FARMASI FISIKA II
(1 SKS)
Program Studi
S-1 Farmasi
Disusun Oleh:
Dr. apt. Yulias Ninik Windriyati, M. Si
apt. Sugiyono, M.Sc.
apt. Danang Novianto Wibowo, M. Farm
M Fatchur Rochman, M. Farm
Kontributor:
Imam Asrofi, S.Farm
Yuni Warniyati, S. T
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
PETUNJUK PRAKTIKUM
Farmasi Fisika II
(1 SKS)
Kontributor :
Imam Asrofi, S.Farm
Yuni Warniyati, S. T
Penerbit :
Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Redaksi :
Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan – Semarang 50236
Telp. (024) 8505680, 8505681, Fax. (024) 8505680
Website: https://farmasi.unwahas.ac.id/
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa
ijin tertulis dari penerbit
PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, penulisan Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika II ini dapat
diselesaikan. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika II ini disusun dengan harapan agar
mahasiswa mampu mengikuti praktikum ini dengan baik dan memberikan
keterampilan kepada mahasiswa.
Petunjuk ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan Praktikum Farmasi Fisika II pada
program studi S-1 Farmasi Universitas Wahid Hasyim untuk menunjang kemampuan
dalam aspek ketrampilan teknis terhadap teori-teori yang disajikan dalam perkuliahan.
Petunjuk Praktikum ini bukanlah suatu tuntunan baku dan final sehingga masih perlu
penyempurnaan dan penyesuaian dengan perkembangan dan kemajuan di lapangan.
Penyusun akan senantiasa mengevaluasi materi praktikum untuk mendukung
pembekalan mahasiswa yang lebih baik. Semoga buku ini dapat bermanfaat dan
mencapai sasaran serta tujuan penyusunannya.
VISI :
“Menjadi Program Studi S1 Farmasi yang unggul di tingkat nasional
dalam mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi
berdasarkan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal jamaah pada tahun 2025”
MISI :
1. Menyelenggarakan dan mengambangkan pendidikan S1 Farmasi dan
Profesi Apoteker yang memiliki keunggulan kompetitif dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dengan menerapkan nilai-
nilai Islam Ahlussunnah wal jamaah.
Nilai akhir praktikum terdiri dari nilai praktikum 70% dan responsi 40%.
F. Izin Praktikum
Mahasiswa yang tidak dapat menghadiri praktikum dengan alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan pada jadwal praktikum dan mendapatkan
izin dari koordinator praktikum dengan mengirimkan surat izin secara
tertulis dan ditandatangani oleh orang yang berwenang (dokter, orang
tua/wali, atasan dll) melalui WA pribadi kepada Dosen Pengampu, berhak
mengikuti praktikum pada golongan lain. Surat izin boleh diketik atau ditulis
tangan. Halangan hadir dapat bersifat terencana atau mendadak.
Bagi mahasiswa yang berhalangan hadir tanpa keterangan dan tanpa surat
izin hingga praktikum berikutnya, maka tidak diperbolehkan pindah jadwal
dan tidak memperoleh nilai pada praktikum tersebut. Tidak hadirnya
praktikan pada jadwal praktikum yang ditentukan karena keteledoran atau
alasan-alasan lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka
praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum di jadwal lain.
PRAKATA .............................................................................................................................. iv
Lampiran ................................................................................................................................ 31
I. Tujuan
Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam
lemah dalam campuran pelarut kloroform-air.
II. Teori
Koefisien partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam
fase lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat
dalam bidang farmasi sangat penting. Teori – teori tentang absorpsi, ekstraksi dan
kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partisi. Koefisien partisi juga
berperan untuk mengetahui kemampuan suatu obat dalam menmbus membran biologis
yang bersifat lipofil-hidrofil-lipofil (bilayer membrane).
Sebelum berefek, suatu obat akan mengalami tahap absorpsi. Syarat obat agar
dapat diabsorpsi haruslah larut didalam cairan biologis. Selain itu, obat harus berada
dalam bentuk bebas (tidak berikatan dengan protein) dan tidak terionkan atau dalam
bentuk molekuler.
