PERCOBAAN II
PENENTUAN AKTIVITAS SPESIFIK, KM DAN VMAX ENZIM
Dikerjakan oleh:
Kelas/Golongan/Kelompok: A/IV/2
NIM Nama mahasiswa Kontribusi TTD
22/504466/ Afifah Nisa Al Qisthy Cara kerja dan
FA/13604 pembahasan
2. CARA KERJA
a. Penentuan Aktivitas GST
1 dari 3
b. Pembuatan Kurva Baku
2 dari 3
c. Penetapan Kadar Protein Fraksi Sitosol
3 dari 3
d. Penentuan harga KM dan Vmaks enzim GST
4 dari 3
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Penentuan Aktivitas GST dengan substrat CDNB (Total volume 1000 ul)
Bufer
Fraksi GSH CDNB
fosfat Absorbanc Keteranga
No. sitosol 0.05M 0.05M
0.1M pH e340 nm n
(μl) (μl) (μl)
6 (μl)
1 15 2865 60 60 0,717 Menit ke 0
0,779 Menit ke 3
0 Menit ke 3
Praktikum ini bertujuan untuk menetapkan nilai aktivitas spesifik enzim serta kadar
protein dengan metode biuret. Enzim GST yang terkandung dalam protein di fraksi sitosol
akan ditetapkan daya absorpsinya dengan cara spektrofotometri. Enzim GST merupakan
enzim sitotolik multifungsional yang berkontribusi penting terhadap proses detoksifikasi
senyawa xenobiotik elektrofilik maupun biotransformasi xenobiotik sehingga enzim ini
banyak terkandung dalam liver, ginjal, serta paru-paru. Berdasarkan enzim yang terlibat,
reaksi pada biotransformasi xenobiotik dibagi menjadi 4, yakni hidrolisis, reduksi, oksidasi,
dan konjugasi (GST). Enzim GST dikelompokkan menjadi enam kelas, yakni kelas alpha,
mu, phi, theta, sigma, dan seta. Setiap kelas enzim GST dibagi berdasarkan tingkat aktivitas
spesifik yang pada masing-masing substrat spesifik. GST kelas mu sendiri memiliki tingkat
aktivitas spesifik yang tinggi pada CDNB.
Langkah pertama yang dilakukan untuk penentuan aktivitas enzim, yakni disiapkan 2
buah kuvet 1 mL, beri label masing-masing untuk membedakan kuvet sampel dan blanko.
Setelah itu, dimasukkan 2865 μL Buffer fosfat 0,1 M pH 6 ke dalam masing-masing kuvet
5 dari 3
menggunakan mikropipet. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar pH campuran merupakan
pH optimum untuk melakukan reaksi enzimatis. Kemudian, ditambahkan 60 μL GSH 0,05 M.
Fungsi GSH adalah sebagai kofaktor yang memfasilitasi reaksi antara enzim dan substrat.
Selanjutnya, ditambahkan 15 μL fraksi sitosol pada kuvet pertama dan 15 μL akuades pada
kuvet kedua. Kuvet 1 berperan sebagai sampel dan kuvet 2 berperan sebagai blanko.
Kemudian, ditambahkan 60 μL CDNB 0,05 M, yaitu substrat ke dalam kedua kuvet secara
bersamaan agar waktu mulai reaksi enzimatis tepat dimulai bersamaan. Produk konjugat GS-
DNB yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer λ 340 nm pada menit ke-0 dan menit
ke-3. Perhitungan menit ke-0 dimulai ketika dilakukan penambahan fraksi sitosol. Hasil yang
didapatkan, yaitu absorbansi (A) sampel pada menit ke-0 adalah sebesar 0,717 dan pada
menit ke-3 adalah sebesar 0,779. Sedangkan absorbansi (A) blanko pada menit ke-0 dan ke-3
sama-sama sebesar 0. Setelah itu, diukur kecepatan reaksi dan didapatkan hasil sebesar
0,0201 nm/min. Selanjutnya, diukur aktivitas enzim GST dengan cara kecepatan reaksi dibagi
dengan ε GS-DNB. Besar dari ε GS-DNB telah diketahui yaitu 8.500 μmol-1 cm-1 . Setelah
dilakukan perhitungan, didapatkan hasil dari aktivitas GST adalah sebesar 2,3647×1 0−6❑
μmol GS − DNB/min. Aktivitas katalisasi yang dilakukan enzim menunjukkan jumlah µmol
produk yang dapat terbentuk dalam waktu 1 menit untuk setiap 1 mg protein. Aktivitas
spesifik enzim berbanding lurus dengan kemurnian atau kadar enzim dalam protein sehingga
semakin tinggi aktivitas spesifik GST maka kadar GST dalam protein di fraksi sitosol juga
semakin tinggi.
