitter Neuron adalah unit anatomi yang secara structural tidak saling tersambung. Komunikasi antar sel saraf atau sel saraf dengan organ efektor terjadi melalui zat kimia yang disebut neurotransmitter. NT dengan cepat menembus sinap (celah atau gap antar sel) selanjutnya berikatan dengan reseptor spesifik pada post sinap atau sel/ organ target. Semua NT dan hormon bersifat hidrofilik sehingga sangat sukar menembus membran sel, dan hanya mampu mangikat reseptor di permukaan membran sel di ujung saraf berikutnya. NT yang banyak dikenal dan sudah diidentifikasi adalah norepinefrin (NE) dan senyawa-senyawa sejenisnya, asetilkolin (Ach), dopamine, serotonin, histamine, dan -asam amino. Zat yang dapat bekerja seperti NT sering digunakan untuk pengobatan. Ach merupakan NT sistem saraf parasimpatik dan NE sebagai NT system saraf simpatik.

D. SINTESIS, PENYIMPANAN, PELEPASAN, DAN INAKTIFASI NT

Sintesis, penyimpanan, pelepasan, dan inaktivasi NE atau Ach adalah penting untuk dimengerti karena merupakan target atau tempat kerja obat. Ach disintesis dari asetil coenzim A (asetil CoA) dan kolin. Efek Ach dapat dihentikan dengan diuraikan kembali menjadi unsur penyusunnya oleh enzim asetilkolinesterase. NE dan senyawa sejenisnya disintesis dari tirosin yang dikatalisis oleh -hidroksilase menjadi DOPA, selanjutnya menjadi dopamin, NE, dan efineprin. Inaktivasi NE terjadi karena diambil kembali ke sel saraf dari sinap atau diinaktivasi oleh enzim catecol-o-methyl-transferase (COMT) dan monoamine oxidase (MAO) terutama di hati dan otak. Obat adrenergik bekerja dengan memperbanyak jumlah NE disinap melalui penghambatan kerja COMT/ MAO atau menghambat pengambilan kembali. Atau efek adrenergik dapat dicapai dengan menambahkan zat yang bekerja seperti NE dari luar. Selain itu, dapat juga dengan cara mendorong pengeluaran NE dari tempat penyimpanannya di ujung saraf. Obat kolinergik bekerja meningkatkan junlah Ach dengan cara mengikat enzim asetilkolinesterase atau pemberian obat yang dapat bekerja sebagaimana Ach, seperti bethanecol dan methanekolin darim luar tubuh. Sebaliknya pengurangan Ach akan menimbulkan efek antikolinergik.

E. RESEPTOR Pada bab selanjutnya kita telah membahas apa yang disebut dengan reseptor, yaitu tempat kerja obat. Yang dimaksud disini adalah reseptor untuk NT simpatik atau parasimpatik atau obat-obat yang bekerja seperti NT tersebut. Ada 2 jenis reseptor Ach, yaitu muskarinik dan nikotinik yang masing-masing mempunyai sub tipe, muskarinik tipe I (M1), dan tipe 2 (M2). Semua serabut saraf post ganglion parasimpatik melepaskan Ach yang reseptornya adalah muskarinik. Reseptor muskarinik terutama terdapat pada saluran pencernaan. Reseptor nikotinik terutama pada ujung saraf motor and plate pada semua ganglion otonom dan medulla adrenal.

Pada SSS menggunakan Ach sebagai NT untuk mengontrol pergerakan, yang semua reseptornya adalah nikotinik. Pada SSO, semua serabut saraf pree ganglion melepaskan Ach yang reseptornya juga nikotinik. Reseptor untuk NE dibagi menjadi reseptor dan reseptor . Reseptor dibagi menjadi 1, 2, dan 3. Sedangkan rseptor dibagi menjadi 2 macam, yaitu 1 dan 2. Efek perangsangan muskarinik dan nikotinik adalag sebagai berikut :
1. Perangsangan muskarinik menghasilkan efek berikut:

miosis (kontraksi pupil), denyut jantung berkurang, kontriksi bronkus dan peningkatan sekresi, peningkatan motilitas GI dan relaksasi sphincter, kontraksi kandung kemih, dan peningkatan sekresi kelenjar.