Kecepatan absorpsi obat dalam bidang farmasi sangat dipengaruhi oleh
koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian
besar terdiri dari lipida. Dengan demikian obat – obat yang mudah larut dalam lipida
akan dengan mudah melaluinya. Sebaliknya obat – obat yang sukar larut dalam lipida
akan sukar diabsorpsi. Obat – obat yang mudah larut dalam lipida tersebut dengan
sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obat – obat yang
sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien partisi yang kecil.
Pada umumnya obat – obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat
tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pH larutannya. Obat – obat yang tidak terionkan (unionized) lebih
mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau
bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan absorpsi
obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar.
Untuk menghitung fraksi obat yang tidak terionkan dapat digunakan persamaan
Henderson-Hasselbach, yaitu :
a = 0,0665
b = 0,01007 BM Asam Salisilat = 138,3c2 g/mol
r = 0,9998 BM Na Salisilat = 160,11 g/mol
Ka Asam Salisilat = 1,06 x 10-3
Y = bX + a Kadar total Asam salisilat dan NA
Y = 0,01007 X + 0,0665 salisilat adalah 0,01M
A. Tujuan
Memberikan gambaran tentang sifat-sifat larutan koloidal.
II. Teori
Koloid biasanya dibagi menjadi dua golongan besar, berdasarkan pada apakah dia
disolvatasikan oleh medium dispersinya atau tidak, atau apakah dia tidak berinteraksi
secara nyata dengan medium, yaitu:
1. Koloid liofilik, disolvatasikan oleh solven/pelarut dan sering dinamakan ”koloid
yang suka solven/pelarut”.
2. Koloid liofobik, kebalikan dari koloid liofilik, yaitu mempunyai afinitas kecil
untuk solven/pelarut dan sering dinamakan”koloid pembenci solven/pelarut”.
Jika yang digunakan solven/pelarut adalah air, maka digunakan istilah hidrofilik
dan hidrofobik. Kedua tipe koloid tersebut sama-sama menunjukkan tipe sifat-sifat
fisika yang sama, tapi dapat berbeda cukup jauh dalam perkembangannya setiap sifat
spesifiknya. Dispersi koloidal yang dibuat dengan salah satu dari dua metoda umum,
yaitu metoda kondensasi dan metode dispersi.
Metode kondensasi menggabungkan partikel-partikel kecil (ion-ion dan
molekul) untuk membentuk partikel-partikel yang lebih besar yang masuk dalam jarak
ukuran koloidal. Ini biasanya dilakukan dengan jalan mengganti solven/pelarut atau
dengan jalan melakukan reaksi kimia tertentu.
Metode dispersi menggunakan teknik-teknik pengecilan partikel dan partikel-
partikel yang berdimensi koloidal. Untuk ini dapat digunakan disintegrator mekanik
seperti ”coloid mill”. Seringkali solven/pelarut yang dicampur dengan lain zat dapat
menyebabkan partikel non-koloidal menjadi koloidal. Metode dispersi tipe ini khusus
dinamakan peptisasi.
Beberapa logam dapat didispersi sebagai koloid oleh arus listrik di dalam tabung
elektrolitik (electrolytic cell). Semua dispersi koloidal menunjukkan suatu sifat optik
yang dikenal sebagai efek Tyndall. Jika seberkas cahaya diarahkan pada suatu dispersi
koloidal, maka cahaya tersebut akan dipancarkan (scattered) dan suatu berkas sinar atau
kerucut sinar akan terlihat. Karena banyak dispersi koloidal sangat menyerupai larutan
sejati, maka sifat tersebut berguna untuk membedakan antara dispersi koloidal dan
larutan sejati. Larutan sejati tidak akan memancarkan cahaya, karena partikel-partikel
yang terdispersi di dalamnya begitu kecil hingga tidak menimbulkan efek tersebut.
3. Viskositas koloid
Volume Waktu Alir Rata-Rata
Koloidal
dalam buret R1 R2 R3 Waktu Alir
Alginat 25 mL
0,5%
Alginat 25 mL
0,1%
Gelatin 5% 25 mL
Gelatin 10% 25 mL
FeCl3 0,25% 25 mL
FeCl3 0,5% 25 mL
6. Reversibilitas koloid
Volume Reversibilitas
Volume
Koloidal penambahan air Reversible Irreversible
(mL)
(mL)
Mucilago PGA 3 5
35%
Gelatin 5% 3 5
Alginat 0,5% 3 5
AgNO 5% 3 5
FeCl3 0,25% 3 5
Kesimpulan
I. TUJUAN
1. Mempelajari cara penentuan viskositas larutan Newton dengan Ostwald dan
Rion.