6 dari 3
Berdasarkan data di atas didapatkan persamaan kurva baku kadar BSA dan
absorbansi pada 550 nm serta nilai koefisien relasi (R) sebagai berikut :
y = 0,1599x + 0,2646
R² = 0,9841
Pembahasan :
Kurva baku merupakan kurva yang didapatkan dari grafik antara kadar larutan dan
absorbansi pada panjang gelombang tertentu (Grace Pricilia Tulandi, 2015). Data yang
digunakan untuk membuat kurva baku pada praktikum ini didapatkan dari kadar larutan
Bovine Serum Albumin (BSA) dan nilai absorbansi pada panjang gelombang 550 nm (λ
550nm). Kadar larutan BSA pada kelima tabung reaksi memiliki konsentrasi yang berbeda-
beda, kecuali tabung reaksi 6 yang tidak ditambahkan larutan BSA karena merupakan blanko.
Kemudian ditambahkan larutan buffer dan reagen biuret menggunakan mikropipet di masing-
masing tabung reaksi sesuai tabel petunjuk praktikum. Tujuan penambahan larutan buffer
fosfat 0,1 M pH 7,5 adalah sebagai pelarut dalam sistem. Sedangkan penambahan reagen
biuret dimaksudkan untuk analisis kuantitatif protein secara spektofotometrik. Biuret yang
ditambahkan pada larutan yang bernuansa alkali dan mengandung protein akan membentuk
ikatan kompleks dan memunculkan warna biru keungu-unguan. Dalam hal ini, dimanfaatkan
untuk mengukur serapan warna menggunakan alat spektofotometri pada panjang gelombang
550 nm.
Setelah ditambahkan reagen biuret pada masing-masing tabung reaksi, wara biru dan
ungu yang muncul berbeda-beda. Perbedaan kepekatan warna menunjukkan perbedaan kadar
7 dari 3
BSA di tabung reaksi. Semakin tinggi kadar BSA maka semakin pekat warna ungu yang
dihasilkan. Hal ini dibuktikan dengan data analisa kuantitaf spektofotometri yang didapatkan
untuk tabung satu sebesar 0,450 ; pada tabung dua sebesar 0,474; tabung tiga sebesar 0,572;
tabung empat sebesar 0,769; tabung lima sebesar 0,897; dan pada blanko sebesar 0. Tabung
reaksi yang berperan sebagai blanko memiliki warna larutan biru muda, karena pada tabung
reaksi ini tidak ditambahkan larutan BSA. Sedangkan pada tabung reaksi lima didapati warna
ungu pekat karena memiliki kadar BSA yang paling tinggi dibanding tabung reaksi lain.
Berdasarkan data yang didapatkan melalui praktikum, disusun kurva baku guna
melihat korelasi antara kadar larutan BSA yang ditambahkan dengan nilai absorbansi yang
didapat (Grace Pricilia Tulandi, 2015). Proses pengolahan data menggunakan bantuan
software microsoft excel dan diperoleh persamaan linear nya adalah y = 0,1599x + 0,2646
dan besar koefisien relasi adalah 0,9841. Nilai koefisien yang didapatkan telah memenuhi
standar yg ditetapkan yakni > 0,96 , sehingga persamaan kurva baku dapat digunakan untuk
menghitung kadar protein pada perhitungan praktikum lainnya.
1,162
1 150 450 2400 Sample
0
2 600 2400 Blanko
8 dari 3
= 4,4898 mg (E)
Pada percobaan selanjutnya, dilakukan penetapan kadar fraksi sitosol. Pada penetapan
kadar fraksi sitosol, disiapkan dua buah tabung reaksi dan fraksi sitosol yang sudah
didapatkan. Kemudian, dimasukkan 2400 μL reagen biuret ke dalam kedua tabung reaksi.
