Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN 5

ANTIINFLAMASI

DI SUSUN OLEH :

Adi Pratama

200106005

Dosen Pengampu :
apt. Abdulrahman Ridho, M. Farm

Asisten :
Riska Permatasari

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


PROGAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG
2020

1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
1. Mampu mempelajari daya anti inflamasi obat pada hewan uji yang
diinduksi radang buatan.
1.2 Prinsip
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat
mikrobiologi. Inflamasi dapat juga diartikan sebagai usaha tubuh untuk
mengaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat
iritan, dan mengatur perbaikan jaringan. Tanda-tanda inflamasi adalah
kemerahan, bengkak, panas, nyeri, dan hilangnya fungsi (fungsio laesa).
Antiinflamasi merupakan jenis obat yang digunakan untuk menyembuhkan
inflamasi. Antiinflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang
disebabkan oleh non-mikroorganisme. Prinsip kerja antiinflamasi adalah
dengan menghambat kerja enzim-enzim yang menyebabkan proses inflamasi
terjadi. Oleh karena itu perlu dicari pengobatan alternatif untuk melawan dan
mengendalikan rasa nyeri dan peradangan dengan efek samping yang relatif
lebih kecil, misalnya obat yang berasal dari tumbuhan. gan menghambat kerja
enzim-enzim yang menyebabkan proses inflamasi terjadi. Oleh karena itu perlu
dicari pengobatan alternatif untuk melawan dan mengendalikan rasa nyeri dan
peradangan dengan efek samping yang relatif lebih kecil.

2
BAB II. TEORI DASAR
2.1 Teori Dasar
Inflamasi merupakan proses yang vital dalam mempertahankan kesehatan,
berupa respon protektik normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh
trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologi. Gejala inflamasi
adalah kemerahan, bengkak, panas, dan hilangnya fungsi (Mycek et al. 2001).

Respon inflamasi ditandai oleh kondisi berupa rubor (kemerahan), kalor


(panas), dolor (nyeri), tumor (pembengkakan) dan gangguan fungsi (Corwin,
2008). Inflamasi dapat bersifat lokal dan sistemik, dapat juga terjadi secara akut
atau kronis yang menimbulkan kelainan patologis. Pengobatan inflamasi
mencakup dua aspek, yang pertama adalah meredakan nyeri yang seringkali
menjadi gejala dan yang kedua adalah upaya penghentian proses kerusakan
jaringan. Pengurangan peradangan atau respon inflamasi menggunakan obat
golongan steroid dan antinflamasi non steroid (AINS) sebenarnya dapat
meredakan reaksi inflamasi dengan baik tetapi penggunaan dalam jangka
waktu lama dapat memberikan efek samping. Penggunaan obat golongan
steroid secara sistemik sebagai antiinflamasi dalam waktu yang lama justru
memberikan efek samping berupa penurunan sintesis glukokortikoid endogen,
menurunkan respon imun tubuh terhadap infeksi, osteoporosis, moonface dan
hipertensi. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (AINS) secara sistemik
dalam jangka waktu yang lama juga dapat memberikan efek samping berupa
gangguan saluran pencernaan seperti ulkus peptik, analgesik nephropathy,
mengganggu fungsi platelet dan menghambat induksi kehamilan (Goodman,
2003). Fungsi utama dari peradangan adalah untuk mengatasi infeksi dan
memperbaiki kerusakan dalam mencapai kesetimbangan (Garćia-Lafuente et
al. 2009).

Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan


kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan
melepaskan beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakidonat.
Setelah asam arakidonat tersebut bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim,
diantaranya siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam
arakidonat ke dalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid)
yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklik,
dan tromboksan. Bagian prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab
terhadap gejala-gejala peradangan (Katzung 2002).

Antiinflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang


disebabkan oleh non-mikroorganisme. Prinsip kerja antiinflamasi adalah
dengan menghambat kerja enzim-enzim yang menyebabkan proses inflamasi
terjadi (Gonzáles-Gallego et al. 2007). Obat modern yang biasa digunakan
sebagai antiinflamasi adalah obat golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid)
yang pada umumnya mempunyai efek samping tukak lambung (Katzung,
1998).