2. Mempelajari pengaruh kadar larutan terhadap viskositas larutan.
II. TEORI
Satuan cgs viskositas adalah poise, gaya gesek yang diperlukan untuk
menghasilkan kecepatan 1 cm/det antara dua bidang paralel dari zat cair yang luasnya
1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm.
Dalam satuan cgs :
𝑑𝑦𝑛𝑒.𝑐𝑚−2
Poise = 𝐷𝑒𝑡 −1
𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑒𝑡
= 𝑐𝑚2
Gambar 2. Hubungan antara kecepatan gesek (dv/dx) dengan gaya gesek (F/A)
pada cairan Newton.
Pada gambar 2 dapat diketahui bahwa semakin besar angka arahnya (slope)-
nya, makin rendah viskositas cairan.
Zat cair tunggal serta larutan yang ukuran molekulnya kecil, misalnya sirup,
memiliki tipe alir Newton. Adapun hubungan antara kadar zat terlarut dengan
viskositas larutannya, dapat dinyatakan dengan persamaan arrhenius.
= 0ek.c (2)
Dimana, dan 0 berturt-turut adalah viskositas larutan dan viskositas pelarut,
k = suatu tetapan dan c = kadar larut
𝐤.𝐜
Log = log 0 + (3)
𝟐,𝟑𝟎𝟑
Jika persamaan (3) digambarkan dalam suatu grafik dapat dilihat pada Gambar
3 dibawah ini:
Pengukuran viskositas
Untuk menetukan viskositas cairan Newton dapat digunakan semua alat
pengukur viskositas, misalnya: viscometer Ostwald, Viskometer Hoopler,
Viskometer Brookfield, Viskometer Stormer dll.
Untuk percobaan ini alat yang digunakan adalah viscometer Oswald. Dasar
yang digunakan untuk penentuan viskositas ini adalah Hukum Poiseuile tentang zat
cair yang mengalir melalui pipa kapiler dengan persamaan:
𝝅 𝒓𝟒 𝒑 𝝅 𝒓𝟒𝒕𝒑
V= atau =
𝟖𝟏 𝟖𝟏 𝒗
dimana, r = jari-jari pipa kapiler, I = panjang pipa kailer, v = volume zat cair, p =
tekanan yang bekerja pada zat cair, t = waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
volume v zat cair melalui pipa sepanjang I.
Karena sukar untuk membuat pengukuran yang teliti (accurate) dari jenis jari-
jari tube, alat tersebut biasanya diukur/dikalibrasi dengan cairan yang telah diketahui
viskositasnya.
𝐯𝐢𝐬𝐤𝐨𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐝𝐢𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢 𝛑.𝐫 𝟒.𝐭 𝐝𝐢𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢.𝐏 𝐭𝐚𝐤 𝐝𝐢𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢
=
𝐯𝐢𝐬𝐤𝐨𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐝𝐢𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢 𝛑.𝐫𝟒 .𝐭 𝐝𝐢𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢.𝐏 𝐝𝐢𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢
Karena digunakan tube yang sama untuk mengukur kedua-duanya maka :
u 𝐈𝐮 .𝐭 𝐮
=
𝐤 𝐏𝐤 .𝐭 𝐤
Alat Bahan
1 Air 1 Gelas ukur
2 Alkohol 2 Becker glass
3 Larutan gula 10, 20, 30 % 3 Viskosimeter Ostwald
4 Sample gula X dan Y 4 Pump filler
5 Sample syrup parasetamol
Data percobaan:
Waktu alir Waktu alir viskositas Viskositas
No Sample
R1 R2 R3 rata-rata R1 R2 R3 rata-rata
1 Air
2 Alkohol
3 Larutan gula 10%
4 Larutan gula 20%
5 Larutan gula 30%
6 Larutan gula X
7 Larutan gula Y
8 Sediaan syrp PCT
Diketahui:
η air : 0,7808 Cps
d air suhu 30oC : 0,99567 g/cm3
d air suhu 35oC : 0,99406 g/cm3
d gula : 1,59 g/cm3
d alkohol suhu 31 oC : 0,78012 g/cm3
I. TUJUAN
1. Menentukan kerapatan zat (density)
2. Menentukan kenaikan cairan pada pipa kapiler (h)
II. TEORI
Definisi fenomena permukaan dan antar muka :
1. Tegangan muka dapat didefinisikan sebagai gaya terjadi pada permukaan suatu
cairan yang menghalangi ekspansi cairan tersebut. Hal ini disebabkan oleh
gaya-gaya Tarik tidak seimbang pada antarmuka (interfaces) cairan. Gaya ini
bisa segera diketahui pada kenaikan cairan biasa dalam kapiler dan bentuk
spheris suatu tetesan kecil cairan.