Lalu, dimasukkan buffer fosfat 0,1 M pH 7,5 sebanyak 450 μL ke dalam tabung sampel dan
600 μL ke dalam tabung blanko untuk membuat kondisi pH optimum untuk reaksi enzimatis.
Kemudian, dimasukkan 150 μL fraksi sitosol pada tabung sampel. Setelah dibiarkan bereaksi
selama 10 menit, diamati absorbansi sampel dan blanko dengan menggunakan
spektrofotometer pada gelombang 550 nm. Didapatkan data bahwa nilai absorbansi sampel
adalah 1,162. Dengan persamaan trendline yang sudah didapat dari sebelumnya yaitu y =
0,1599x + 0,2646, maka didapatkan nilai kadar BSA pada sampel ini adalah 5,6123 mg/mL.
Maka dalam 40 μL sitosol terkandung protein sebesar 4,4898 mg. Selanjutnya dilakukan
9 dari 3
perhitungan aktivitas spesifik enzim. Pada percobaan pertama, didapat nilai aktivitas enzim
sebesar 2,3647×1 0−6❑ μl mol GS-DNB/min. Pada percobaan ketiga, kadar protein dalam
sitosol ditemukan sebesar 5,6123 mg/mL dan jumlah protein dalam sitosol yang diambil (40
μL) adalah 4,4898 mg. Dengan hasil tersebut, dapat dihitung aktivitas spesifik GST yang
merupakan aktivitas enzim per jumlah protein dalam sitosol yang diambil. Hasil nilai
aktivitas spesifik enzim yang didapat adalah 5,2668 ×1 0−7❑μl mol GS-DNB/min.
Konsentrasi
susbtrat [S] (mM) Kecepatan reaksi (V) 1/[S] 1/V
10 dari 3
0.25 -0.0076 4.00 -131.579
0.50 -0.0152 2.00 -65.789
0.75 0.0258 1.33 38.759
1.00 0.0119 1.00 84.034
1.25 0.0216 0.80 46.296
Persamaan ini dapat diubah supaya lebih operasional untuk menghubungkan data yang
diperoleh pada percobaan:
11 dari 3
dilakukan dengan 3 atau 4 konsentrasi substrat dan nilai Km serta Vmax bisa langsung
diketahui. Akan tetapi dengan persamaan Michaelis, untuk membuat hiperbola yang tepat
sesuai dengan persamaan diperlukan jumlah titik yang lebih banyak. Dalam menentukan nilai
Vmaks lebih susah ditetapkan dan nilai Km harus dihitung secara grafis dari kurva.
Langkah pertama dalam percobaan ini adalah menyiapkan 6 buah kuvet 1 mL (5 buah
kuvet sebagai sampel dan 1 buah kuvet sebagai blanko). Selanjutnya dimasukkan larutan
GSH (50 mM dalam akuades) sebanyak 20 μl ke dalam 6 buah kuvet. Dilanjutkan dengan
memasukkan larutan CDNB (50 mM dalam etanol) sebanyak 5 μl ke dalam kuvet sampel
pertama, 10 μl ke dalam kuvet sampel kedua, 15 μl ke dalam kuvet sampel ketiga, 20 μl ke
dalam kuvet sampel keempat, 25 μl ke dalam sampel kelima. Lalu dimasukkan buffer fosfat
0,1 M pH 6 sebanyak 935 μl ke dalam sampel pertama, 930 μl ke dalam kuvet sampel kedua,
925 μl ke dalam kuvet sampel ketiga, 920 μl ke dalam kuvet sampel keempat, 915 ke dalam
kuvet sampel kelima, dan 940 μl ke dalam blanko. Kemudian dimasukkan fraksi sitosol 40 μl
ke dalam 5 buah kuvet (sampel) dan 1 buah kuvet (blanko). Sampel dan blanko yang sudah
dimasukkan beberapa substrat lalu diukur dengan menggunakan spekfotometer (program
simple kinetic) pada λ 340 dari menit ke-0 sampai menit ke-3. Tahap terakhir adalah
menghitung harga KM dan Vmaks GST. Berdasarkan data yang didapat bahwa bahwa
semakin tinggi konsentrasi substrat [S] maka kecepatan akan semakin besar pula. Walaupun
pada substrat 1.00 dan 1.25 mengalami fluktuatif, namun pada tiga substrat sebelumnya
mengalami kenaikan. Dari keganjilan data tersebut dapat diambil dua hipotesis yaitu memang
terjadi fluktuasi atau terjadi kejenuhan. Hal ini dapat terjadi ketika semua sisi aktif enzim
telah dipenuhi dengan substrat atau dapat dikatakan telah jenuh. Sehingga pada titik ini
bertambahnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya kecepatan reaksi.