3
Prostaglandin dan metabolismenya ya dihasilkan secara endogen dalam
jarian bekerja sebagai tanda lokal menyesuaikan respon tipe sel spesifik. Fusi
dalam tubuh bervariasi secara luas tergantu pada jarian. Misalnya pelepasan
TXA2 dari trombosit mencetuskan penambahan trombosit baru untuk agregasi
( lakah pertama pada pembentukan gumpalan). Namun pada jarian lain
penikatan kadar TXA2 membawa tanda ya berbeda, misalnya otot polos
tertentu. Prostagladin merupakan salah satu mediator kimiawi ya dilepasklan
pada proses agresi alergi dan inflamasi. (Mycek, M.J., 21)
Histamin dan bradikinin dapat menikatkan permaibilitas vaskular, tetapi
efek vasodilatasinya tidak besar. Dean penambahan sedikit PG efek eksudas
hitamin plasma dan bradikinin menjadi lebik jelas. Migrasi leukosit ke jarian
rada merupakan aspek penti dalam proses inflamasi. PG sendiri tidak bersifat
kemotaktik tetapi produk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B4
merupakan merupakan zat kemotaktik ya saat paten. Obat mirip aspirin tidak
mehambat sistemhipoksigenase ya mehasilkan leukotrien sehiga goloamn obat
ini tidak menekan migrasi sel. Walaupun demikian dosis tigi juga terlihat
pehambatan migrasi sel tanpa mempearuhi enzim liposigenase. Obat ya
mehambat biosintesis PG maupun leukotrin tentu akan lebih paten menekan
proses iflfmasi. (Wilmana, F.P., 1995).
OAINS membentuk kelompok ya berbeda-beda secara kima(kiri, tetapi
semuanya mempunyai kemampuan untuk mehambat siklooksigenase(cox) dan
inhibisi sintesis prostaglandin ya diakibatkannya saat berperan untuk efek
terapeutiknya. Sayanya, inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa gaster
seri menyebabkan kerusakan gastrointestinal(dispepsia, mual, dan gastiritis).
Efek sampi ya pali serius adlah perdarahan gastrointestinal dan perforasi. COX
terdapat pada jarian sebagai suatu isoform konstitutif (COX-1), tetapi sitokin
pada lokasi inflamasi menstimulasi induksi isoform kedua (COX-2). Inhibisi
(COX-2) diduga bertagujawab untuk efek antiinflamasi OAINS, sementara
inhibisi COX-1 bertagu jawab untuk toksisitas gastointestinal. OAINS ya pali
banyak digunakan adalah ya selektif untuk COX-1, tetapi inhibitor COX-2
selektif telah diperkenalkan baru-baru ini (Neal, M.J., 26). Pasien-pasien ini
seri diberi resep OAINS dan saat banyak tablet aspirin, parasetamol, dan
ibuprofen tambahan ya dibeli bebas untuk terapi sendiri pada sakit kepala,
nyeri gigi, berbagai gaguan muskokletal, dan lain-lain. Obat-obat ini tidak
efektif pada terapi nyeri viseral(misalnya infark miokard, kolik renal, dan
abdomen akut yang membutuhkan analgesik opioid. Akan tetapi, OAINS
efektif pada nyeri hebat tipe tertentu(misalnya kanker tula). Aspirin
mempunyai aktivitas antiplatelet ya penti (Neal, M.J., 26).

4
BAB III. METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dab Bahan
3.1.1 Alat
No. Alat Fungsi
1. Stopwatch Untuk mengukur waktu
2. Spruit injeksi dan jarum Untuk menginjeksi sampel
3. Sarung tangan Sebagai pelindung tangan
4. Timbangan hewan Untuk mengukur massa hewan

3.1.2 Bahan
No. Bahan Fungsi
1. Vaksin DTP Sebagai uji induktor
2. Asam asetat Penginduksi nyeri
3. Na CMC Sebagai
4. Analsik(diazepam + Obat antipiretik untuk uji analsik
merampiron 500 mg)
5. Mencit Sebagai hewan uji
6. Kapas Pembersih
7. Alkohol Antiseptik

3.2 Prosedur
Mencit ditimbang dan diberi tanda sebatas lutut pada kaki belakang. Bagi
dalam 3 kelompok pada 3 ekor mencit menjadi kelompok sakit/positif,
kelompok negative dan kelompok kontrol/pembanding, Kelompok
Sakit/positif (diberikan induktor tapi tidak diberikan obat). Kelompok Negatif
(tidak diberikan induktor/obat kecuali CMC 0,5 mL/20 g mencit). Kelompok
Pembanding (diinduksi dengan induktor dan diberikan obat 0,2 mL/20 g
mencit). Diamati dan catat volume udem yang terjadi setiap 15 menit selama 1
jam.Lalu, didapatkan data-datanya. Kemudian, dianalisis data.

5
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
4.1.1 Tabel volume edema tiap waktu pada kelompok perlakuan
Kelompok Volume Volume edema pada kaki mencit (mL)
perlakuan sebelum 60 menit pertama setelah 60 menit kedua setelah induksi
diinduksi induksi
(mL) 0 15 30 45 60 0 15 30 45 60
Kelompok 0.3 0.3 0.31 0.3 0.32 0.30 0.33 0.3 0.32 0.32 0.31
kontrol (-)
Kelompok 0.3 0.35 0.42 0.42 0.42 0.4 0.02 0.07 0.07 0.07 0.05
kontrol
(+)
Kelompok 0.35 0.47 0.47 0.40 0.44 0.51 0.09 0.09 0.025 0.06 0.15
uji

Analisis Data :
• Volume udem kelompok negatif (-)
= volume setelah diinduksi – volume kaki awal
= 3,11 – 0,3
= 2,81
• Volume udem kelompok positif (+)
= volume setelah diinduksi – volume kaki awal
= 2,29 - 0,3
= 1,99
• Volume udem uji
= volume setelah diinduksi – volume kaki awal
= 2,705 – 0,35
= 2,35

% Hambatan
[(rata−rata volume udem kelompok kontrol (−) – rata−rata volume udem kelompok uji)]
= rata−rata volume udem kelompok kontrol (−)
x100%

0,31−0,27
= x 100%
0,31

= 0,129 x 100%
= 12,9 %

6
(rata−rata volume udem kelompok uji)
% Efektivitas = rata−rata volume udem kelompok kontrol (−) x 100%

0,27
= 0,31 x 100%

= 87,1 %

4.1.2 Grafik

Grafik volume edema terhadap waktu


0.6 0.51
0.47 0.47 0.44
0.5 0.42 0.42
0.4 0.42 0.4
0.35 0.35 0.32 0.33 0.32 0.32
0.3 0.3 0.31 0.3 0.3 0.3 0.31
Volume

0.4
0.3
0.15
0.2 0.09 0.09
0.07 0.07 0.07
0.06
0.02 0.025 0.05
0.1
0
0

0
15

30

45

60

15

30

45

60
Volume sebelum
diinduksi (mL)

60 menit pertama setelah induksi 60 menit kedua setelah induksi


Waktu

Kelompok kontrol (-) Kelompok kontrol (+) Kelompok uji

4.2 Pembahasan
Inflamasi atau peradangan merupakan mekanisme tubuh dalam melindungi diri
dari infeksi mikroorganisme asing, seperti virus, bakteri, dan jamur. Pada saat
mekanisme alami ini berlangsung, sel-sel darah putih dan zat yang
dihasilkannya sedang melakukan perlawanan dalam rangka membentuk
perlindungan. Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan
obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang
atau inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup
luka-luka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi.
Pada praktikum yang telah dilakukan, dengan menggunakan 3 ekor mencit
yang dibedakan berdasarkan kelompoknya, yaitu kelompok negatif(-),
kelompok positif(+) dan kelompok uji. Pada kelompok negatif diberikan CMC
sebanyak 0,5 mL/20 g mencit, lalu pada kelompok positif diberikan induktor
tanpa diberikan obat sedangkan pada kelompok uji diberikan induktor dan obat
0,2 mL/20 g mencit. Lalu didapatkan hasilnya dicantumkan pada tabel dan
dibuat grafiknya.

7
Pada hasil yang didapatkan bahwa volume udem untuk kelompok negative
adalah 2,81. Lalu, pada kelompok positif, volume udem adalah 1,99,
sedangkan volume udem untuk kelompok uji adalah 3,55. Untuk nilai dari %
hambatan adalah 12,9 %. Sedangkan nilai untuk % efektivitas adalah 87,1 %.
Dari nilai yang didapatkan disimpilkan bahwa efektivitas obat sangat tinggi
untuk menurunkan volume dari edema yang disebabkan oleh induktor yang
telah diberikan. Sedangkan untuk hambatan menandakan bahwa obat tersebut
hanya memiliki hambatan yang tergolong kecil sehingga dapat menekan laju
peningkatan volume udem yang akan melancarkan efektivitas obat untuk
menekan laju peningkatan volume udem akan semakin tinggi.
Pada hasil terdapat perbedaan signifikan pada kelompok uji negative dengan
kelompok positif dan uji. Pada kelompok negatif tidak terjadi perubahan
signifikan yang ditandai dengan nilai volumenya yang konstan dan stabil. Hal
ini juga ditandai dengan grafiknya yang konstan yang tidak berubah tiap
waktunya. Sedangkan kelompok positif dan uji terjadi perubahan signifikan
yang ditandai dengan adanya penurunan volume edema pada menit tertentu
yaitu pada menit 75, terjadi penurunan volume yang signifikan. Hal ini
disebabkan karena pada keompok uji adanya pengaruh dari obat yang diberikan
pada kelompok uji tersebut yang sebelumnya telah diberikan induktor beserta
obat antiinflamasi, sedangkan pada uji positif terjadi penurunan volume edema
disebabkan karena beberapa faktor yaitu bisa faktor lingkungan, makanan
ataupun antibodi atau antigen yang dihasilkan. Dengan memiliki antibodi yang
kuat akan dapat mengatasi inflamasi yang terjadi dengan cepat yaitu dengan
menurunkan volume edama yang disebabkan karena induktor yang telah
diberikan pada kelompok positif.

8
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa obat
antiinflamasi memiliki daya dan efektivitas yang tinggi. Hal ini ditandai karena
adanya penurunan volume edema pada kelompok uji yang telah diberikan obat
yang menekan atau menghambat laju peningkatan volume edema oleh
induktor.

9
DAFTAR PUSTAKA
Syamsul. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Staf Peajar Laboratorium
Farmakologi-FK UNSRI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal
214.
Mycek,M.J. (1995). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya
Medika. Hal 44.
Neal, M.J. (26). Farmakologi Medis At Glance. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT
Erlaga.
Wilmana, P.F. (1995). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid
Dan Obat Pirai, dalam Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistia G.
Ganiswara. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
UI.

10

Anda mungkin juga menyukai