Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

EKSPERIMENTAL & CARA ANALISIS DATA


UJI AKTIVITAS SEDATIF

DOSEN PENGAMPU :

1. apt. Karol Giovani Battista Leki, M.Farm


2. apt. Rizki Ardian Hartanto, M.Farm

Kelompok 4 :

1. Eny Nur Alimah A1201068


2. Ulya Maqviroh A1201055
3. Vinesia Emariyanti A1201056
4. Wasis Utami A1201057
5. Zalikal Fauzul R A1201064
6. Zeti Matfukha A1201065

PROGRAM D3 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI NUSAPUTERA SEMARANG

2021 – 2022
EKSPERIMEN V

UJI AKTIVITAS SEDATIF

I. PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Tujuan eksperimen ini adalah untuk mempelajari pengaruh obat penekan susunan
syaraf pusat. Parameter yang dianalisis : jumlah / frekuensi jatuh dari rotarod, daya
cengkeram.
B. DASAR TEORI
Penggolongan suatu obat ke dalam jenis sedatif-hipnotik menunjukkan bahwa
kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai hilangnya
rasa cemas) atau menyebabkan kantuk. Sedatif-hipnotik seringkali diberikan pada
penderita gangguan tidur karena termasuk ke dalam obat-obatan penekan sistem saraf
pusat yang menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional) dalam berbagai
tingkat dalam sistem saraf pusat (Goodman and, Gilman, 2006).
Hipnotik atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari
dalam dosis yang lebih randah untuk tujuan menenangkan, makan dinamakan sedatif
(Tjay, 2002).
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP),
mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang
berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung
kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktivitas, menurunkan respons
terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur (H. Sarjono &
Hadi, 1995).

Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik
berikut :

a) Lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh.


b) Pengaruhnya pada kegiatan esok hari
c) Kecepatan mulai bekerjanya
d) Bahaya yang ditimbulkan ketergantungan
e) Efek rebound insomnia
f) Pengaruhnya terhadap kualitas tidur
g) Interaksi dengan otot-otot lain
h) Toksisitas, terutama pada dosis berlebih (Tjay, 2002).
Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan
pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam kelompok
psikotropika yang mencakup obat-obat yang menekan atau menghambat sistem saraf
pusat. Sedatif berfungsi menurunkan aktivtas, mengurangi ketegangan, dan
menenangkan penggunanya. Keadaan sedatif juga merupakan efek samping dari banyak
obat yang khasiat utamanya tidak menekan sistem saraf pusat, misalnya antikolinergika
(Lullmann, 2000).
Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan sistem saraf pusat bila digunakan dalam dosis
yang meningkat. Suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan efek berturut-
turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi), sedangkan pada posisi yang lebih
besar lagi dapat menyebabkan koma, depresi pernafasan dan kematian. Bila diberikan
berulang kali untuk jangka waktu lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan
ketergantungan dan ketagihan (Neal, 2002).
Efek hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi, hal
ini dapat dicapai dengan semua obat sedatif dengan peningkatan dosis. Depresi sistem
saraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan karakteristik dari sedatif-
hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan untuk hipnotik dapat mengarah
pada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis yang tinggi, obat sedatif-hipnotik dapat
mendepresi pusat-pusat pernafasan dan vasomotor di medulla, yang dapat
mengakibatkan koma dan kematian (Katzung, 2002).
Bentuk yang paling ringan dari penekanan sistem saraf pusat adalah sedasi, dimana
penekanan sistem saraf pusat tertentu dalam dosis yang lebih rendah dapat
menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran. Sedatif
terutama digunakan pada siang hari, dengan meningkatkan dosis dapat
menimbulkan efek hipnotik. Jika diberikan dalam dosis yang sangat tinggi, obat- obat
sedatif-hipnotik mungkin dapat mencapai anestesi, sebagai contoh adalah barbiturate
dengan masa kerja yang sangat singkat yang digunakan untuk menimbulkan anestesi
adalan natrium thiopental (Phentothal) (Katzung, 2002).
Obat-obatan sedatif-hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni :
1. Benzodiazepine : alprazolam, klodiazepoksid, klorazepam,
diazepam, lorazepam, dan midazolam.
2. Barbiturate : amobarbital, pentobarbital, fenobarbital,
sekobarbital, thiopental, metoheksital, dan heksobarbital.
3. Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin : meprobamat,
ketamine, propofol, dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat
(Ganiswarna, 1995).
II. PROSEDUR
A. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
a) Rotarod 9batang berputar)
b) Alat suntik
2. Bahan :
a) Phenobarbital
b) Klorpromazin
c) Diazepam
d) Kontrol (NaCl fisiologis 0,9%)
3. Hewan uji = 20 ekor Mencit
B. SKEMA KERJA

