Anda di halaman 1dari 10

Laporan Sementara Praktikum

Farmakologi
Dosen Pembimbing Apt. Nurul Qiyaam, M.Farm.Klin

Oleh

Nama : Husmayana

Nim : 2019E1C020

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM


Jl.KH. Ahmad Dahlan No.1 Pagesangan, Kec Mataram, Kota Mataram

Nusa Tenggara Barat


Percobaan II
Efek Farmakokinetika Obat Pada Hewan Uji (Absorpsi)

A. Tujuan Praktikum
Setelah menyelesaikan praktikum ini maka :
1. Mahasiswa mampu menguasai perhitungan konversi dosis Fenobarbital
manusia ke mencit
2. Mahasiswa mampu menguasai onset dan durasi Fenobarbital pada mencit
3. Mahasiswa mampu menguasai onset dan durasi Fenobarbital melalui
berbagai rute pemberian obat
B. Dasar Teori
Farmakokinetika adalah cabang ilmu dari farmakologi yang mempelajari
tentang perjalanan obat mulai sejak diminum hingga keluar melalui organ
ekskresi di tubuh manusia. Umumnya sejumlah fase yang dilalui ketika obat
masuk ke dalam tubuh dan memulai kontak dengan organ tubuh terbagi menjadi
proses absorpsi, distribusi, dan biotransformasi.

Proses farmakokinetika dimulai dari penyerapan (Absorpsi), lalu tersebar


melalui ke seluruh jaringan tubuh melalui darah (Distribusi), selanjutnya di
Metabolisme dalam organ-organ tertentu terutama hati (biotransformasi), lalu
sisa atau hasil metabolisme ini dikeluarkan dari tubuh dengan Ekskresi dan
selanjutnya disingkat menjadi ADME. Selain itu, farmakokinetika juga
mempelajari berbagai fakor yang mempengaruhi efektivitas obat.
Fase penyaluran zat aktif obat-obatan ini merupakan subjek dari interaksi
psiko-kimia antara obat dan organ tubuh, yang dapat diekspresikan secara
matematis. Dengan demikian, studi farmakokinetika mengguna kan perhitungan
matematika untuk memprediksi kelakuan obat dalam proses penyerapan dalam tubuh.
Absorbsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberiannya ke
dalam pembuluh darah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan dan
besarnya dosis obat yang diabsorbsi, diantaranya adalah rute pemberian. Secara
garis besar obat dapat diberikan melalui 2 rute pemberian yaitu enteral dan
parenteral. Pemberian melalui enteral umumnya dilakukan melalui oral, dimana
obat masuk ke dalam mulut, turun ke kerongkongan dan masuk ke dalam
lambung dan sebagian besar penyerapan obat terjadi melalui usus. Sedangkan
pemberian parenteral umumnya dilakukan melalui injeksi baik secara intravena,
subcutan dan lain sebagainya.
Pemberian oral pada hewan uji akan memberian bioavailabilitas yang
beragam, dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi obat sebelum
mencapai pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kecepatan dan jumlah dosis
yang mencapai pembuluh darah beragam pula, akibanya efek obat juga akan
memberikan onset dan durasi yang beragam pula. Sedangkan pada pemberian
dengan cara parenteral terutama secara intravena maka obat langsung
dimasukkan dalam pembuluh darah vena sehingga tidak terjadi proses absorbsi,
akibatnya jumlah obat yang ada dalam pembuluh darah akan sama dengan
jumlah obat yang diberikan. Tetapi rute pemberian parenteral lain tetap melalui
proses absorbsi karena letak injeksi diberikan diluar pembuluh darah, seperti
injeksi intra muskular yang diberikan melalui otot, atau injeksi lainnya sehingga
pada pemberian tersebut tetap terjadi proses absorbsi. Selain karena faktor rute
pemberian maka absorbsi juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia dari bahan
aktif yang diberikan, Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari
bahan obat dapat mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu
bentuk kristal atau polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat
ionisasi juga mempengaruhi proses absorbsi.
Distribusi merupakan proses perpindahan obat dari sirkulasi sistemik
menuju cairan atau jaringan. Obat bebas (tidak terikat protein) dapat menembus
jaringan karena obat yang berikatan dengan protein mempunyai ukuran yang
lebih besar sehingga tidak bisa menembus membran jaringan (Nugroho, 2012).
Obat yang bersifat asam lemah terikat oleh albumin, obat basa lemah terikat
oleh glikoportein dan obat netral terikat oleh lipoprotein. Luas distribusi
tergantung pada sifat fisikokimiawi obat, rasio ikatan obat dengan protein baik
darah maupun jaringan, vaskularisasi dan kecepatan aliran darah di jaringan,
sifat kimiawi jaringan, dan keberadaan protein penolak di dalam jaringan
misalnya PgP (Hakim, 2012).

C. Pelaksanaan Praktikum
Alat : spuit 1cc, spuit sonde, kapas, kandang mencit, beaker gelas,
gelas ukur, timbangan, stopwatch
Bahan : alkohol 70%, mencit, fenobarbital, Na CMC, aquadest

Cara Kerja
a. Pembuatan Na CMC 1%
- Panaskan 200 ml air hingga mendidih
- Timbang Na CMC sebanyak 1 gram
- Tambahkan 50 ml air panas pada Na CMC dan aduk hingga homogen
- Tambahkan air panas sedikit demi sedikit hingga volume 100 ml
b. Pembuatan larutan Fenobarbital pada pemberian per oral
:30 mg
Dosis lazim fenobarbital untuk manusia
:Dosis Lazim x Faktor Konversi
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr
:30 mg x 0,0026
:0,078 mg
Untuk mencit dengan BB 30 gr :(30 g/20 g) x 0,078 mg
:0,117 mg

Dosis diberikan dalam volume (1/2 Vmaks) :0,5 ml


:100 ml
Dibuat larutan persediaan
Jumlah Fenobarbital yang digunakan :(100 ml/0,5 ml) x 0,117 mg
:23,4 mg atau 0,0234 gr
% kadar Fenobarbital :(0,0234 g/100 ml) x 100%
:0,0234%
c. Pembuatan Fenobarbital 0,0234%
Berat 1 tablet Fenobarbital, misalnya : 198 mg
Berat serbuk Fenobarbital yang ditimbang : (23,4 mg/30 mg) x 198 mg
: 154,44 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Fenobarbital
sebanyak 23,4 mg maka dibutuhkan kira2 1
tablet Fenobarbital.
Timbang berat 1 tablet Fenobarbital
Misal : berat 1 tablet Fenobarbital 198 mg
Maka serbuk tablet Fenobarbital yang
: (23,4 mg/30 mg ) x 198 mg
dibutuhkan sebanyak
: 154,44 mg
Pembuatan Fenobarbital 0,0234% : ambil 1 tablet, gerus kemudian
timbang serbuk Fenobarbital
sejumlah yang dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC
1% sebanyak 50 ml kemudian
aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga
100 ml

d. Pelaksanaan percobaan
1. Mencit dibagi menjadi 5 kelompok
- Kelompok 1 : kelompok perlakuan diberikan Fenobarbital per oral
dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB
- Kelompok 2 : kelompok perlakuan diberikan injeksi Fenobarbital
intravena dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB
- Kelompok 3 : kelompok perlakuan diberikan injeksi Fenobarbital
secara intraperitoneal dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB
- Kelompok 4 : kelompok perlakuan diberikan injeksi Fenobarbital
secara subkutan dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB
- Kelompok 5 : kelompok perlakuan diberikan injeksi Fenobarbital
intramuskular dengan dosis 0,078 mg/20 gr BB
2. Mencit ditimbang berat badan masing-masing
3. Mencit diamati waktu tidur (onset) dan lama mencit tidur (durasi) yang
dilihat dari reflex balik badan
D. Hasil dan Pembahasan
a. Hasil

Kelompok BB mencit Volume Jam Reflek Balik Durasi


(gr) pemberia pemberian Badan
n (pada jam)
HilanKembali
g
Oral 09.15 09.45 11.00
IV 09.10 09.25 11.00
IP 09.05 09.12 11.00
IM 09.12 09.20 11.00
SC 09.00 09.05 11.00

b. Pembahasan
Cara pemberian obat merupakan salah satu penentu dalam memaksimalkan proses
absorbsi obat oleh tubuh karena sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti
absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat
atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of
action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat
untuk memberikan respons tertentu dan membandingkan respons sensitivitas obat
terhadap beda perlakuan pemberian yang ilakukan.
Pada percobaan kali ini, dilakukan perbandingan pengaruh obat yang diberikan
dengan beda perlakuan kepada mencit yaitu secara per-oral, intra muscular, intra vena,
intra peritoneal dan subkutan, terhadap mula kerja obat dan lama kerja obatnya. Data
hasil menunjukkan bahwa pemberian obat secara intra vena dapat menimbulkan tahap
mula kerja (awal kerja obat) dan lama kerja obat lebih cepat, dibandingkan dengan
pemberian obat dengan cara lain.Hal ini dapat dikarenakan pemberian secara intra-vena
(IV) tidak mengalami tahap absorpsi sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara
cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita . Larutan tertentu
yang iritatif hanya dapat diberikan dengan cara ini karena dinding pembuluh darah
relatif tidak sensitif dan bila obat disuntikkan perlahan akan diencerkan oleh darah.
Namun perlakuan pemberian intra-vena ini tidak dapat ditarik kembali setelah
diinjeksikan dan efek toksiknya mudah terjadi karena kadar obat sudah langsung
mencapai darah dan jaringan. Penyuntikan intra-vena harus perlahan sambil melihat
respon penderita.
Percobaan yang diberikan pada jalur per-oral rata-rata memerlukan waktu yang
lama untuk mendapatkan efek yang diinginkan.Hal ini disebabkan karena sebelum obat
masuk keperedaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, obat terlebih dahulu
harus mengalami absorbsi pada saluran cerna. Absorpsi obat melalui saluran cerna pada
umumnya berlangsung secara difusi pasif sehingga absorpsi obat mudah terjadi bila
obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak (lipid soluble).
Absorpsi obat pada usus halus selalu lebih cepat daripada lambung karena luas
penampang permukaan epitel usus halus lebih besar dari pada lambung.Selain itu,
lambung dilapisi oleh lapisan mukus yang tebal dan tahanan listrik yang tinggi. Oleh
karena itu, peningkatan kecepatan pengosongan lambung biasanya akan meningkatkan
kecepatan absorpsi obat dan sebaliknya serta kurang tahannya obat terhadap asam
lambung, dirusak oleh enzim pencernaan yang akhirnya mempengaruhi bioavailabilitas
obat. Bioavailibilitas adalah jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh maupun aktif.
Dari hasil pengamatan, diperoleh onset dan durasi yang berbeda. Onset
merupakan mulai timbulnya efek obat setelah pemberian obat. Durasi adalah waktu
lama efek sampai efek itu hilang. Dari pengaatan berdasarkan onsetnya, injeksi dengan
cara intravena memiliki waktu yang tercepat dan yang terlambat yaitu injeksi dengan
oral.
1. Pemberian secara Intra Peritoneal
Saat menyuntikkan posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomen jarum
disuntikkan dengan sudut 45 derajat dengan abdomen untuk menghindari
terkenanya hati dan kandung kemih.
2. Pemberian secara subkutan
Penyuntikan dilakukan dibawah kulit atau abdomen. Seluruh jarum dimasukkan ke
bawah kulit dan larutan didesak keluar dari jarum.
3. Pemberian secara Intra Muscular
Obat dimasukkan kedalam otot sekitar gluteus maximus/kedalam otot paha dari
kaki belakang.
4. Pemberian secara Intra Vena
5. Penyuntikan dilakukan pada daerah disekitar ekor. Obat tidak mengalami absorpsi,
tapi langsung ke sel pembuluh darah.

E. Kesimpulan
Cara pemberian obat yang paling cepat adalah intra vena. Cara pemberian obat yang
paling lama adalah melalui per oral

DAFTAR PUSTAKA

Anif, 2007, Farmasetika, UGM Press, Yogyakarta


Syarif, Amir dkk, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, FKUI, Jakarta
LAMPIRAN

Gambar Lampiran
Rute pemberian obat
secara oral.

Rute pemberian obat


secara subkutan.

Rute pemberian obat


secara intramuscular.

Rute pemberian obat


secara
intraperitoneal.
Rute pemberian obat
secara intravena.

Anda mungkin juga menyukai