2. Tegangan antar muka (interfasial) adalah tegangan yang diukur pada bidang
batas dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tegangan antar muka ini
penting dalam aspek praktis dan teoritis pada masalah-masalah emulsi.
Tegangan muka mempunyai dimensi gaya per unit panjang permukaan
(dyne/cm) atau tenaga per unit percobaan kuadrat (erg/cm 2). Ini dapat dihitung
dengan mengetahui pasti gaya yang sama dan berlawanan.
Metode pengukuran tegangan muka terdapat dalam setiap text standart kimia
fisika.
Metode kenaikan kapiler
Suatu cairan naik dalam kapiler karena gaya tegangan mukanya bekerja pada
sisi-sisi kapiler, lalu bekerja sepanjang parimeter kapiler, dan menurut definisi di
atas, hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Tegangan muka = gaya/2 r.
Dimana, r adalah jari-jari kapiler.
Gaya ini dapat menyebabkan cairan naik keatas, secara pasti yang dapat
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
𝐡𝐤 .𝐝𝐤
=
𝐡𝐮 .𝐝𝐮
Jadi dengan mengetahui kerapatan cairan-cairan dan tingginya kenaikan dalam
kapiler yang sama tegangan muka cairan yang belum diketahui dapat ditentukan.
III. ALAT DAN BAHAN
Bahan Alat
1 Akuades 1 Becker glass
2 Natrium Lauril sulfat (NLS) 2 Gelas ukur
3 Parafin Liquid 3 Pipa kapiler
4 Timbangan analitik
Larutan NLS
0,5 %
Larutan NLS
1%
Larutan
tween 0,5 %
Larutan
tween 1 %
I. TUJUAN
Menentukan ukuran partikel ZnO, MgO dan talkum dengan menggunakan metode
ayakan.
II. DASR TORI
Mikromeritik biasanya diartikan sebagai ilmu dan teknologi tentang partikel yang
kecil. Ukuran partikel dapat dinyatakan dengan berbagai cara. Ukuran diameter rata-
rata, ukuran luas permukaan rata-rata, volume rata-rata dan sebagainya. Pengertian
ukuran partikel adalah ukuran diameter rata-rata.
Untuk memulai setiap analisis ukuran partikel hams diambil dan umunya jumlah
bahan besar (ditandai dengan junlah dasar) suatu contoh yang representatif Karenanya
suatu pemisahan bahan awal dihindari oleh karena dan suatu pemisahan, contoh yang
diambil berupa bahan halus atau bahan kasar. Untuk pembagian contoh pada jumlah
awal dan 10-1000 g digunakan apa yang disebut Pembagi Contoh piring berputar. Path
jumlah thsar yang amat besar hams ditank beberapa contoh dimana tempat pengambilan
contoh sebaiknya dipilih menurut program acak.
Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromiretik oleh Dalla Valle.
Dispersi koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat dengan
mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk halus berada
dalam jangkauan mikroskop optik. Partikel yang mempunyai ukuran serbuk lebih kasar,
granul tablet, dan garam granular berath dalam kisaran ayakan.
Setiap kumpulan partikel biasanya disebut polidispersi. Karenanya perlu untuk
mengetahui tidak hanya ukuran dan suatu partikel tertentu, tapi juga berapa banyak
partikel-partikel dengan ukuran yang sarna ada dalam sampel. Jadi kita perlu sutau
perkiraan kisaran ukuran tertentu yang ada dan banyaknya atau berat fraksi dan tiap-
tiap ukuran partikel, dan sini kita bisa menghitung ukuran partikel rata-rata untuk
sampel tersebut.