2. Perangsangan nikotinik meningkatkan kontraksi otot. Efek utama perangsangan NE adalah sebagai berikut:
a. Reseptor 1

vasokontriksi peningkatan resistensi perifer peningkatan tekanan darah, dan midriasis.

b. Reseptor 2

penghambatan pelepasan NE dan penghambatan pelepasan insulin.

c. Reseptor 1

takikardi peningkatan peruraian lemak, dan peningkatan kontraksi jantung.

d. Reseptor 2

vasodilatasi sedikit mengurangi resistensi perifer bronkodilatasi meningkatkan penguraian glikogen di otot dan hati peningkatkan pelepasan glucagon relaksasi uterus.

F. PENGGOLONGAN Berdasarkan khasiatnya obat-obat saraf otonom dibagi menjadi: 1. Obat yang berkhasiat terhadap saraf simpatis: a. Simpatomimetik/ adrenergik, yaitu obat yang meniru efek perangsangan dari saraf simpatis (oleh noreadrenalin), contohnya efedrin, isoprenalin dll. b. Simpatolitik / adrenolitik, yaitu obat yang meniru efek bila saraf parasimpatis ditekan atau melawan efek adrenergik, contohnya alkaloid sekale, propanolol dll.

2. Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatis : a. Para simpatomimetik / kolinergik, yaitu obat yang meniru perangsangan dari saraf parasimpatis oleh asetilkolin, contohnya pilokarpin dan phisostigmin.

b. Parasimpatolitik / anti kolinergik, yaitu obat yang meniru bila saraf parasimpatis ditekan atau melawan efek kolinergik, contohnya alkaloida belladonna. Namun yang akan dibahas dalam makalah ini hanya tentang saraf simpatomimetik/ adrenergik.

G. ADRENERGIK

Adrenergik adalah obat-obat yang merangsang sistem saraf simpatis. Berdasarkan titik kerjanya pada sel-sel efektor dari organ ujung adrenergik dibagi menjadi reseptor (alfa) dan (beta), dan berdasarkan efek fisiologisnya dibagi menjadi 1 (alfa-1) dan 2 (alfa-2) serta 1 (beta-1) dan 2 (beta-2). Pada umumnya stimulasi pada reseptor menghasilkan efek-efek sebagai berikut:

Alfa-1, mengaktivasi organ-organ efektor seperti otot-otot polos

(vasokontriksi) dan sel-sel kelenjar dengan efek bertambahnya sekresi ludah dan keringat. Alfa-2, yaitu menghambat pelepasan noradrenalin pada saraf-saraf

adrenergik dengan efek turunnya tekanan darah. lemak. Beta-1, yaitu memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung. Beta-2, yaitu bronkodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan

Sebagaimana obat kolinergik, obat adrenergic ada yang bekerja secara langsung atau tidak langsung. a. Bekerja Langsung

Adalah adrenergik yang langsung merangsang reseptor adrenergik. Contoh dan efek obat adrenergik yang bekerja langsung:

Terbutalin sulfat

nama dagang - Brasmatic - Nairet - Tabas - Bricasma - Prosmalin - Terasma - Forasma - Pulmobron - Tismalin - Lasmalin - Sedakter - Astherin

mekanisme kerja Terbutalin menstimulasi reseptor beta adrenergik di sistem saraf simpatetik sehingga menyebabkan relaksasi smooth muscle di bronchial tree dan peripheral vasculature. Efek pada reseptor alfa adrenergik sedikit atau tidak ada. dosis Oral : awal 2,5 mg 3 kali sehari selama 1-2 minggu, kemudian jika perlu ditingkatkan sampai maksimum 5 mg 3 kali sehari. Anak : 75 mcg/kg 3 kali sehari; 7-15 th : 2,5 mg 2-3 kali sehari, maksimum 7,5 mg per hari. Subkutan, intramuskular, intravena : 250-500 mcg sampai 4 kali sehari. Anak 2-15 th : 10 mcg/kg sampai maksimum 300 mcg. Infus intravena : larutan yang mengandung 3-5 mcg/mL, dengan laju 0.5-1 mL/menit (1.5-5 mcg/menit) selama 8-10 jam. Dosis anak

dikurangi. Inhaler : dewasa dan anak : 250-500 mcg (1-2 semprot) 3-4 kali sehari1, maksimum 8 kali semprot sehari. indikasi Terapi simptomatik pada asma bronkial dan bronkospasme reversibel yang berhubungan dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), termasuk bronkitis kronik dan emfisema. kontraindikasi Hipersensitif terhadap terbutalin / simpatomimetik amin. Cardiac arrhythmias yang berhubungan dengan takikardi. efek samping Tremor (terutama di tangan), sakit kepala, otot kaku, palpitasi, takikardi, aritmia, gangguan tidur dan perilaku pada anak. Paradoxical bronchospasm, urtikaria, dan angioderma pernah dilaporkan. Hipokalemia terutama pada dosis tinggi. interaksi Dengan Obat Lain :

Toksisitas meningkat dengan MAO inhibitor, antidepresan trisiklik. Efek menurun dengan beta bloker. Risiko hipokalemia meningkat dengan kortikosteroid, diuretik, xantin. Obat-obat simpatomimetik yang lain kemungkinan akan meningkatkan efek samping pada kardiovaskular.

Kombinasi dengan teofilin berpotensi menimbulkan aritmia jantung.

bentuk sediaan Tablet 2,5 mg Sirup 1,5 mg/5 ml, Ampul 0,5 mg/ml Canister 0,25 mg/Semprot, Aerosol 0,25 mg/Semprot, Respules 2,5 mg/ml, Turbuhaler 0,25 mg, 0,5 mg. parameter monitoring Serum potassium, glukosa, laju jantung, tekanan darah, laju pernafasan, FEV1, peak flow. stabilitas penyimpanan Simpan di suhu kamar (15-30C), terlindung dari panas, cahaya, dingin, dalam wadah tertutup rapat. Jangan digunakan bila larutan berubah warna. Kadaluwarsa injeksi : 2 tahun, tablet : 3 tahun dari tanggal produksi.

Klonidin

nama dagang - Clonidine - Catapres mekanisme kerja Menstimulasi adrenoreseptor alfa-2 stem otak, sehingga mengaktivasi penghambatan neuron, menghasilkan penurunan aliran simpatetik dari SSP, penurunkan resistensi perifer, resistensi vaskuler, resistensi vaskuler renal, denyut jantung dan tekanan darah. Penggunaan Klonidin epidural ditujukan untuk mengurangi nyeri dengan mencegah transmisi sinyal nyeri.

dosis Anak : Oral :

Hipertensi: Awal : 5-10 mcg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8-12 jam, tingkatkan secara perlahan pada interval hari ke 5 dan 7 menjadi 25 mcg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam, maksimum 0.9 mg/hari.

Tes toleransi klonidin (tes pembebasan hormon pertumbuhan dari pituitari ) : 0.15 mg/m atau 4 mcg/kg sebagai dosis tunggal. ADHD (attention deficit/hiperactiity disorder)-unlabeled use:dosis awal 0.005 mg/hari, ditingkatkan setiap 3-7 hari 0.05 mg/hari menjadi 3-5 mcg/kg/hari diberikan dalam 3-4 kali/hari (dosis maksimum : 0.3-0.4 mg/hari).

Dewasa : Oral : hipertensi akut : dosis awal : 0.1-0.2 mg, dapat diikuti dengan penggunaan dosis 0.1 mg setiap jam, jika diperlukan; dinaikkan sampai

dosis maksimum 0.6 mg. Sublingual klonidin : 0.1-0.2 mg dua kali sehari; efektif untuk pasien yang tidak bisa menggunakan obat oral. Hipertensi : dosis awal 0,1 mg dua kali sehari (rekomendasi dosis maksimum : 2.4 mg/hari), rentang dosis umum : 0.1-0.8 mg/hari. Transdermal : Hipertensi : berikan sekali setiap 7 hari; untuk dosis awal, mulai dengan 0.1 mg dan tingkatkan dengan 0.1 mg pada interval 1-2 minggu. Rentang dosis umum : 0.1-0.3 sekali dalam seminggu.Orang lanjut usia : 0.1 mg, sekali sehari sebelum tidur, tingkatkan bertahap jika diperlukan. Penyesuaian dosis pada gangguan ginjal : Clcr<10 mL/menit : gunakan 50-75% dosis awal normal. indikasi Pengobatan hipertensi ringan hingga sedang, bisa digunakan sebagai obat tunggal ataupun kombinasi dengan obat antihipertensi lain.

kontraindikasi Penghentian penggunaan klonidin secara tiba-tiba, tanpa memperhatikan rute pemberian dapat mencetuskan sindrom penghentian, terjadinya peningkatan katekolamin serum dan urin. Jika harus menghentikan penggunaan klonidin,dosis seharusnya diturunkan bertahap dalam 2-4 hari untuk menghindari sindrom penghentian. Pasien yang menerima terapi klonidin lebih dari 4 minggu,memerlukan penurunan dosis lebih lama (misalnya penurunan dosis setiap 3 hari). Klonidin seharusnya tidak digunakan oleh ibu menyusui karena adanya potensi reaksi efek samping

pada bayi.Konsentrasi klonidin pada air susu diperkirakan dua kali lipat dibanding dalam plasma ibu.

efek samping Lethargi, sedasi, konstipasi dab xerostomia.,sakit kepala, pusing, fatigue dan rasa lemah selama terapi klonidin. Efek samping ini akan menurun dengan terapi kontinyu.Terapi transdermal menyebabkan efek samping yg lebih ringan daripada penggunaan sistemik.Efek samping kardiovaskular : hipotensi,hipotensi ortostatik,palpitasi,sinus trakikardia dan sinus bradikardia. Efek samping non kardiovaskuler: ansietas, asthenia, sakit dada, konfusi, diaforesis, pusing, mengantuk, dispnea, demam, mual, muntah. Hipertensi dapat kambuh kembali selama penghentian terapi klonidin. Reaksi ini terjadi jika terapi klonidin dihentikan secara tiba-tiba,tanpa memperhatikan rute pemberian. Gejala yg timbul: hipersalivasi,cemas,sakit kepala,sinus takikardia,palpitasi,agitasi,ansietas,diaforesis,mual,sakit otot & sakit perut.Efek ini ditimbulkan krn peningkatan level sirkulasi katekolamin setelah penghentian terapi klonidin secara tiba-tiba. Penghentian terapi secara perlahan,dalam beberapa hari akan mencegah terjadinya hal ini dan pengguanaan klonidin kembali akan mengurangi keparahan efek samping. Terapi klonidin jangan dihentikan karena operasi, gunakan sediaan transdermal selama operasi. interaksi Dengan Obat Lain : Antipsikotik : penggunaan bersama dengan antipsikotik (khususnya yang berpotensi rendah) atau nitroprusiddapat menghasilkan efek hipotensi tambahan. Beta bloker : potensiasi bradikardia pada pasien yang menerimaklonidin dan dapat memperparah kambuhnya hipertensi setelah penghentian terapi; penghentian beta bloker dilakukan beberapa hari sebelum penurunan dosis

klonidin. Depresan SSP : efek sedatif mungkin meningkat; monitor untuk kenaikan efek ini; yang menyebabkan efek ini termasuk barbiturat, benzodiazepin,opiod, analgesik, etanol dan golongan sedatif lainnya. Siklosporin : klonidin dapat meningkatkan konsentrasi serum siklosporin (juga takrolimus), penyesuaian dosis siklosporin harus dilakukan. Obat hipoglikemik : klonidin dapat menurunkan gejala hipoglikemia, monitor pasien yang meminum obat diabetes. Anestesi lokal : klonidin epidural dapat memperpanjang blokade sensori dan motorik anestesi lokal. Analgesik narkotik ; akan mempotensiasi efek hipotensif klonidin. Antidepresan trisiklik : efek antihipertensi klonidin diantagonis oleh antidepresan trisiklik. Antidepresan trisiklin dapat mempengaruhi respon hipertensi yang berhubungan dengan penghentian secara tiba-tiba terapi klonidin; hindari penggunaan kombinasi ini dan pertimbangkan alternatif lain. Verapamil :penggunaan bersamaan dapat menyebabkan hipotensi dan blok AV pada beberapa pasien (dokumentasi terbatas);monitor pasien. Etanol : dapat menyebabkan depresi SSP. Dobutamin

nama dagang

- Dobuject - Dobutamin Giulini - Dobutamine Hameln - Dobutamine HCl Abbott - Dobutamine Lucas Djaja - Inotrop - Cardiject mekanisme kerja Stimulasi reseptor beta1-adrenergic, menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan denyut jantung, dengan sedikit efek pada beta2 atau alphareseptor. dosis Infus intravena 2,5 sampai 10 mcg/kg/menit, disesuaikan dengan responnya. indikasi Efek inotropik pada infark, bedah jantung, cardiomyopathies, septic shock dan cardiogenic shock. kontraindikasi Hipersensitif terhadap dobutamine atau sulfit (beberapa sediaan mengandung sodium metabisulfat), atau beberapa komponen dalam formulasi, idiopathic hypertrophic subaortic stenosis (IHSS) efek samping Takikardia dan meningkatnya tekanan darah sistolik menunjukkan terjadi overdosis, flebitis, jarang terjadi efek trombositopenia interaksi Dengan Obat Lain : Meningkatkan efek/toksisitas : anastetik umum (contoh: halothan atau siklopropan) dan dosis lazim dobutamin menyebabkan aritmia ventrikular pada hewan. Bretylium dapat mempotensiasi efek dobutamin. Beta blocker (nonselective) dapat meningkatkan efek hipertensi,hindari penggunaan secara bersamaan. Kokain dapat menyebabkan aritmia hebat. Guanetidin, inhibitor MAO, metildopa, reserpin dan antidepresan trisiklik dapat meningkatkan respon presor pada simpatomimetik. Menurunkan efek :

bloker beta adrenergik dapat menurunkan efek dobutamin dan meningkatkan risiko hipotensi yang berat. Dengan Makanan : bentuk sediaan Cairan Injeksi, Infusi Adrenalin atau epinefrin

