Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI FARMASI

"EFEK SEDATIF"

Disusun Oleh :
1. Listyanto Dhewandaru (2171022)
2. Nada Dwi Nabila S. (2171023)
3. Natasya Intania P. (2171024)
4. Nindy Yuniar P.T (2171025)
5. Nisa Sindi Astuti (2171026)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL
2019
EFEK SEDATIF

I. TUJUAN
Mempelajari pengaruh obat penekanan susunan saraf pusat.
II. DASAR TEORI
Obat yang efek utamanya terhadap SSP yaitu anestesi umum,
hipnotik sedatif, psikofarmaka, antikonvulsi, pelemas otot yang bekerja
sentral, analgetik antipiretik, analgesik narkotika dan perangsangan SSP.
Obat yang mempengaruhi SSP lainnya antara lain amfetamin dan
antihistamin.
Golongan obat sedatif dan hipnotika merupakan golongan obat
pendepresi susunan saraf pusat. Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari
yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga
yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma, dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan
respon terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis (Gunawan, 2007).
Obat-obat seperti hipnotik, sedatif dan anestesi memberikan
perbedaan efek yang nyata. Anestesi merupakan obat yang dapat
menyebabkan hilangnya rasa/pemati rasa. Sedatif adalah obat tidur yang
dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan pada siang hari untuk
tujuan menenangkan. Hipnotika merupakan obat penekan SSP yang
menyebabkan hilangnya kesadaran. Obat hipnotik menyebabkan kantuk
dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai
tidur fisiologis.
Penggunaan obat-obat sedatif perlu dipertimbangkan karena
memiliki efek samping yang merugikan, misalnya letih, lesu, reaksi psikis
(pikiran kacau, daya reaksi diperlambat), pusing-pusing, nyeri kepala,
mulut kering, rasa pahit di mulut, gangguan lambung usus, penglihatan
berganda karena otot mata mengendur, hangover, amnesia anterograde,
gejala paradoksal, toleransi, dan ketergantungan, sindrom abstinensi, dan
sindrom floppy infant pada ibu hamildan menyusui (Tjay dan Rahardja,
2007).
Obat-obat seperti ini umumnya digunakan untuk seseorang yang
mengalami insomnia. Insomnia merupakan gangguan yang menyebabkan
penderita mengalami ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur.
Beberapa obat yang biasa digunakan sebagai pengobatan insomnia adalah
golongan obat sedatif dan hipnotika di antaranya yaitu: benzodiazepim,
barbiturat, dan golongan sedatif-hipnotik lain (paraldehida, kloral hidrat,
etklorvinol, dan meprobamat) (Gunawan, 2007). Selain pengobatan
menggunakan obat-obat sintesis, insomnia dapat diobati menggunakan
tanaman herbal.
Fenobarbital
Fenobarbital, merupakan hablur atau serbuk hablur, putih, tidak
berbau, rasa agak pahit. Sebagai antikonvulsi, fenobarbital digunakan
dalam penanganan seizure tonik-klonik (grand mal) dan seizure parsial.
Fenobarbital juga berkhasiat sebagai hipnotik sedasi tergantung dosis yang
diberikan.

Gambar 1. Struktur kimia Fenobarbital

CTM
Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
lebih dari 100,5% C6H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan dan memiliki berat molekul 390,67. Klorfeniramin maleat
berupa serbuk hablur, putih; tidak berbau, larutan mempunyai pH antara 4
dan 5, mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan kloroform; sukar larut
dalam eter dan dalam benzena.
(Farmakope IV, 1995).
Klorfeniramin maleat merupakan obat golongan antihistamin
penghambat reseptor H1 (AH1). Pemasukan gugus klor pada posisi para
cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas
antihistaminnya. Efek samping antihistamin ini yaitu munculnya efek
sedasi.