Ukuran partikel bahan obat padat mempunyai peranan penting dalam farmasi, sebab
ukuran partikel mempunyai peranan besar dalam pembuatan sediaan obat dan juga
terhadap efek fisiologisnya. Pentingnya mempelajan mikromiretik, yaitu:
1. Menghitung luas permukaan
18𝜇 ℎ
𝑑=√ √
(𝜌 − 𝜌0)𝑔 𝑡
Alat Bahan
1 Ayakan 1 Talkum
2 Fibrator 2 Seng Oxyde
3 Neraca Analitik
Cara kerja:
1. ZnO dan talk ditimbang masing-masing sebanyak 25 g
2. Setiap ayakan lebih dahulu dibersihkan dengan sikat tabung kemudian dilap dengan
tissue untuk memastikan keringnya pengayak maupun tidak terdapatnya partikel
tertingggal lagi yang dapat menghalangi proses pengayakan.
3. Ayakan kosong ditimbang sebagai bobot ayakan kosong
4. Ayakan kemudian diset pemasangnya pada fibrator pengayak dengan urutan dari
atas ke bawah nomor mesh 20, 40,70,120.
5. Sample yang telah ditimbang 25 g ditempatkan pada pengayak nomor mesh 20,
ditutup rapat mesin fibrator, kemudian mesin dijalankan dengan kecepatan 5 rpm
(rotasi per minutes) dan diset waktu pengayakan selama 10 menit.
6. Setelah 10 menit, mesin fibrator akan berhenti secara otomatis. Ayakan kemudian
masing-masing dibuka dan diambil dan mesin fibrator.
7. Ayakan beserta fraksi serbuk yang tertinggal pada masing-.masing pengayak dengan
nomor mesh berbeda ditimbang menggunakan timbangan miligram.
8. Hitung massa serbuk tertinggal
9. Masukkan data dalam tabel pengamatan.
10. Hitung diameter partikel sample.
Diameter Partikel
∑𝒏 × 𝒅
𝑫=
∑ 𝒏%
Hasil Percobaan
1. ZnO
No. Mesh d (mm) m (g) n (%) nxd
20
40
70
120
2. Talk
No. Mesh d (mm) m (g) n (%) nxd
20
40
70
120
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
2. Mahasiswa memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
3. Mahasiswa mampu menjelaskan usaha-usaha yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kelarutan zat aktif dalam air untuk pembuatan sediaan cair
II. DASAR TEORI
Secara kuantitatif, kelarutan dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam
larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan
mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1g asam salisilat akan
larut dalam 550 mL air. Kelarutan dapat juga dinyatakan dalam satuan molalitas,
molaritas dan persen.
Data kelarutan suatu zat dalam air sangat penting untuk diketahui dalam
pembuatan sediaan farmasi. Sediaan cair seperti sirup, elixir, tetes mata, injeksi dll
dibuat dengan menggunakan pembawa air. Bahkan untuk sediaan obat lainnya seperti
suspensi, tablet atau capsul yang diberikan secara oral, data ini tetap diperlukan karena
didalam saluran cerna obat harus dapat melarut dalam cairan saluran cerna yang
komponen utamanya adalah airagar dapat diabsorpsi.
Pada umumnya obat baru dapat diabsorpsi dari saluran cerna dalam keadaan
terlarut. Oleh karena itu salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu
sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya didalam air. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kelarutan uatu zat antara lain:
1) pH
2) suhu
3) jenis pelarut
4) bentuk dan ukuran partikel zat
5) konstanta dielektrik bahan pelarut
6) adanya zat tambahan lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis dan
sebagainya
A. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah
senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah. Kelarutan senyawa semacam ini
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada suhu titik, leleh zat padat dan
panas pelarutan molar zat tersebut. Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat dalam larutan
ideal diberikan oleh persamaan berikut:
∆𝐻𝑓 𝑇0 − 𝑇
− log 𝑋2𝑖 = ( )
2,303 𝑇0 × 𝑇
Dimana : X2i : Kelarutan ideal zat dalam fraksi mol
T : suhu mutlak larutan
T0 : titik leleh zat dalam suhu mutlak
Hf : panas pelarutsn molar
Tanda i menyatakan larutan ideal, sedangkan tanda 2 menyatakan zat terlarut. Pada
suhu diatas titik leleh, zat akan berada dalam keadaan cair sehingga dapat bercampur
dengan pelarut dalam setiap perbandingan. Oleh karena itu persamaan tersebut tidak
berlaku jika T lebih besar dari T0.
