Oleh :
Kelompok 1-1A
Aulia Laili Tsuroya P17335119004
Piere Permata Putra P17335119024
Syifa Kamilla P17335119032
Laboratorium Farmakologi
Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Bandung
I. Nama Percobaan
Pengaruh cara pemberian terhadap respon obat (pemberian sedatif hipnotik berbagai
cara pemberian)
II. Pendahuluan
A. Tujuan
1. Mampu melakukan teknik pemberian obat secara oral, intra muskular, sub
kutan, intra peritoneal dan intra vena.
2. Mampu memahami hubungan pemberian obat dengan onset time.
3. Mampu memahami hubungan pemberian obat dengan durasi kerja.
B. Dasar Teori
Obat adalah senyawa kimia yang dapat mengubah dan mempengaruhi responsivitas
sistem biologi. Aksi obat dimediasi oleh proses yang terjadi secara alami dalam tubuh
(Hollinger, 2003).
Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat,
karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah
kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda, karena jumlah supply darah yang berbeda,
enzim-enzim dan getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda, Hal-hal
ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi
kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute
pemberian obat (Katzung, B.G, 1982)
2
proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara
parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal
dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung
masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor
(receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui
hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses
penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis
obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan
memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan
pengobatan (Siswandono, 1995).
Memilih rute pemberian obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obat, serta kondisi
pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat adalah:
3
2. Pemberian secara Intra Muskular
Pemberian obat melalui suntikan dalam jaringan otot, umumnya pada otot pantat
dan otot paha (gluteus maximus) di mana tidak terdapat banyak pembuluh darah dan
saraf sehingga relatif aman untuk digunakan. Obat dengan cara pemberian ini dapat
berupa larutan, suspensi, atau emulsi.
Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat
yang sukar larut dalam air akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya
lambat atau terjadi tagositosis dari partikel obat. Sebaliknya, obat yang larut dalam air
akan diabsorpsi dengan cepat. Absorpsi biasanya berlangsung dalam waktu 10-30
menit. Namun, kecepatan absorpsi juga bergantung pada vaskularitas tempat suntikan
dengan kecepatan peredaran darah antara 0,027-0,07 ml/menit. Molekul yang kecil
langsung diabsorpsi ke dalam kapiler sedangkan molekul yang besar masuk ke sirkulasi
melalui saluran getah bening. Absorpsi obat cara suntikan intra muskular pada pria
lebih cepat daripada wanita karena pada wanita lebih banyak terdapat jaringan adiposa.
3. Pemberian secara Intravena
Biasanya tidak mengalami absorpsi, kadar diperoleh dengan cepat, tepat, dan
dapat disesuaikan respon serta dapat digunakan untuk larutan iritatif. Namun, cara
pemberian intravena biasanya menyebabkan efek toksik mudah terjadi dan tidak dapat
ditarik jika terjadi kesalahan perhitungan dosis, juga bagi obat yang larut dalam larutan
minyak tidak boleh diberikan karena mengendapkan konstituen darah, serta bagi
intravena penyuntikan dengan cara perlahan-lahan sambil mengawasi respon.
Hipnotik merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai
yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang berat
(kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada
dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap
4
rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah
tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso
dan Hadi R D., 1995).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari
dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan,maka dinamakan sedatif
(Tjay,2002).
Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yamg mampu
mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate
yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat
memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan
tidur. Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan kesadaran, keadaan anestesi, koma
dan mati (Tjay, 2002).
B. Cara Kerja
2) Masing-masing hewan uji ditimbang dengan timbangan, dan diberi tanda pada
pangkal ekor hewan uji.
3) Dosis dan volume yang akan diberikan pada hewan uji dihitung.dengan dosis 60
mg/50ml
5
4) Obat diberikan pada hewan uji dengan dosis yang sesuai dengan masing-masing
pemberian obat secara oral, intravena, dan intraperitonial.
5) Efek sedasi dan hiptonik diamati dengan cara mengamati ptosis, gerakan bulak balik
pada platform, menengok ke bawah, dan righting reflex.
Mencit diamati selama satu jam dan dihitung jumlah uji ptosis, jengukan ke bawah,
bulak balik. Dicatat setiap 10 menit.
Ptosis : Turunnya kelopak mata bagian atas, dihitung persentase turunnya yaitu 0%
100%, ptosis merupakan tanda sedasi.
Aktivitas Bulak Balik :
1) Dihitung berapa kali bulak balik melewati tanda batas di atas platform.
Aktivitas jengukan :
2) Dihitung satu kali jengukan apabila hewan uji menjulurkan kepalanya ke bawah
platform.
Righting Reflex:
1) Righting Reflex merupakan reaksi tubuh hewan uji untuk kembali ke posisi
semula setelah sebelumnya dipisahkan pada posisi terlentang.
2) Diuji dengan cara mengangkat ekor hewan uji dan meletakkanya pada posisi
terbalik.
6
1. Mencit untuk pemberian Oral
Bobot Mencit = 21 gram
0,39 mg x 0,39 x 21
Dosis yang diberikan = = →x= = 0,4095 mg/21 gr
20 gr 21 gr 20
60 mg 0,4095 mg 5 0 x 0,4095
Volume yang diberikan = = →x= = 0,34125 ml
50 ml x 60
0,39 mg x 0,39 x 21
Dosis yang diberikan = = →x= = 0,4095 mg/21 gr
20 gr 21 gr 20
60 mg 0,4095 mg 50 x 0,4095
Volume yang diberikan = = →x= = 0,34125 ml
50 ml x 60
0,39 mg x 0,39 x 25
Dosis yang diberikan = = →x= = 0,4875 mg/21 gr
20 gr 25 gr 20
60 mg 0,487 5 mg 50 x 0,487 5
Volume yang diberikan = = →x= = 0,40625 ml
50 ml x 60
7
Pengamata 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’
n
Menengok 2 1 17 34 32 92
Bulak-balik - - - 2 3 26
Ptosis 0% 25% 25% 25% 0% 0%
Righting + + + + + +
reflex
8
V. Pembahasan
9
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan pemberian
sediaan uji pada hewan mencit melalui oral,intraperitonial dan
intravena. Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut masuk kesaluran intestinal)
digunakan sonde oral. Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu
dengan menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah dilihat
dan dapat membuat obat langsung masuk ke pembuluh darah). Ketiga dengan cara
intraperitonial (injeksi yang dilakukan pada rongga perut,umumnya jarang digunakan
karena rentan menyebabkan infeksi).
Onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah pemberian obat. Durasi adalah
waktu lamanya efek sampai efek obat tersebut hilang. Dari landasan teori dan pustaka
yang kami dapat dapat diketahui pemberian dengan cara intravena memiliki waktu yang
tercepat dan yang paling lambat adalah dengan pemberian oral. Cara intravena yaitu cara
pemberian obat langsung masuk ke pembuluh darah, sehingga cara ini tentu saja lebih
cepat memberikan efek karena tidak melalui proses absorbsi dulu untuk masuk ke sistem
sistemik dari pada cara-cara injeksi yang lain. Sedangkan cara oral merupakan cara
pemberian obat melalui pencernaan sehingga prosesnya berjalan lambat karena harus
melalui metabolisme lintas pertama (first pass metabolism).Sedangkan yang paling efektif
digunakan adalah melalui intraperitonial Namun suntikan i.p. tidak dilakukan
pada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besar.
Injeksi yang salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang salah
sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yang seharusnya. Injeksi yang
salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk tidak sesuai dengan yang
diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke sirkualsi sistemik. (Siswandono, 1995).
10
Mencit merupakan hewan yang memiliki penakut,aktif dan memiliki rasa
penasaran yang tinggi.Sehingga ketika diletakkan di atas platform akan sering bolak-balik
dan menengok ke bawah namun tidak akan melompat ke bawah karena takut
ketinggian.Setelah diberikan obat sedatif,seharunya semakin lama waktunya,setelah obat
bekerja jumlah gerakan bolak-balik dan menengok ke bawahnya semakin menurun dan
ptosis semakin meningkat karena mencit mulai merasakan efek kantuk.
Hal lain diduga juga karena pemberian dosis obat yang telalu tinggi.Karena dari
ketiga mencit yang kami amati semuanya setelah diberi obat mengalami defekasi yang
banyak yang mana menunjukkan mencit mengalami stress sering bulak balik dan
menengok ke bawah karena mengalami anxietas.Dan berdasarkan pustaka,obat
phenobarbital jika diberikan dosis tinggi bisa menyebabkan depresi.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :
1. Rute pemberian obat berpengaruh pada onset time dan durasi kerja obat dalam
tubuh.
2. Urutan rute pemberian dari yang memiliki onset time dan durasi kerja tercepat
adalah Intravena,Intraperitonial dan Oral.
11
VII. Daftar Pustaka
12
Katzung,Bertram G.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik.Salemba Medika: Jakarta.
13