Bagi mencit menjadi 4


Timbang masing-
kelompok, masing- masing
masing mencit.
kelompok terdapat 5 ekor
mencit.

Letakkan tiap mencit di


Beri obat secara per oral atas rotarod selama 5
menit untuk beradaptasi.

Kelompok I : Kontrol
Kelompok III,IV :
Kelompok II : Klorpromazin dosis 40
Phenobarbital 80 mg dan 100 mg/kg BB
mg/KgBB.

Pada menit ke 15, 30, dan Kelompok V :


60 letakkan mencit di atas Diazepam dosis 20-
rotarod selama 2 menit. 50mg/kg BB

Amati juga refleks balik


Catat berapa kali mencit badan dan kornea, serta
terjatuh dari rotarod. daya cengkram (pada
kawat kasa).
III. DATA PENGAMATAN
 Bobot Mencit Phenobarbital 80 mg/ kg BB
1. Mencit BB 33 gram
 Dosis 33 gram = 33/1000 x 80mg/kgBB = 2,64 mg
2,64
 Kadar larutan stok = 2,64
= = 5,28 mg/ml
1/2.𝑉𝑝𝑚𝑎𝑥 1/2.1𝑚𝑙

 Volume pemberian = 2,64mg/5,28mg/ml = 0,5ml


 Dibuat larutan stok phenobarbital 10ml
5,28mg/ml x 10 ml = 52,8 mg
(ditimbang 52,8 mg phenobarbital dilarutkan NaCl ad 10ml)
2. Mencit BB 29 gram
 Dosis 29 gram = 29/1000 x 80mg/kgBB = 2,32 mg
 Volume pemberian = 2,32mg/5,28mg/ml = 0,439 ml
3. Mencit BB 28 gram
 Dosis 28 gram = 28/1000 x 80mg/kgBB = 2,24 mg
 Volume pemberian = 2,24mg/5,28mg/ml = 0,424 ml

 Bobot Mencit CPZ 40mg/kgBB


1. Mencit BB 33 gram
 Dosis 33 gram = 33/1000 x 40mg/kgBB = 1,32 mg
1,32
 Kadar larutan stok = 1,32
= = 2,64 mg/ml
1/2.𝑉𝑝𝑚𝑎𝑥 1/2.1𝑚𝑙

 Volume pemberian = 1,32mg/2,64mg/ml = 0,5 ml


 Dibuat larutan stok CPZ 10ml
2,64mg/ml x 10 ml = 26,4 ml

(ditimbang 26,4 mg CPZ dilarutkan NaCl ad 10ml)


2. Mencit BB 29 gram
 Dosis 29 gram = 29/1000 x 40mg/kgBB = 1,16 mg
 Volume pemberian = 1,16mg/2,64mg/ml = 0,439 ml
3. Mencit BB 28 gram