Namun pada tabel hasil perhitungan terlihat bahwa terjadi penurunan pada percobaan 0.75
dan 1.00 dilanjutkan dengan kenaikan kembali pada percobaan 1.00 dan 1.25. Ketidakpastian
ini bersifat fluktuatif, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan secara teknis pada saat
pelaksanaan praktikum. Baik dari segi pengukuran, maupun perhitungan dengan alat
spektrometri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara konsentrasi substrat [S] dengan
kecepatan reaksi berbanding lurus. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi
kenaikkan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Michaelis dan Menten berkesimpulan bahwa
kecepatan reaksi bergantung pada tergantung pada konsentrasi substrat [S], maka
penambahan konsentrasi substrat akan menghasilkan pertambahan reaksi yang apabila
digambarkan akan menunjukkan garis lurus (Poedjiadi dan Supriyanti, 200).
12 dari 3
Perhitungan Km dan Vmax:
Rumus Perhitungan Km dan Vmax:
y = bx + a
y = -64,361x + 111,87
R² = 0,8671
Dapat disimpulkan nilai Vmax:
a = 1 / Vmax
111,87 = 1/ Vmax
Vmax = 0,00894 mM/menit
Sedangkan nilai Km:
b = Km / V max
-64,361 = Km / 0,00894
Km = -0,575 mM
Pada percobaan ini diperoleh grafik hubungan antara konsentrasi substrat 1/[S] dan 1/v.
Diperoleh y = -64,361x + 111,87 dan mendapat nilai Vmax sebesar 0,00894 mM/menit
yang menunjukkan kecepatan maksimum enzim dalam mengubah substratnya sebesar
0,00894 mM/Menit, sedangkan konstanta Michaelis-Menten sebesar -0,575 yang
menunjukkan efisiensi katalis dari enzim.
13 dari 3
14 dari 3
4. KESIMPULAN
a. Nilai aktivitas enzim GST yang diperoleh dari perhitungan data hasil praktikum
sebesar 2,3647 ×1 0−6❑ µmol GS-DNB/min. Nilai aktivitas enzim berbanding lurus
dengan kecepatan reaksi.
b. Kadar protein dengan metode Biuret yang diperoleh dari perhitungan data hasil
praktikum 5,6123 mg/mL
c. Nilai Aktivitas spesifik enzim yang diperoleh dari perhitungan data hasil praktikum
sebesar 5,2668 ×1 0−7❑ µmol GS-DNB/min/mg protein.
d. Konsentrasi substrat memiliki pengaruh terhadap aktivitas enzim serta berbanding
lurus dengan kecepatan reaksi. Akan tetapi, pada batas konsentrasi substrat tertentu
tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi disebabkan sisi aktif enzim telah berikatan
seluruhnya dengan substrat.
e. Nilai Km dan Vmaks enzim GST yang diperoleh dari perhitungan data hasil
praktikum sebesar -0,575 mM dan 0,00894 mM/menit. Nilai Km dan Vmaks enzim
dapat digunakan untuk optimalisasi penggunaan enzim dalam reaksi enzimatis. Setiap
enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu substrat dan ini
menunjukkan efisiensi katalis dari enzim atau seberapa kuatnya pengikatan substrat
ke enzim (Radzicka dan Wolfenden, 1995), sedangkan Vmax menunjukkan tingkat
kejenuhan enzim oleh substrat.
15 dari 3
5. DAFTAR PUSTAKA
Jenie, R.I. and Meiyanto, E. 2021. Biokimia Farmasi. Yogyakarta : UGM PRESS
M. Dr. Ari Yuniastuti. 2016. Dasar Molekuler Glutation dan Perannya sebagai
Antioksidan. Semarang: FMIPA Press.
16 dari 3