OLEH :
KELOMPOK I
Dalam penyusunan laporan ini ada beberapa pihak yang membantu sehingga
laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan ini.
Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan.
Kelompok I
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan....................................................................................2
1.3 Prinsip Percobaan....................................................................................2
1.4 Manfaat Percobaan..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3
2.1 Pengertian Hewan Coba..........................................................................3
2.2 Pengelolaan Hewan Coba........................................................................4
2.3 Cara Pemberian Obat ..............................................................................8
2.4 Menggunakan kembali Hewan yang telah digunakan.............................12
2.5 Uraian Hewan Coba................................................................................17
BAB III METODE KERJA..............................................................................20
3.1 Alat dan Bahan........................................................................................20
3.2 Prosedur Kerja.........................................................................................20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................22
4.1 Hasil Pengamatan....................................................................................22
4.2 Pembahasan.............................................................................................22
BAB V PENUTUP.............................................................................................25
5.1 Kesimpulan..............................................................................................25
5.2 Saran........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................26
LAMPIRAN.......................................................................................................27
BAB 1
PENDAHULUAN
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus
dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan
dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan
dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor
ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.
Pentingnya pengetahuan mengenai teknik handle hewan coba yaitu
mempermudah mahasiswa dalam praktikum/penelitian yang berhubungan
dengan hewan coba. Ada beberapa hal yang harus diketahui mengenai hewan
coba antara lain pakannya, tempat hidupnya dan cara penggunaan pemberian
obat secara oral, intravena dan intraperitonial. Oleh karena itu, kita
melaksanakan praktikum pengenalan hewan percobaan ini dengan
menggunakan beberapa jenis hewan yaitu Mencit (Mus musculus), Tikus
(Rattus novergicus) dan Kelinci (Oryctolagus cuniculus).
2. Mahsiswa dapat mengetahui cara pemberian obat yang benar pada hewan
coba Mencit (Mus musculus), Tikus (Rattus novergicus) dan Kelinci
(Oryctolagus cuniculus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hewan Liar
2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara
terbuka
3. Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang
dipelihara dengan sistim barrier (tertutup)
4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang
dipelihara dengan sistem isolator Sudah barang tentu penggunaan
hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam
percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara
pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang
dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan
terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan
yang bebas kuman (Sulaksonono, M.E., 1987).
a) Kondisi bangunan
Terkadang di dalam penelitian hewan uji ditempatkan dalam kandang.
Namun perlu diingat kondisi dan ukuran kandang sangat menentukan
kondisi hewan percobaan, karena bentuk,ukuran serta bahan yang dipakai
merupakan elemen dalam physical environment bagi hewan percobaan.
Kandang harus dirancang sedemikian rupa sehingga hewan dapat hidup
dengan tenang, tidak terlalu lembab, dapat menghasilkan peredaran udara
yang baik, suhu cocok, ventilasi lengkap dengan insect proof screen
(kawat nyamuk).
b) Sanitasi
Kandang yang digunakan dalam menempatkan hewan ujii memiliki
sistem sanitasi yang baik, sestim drainase yang baik, dan terjaga
kebersihan dengan baik, misalnya dengan desinfektan (lysol 3-5%). Di
samping itu perlunya mengenakan lab jas (Protective clothing) atau
peralatan proteksi lainnya seperti masker dan sebagainya.
c) Tersedianya makanan
Tersedianya makanan untuk hewan percobaan yang bernutrisi dan dalam
jumlah yang cukup. Penyimpanannya harus baik, terhindar dari
lingkungan yang lembab, diusahakan bebas dari insekta atau hewan
penggerek lainnya, karena dengan adanya ini dapat merupakan petunjuk
adanya kerusakan bahan makanan hewan.
d) Kebutuhan air
Kebutuhan air dapat diperoleh oleh hewan dengan mudah dan lancar dan
usahakan tidak terlalu tinggi kandungan mineralnya serta bersih, dan
tidak membasahi kandang hewan tersebut.
e) Sirkulasi udara
Dengan adanya sistim ventilasi yang baik, sehingga sirkulasi udara dapat
diatur, lebih baik lagi bila dipasang exhaust fan sehingga sirkulasi udara
menjadi terkontrol.
f) Penerangan
Penerangan diperlukan sekali terutama dalam pengaturan proses
reproduksi hewan, perlu diperhatikan siklus terang dan gelap karena pada
beberapa hewan siklus estrus (siklus reproduksinya) sangat tergantung
oleh penerangan dan bila tidak terdapat penerangan akan menyebabkan
terhambatnya proses reproduksi.
g) Kelembaban dan temperatur ruangan
Suhu dan kelembaban ruangan merupakan komponen penting dari
lingkungan semua hewan karena secara langsung mempengaruhi
kemampuan hewan untuk mengatur panas internalnya. Kehilangan panas
pada hewan dapat menyebabkan hewan menjadi pingsan, bukan dengan
cara berkeringat. Adapun kelembaban dan temperatur ruangan yang
direkomendasikan bagi masing-masing hewan percobaan masing-masing
berbeda misalnya tikus pada suhu 30oC, dan kelinci pada suhu 25o -28oC.
h) Keamanan
Maksud dari pada keamanan ini adalah menjaga jangan sampai terjadi
infeksi penyakit baik yang berasal dari hewan maupun manusia.
Sehingga sebagai usaha pencegahan tidak diperkenankan semua orang
boleh menyentuh atau mengeluarkan hewan hewan dari kandang (lebih-
lebih bila hewannya adalah bebas kuman atau yang disebut dengan Germ
Free Animals) tanpa suatu keperluan apapun.
i) Training/kursus bagi personi
Dalam program pemeliharaan hewan percobaan diperlukan tenaga yang
terlatih dan berpengalaman yang cukup, karena ilmu yang menyangkut
hewan percobaan dapat melibatkan banyak aspek ilmu, sehingga
diperlukan sekali adanya kursus baik tenaga administrasi maupun tenaga
teknis.
Adapun tujuan penggunaan hewan percobaan sejalan dengan arah bidang
ilmu ialah sebagai berikut (Malole, 1989):
1) Bidang toksikologi
Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan percobaan
yang dilakukan di lingkungan industri bertujuan agar bahan kimia yang
dibutuhkan pada bahan makanan tepat dalam arti aman buat konsumen,
efektif daya kerjanya dan masih mendatangkan keuntungan bagi
perusahaan. Status kesehatan berdasarkan pemeriksaan yaitu:
a. Ektoparasit dan endoparasit
b. Patologi
c. Profil hematologi dan kimia darah
d. Penyakit menular
2) Bidang patologi
Para ahli patologi memakai hewan percobaan terutama untuk
meneliti atau menagamati adanya perubahan-perubahan patologi jaringan
tubuh yang disebabkan oleh:
a. Terjadinya kontak antar spesies (infeksi mikroorganisme atau invasi
parasit pada hewan atau manusia).
b. Stress karena faktor lingkungan (suhu, kelembapan, sanitasi,
ventilasi, kepadatan dan lain-lain).
c. Keracunan makanan
d. Defisiensi makanan (defisiensi vit. A, defisiensi vit. E).
Hewan percobaan juga dimanfaatkan oleh ahli patologi untuk
penelitian tentang tumor dan kanker. Bahkan, hewan percobaan juga
dimanfaatkan sebagai bahan untuk menanam dan menghasilkan sel-
sel tumor ini dapat dimanfaatkan oleh ahli mikrobiologi untuk
membuat biakan jaringan guna membiakkan virus. Selain itu, dapat
juga digunakan untuk mendeterminasi penyakit berdasarkan
perubahan-perubahan jaringan dan organ tubuh yang terjadi setelah
hewan percobaan tersebut mendapat perlakuan (keracunan karena
menghisap kloroform, keracunan aflatoksin melalui ransum).
3) Bidang parasitologi
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian parasitologi
dikehendaki berkualitas baik, sebelum melangkah untuk melakukan
penelitian dalam bidang parasitologi. Kita perlu mengetahui interaksi antar
parasit sendiri misalnya pada hewan mencit yang diberi antibiotik untuk
mengusir mikroflora dalam usus dan kemudian diganti oleh
mikroorganisme tertentu.