Gambar 2. Struktur kimia CTM


Lelap
Lelap merupakan brandname yang berkhasiat sebagai sedatif hipnotik.
Lelap berisi :
valeriana radix 38,46%, myristicae semen 17,69%, eleuthroginseng radix
15,38%, polygalae radix 20,77%
Lelap mempunyai indikasi yaitu meningkatkan kualitas tidur dan membuat
tidur lebih pulas. Kandungan dari lelap seperti akar Valerian mempunyai
khasiat sebagai sedatif. Begitupun dengan biji Pala mengandung miristin
yang dapat menenangkan dan bersifat membius (menyebabkan kantuk dan
memperlambat pernafasan) (Anonim, 2010).
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
 Spuit injeksi (0,1 - 1 ml)
 Jarum oral (ujung tumpul)
 Beker glass
 Rotarod (batang berputar)
 Stopwatch
b. Bahan
 Larutan CMC-Na dalam air 0,5%
 Diazepam injeksi 0,1% dosis 10 mg/kgBB
 Suspensi lelap 0,65% dosis 85 mg/kgBB
 Suspensi CTM 4 mg% dosis 0,52 mg/kgBB
c. Hewan uji : Mencit
IV. CARA KERJA

Satu kelas dibagi menjadi 4 kelompok kecil

Tiap kelompok mendapat 4 mencit

mencit
Semua mencit diletakkan di atas rotaroad diadaptasikan selama 5 menit

Timbang bobot tiap mencit dan hitung volume obat yang akan
diberikan pada masing-masing mencit

Lakukan pemberian obat secara peroral

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

(Kontrol) Diazepam Lelap dengan CTM 4 mg%


0,1% dosis 10 dosis 85 dosis 0,52
CMC-Na mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
0,5% (0,2ml)

Pada mencit ke 0;10;20;30;45;60, mencit diletakkan di atas


rotaroad selama 2 menit

Amati dan catat berapa kali mencit terjatuh dari rotaroad

Hitung % DS
V. HASIL PERCOBAAN
A. Perhitungan stock:
1. Kelompok 1 (CMC-Na 0.5%) sebanyak 0.2 ml
Bobot mencit: 26.8 g
2. Kelompok 2 (Diazepam 0.1% , 10mg/kgBB)
Bobot mencit: 19.8 g
10 𝑚𝑔 𝑥
=
1000 𝑔 19.8 𝑔
x = 0.198 mg
0.198 𝑚𝑔
Stock 0.1% = × 100 = 0.198 𝑚𝑙
100

3. Kelompok 3 (Lelap 0.65%, 85mg/kgBB)


Bobot mencit: 26.6 g
85 𝑚𝑔 𝑥
=
1000 𝑔 26.6 𝑔
x = 2.261 mg
2.261 𝑚𝑔
Stock 0.65% = × 100 = 0.348 𝑚𝑙
650

4. Kelompok 4 (CTM 4mg%, 0.52mg/kgBB)


Bobot mencit: 20.1 g
0.52 𝑚𝑔 𝑥
=
1000 𝑔 20.1 𝑔
x = 0.010 mg
0.010 𝑚𝑔
Stock 4mg% = × 100 = 0.25 𝑚𝑙
654
B. Data

C. % Daya Sedatif
1. Kontrol
Tidak ada
2. Diazepam
0.25
- %DS= 100 − ( 27 × 100) = 99.07%
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 95.83%
6
0.25
- %DS= 100 − ( 42 × 100) = 99.40%
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 91.6%
3

Rata-rata= 96.475%
3. Lelap
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 95%
5
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 75%
1
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 75%
1
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 95%
5
Rata-rata= 85%
4. CTM
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 91.6%
3
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 93.75%
4
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 75%
1
0.25
- %DS= 100 − ( × 100) = 75%
1

