Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMILIHAN DAN PEMELIHARAAN HEWAN COBA

Di susun oleh :

Mita Fatmawati H. (201804030)


Putri Aisyah Q. N. (201804034)

Rizkika Aletha (201804037)

Sheila Geby S.Z (201804043)

Valeriana Nataly (201804045)

Weni Alfionika (201804046)

Golongan : 1B

Dosen Pengampu : Wahyu Nurani Hasmar, M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA KELUARGA

BEKASI

2020
DAFTAR ISI

Daftar Isi.................................................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................................................3


1.2 Tujuan......................................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum...........................................................................................................................3


2.2 Penggolongan Hewan Secara Umum.............................................................................3
2.3 Definisi Hewan Uji..............................................................................................................4
2.4 Jenis Hewan Uji....................................................................................................................5
2.5 Syarat Menggunakan Hewan Uji.....................................................................................6
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan......................................................................................................................8


3.2 Cara Kerja...............................................................................................................................8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil.......................................................................................................................................10
4.2 Pembahasan..........................................................................................................................11
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan..........................................................................................................................14

5.2 Saran.......................................................................................................................................14

Daftar Pustaka....................................................................................................................................15

Lampiran.............................................................................................................................................16

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di


bidang kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya mengetahui
hal-hal yang berkaitan dengan obat baik dari segi farmasetik,
farmakodinamik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya.
Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada
ketertarikan yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit
mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia,
dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah ilmu yang
mengintergrasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik
dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi,
yaitu cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat.

Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu


pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan suatu alat atau obyek
tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan
sebagai subyek dalam penelitian, diantaranya adalah dengan mempergunakan
hewan-hewan percobaan.
Pengunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan
hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang
diinginkan, sebagai model, disamping itu di bidang farmasi juga digunakan
sebagai alat untuk mengukur kebesaran kualitas dan kuantitas suatu obat
sebelum diberikan kepada manusia.

1
2

Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus
dipilih mana yang sesuai dan dapat diberikan memberikan gambaran tujuan
yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengolaannya,
disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu
memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh
karena itu, kita dapat lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan
percobaan.
Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan
sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana cara kita sebagai
mahaasiswa maupun seorang peneliti dalam hal ini mengethaui tentang
kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek
toksiknya maupun efek sampingnya tentunya kita membutuhkan hewan uji
atau hewan percobaan. Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan
untuk keperluan penelitian biologis. Hewan laboratorium tersebut digunakan
sebagai uji praktik untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada
manusia. Dalam praktikum kali ini menggunakan mencit sebagai hewan
percobaan. Mencit merupakan hewan yang mudah ditangani dan bersifat
penakut fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi.
Sehingga hewan tersebut sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium
farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.

1.2. Tujuan
1. Untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji mencit (mus
musculus) dengan metode BCS (Body Condition Scoring)
2. Menghitung perubahan berat badan mencit (mus musculus) dalam
masa adaptasi selama 5 (lima) hari.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Umum


Pada uji farmakologi suatu sediaan dilakukan uji praklinis dan uji
klinik dimana uji praklinik dilakukan pada hewan coba seperti mencit
(Mus musculus), tikus (ratus Novergikus), kelinci (oryctogal us
cuniculus), marmot (carvia parcellus) dan untuk uji klinik dilakukan
pada manusia (Sulaksono,1987).
Pemanfaatan hewan percobaan demi pengembangan ilmu dan
teknologi semakin meningkat, baik dalam penggandan jumlah,
ras,maupun aneka kondisi hewan. Sejalan dengan hal tersebut terjadi
pula peningkatan teknik dalam tata laksana peternakan dan
pengembanganbiakan, serta cara-cara perlakuan dan penanganan
terhadap hewan percobaan (Sulaksono,1987).

2.2. Penggolongan Hewan Secara Umum


Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara
pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan lingkungan
berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan
percobaan, maka ada 4 golongan hewan menurut (Sundari,1986), yaitu:
1. Hewan liar
2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara
terbuka
3. Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang
dipelihara dengan sistem barrier (tertutup)

3
4

4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan
yang dipelihara dengan sistem isolator Sudah barang tentu
penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan
dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan.
Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula
hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu
percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar,
hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan
konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman.

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang


kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan
sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor
ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Smith,1988).

2.3. Definisi Hewan Uji


Hewan coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium
adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian
biologik.Mencit merupakan hewan yang paling umum di gunakan pada
penelitian laboratorium sebagai hewan percobaan yaitu sekitar 40-80%.
Mencit memiliki banyak keunggulan sebagai hewan percobaan yaitu
siklus hidup yang relative pendek, jumlah anak perkelahian banyak,
variasi sifat sifat nya tinggi dan mudah dalam penanganannya
(Ridwan,2013).
5

Dalam penggunaan hewan percobaan di samping mutu harus baik,


juga pengadaan harus mudah dan siap setiap saat bila mana
diperlukan . Dengan demikian tidak terjadi kendala dalarn
merencanakan suatu percobaan. Rancangan percobaan yang makin
komplek banyak perlakuan, makin banyak memerlukan hewan. Lebih-
lebih kalau merencanakan membunuh hewan pada periode berbeda-
beda, hewan perkelompok harus tersedia cukup banyak. Lama
penggunaan hewan percobaan dapat pula mempengaruhi cara
pengadaannya (Sundari,1986).

2.4. Jenis Hewan Uji


Hewan yang digunakan diantaranya adalah mencit, tikus, kelinci,
marmot. karakteristik utama mencit : hewan mencit di laboraturium
mudah ditangani ia bersifat penakut, fotofobia, cenderung berkumpul
sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan lebih
aktif dimalam hari dari pada siang hari. Kehadiran manusia akan
o
menghambat aktivitas mencit. Suhu normal 37,4 C. Laju respirasi
normal 163 kali tiap menit (Tjay,2002).
Karakteristik utama tikus : tikus relatif resisten terhadap infeksi dan
cerdas. Tikus putih pada umumnya tenang dan mudah ditangani. Ia tidak
begitu bersifat fotofobik dibandingkan dengan mencit,dan kecenderungan
untuk berkumpul sesamanya, ukuran tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak
begitu terganggu dengan adanya manusia disekitanya. Suhu tubuh
0
normal : 37,5-38,0 C. Laju respirasi normal 210 tiap menit. Bila
diperlakukan kasar (atau apabila ia mengalami defisiensi nutrisi) tikus
menjadi galak dan sering menyerang si pemegang.Mencit dan tikus
digunakan sebagai hewan model hidup dalam berbagai kegiatan penelitan
terutama yang akan diterapkan pada manusia. Hewan
6

ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan harganya relatip


murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, jumlah anak
perperanakannya banyak. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama
pertumbuhan dan perkembangannya mencit tidak dapat lepas dari
pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya (Moriwaki,1994).

2.5. Syarat Menggunakan Hewan Uji


Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga
harus diterapkan prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu:
replacement, reduction, dan refinement (Sulaksono,1987).
Replacement adalah banyaknya hewan percobaan yang perlu
digunakan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari penelitian
sejenis yang sebelumnya, maupun literatur untuk menjawab pertanyaan
penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel
atau biakan jaringan. Replacement terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
relatif (sebisa mungkin mengganti hewan percobaan dengan memakai
organ/jaringan hewan dari rumah potong atau hewan dari ordo lebih
rendah) dan absolut (Sulaksono,1987).
Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian
seminimal mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal.
Jumlah minimal biasa dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-
1) (t-1) >15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t
Praktikum Farmakologi 5 adalah jumlah kelompok perlakuan.
Kelemahan dari rumus ini adalah semakin sedikit kelompok penelitian,
semakin banyak jumlah hewan yang diperlukan, serta sebaliknya.
Untuk mengatasinya, diperlukan penggunaan desain statistik yang tepat
agar didapatkan hasil penelitian yang sahih (Sulaksono,1987).
7

Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara


manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti
hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga
menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Didalam
penelitian, ada beberapa hewan uji yang sering digunakan, yakni tikus,
kelinci, dan primata. Permasalahannya adalah tidak sembarang hewan
uji bisa digunakan untuk penelitian. Hewan hewan uji tersebut harus
memenuhi beberapa kriteria sehingga hewan uji dapat dikatakan sesuai
untuk fungsi atau penyakit yang di jadikan obyek penelitian kita.
Berikut beberapa spesies hewan uji beserta karakteristiknya serta
seringnya peneliti menggunakannya (Sulaksono,1987).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan

➢ Alat
• Sarung tangan
• Kandang mencit
• Alat perlindung diri

➢ Bahan
• Pakan mencit
• Air minum mencit

➢ Hewan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat
badan 20g-30g berumur antara 6-8 minggu.

3.2. Cara Kerja

1. Pemilihan hewan coba


Siapkan 5 ekor mencit
Siapkan 5 ekor mencit

Letakan satu ekor mencit diatas kandang yang terbuat dari

Biarkan mencit dalam posisi istirahat

Amati kondisi tulang belakang mencit hingga ke tulang dekat


kemaluan (bokong)

8
9

Secara perlahan-lahan sentuhlah (rabalah) bagian tulang


belakang hingga ke tulang bokong

Catatlah hasil pengamatan dan perabahan serta ulangi untuk 4


mencit yang lain

2. Pemeliharaan hewan coba


Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan
sebanyak 10

Hewan percobaan kemudian ditimbang berat


badannya dan dikelompokkan menjadi 2 kelompok
dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor

Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang yang berbeda

Mencit diaklimatisasi selama 7 hari dengan pemberian makan


dengan pakan regular dan air minum

Mencit dipelihara dalam ruangan yang dengan suhu


kamar sama, tetapi dengan siklus cahaya terang : gelap
yang berbeda dimana kelompok I dengan siklus cahaya
terang : gelap (14 : 10) dan kelompok II dengan siklus
terang : gelap (10 : 14)

Setelah 7 hari mencit kemudian ditimbang berat badannya dan


dicatat

Hitunglah persentase perubahan berat badan sebelum dan sesudah


perlakuan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
1. Data hasil pengamatan perabaan pada mencit

No. Mencit Berat badan (g) Hasil

Nomor BCS Keterangan


1. Mencit I 1,0 gram 1 Mencit kurus, tulang sedikit
terlihat dan sedikit sekali daging

2. Mencit II 1,1 gram 2 Mencit kondisi standart urus,


tulang terlihat jelas dan terdapat
sedikit daging

3. Mencit III 1,2 gram 2 Mencit kondisi standart urus,


tulang terlihat jelas dan terdapat
sedikit daging

4. Mencit IV 1,0 gram 2 Mencit kondisi standart urus,


tulang terlihat jelas dan terdapat
sedikit daging

5. Mencit V 1,1 gram 2 Mencit kondisi standart urus,


tulang terlihat jelas dan terdapat
sedikit daging

10
11

2. Perubahan berat badan pada mencit


Berat badan (g)
Mencit Persentase
Kelompok Sebelum Sesudah

No. 1 1,0 1,1 90,90%

1 No. 2 1,1 1,2 91,6%


(siklus gelap)
No. 3 1,2 1,3 92,30%

No. 4 1,1 1,3 84,61%

No. 5 1,1 1,3 84,61%

4.2. Pembahasan
Pada praktikum farmakologi kali ini, telah dilakukan pemilihan hewan coba
berupa mencit. Untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji yang berupa mencit
adalah dengan menggunakan metode BCS (Body Condition Scoring).
Mencit dengan bahasa latin Mus musculus termasuk juga dalam hewan
pengerat. Hewan ini selalu dipakai dalam penelitian karena bentuk tubuhnya
yang kecil, penanganannya yang kompleks dan memiliki sistem tubuh yang
sama dengan manusia. Untuk mendapatkan penelitian ilmiah yang baik, maka
semua aspek dalam protokol penelitian harus direncanakan dengan seksama,
termasuk dalam pemilihan hewan percobaan, penting untuk memastikan
bahwa penggunaan hewan percobaan merupakan pilihan terakhir dimana tidak
terdapat cara lain yang bisa menggantikannya.
Pada saat praktikum, mahasiswa melakukan pemindahan mencit dari
kandang ke wadah yang lebih besar. Setelah itu mahasiswa mulai meraba
bagian tulang sacroiliac pada mencit, lalu dilakukan pencocokan dengan nilai
Body Condition Scoring (BCS).
12

Body Condition Scoring (BCS) merupakan penilaian kondisi tubuh untuk


menilai endpoint klinis hewan. BCS merupakan penilaian yang cepat, non-
invasif dan efektif dalam menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus,
BCS adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat badan.
Penggunaan berat badan saja tidak dapat membedakan antara lemak tubuh
atau simpanan otot. Berat badan hewan yang kurang dapat tertutupi oleh
kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan tumor, akumulasi cairan ascetic,
dan pembesaran organ) atau pada kondisi normal (misalnya kehamilan).
Selain itu jika suatu hewan telah kehilangan berat badan lebih dari 20%
namun berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3 (BCS 3) maka
mungkin belum perlu dilakukaan euthanasia segera. Dengan demikian, BCS
adalah penanda yang lebih komprehensif dan akurat untuk kesehatan hewan
dibandingkan kehilangan berat badan. Nilai BCS yang kurang dari 2 biasanya
akan dianggap sebagai titik akhir klinis. Endpoint klinis lain juga dapat
dilaporkan seperti penurunan perilaku eksplorasi, keengganan untuk bergerak
(penurunan penggerak / mobilitas), postur membungkuk, piloereksi (rambut
berdiri), dehidrasi sedang hingga berat (mata cekung, lesu), nyeri tak henti-
hentinya (misalnya distress vokalisasi).
Pada praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui cara memilih hewan uji
yang baik serta penanganan hewan uji tersebut. Hewan uji yang dipilih
berkelamin jantan karena sistem imun pada mencit jantan cenderung lebih
tidak dipengaruhi oleh hormon repeoduksi. Pada saat praktikum mahasiswa
juga dapat melakukan perabaan pada tulang sacroiliac untuk pengukuran
kesehatan hewan uji dan mencocokkannya dengan nilai pada BCS.
Hasil praktikum yang didapat pada data kelompok kami hanya mencit nomor
1 yang menunjukkan klasifikasi BCS nilai 1, yang artinya mencit tersebut kurus
dan tulang-tulang pada tubuhnya pun terlihat sangat jelas. Jika diraba, tidak terasa
adanya lemak maupun daging. Dari bagian atas juga terlihat sekali bagian-bagian
tubuhnya tidak berisi lemak ataupun daging. Sedangkan
13

untuk mencit dari nomor 2 sampai 5 termasuk kategori BCS nilai 2 dimana
mencit dibawah kondisi standar. Tulang-tulangnya masih terlihat jelas, namun
bila diraba masih terasa adanya daging atau lemak. Jika dilihat dari atas sudah
tidak terlalu berlekuk-lekuk, agak berisi. Tulang pelvic dorsal-nya pun dapat
langsung terasa.
Mahasiswa melakukan pengukuran berat badan pada hewan uji sebelum
diaklimasi selama 7 hari dengan pemberian pakan reguler dan air minum.
Setelah dilakukannya pemeliharaan mencit pada suhu kamar dengan siklus
gelap menggunakan penutup koran. Dilakukan pengukuran berat badan
kembali pada hewan uji untuk mendapatkan persentase perubahan berat badan
yang terjadi pada hewan uji selama 7 hari. Hasil pengukuran berat badan pada
mencit setelah pemeliharan dengan siklus gelap selama seminggu mengalami
peningkatan atau penaikan berat badan.
Faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan dari mencit yaitu
salah satunya faktor makanan dan protein yang terkandung dalam pakan
tersebut serta faktor lingkungan tempat hidup yang sangat baik. Mencit juga
merupakan mamalia yang memiliki waktu pertumbuhan yang relatif cepat.
Aktifitas mencit dimalam hari atau kondisi gelap lebih aktif sehingga menjadi
agresif, tetapi kehadiran manusia akan mengurangi aktifitasnya karena hewan
ini bersifat penakut. Jika penangannya tidak sesuai biasanya mencit akan
buang air besar ataupun buang air kecil, hal ini terjadi dikarenakan mencit
strees, takut ataupun merasa terancam.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dalam praktikum Pemilihan Hewan Coba, kami menggunakan hewan mencit
galur murni jantan sebagai percobaan dan menggunakan metode BCS. Metode ini
dilakukan untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji yang berupa mencit
adalah dengan menggunakan metode BCS (Body Condition Scoring). BCS
merupakan penilaian kondisi tubuh untuk menilai endpoint klinis hewan. Lewat
metode ini, kami memperoleh data bahwa mencit yang kami gunakan memiliki
nilai BCS 1 untuk 1 mencit dan nilai BCS 2 untuk 4 mencit.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi penambahan bobot badan dari
mencit, salah satunya adalah faktor makanan dan protein yang terkandung
dalam pakan tersebut serta faktor lingkungan tempat hidup yang harus dijaga
dengan baik. Pengaruh cahaya gelap terhadap masa adaptasi mencit adalah
adanya kenaikan berat badan pada mencit. Intensitas cahaya tidak banyak
berpengaruh terhadap kesehatan mencit (dalam hal ini berat badan) karena
mencit lebih aktif dimalam hari dibandingkan siang hari.

5.2. Saran
Perlu adanya pengawasan dan indikator yang lebih jelas terhadap
penggunaan nilai BCS. Sebab penggunaan metode BCS dilakukan berdasarkan
pengamatan kualitatif. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
hubungan masa adaptasi mencit pada waktu siang hari (pengaruh berat badan
terhadap cahaya) dan malam hari (pengaruh berat badan terhadap cahaya gelap/
tidak ada cahaya) dengan rentang waktu yang lebih panjang untuk melihat
hubungan cahaya terhadap berat badan dan masa adaptasi mencit.

14
DAFTAR PUSTAKA

Moriwaki, K.T., Shiroshi,. H. Yonekawa. 1994. Genetic in Wild Mice Its


Application to Biomedical Research. Japan Scientific Societies Press.
Karger: Tokyo.
Ridwan, E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian
Kesehatan .Journal of the Indonesian Medical Association Vol. 63, No. 3,
Hal: 112-119.

Smith, J. B., Soesanto M. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan


Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.

Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta : Kemenkes RI.

Sulaksono, M.E. 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan


Percobaan. Jakarta.
Sundari, S,Y.,Pudjoprajitno, Edhie, M. S., Patra,K. 1986. Keadaan dan
Masalah Hewan Uji di Indonesia . Jurnal Penelitian Kesehatan. (3).14

Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia:
Jakarta

15
LAMPIRAN

(Mencit 1 awal percobaan) (Mencit 1 percobaan cahaya gelap)

(Mencit 2 awal percobaan) (Mencit 2 percobaan cahaya gelap)

16
17

(Mencit 3 awal percobaan) (Mencit 3 percobaan cahaya gelap)

(Mencit 4 awal percobaan) (Mencit 4 percobaan cahaya gelap)

(Mencit 5 awal percobaan) (Mencit 5 percobaan cahaya gelap)

Anda mungkin juga menyukai