 Dosis 28 gram = 28/1000 x 40mg/kgBB = 1,12 mg


 Volume pemberian = 1,12mg/2,64mg/ml = 0,424 ml

 Bobot Mencit CPZ 100mg/kgBB


1. Mencit BB 33 gram
 Dosis 33 gram = 33/1000 x 100mg/kgBB = 3,30 mg
3,30
 Kadar larutan stok = 3,30
= = 6,60 mg/ml
1/2.𝑉𝑝𝑚𝑎𝑥 1/2.1𝑚𝑙
 Volume pemberian = 3,30mg/6,60mg/ml = 0,5 ml
 Dibuat larutan stok CPZ 10ml
6,60g/ml x 10 ml = 66 mg
(ditimbang 66 mg CPZ dilarutkan NaCl ad 10ml)
2. Mencit BB 29 gram
 Dosis 29 gram = 29/1000 x 100mg/kgBB = 2,90 mg
 Volume pemberian = 2,90mg/6,60mg/ml = 0,439 ml
3. Mencit 28 gram
 Dosis 28 gram = 28/1000 x 100mg/kgBB = 2,80 mg
 Volume pemberian = 2,80mg/6,60mg/ml = 0,424 ml
 Bobot Mencit Diazepam 50mg/kgBB

1. Mencit 33 gram
 Dosis 33 gram = 33/1000 x 50mg/kgBB =1,65 mg
1,65
 Kadar larutan stok = 1,65
= = 3,30 mg/ml
1/2.𝑉𝑝𝑚𝑎𝑥 1/2.1𝑚𝑙
 Volume pemberian = 1,65mg/3,30mg/ml = 0,5 ml
 Dibuat larutan stok Diazepam
10ml= 3,30mg/ml x 10 ml =
33 mg
(ditimbang 33 mg Diazepam dilarutkan NaCl ad 10ml)
2. Mencit 29 gram
 Dosis 29 gram = 29/1000 x 50mg/kgBB = 1,45 mg
 Volume pemberian = 1,45mg/3,30mg/ml = 0,439 ml
3. Mencit BB 28 gram
 Dosis 28 gram = 28/1000 x 50mg/kgBB = 1,40 mg
Volume pemberian = 1,40mg/3,30mg/ml = 0,424 ml

JATUH DARI
KELOMPOK MENCIT ROTAROD ∑ JATUH
15 30 60
1 4 8 10 22
2 7 7 5 19
KONTROL 3 4 7 5 16
4 1 5 1 7
5 3 5 2 10
1 5 1 2 8
2 6 5 4 15
LUMINAL 3 5 3 2 10
4 6 5 2 13
5 6 5 4 15
1 2 2 0 4
2 14 25 22 61
CPZ 3 14 22 12 48
4 12 13 10 35
5 10 10 11 31
1 2 2 1 5
2 4 3 0 7
3 0 0 0 0
DIAZEPAM
4 1 1 1 3
5 1 1 1 3

Kontrol Luminal Cpz Diazepam


22 8 4 5
19 15 61 7
16 10 48 0
7 13 35 3
10 15 31 3
N 5 5 5 5 Σn = 20
ΣX 74 61 179 18 ΣXt = 332
ΣX2 1.250 783 8.227 92 ΣX2t = 10.352
14,8 12,2 35,8 3,6

ΣX²T = ΣX² t – (ΣXt)² /N

= 10.352 – (332)² / 20

= 10.352 – 5.511,2

= 4.840,8

ΣX²b= [(∑ 𝑥1)² + (∑ x2)² + (∑ x3)² + (∑ x4)²] - (∑xt)² / n1 + n2 + n3 + n4 – Nt


5.476 3.721 32.041 324 110.224
=( + + + )–( )
5 5 5 5 20

= (1.095,2 + 744,2 + 6.408,2 + 64,8) – (5.511,2) = 8.312,4 - 5.511,2

= 2.801,2

ΣX²w = ΣX²T- ΣX² b

= 4.840,8 – 2.801,2

= 2.039,6
Sumber Varian Jk (ΣX2) Dk Rjk F hitung
Total 4.840,8 - -
Antar 2.801,2 G–1 ΣX2b Rjkb / Rjkw
kelompok (b) 4–1=3 G–1 933,733
127,475
2.801,2 = 7,3248
3
= 933,733
Sebelum 2.039,6 N–G ΣX2w
kelompok (w) 20 – 4 = 16 N–G

2.039,6
16
= 127,475

F hitung = 7,3248

F tabel = 3,24

F hitung lebih besar dari F tabel, ada perbedaan signifikan pada setiap perlakuan.

IV. PEMBAHASAN
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat anti depresan susunan saraf pusat (SSP)
yang relative tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anestesi, koma dan kematian yang bergantung pada dosis yang
diberikan. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respons
terhadap emosi dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.
Pada praktikum kali ini menggunakan dua golongan obat hipnotik sedatif yakni
golongan Benzodiazepin : Diazepam ; dan golongan Barbiutrat : Luminal
(Phenobarbital), serta terdapat perlakuan kontrol dengan memberikan NaCl Fisiologis
0,9%. Obat hipnotik sedatif yang digunakan akan diberikan kepada mencit dengan rute
per oral. Pengamatan yang dilakukan ialah jumlah jatuh mencit dari alat rotarod.
Semakin sering mencit jatuh dari alat rotarod, semakin besar daya sedatif obat yang
diberikan.
Pada kelompok kontrol tanpa perlakuan obat, mecit pertama sampai kelima pada
menit ke-15, 30 dan 60 ada reaksi pada mencit yaitu jatuhnya dari alat rotarod. Jumlah
jatuh tiap mencit berbeda-beda dikarekan berat mencit yang digunakan juga berbeda,
pada mencit yang mempunyai jumlah jatuh lebih banyak dikarenakan bobot mencit
yang tertalu berat.
Pada kelompok luminal mencit pertama sampai kelima pada menit ke-15, 30 dan
60 terdapat reaksi pada mencit yaitu jatuhnya dari alat rotarod. Jumlah jatuh pada
menit ke-15 lebih banyak dibandingkan pada menit ke-30 dan 60, dikarenakan obat
sudah berefek pada menit ke-15 dan berangsur hilang efek pada menit ke-30 dan 60.
Pada kelompok chlorpromazine mencit pertama sampai kelima pada menit ke- 15,
30 dan 60 terdapat reaksi pada mencit yaitu jatuhnya dari alat rotarod. Jumlah jatuh
yang dihasilkan beragam, ada yang pada menit ke-30 memiliki jumlah jatuh lebih
banyak, ada yang pada menit ke-60 memiliki jumlah jatuh lebih banyak, adapula pada
menit ke -60 tidak terdapat reaksi mencit jatuh dari rotarod. Artinya pada kelompok ini
rata-rata obat akan bereaksi pada menit ke-30 dan mempunyai efek sedatif yang cukup
besar dibandingkan dengan obat lain yang digunakan.
Pada kelompok diazepam semua mencit kecuali mencit ketiga mengalami reaksi
jatuh dari rotarod pada menit ke-15, 30 dan 60. Tidak adanya mencit ketiga yang jatuh
dari rotarod kemungkinan obat yang diberikan terlalu sedikit dengan dosis yang terlalu
rendah, dapat pula efek sedatif obat diazepam sangat kecil maka ditandai dengan
sedikitnya jumlah mencit yang jatuh daro rotarod pada kelompok ini.
Pada praktikkum ini berdasarkan dari jumlah paling banyak mencit terjatuh sampai
paling sedikit terjatuh adalah klorpromazine>kontrol>luminal>diazepam.

V. KESIMPULAN
Pada hasil praktikum kali ini ada perbedaan signifikan terhadap beberapa mencit dalam
uji percobaan ini. Klorpromazine mempunyai efek sedative paling cepat dibandingkan
luminal dan diazepam.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI.

Goodman and Gilman. 2006. The Pharmacologic Basic of Therapeutics – 11th Ed.

New York : McGraw-Hill Companies. Inc.


H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D. 1995. Farmakalogi dan Terapi. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia.

Katzung, G. Bertram. 2007. Basic & clinical Pharmacology – 10th Ed. New York :The
McGraw-Hill Companies. Inc.

Lullmann, Heinz et al. 2000. Color Atlas of Phamacology 2nd Ed. New York :
Thieme.

Neal, J, Michael. 2002. Medical Pharmacology at a Glance – 4th Ed. London :


Blackwell Science Ltd.

Tjay, T. H. dan Rahardja. K. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan


Kedua. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai