Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMASI FISIK


PENETAPAN UKURAN DAN DISTRIBUSI PARTIKEL

Penyusun :
Kelompok C/ Golongan III/ Kelas B
Fatihah Ramadhani 17/411912/FA/11341
Fina Anjani Larasati 17/411912/FA/11341
Galih Titisari K 17/411912/FA/11341

Pengampu pretes : Drs. A. Karim Zulkarnain, M.Si., S.E., Apt

Asisten Jaga : Adelin Theresia Can


Rabela Nada Prastiwi
Arfina Salma Fauzia
Commented [f1]:
Asisten Korektor : Adelin Theresia Can

Tanggal Praktik : 20 Februari 2018


Percobaan 3
Penetapan Ukuran dan Distribusi Partikel

I. TUJUAN
Mempelajari morfologi, penetapan ukuran, dan distribusi dari partikel zat padat dengan metode
mikroskopi dan pengayakan (sieving).

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat B. Bahan
1. Mikroskop 1. Serbuk asam salisilat
2. Mikrometer 2. Granul
3. Ayakan nomor 10, 20, 30, 40, 50 3. Aquades
4. Gelas beaker
5. Neraca analitik
6. Sendok
7. Pipet tetes
8. Wadah untuk menimbang granul
9. Objek glass

III. LANGKAH KERJA


A. Metode Mikroskopi
Dikalibrasi skala okuler, dengan cara: garis awal okuler dihimpitkan dengan garis awal skala
objektif, dicari 3 garis yang berhimpit lalu dirata-rata

Dibuat suspensi encer partikel yang akan dianalisis dan dibuat sediaan yang cukup encer di atas
objek glass

Ditentukan sistem monodispers atau polidispers


Dilakukan grouping ditentukan ukuran partikel yang terkecil dan terbesar, dibagi menjadi 5 kelas

Ditetapkan ukuran partikel dan digolongkan dalam group

Dihitung diameter rerata dan dibuat kurva distribusi ukuran

B. Metode Pengayakan
Disusun ayakan dari atas ke bawah dengan nomor: 10,20,30,40, dan 50

Dimasukkan 100 gram serbuk ke ayakan paling atas yang ditimbang secarasaksama

Diayak serbuk selama 10 menit pada getaran tertentu

Ditimbang serbuk pada masing-masing ayakan

Dibuat kurva distribusi persen bobot di atas atau di bawah ayakan

IV. DATA DAN PERHITUNGAN


A. Metode Mikroskopi
a. Kalibrasi skala okuler
𝑂𝑏
Kalibrasi skala okuler = x 0,01 mm
𝑂𝑘

1. Ob :7
Ok :6
7
Kalibrasi skala okuler = 6 x 0,01 mm = 11,67 μm
2. Ob : 14
Ok : 12
14
Kalibrasi skala okuler = x 0,01 mm = 11,67 μm
12
3. Ob : 20
Ok : 17
20
Kalibrasi skala okuler = x 0,01 mm = 11,67 μm
17
 Faktor Kalibrasi Rata-Rata
(11,67+11,67+11,67)
= 11,67 μm
3

b. Penetapan dispersitas ukuran partikel


Ukuran partikel = ukuran teramati x faktor kalibrasi
No Ukuran (d) Log d Ukuran partikel (μm)
1 2 1,37 23,34
2 2 1,37 23,34
3 1 1,07 11,67
4 1 1,07 11,67
5 1,5 1,24 17,505
6 2 1,37 23,34
7 1,5 1,24 17,505
8 2 1,37 23,34
9 1 1,07 11,67
10 1 1,07 11,67
11 2,5 1,47 29,175
12 1,5 1,24 17,505
13 2,5 1,47 29,175
14 3 1,54 35,01
15 1 1,07 11,67
16 1 1,07 11,67
17 2 1,37 23,34
18 1 1,07 11,67
19 1,5 1,24 17,505
20 3 1,54 35,01
21 1 1,07 11,67
22 2 1,37 23,34
23 1,5 1,24 17,505
24 2 1,37 23,34
25 2 1,37 23,34