Memiliki semua khasiat adrenergik dan dengan efek lebih kuat seperti stimulasi jantung dan bronkodilatasi. Obat ini digunakan pada : 1) 2) Kolaps, shock, atau jantung berhenti Asma (diberikan dalam bentuk injeksi karena terurai oleh

asam lambung)
3)

Glaukoma dengan efek midriatik Pilek dan hidung tersumbat dengan efek dekongestif Anestetika lokal guna memperpanjang efeknya

4) 5)

Efek samping pada dosis tinggi adalah nekrosis jaringan menjadi mati karena vasokontriksi, dan akhirnya kolaps.

b. Bekerja Tidak Langsung Obat golongan ini bekerja dengan cara mendorong pengeluaran NE dari tempat penyimpanannya, yaitu amfetamin dan metilphenidat. Kedua obat ini berguna sebagai antidepresan. Contoh obat adrenergik yang bekerja tidak langsung: Amfetamin

Adalah kelompok amin simpatomimetik yang berkhasiat bronkodilatasi lemah. Memiliki khasiat kuat terhadap SSP terutama merangsang pusat pernafasan dengan meningkatkan kecepatan dan volume nafas. Digolongkan dalam psikostimulansia yaitu obat-obat yang merangsang aktivitas fisik dan mental berupa : Mempertinggi inisiatif dan kelincahan Memperbesar prestasi dan kepandaian diri serta daya konsentrasi Hilangnya rasa mengantuk dan lelah Dapat menimbulkan efek euforia atau rasa nyaman dan bersifat adiksi Menekan nafsu makan untuk anoreksansia atau anti obesitas dan anti dotum pada intoksikasi obat tidur. Adanya sifat adiktif dan euforia menyebabkan penyalahgunaan obat atau drug abuse terutama untuk meningkatkan prestasi dalam dunia olahraga (dopping). Efek samping obat tersebut ialah mulut kering, gelisah, sakit kepala dan tidak bisa tidur, sedangkan pada dosis tinggi dapat timbul rasa lelah, depresi, halusinasi dan tekanan darah naik.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu system saraf pusat (SSP) dan system saraf tepi (SST). SSP terdiri dari otak, dan medulla spinalis. SST mempunyai 2 cabang, system saraf somatik (SSS) dan system saraf otonom (SSO). Susunan saraf otonom adalah susunan saraf yang bekerja tanpa mengikuti kehendak kita. Misalnya detak jantung, mata berkedip, kesadaran, pernafasan maupun pencernaan makanan. Menurut fungsinya, susunan saraf otonom dibagi menjadi 2 bagian, antara lain: Susunan saraf simpatis (adrenergik dan adrenolitik) Susunan saraf parasimpatis (kolonergik dan antikolinergik) Obat yang berkhasiat terhadap saraf simpatis: c. Simpatomimetik/ adrenergik, yaitu obat yang meniru efek perangsangan dari saraf simpatis (oleh noreadrenalin), contohnya efedrin, isoprenalin dll. d. Simpatolitik / adrenolitik, yaitu obat yang meniru efek bila saraf parasimpatis ditekan atau melawan efek adrenergik, contohnya alkaloid sekale, propanolol dll. Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatis : a. Para simpatomimetik / kolinergik, yaitu obat yang meniru perangsangan dari saraf parasimpatis oleh asetilkolin, contohnya pilokarpin dan phisostigmin. b. Parasimpatolitik / anti kolinergik, yaitu obat yang meniru bila saraf parasimpatis ditekan atau melawan efek kolinergik, contohnya alkaloida belladonna.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Farmakologi Kelas XI SMF. Jakarta: SMF ditkesad Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI http://medicatherapy.com/index.php/content/read/197/info-obat/terbutalin-sulfat http://medicatherapy.com/index.php/content/read/34/info-obat/klonidin http://medicatherapy.com/index.php/content/read/27/info-obat/dobutamin

Anda mungkin juga menyukai