Pada larutan non ideal aktivitas zat terlarut merupakan konsentrasi zat terlarut
dikalikan dengan koefisien aktivitas.
𝑎2 = 𝑋2 𝛾2
Dimana: a : aktivitas
X2 : Konsentrasi obat dalam fraksi mol
γ2 : koefisien aktivitas
karena pada larutan ideal a2 = X2i dan γ2 = 1 mak larutan non ideal akan diperoleh
persamaan berikut:
∆𝐻𝑓 𝑇0 − 𝑇
− log 𝑋2𝑖 = ( ) × 𝑙𝑜𝑔𝛾2
2,303 𝑇0 × 𝑇
C. Pengaruh Jenis Pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan
melarutkan zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan zat juga
tergantung pada struktur zat seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu
molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, semakin sukar zat tersebut
larut dalam air.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion-ion karena
konstanta dielektriknya rendah. Senyawa ini juga tidak dapat memecah ikatan kovalen
dan tidak dapat memebentuk jembatan hidrogen. Pelarut semacam ini melarutkan zat-
zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antaraksi dipol.
Pelarut semipolar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut
non polar. Pelerut ini bertindak sebagai perantara (intermediate solvent) untuk
mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.
Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio
antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv) atau Cx/Cv. Besarnya
konstanta dielektrik menurut Moore dapat diukur dengan menambahkan bahan pelarut
lain dengan polaritas yang berbeda. Tetapan dielektrik suatu campuran bahan pelarut
merupakan penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing sesudah dikalikan dengan
persen setiap komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan
dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency sedangkan
bahan pelrut didalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut
co-solvent. Etanol, gliserin, propilen glikol adalah contoh cosolvent yang umum
digunakan dalam bidang farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan elixir.
D. Pengaruh Bentuk dan Ukuran Partikel
Kelarutan suatu zat akan meningkat dengan berkurangnya ukuran partikel zat tersebut,
sesuai dengan persamaan Oswald-Freundlich berikut:
2𝛾𝑀 𝑎
ln 𝑆 = =
𝑅𝑇𝜌𝑟 𝑟
2𝑀𝛾
𝑎=
𝜌𝑅𝑇
𝑆 = 𝑆∞ . 𝑒 𝑎/𝑟
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan
zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar. Apabila
didispersikan kedalam air pada konsentrasi rendah, akan berkumpul pada permukaan
dengan mengorientasikan bagian polar kearah air dan bagian non polar ke arah udara.
Kumpulan surfaktan tersebut akan membentuk suatu lapisan monomolekuler. Bila
permukaan cairan telah jenuh dengan molekuk-molekul surfaktan maka molekul-
molekul yang berada didalam cairan akan membentuk agregat yang disebut misel.
Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).
Sifat penting misel adalah kemampuannya dalam menaikkan kelarutan zat-zat
yang sukar larut dalam air. Proses ini dikenal sebagai solubilisasi miselar. Solubilitas
terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel membentuk suatu
larutan jernih dan stabil secara termodinamika. Lokasi zat terlarut dalam misel
tergantung pada polaritas zat tersebut. Molekul-molekul non polar masuk kebagiannon
polar dari misel sedangkan molekul-molekul polar akan teradsorpsi pada permukaan
Bahan Alat
1 Asam salisilat 1 Shaking Waterbath
2 alkohol 2 Timbangan Analitik
3 air 3 Tabung reaksi dan rak
4 Tween 80 4 Erlenmeyer
5 NaOH 5 Buret
6 Indikator PP 6 Corong
7 Kertas saring
8 Pipet ukur/volume
1 250 mg
2 500 mg Add 100mL
3 750 mg
4 1000 mg
Rumus.
Standarisasi NaOH
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾 𝐵𝑖𝑓𝑡𝑎𝑙𝑎𝑡(𝑚𝑔) × 𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 (𝑚𝐿) × 𝐵𝑀 𝐾 𝐵𝑖𝑓𝑡𝑎𝑙𝑎𝑡