 Rerata log d : 1,27


 SD log d : 0,162
 Antilog SD log d : 1,452
 Tipe : poldispers

c. Pengelompokan ukuran partikel


Ukuran terbesar = 35,01 μm
Ukuran terkecil = 11,67 μm
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙)
 Range =
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠
(35,01−11,67)
Range = = 4,67
5
Kelas d n nd d2 d3 nd2 nd3 d4 nd4
(μm)
11,67- 14,005 352 4929,76 196,14 2746,94 69041,28 966922,88 38470,9 13541754,93
16,34
16,35- 18,685 214 3998,59 349,13 6523,48 74713,82 1396024,72 121891,2 26084721,89
21,02
21,03- 23,365 255 5958,07 545,92 12755,49 139209,6 3252649,95 298032,02 75998166,07
25,70
25,71- 28,045 98 2748,41 786,52 22058,01 77078,96 2161684,98 618616,9 60624455,26
30,38
30,39- 32,70 83 2714,1 1069,29 34965,78 88751 2902159,74 1143381 94900623,5
35,01
∑ 1002 20348,93 2947 79049,7 448794,66 10679442,3 2220392,03 271149721,6

Perhitungan penentuan diameter


a) Length-Number Mean dengan rumus
∑𝑛𝑑 20348,93
d1n = = = 20,308 µm
∑𝑛 1002

b) Surface-Number Mean dengan rumus


∑𝑛𝑑2 448794,66
dsn = √ =√ = 21,163 µm
∑𝑛 1002

c) Volume-Number Mean dengan rumus

3 ∑𝑛𝑑3 3 10679442,3
dvn = √ =√ = 22,006 µm
∑𝑛 1002

d) Surface-Length dengan rumus


∑𝑛𝑑2 448794,66
dsl = = = 22,055 µm
∑𝑛 1002

e) Volume Surface dengan rumus


∑𝑛𝑑3 10679442,3
dvx = = = 23,80 µm
∑𝑛𝑑2 448794,66

f) Volume Weight Mean dengan rumus


∑𝑛𝑑4 271149721,6
dwm = ∑𝑛𝑑3 = = 25,39 µm
10679442,3

Series 1
500

0
11,67-16,34 16,35-21,02 21,03-25,70 25,71-30,38 30,39-35,01

Series 1

B. Metode Pengayakan
Rerata
No. ayakan Ukuran ukuran Bobot granul % bobot AxB
dalam mesin lubang lubang (mm) (g) (B)
(A)
10 10 2 - - -
20 10/20 1,42 30,11 30,14 % 42,8
30 20/30 0,715 8,97 8,97 % 1,56
40 30/40 0,505 30,16 30,19 % 15,24
50 40/50 0,350 14,29 14,31 % 5,01
Penampung - - 16,37 16,39 % -
Total 99,9 100 % 64,61

 dav = 64,61/100 = 0,6461 mm


 Berat granul yang hilang = 100 – 99,9 = 0,1
Rerata
No. ayakan Ukuran ukuran Bobot granul % bobot AxB
dalam mesin lubang lubang (mm) (g) (B)
(A)
10 10 2 - - -
20 10/20 1,42 28,62 28,65 % 40,68
30 20/30 0,715 8,55 8,57 % 6,13
40 30/40 0,505 30,80 30,85 % 15,58
50 40/50 0,350 13,38 13,39 % 4,70
Penampung - - 18,52 18,54 % -
Total 99,87 100 % 67,09

 dav = 67,09/100 = 0,6709 mm


 berat granul yang hilang = 100 – 99,87 = 0,13
Rerata
No. ayakan Ukuran ukuran Bobot granul % bobot AxB
dalam mesin lubang lubang (mm) (g) (B)
(A)
10 10 2 - - -
20 10/20 1,42 29,57 29,61 % 42,05
30 20/30 0,715 9,05 9,06% 6,48
40 30/40 0,505 30,82 30,85 % 15,58
50 40/50 0,350 14,16 14,18 % 4,96
Penampung - - 16,28 16,30 % -
Total 99,88 100 % 67,07

 dav = 67,07/100 = 0,6707 mm


 Berat granul yang hilang = 100-99,88 = 0,12

∑𝑑𝑎𝑣 1,9877
dav rata-rata = = = 0,6625
3 3
(0,1+0,13+0,12)
Berat granul yang hilang rata-rata = = 0,1167
3

Chart Title
40
30
20
10
0
10 20 30 40 50

Series 1 Series 2 Series 3

V. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pengukuran partikel dengan metode mikroskopi
dan pengayakan (sieving). Dua metode yang digunakan dalam praktikum kali ini merupakan
metode sederhana dibandingkan metode lainnya antara lain: pengenapan, adsorpsi,
permeametri, dan pancaran radiasi. Sampel yang digunakan pada metode mikroskopi adalah
partikel-partikel asam salisilat dalam suspensi dan sampel yang digunakan untuk pengayakan
adalah partikel-partikel granul.
Sifat-sifat kimia dan fisika zat obat seperti laju disolusi obat, keseragaman isi,
bioavailabilitas, rasa, tekstur, warna, dan kestabilan dipengaruhi oleh distribusi ukuran
partikel. Termasuk juga karakteristik aliran dan laju sedimentasi yang berkaitan dengan ukuran
partikel. Ukuran partikel terbukti secara signifikan memengaruhi absorpsi obat oral tertentu
seperti griseofulvin, nitrofurantion, spironolakton, dan prokain penisilin. Selanjutnya
kemantapan ukuran partikel dan zat murni juga dapat memengaruhi formulasi dan efikasi
produk. Selain itu, sediaan padat dalam keseragaman isinya sangat bergantung pada ukuran
partikel dan distribusi zat aktif pada seluruh formulasi yang sama. Untuk mengevaluasi ukuran
partikel, digunakan metode-metode diantaranya pengayakan, mikroskopi, sedimentasi, dan
screen scanning (Ansel, 1989).
Partikel pada dispersi koloid terlalu kecil untuk dilihat dengan mikroskop biasa. Sedangkan
partikel emulsi, suspensi farmasi, dan serbuk halus masih berada di jangkauan mikroskop
optik. Partikel serbuk yang kasar, granul tablet, dan garam granular masih berada di jangkauan
pengayakan. Pada umumnya, kumpulan partikel bersifat polidispersi sehingga diperlukan
perkiraan kisaran ukuran partikel dalam sampel dan banyaknya atau berat fraksi dari tiap-tiap
kumpulan partikel dengan ukuran yang sama untuk menghitung ukuran partikel rata-rata dalam
sampel (Martin, 1990).
a. Metode mikroskopi
Mikroskopis optik merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengukur antara 0,2
µm sampai 100 µm. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur partikel suspensi dan emulsi.
Berdasarkan metode ini, suatu emulsi atau suspensi yang sudah diencerkan dinaikkan pada
suatu slide. Di bawah mikroskop , diletakkan mikrometer untuk memperlihatkan ukuran
partikel. Hasil yang terlihat diproyeksikan ke layar sehingga mempermudah pengukuran
(Martin, 1993).
Pertama kali yang dilakukan pada metode ini adalah kalibrasi yaitu kegiatan untuk
menentukan hubungan antara suatu instrumen ukur dan standar satuan ukur yang traceable ke
standar nasional maupun internasional. Fungsi kalibrasi ini adalah untuk mengetahui ukuran
sebenarnya dari skala okuler. Kalibrasi dilakukan dengan meletakkan mikrometer di bawah
mikroskop. Kemudian dicari garis-garis yang saling berhimpit antara skala okuler dan skala
obyektif. Rumus kalibrasi skala okuler yaitu:
𝑂𝑏
Kalibrasi skala okuler = 𝑂𝑘 x 0,01
mm
Dalam percobaan ini, didapatkan rata-rata faktor kalibrasi yaitu sehingga didapatkan kalibrasi
skala okuler 11,67 µm.
Pada percobaan ini, digunakan sampel asam salisilat. Penggunaan asam salisilat sebagai
sampel adalah karena asam salisilat tidak larut dalam pelarut polar (akuades). Jika sampel
bersifat larut dalam pelarut polar, yang terbentuk adalah larutan sehingga tidak ada partikel
yang dapat diamati. dibuat suspensi asam salisilat dengan mencampurkan akuades dan asam
salisilat pada gelas beaker. Suspensi dibuat encer supaya ketika diamati, yang terlihat adalah
partikel tunggal. Jika suspensi terlalu kental, maka partikel akan cenderung bergerombol
sehingga tidak dapat diamati ukuran partikel tunggal.
Kemudian, suspensi encer tersebut digoreskan pada kaca obyek. Selanjutnya dilakukan
pengamatan di bawah mikroskop. Kemudian, dilakukan grouping dengan menentukan ukuran
partikel terbesar dan terkecil. Ukuran terkecil yaitu 1 mm atau setelah kalibrasi menjadi 11,67
µm dan ukuran partikel terbesar yaitu 3 mm atau 35,01 µm. Selisih keduanya yaitu 23,34 μm
untuk 5 range data sehingga size range data adalah 4,67 μm.
Penentuan apakah sistem tersebut monodispers atau polidispers dilakukan untuk
menentukan berapa jumlah partikel yang harus diukur diameternya. Penentuan ini dilakukan
dengan mengukur diameter 25 partikel dalam suspensi asam salisilat. Masing-masing ukuran
ditentukan harga lognya lalu dihitung puratanya. Pada percobaan ini dihasilkan 1,452 (>1,2)
sehingga sistem merupakan polidispers. Setelah itu, dihitung 1000 partikel (untuk sistem
monodispers dihitung 500 partikel). Percobaan ini mengukur 1002 partikel. Ukuran diameter
1000 partikel ini terdistribusi menjadi 5 kelompok. Selanjutnya, pada masing-masing