4) Bidang imunologi
Respon imun pada hewan percobaan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu perihal infeksi oleh bakteri, virus maupun parasit, stress,
faktor diet/ ransum dan peradangan non spesifik.
Cara pemberian obat sangat penting, karena setiap jenis obat berbeda
penyerapannya oleh tubuh dan sangat bergantung pada lokasi pemberian.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi pemberian obat ini juga sangat penting
bergantung pada kondisi individu, jenis kelamin dan spesies hewan
laboratorium. Hewan percobaan yang dipakai sebagai Animal Model
merupakan suatu modal dasar dan modal hidup yang mutlak dalam bebagai
kegiatan penelitian (riset).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula
diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah
berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil)
serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan
kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan
dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga
bagi orang yang memegangnya. (Katzug, B.G,1989)
1. Per-Oral
Sebagian besar obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Beberapa
obat (misalnya : alcohol dan aspirin) dapat diserap dengan cepat dari
lambung, tetapi kebanyakan obat diabsorpsi sebagian besar melalui usus
halus. Absorpsi obat melalui usus halus, pengukuran yang dilakukan
terhadap absorpsi obat baik secara in vivo maupun secara in vitro,
menunjukan bahwa mekanisme dasar absorpsi obat melaluiusus halus ini
adalah secara transfer pasif. Dimana kecepatan obat ditentukan oleh
derajat ionisasi obat dan lipid solubilitas dari molekul obat tersebut.
Keuntungan pemberian obat dengan cara oral yaitu mudah, ekonomis,
tidak perlu steril. Sedangkan kerugiannya rasanya yang tidak enak dapat
mengurangi kepatuhan (mual), kemungkinan dapat mengiritasi lambung
dan usus, menginduksi mual, dan pasien harus dalam keadaaan sadar.
Selain itu obat dapat mengalami metabolisme lintas pertama dan absorpsi
dapat terganggu dengan adanya makanan (Anonim, 2007).
2. Intraperiontal
Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas
sehingga obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini
banyak digunakan di laboratorium tetapi jarang digunakan di klinik karena
adanya bahaya infeksi dan perlengketan peritoneu. Keuntungannya adalah
obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat,
sehingga reaksi obat akan cepat terlihat (Munaf, 1994).
3. Subkutan
Suntikan subkutan hanya bisa dilakukan untuk obat-obat yang tidak
menyebabkan iritasi terhadap jaringan karena akan menyebabkan rasa
sakit hebat, bnekrosis dan pengelupasan kulit. Absorpsi melalui subkutan
ini dapat pula bervariasi sesuai dengan yang diinginkan. Keuntungannya
obat dapat diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan
kerugiannya dalam pemberian obat perlu prosedur steril, sakit, dapat
terjadi iritasi lokal ditempat injeksi (Anonim, 2007).
4. Intravena
Pemberian obat secara intravena adalah cara yang paling cepat dan
paling pasti. Suatu suntikan tunggal intravena akan memberikan kadar obat
yang sangat tinggi yang pertama-tama akan mencapai paru-paru dan
kemudian ke sirkulasi sistemik. Kadar puncak yang mencapai jaringan
tergantung pada kecepatan suntikan yang harus diberikan secara perlahan-
lahan sekali. Obat-obat yang berupa larutan dalam minyak dapat
menggumpalkan darah atau dapat menyebabkan hemolisa darah, karena itu
tidak boleh diberikan secara intravena.
Keuntungan rute ini adalah jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih
banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada
melalui SC, cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat, efek
sistemik dapat segera dicapai, level darah dari obat yang terus-menerus
disiapkan, dan kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk
pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Sedangkan kerugiannya adalah meliputi 4 gangguan kardiovaskuler dan
pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi
mengikuti pemberian cepat volumecairan dalam jumlah besar,
perkembangan potensial trombophlebitis, kemungkinan infeksi lokal atau
sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan
pembatasan cairan berair (Mutschler, 1986).
5. Intramuskular
Obat-obat yang larut dalam air akan diabsorbsi dengan cepat setelah
penyuntikan IM. Disuntikkan ke dalam jaringan otot, umumnya di otot
pantat atau paha. Umumnya kecepatan absorpsi setelah penyuntikan pada
muskulus deloid atau vastus lateralis adalah lebih cepat dari pada bila
disuntikkan pada gluteus maximus. Pemberian suntikan intra-anterial.
Kadang-kadang obat disuntikan ke dalam sebuah arteri untuk mendapatkan
efek yang terlokalisir pada jaringan atau alat tubuh tertentu. Tetapi nilai
terapi cara ini masih belum pasti. Kadang-kadang obat tertentu juga
disuntikan intra arteri untuk keperluan diagnosis. Suntikan intraarteri harus
dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.
i.m = Intramuskular
i.p = Intraperitonial
a. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagumorida
Family : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Spesies : Oryctolagus cuniculus
b. Morfologi
Kelinci mempunyai punggung melengkung dan berekor pendek,
kepalanya kecil dan telinganya tegak lurus ke atas akan tetapi bibir
terbelah dan yang bagian atasnya bersambung hingga hidung.
Mempunyai beberapa helai kumis dan pembuluh darah banyak
terdapat pada telinga.
c. Karakteristik
Masa reproduksi : 1-3 tahun
Masa hamil : 28-35 hari
Umur dewasa : 4-10 bulan
Umur kawin : 6-12 bulan
Siklus kelamin : Setahun 5 kali hamil
Periode eksterus : 11-15 hari
Jumlah kelahiran : 4-10
Volume darah : 10 ml/kg berat badan
Masa perkawinan : 1 minggu
c. Karakteristik
Lama hidup : 2-3 tahun
Lama produksi : 1 tahun
Lama hamil : 20-22 hari
Umur dewasa : 40-60 hari
Umur kawin : 10 minggu
Siklus eksterus : 9-10 gram
Ovulasi : 8-11 jam
Berat dewasa : 300-400 gram
Berat lahir : 5-6 gram
Jumlah anak : 9-20 ekor
BAB III
METODE KERJA
BAB IV
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Mencit dengan bahasa latin Mus musculus termasuk juga dalam hewan
pengerat. Hewan ini selalu dipakai dalam penelitian karena bentuk tubuhnya
yang kecil, penanganannya yang kompleks dan memiliki sistem tubuh yang
sama dengan manusia. Perlakuan pada hewan coba mencit (Mus musculus)
dilakukan dengan ujung ekor diangkat dengan tangan kanan, dan mencit
diletakkan diatas alas yang kasar, kemudian, mencit (Mus musculus)
dibiarkan mencengkeram alas yang kasar sehingga tertahan ditempat. Ibu jari
dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tengkuk seerat mungkin. Ekor
dipindahkan, dijepit di antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri.
Mencit (Mus musculus) siap diberi perlakuan dengan tangan kanan. (Tjay,T.H
dan Rahardja,K, 2002).
Alasan para ahli menggunakan hewan uji tikus (Rottus novergicus) antara
lain mudah didapat dan disimpan di lab, mudah berkembang biak, usia tikus
pendek, relatif jinak dan kesamaan genetik dan biologis dengan manusia.
Kelinci adalah salah satu hewan yang tak bisa muntah, ilah sebabnya
kelinci dijadikan sebagai bahan eksperimen di laboratorium karena seluruh
zat kimia yang diberikan akan masuk ke dalam tubuh kelinci tanpa perlu
khawatir dimuntahkan.
Dalam pemberian zat atau obat pada hewan harus diperhatikan 1 hal
yakni sebelum diberikan zat atau obat pada hewan coba, hewan coba harus
puasa untuk mengurangi interaksi atau variasi biologis dengan makanan yang
nantinya akan menghambat dan memperlambat efek dari zat atau obat yang
diberikan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hau, J. &. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science Second Edition. Boca
Raton: CRC Press.
Gambar Keterangan