Rata-rata= 83.8375%
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk
mempelajari pengaruh obat penekan susunan saraf pusat. Efek terhadap
susunan saraf pusat yang dipelajari antara lain hipnotik dan sedatif. Kedua
obat tersebut sama-sama menekan SSP namun terdapat perbedaan akibat
yang ditimbulkan. Obat sedatif hanya menurunkan kewaspadaan
sedangkan hinotik hingga kehilangan kesadaran. Ada obat-obat lain yang
tidak bekerja pada SSP namun mempunyai efek sedasi-hipnotik.
Pada praktikum kali ini digunakan empat mencit, langkah pertama
yang dilakukan yaitu mencit terlebih dahulu diletakkan pada rotarod
selama 5 menit. Hal ini bertujuan agar mencit terbiasa dengan rotarod.
Sebelum diberikan banyaknya dosis, dihitung terlebih dulu dosis individu
untuk masing-masing mencit. Dosis pemberian ini beragam tergantung
dengan kondisi fisiologis mencit. Pemberian dilakukan secara per-oral
pada hewan uji. Dosis pemberian juga dapat berpengaruh pada efek
farmakologis yang ditimbulkan. Semakin tinggi dosisnya maka semakin
tinggi pula efek sedatif dan lamanya berefek. Dalam percobaan ini, obat
hipnotik-sedatif yang digunakan adalah diazepam, lelap dan CTM.
Pada praktikum kali ini digunakan empat mencit. Timbang dahulu
tiap mencit kemudian hitung dosis peroral untuk tiap mencit. Diperoleh
hasil mencit 1 = 26,8 g sebanyak 0,2 ml diberi perlakuan control CMC-Na
0,5%; mencit 2 = 19,8 g sebanyak 0,198 ml diberi perlakuan diazepam
0,1%; mencit 3 = 26,6 g sebanyak 0,348 ml diberi perlakuan lelap 0,65%;
mencit 4 = 20,1 g sebanyak 0,25 ml diberi perlakuan CTM 4mg%.
Kemudian pada menit ke-0 setelah perlakuan secara peroral
letakkan mencit pada rotaroad dan hitung jumlah jatuh mencit selama 2
menit selanjunya istirahatkan selama 8 menit. Lakukan pengulangan pada
menit ke 0, 10, 20, 30, 45, 60.
Didapatkan hasil untuk mencit ke-1 dengan diberikan perlukan
control CMC-Na rata-rata jumlah jatuhnya pada 4 kali replikasi yaitu 0,25.
Kontrol berfungsi sebagai pembanding dimana tanpa pemberian obat
sedatif-hipnotik. Menurut teori pada mencit dengan perlakuan control
CMC-Na harusnya tidak mengalami jatuh karena keadaan mencit yang
tidak dipengaruhi obat apapun. Hal tersebut telah sesuai dengan mencit
replikasi ke 2,3,4, namun tidak sesuai pada replikasi pertama mencit
terjatuh sebanyak 1 kali. Hal ini mungkin terjadi karena factor kekuatan
dari setiap mencit berbeda-beda.
Hasil untuk mencit ke-2 dengan diberikan perlakuan diazepam
rata-rata jumlah jatuhnya pada 4 kali replikasi yaitu 19,5. Diazepam
sendiri merupakan obat golongan hipnotik sehingga dengan kenaikan dosis
dapat menyebabkan anestesi. Pemberian diazepam selalu disertai dengan
hilangnya kesadaran. Secara teoritis, diazepam mampu memberikan efek
hipnotik yang lama dan yang paling tinggi dibanding kedua obat lainnya.
Sehingga pada praktikum kali ini lah sesuai dengan teoritis bahwa mencit
yang diberi perlakuan diazepam memiliki rata-rata jatuh terbanyak
diantara perlakuan lain.
Hasil untuk mencit ke-3 dengan diberikan perlakuan lelap rata-rata
jumlah jatuhnya pada 4 kali replikasi yaitu 3. Lelap merupakan obat
sedatif yang tergolong dalam obat herbal. Obat herbal mempunyai onset
yang lebih lama dibanding dengan diazepam dan CTM yang merupakan
obat kimia. Namun dalam praktikum kali ini rata-rata jumlah jatuh lelap
lebi banyak dibandingkan dengan waktu jatuh mencit dengan perlakuan
CTM. Hal ini mungkin disebabkan karena efek fisiologi setiap mencit
berbeda sehingga hasil yang didapat tidak sesuai dengan teoritis.
Hasil mencit ke-4 dengan diberikan perlakuan CTM rata-rata
jumlah jatuhnya pada 4 kali replikasi yaitu 2,25. CTM merupakan
antihistamin dan efek sedasi yang ditimbulkan merupakan efek samping
yang diberikan. Selain sebagai antihistamin, CTM dapat berfungsi sebagai
sedasi. namun dalam praktikum kali ini hasil rata-rata banyaknya jatuh
CTM lebih sedikit disbanding dengan mencit dengan perlakuan lelap yang
menurupakan sediaan herbal, yang secara teoritis seharusnya lebih banyak
obat kimia. Hal ini mungkin disebabkan karena efek fisiologi setiap
mencit berbeda sehingga hasil yang didapat tidak sesuai dengan teoritis.

VII. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi ke-5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obatobat Penting, Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya Edisi keenam. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia.
Bertram G.Katzung. 1998. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi VI. EGC :
Jakarta.
Ganiswara,dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta : UIP

Anda mungkin juga menyukai