kelompok dihitung harga mid sizenya.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan asumsi partikel berbentuk bola sehingga lebih
mudah dalam menghitung luas permukaan dan volume menggunakan diameter. Garis tengah
partikel dianggap sama dengan garis tengah bola yang ekivalen dengan partikel tersebut. Dari
perhitungan diperoleh
data sebagai berikut :
a. Length-Number mean = 20,308 µm
b. Surface-Number mean = 21,164 µm
c. Volume-Number mean = 22.006 µm
d. Surface Length = 22,055 µm
e. Volume Surface = 23,80 µm
f. Volume weight Mean = 25,39 µm
Selanjutnya dibuat kurva yang menggambarkan distribusi ukuran partikel. Hal ini penting
karena pada sistem polidispers selain mengetahui ukuran partikel, tetapi juga mengetahui
banyaknya partikel yang berukuran sama dalam sampel. Kurva ini penting karena jika
digunakan diameter rata-rata, dua buah sampel dapat memiliki diameter rata-rata yang sama
akan tetapi distribusi ukuran partikelnya berbeda. Dalam percobaan didapatkan semakin besar
diameter partikel dalam sampel, semakin sedikit jumlahnya. Oleh karena itu, kurva tersebut
bukan merupakan kurva distribusi normal tetapi kurva distribusi ma. Dalam sediaan farmasi,
memang jarang ditemukan kurva distribusi normal. Meskipun bersifat polidispers yang berarti
ukurannya heterogen, dari data didapatkan bahwa mayoritas ukuran partikel berada pada
interval ukuran terkecil. Diperolehnya ukuran kecil ini dapat disebabkan karena pengadukan
saat pengenceran terlalu kuat sehingga partikel-partikel pecah dan mengecil, dapat juga terjadi
karena asam salisilat yang digunakan sudah berkali-kali digunakan atau diaduk sehingga
ukuran partikelnya mengecil.
Ukuran yang dapat diukur menggunakan metode mikroskopi yaitu 0,2 µm sampai 100 µm.
Mikroskop juga sangat peka terhadap gumpalan-gumpalan partikel. Oleh karena hanya dapat
memberikan data panjang dan lebar, maka dilakukan perhitungan hingga 500 partikel agar
didapatkan perkiraan yang baik (Martin, 1993).
b. Metode Pengayakan
Prinsip pengayakan yaitu pemisahan atau pengelompokkan butiran-butiran dari kasar ke
halus, butir halus akan lolos dari ayakan sedangkan butir yang lebih kasar akan tertinggal di
ayakan. Butiran tertentu yang masih bisa melewati ayakan disebut butiran kotor. Beberapa
farmakope mengelompokkan ayakan menjadi beberapa lubang ayakan tertentu. Seluruh
partikel dikatakan memiliki tingkat kehalusan tertentu jika seluruhnya dapat melewati lebar
lubang ayakan tanpa ada sisa di ayakan (Vogel, 1971).
Beban yang akan diukur diletakkan di atas ayakan dengan nomor mesh yang lebih rendah
(ukuran lubang besar). Kemudian, di bawahnya diletakkan ayakan dengan nomor mesh lebih
tinggi (ukuran lubang lebih kecil). Hal ini berarti partikel yang melalui lubang ayakan nomor
mesh 50 lebih kecil/halus daripada partikel yang melalui ayakan nomor mesh 10.
Dalam percobaan ini, digunakan sampel granul. Ayakan disusun dari atas ke bawah dengan
nomor mesh 10, 20, 30, 40, hingga 50. Nomor tersebut menunjukkan jumlah lubang tiap inchi
ayakan. Sebelum diayak, harus dipastikan bahwa ayakan bersih dari sisa-sisa granul
pengayakan sebelumnya.
100 gram granul yang sudah ditimbang dimasukkan ke ayakan paling atas dan diayak
selama 10 menit dengan alat tertentu yang dapat memberikan getaran secara konstan. Agar
didapatkan hasil yang sama saat pengujian ulang. Setelah selesai, granul pada masing-masing
ayakan ditimbang. Percobaan direplikasi 2 kali. Hasil percobaan sebagai berikut:
1. Diameter purata percobaan I (dav I) sebesar 0,6461 mm
2. Diameter purata percobaan II (dav I) sebesar 0,6709 mm
3. Diameter purata percobaan III (dav III) sebesar 0,6707 mm
4. Diameter rata-rata total sebesar 0,6625 mm
Hasil tersebut dibuat kurva distribusi persen bobot terhadap nomor ayakan. Kurva
distribusi juling kanan dan partikel yang paling banyak tertinggal adalah di nomor mesh 10
(ukuran 10/20) dengan lubang rerata 2 mm. Setelah dilakukan penimbangan, bobot granul
mengalami pengurangan. Hal ini dapat disebabkan karena:
1. Adanya granul yang tertinggal di ayakan.
2. Granul yang tercecer saat ditimbang.
3. Terjadi erosi granul selama pengayakan.
Keuntungan metode ini antara lain :
1. Alat yang praktis dan sederhana.
2. Menghemat waktu.
3. Dapat diketahui derajat halus serbuk.
Sementara itu, kerugian penggunaan metode ini adalah tidak dapat mengukur partikel
dengan ukuran sangat kecil dan partikel yang melalui proses pengayakan dapat mengalami
erosi.
Tujuan mempelajari mikromeritik adalah:
1. Menghitung luas permukaan partikel.
2. Sifat kimia dan fisika dalam formulasi obat.
3. Mempelajari pelepasan obat yang diberikan per oral, suntikan, dan topikal.
4. Pembuatan emulsi, suspensi, dan dispensi.
5. Stabilitas obat berdasarkan ukuran partikel.
(Parrot, 1970).

VI. KESIMPULAN
1. Nilai antilog SD > 1,2 yaitu 1,452 , maka sistem yang digunakan adalah polidispers, dihitung
lebih dari 1000 partikel.
2. Pada metode mikroskopi didapatkan partikel yang beragam, akan tetapi didapatkan partikel
kecil yang lebih banyak.
3. Pada metode pengayakan didapatkan dav rata-rata sebesar 0,6625 mm.
4. Harga diameter yang didapatkan beragam, berdasarkan:
a. Length-Number mean : 20,308 µm
b. Surface-Number mean : 21,1636 µm
c. Volume-Number mean : 22,006 µm
d. Surface Length : 22,0549 µm
e. Volume Surface : 23,80 µm
f. Volume weight Mean : 25,39 µm

VII. DAFTAR PUSTAKA


Alberty, Robert A. dan Robert J. Silkey, 1996, Physical Chemistry, 2nd Edition, John Weley and
Suns inc., USA.
Ansel, Howard C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit UI Press, Jakarta.
Martin, Alfred dkk., 1993, Farmasi Fisika, Edisi ketiga, Universitas Indonesia,Jakarta.
Martin A., 1990, Farmasi Fisika, Jilid II, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mochtar, 1990, Farmasi Fisika, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Parrot, LE, 1970, Pharmaceutical Technology, Burgess Publishing Company, Mineapolish.
Rao, et.al., Evaluation of Trapa Nutans Starch as an Exipient in Tablet Formulation, RJPBCS,
Volume 2 Issue I.
Vogel, R, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, Cetakan I, UGM Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai