Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA


“KECEPATAN DISOLUSI INTRINSIK”

Nama Kelompok :
Wahdhatul Hanifah / 27216382A
Amara Sofya Rahmawati / 27216391A
Muhammad Hafidh Adani / 27216393A
Ida Dwi Maharani / 27216400A
Safira Aulia Norma / 27216407A

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2023/2024
I. JUDUL
Kecepatan disolusi intrinsik

II. TUJUAN
 Memahami prinsip dan faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi
 Mengetahui pengaruh parameter jenis kristal terhadap kecepatan disolusi
 Melakukkan uji disolusi dan menghitung parameter-parameter uji disolusi

III. LATAR BELAKANG

Disolusi suatu obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam suatu media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat,
seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1989)
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisiko
kimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanya ditetapkan
oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari
bentuk sediaan biasanya ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media
sekelilingnya (Amir,2007)
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh/pecahan/partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri.
Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan
sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar
permukaan padatan cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan
pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu
hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun
1897 dan diformulasikan secara matematik sebagai berikut :
= K.S (Cs- Ct)
dc + dt = kecepatan pelarutan ( perubahan konsentrasi per satuan waktu )
S = luas permukaan bahan obat yang berdisolusi
Cs = kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut)
Ct = konsentrasi bahan dalam larutan untuk waktu t
K = konstanta yang membandingkan koefisien difusi, voume larutan jenuh dan
tebal lapisan difusi (Shargel,1988).
Dari persamaan di atas dinyatakan bahwa tetapnya luas permukaan dan
konstannya suhu, menyebabkan kecepatan pelarutan tergantung dari gradien
konsentasi antara konsentrasi jenuh dengan konsentrasi pada waktu
(Shargel,1988). Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk
lapisan tipis larutan jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam
bagian sisa dari larutan di sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah
pengamatan kelambatan difusi ini dapat menjadi persamaan dengan menggunakan
hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam
persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan kemungkinan
perbaikan kecepatan pelarutan secara konkret.
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah
menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih
luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun,
sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di
bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel
itu akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh
sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet.
Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran
pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet (Voigt, 1995).

Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan


kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna,
mama terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu : 1.
Zat aktif mula-mula harus larut 2. Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna
(Voigt, 1995).

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat:
 Timbangan Analitik
 Alat gelas yang lazim
 Dissolution tester
 Stopwatch
 SpektrofotometrinUV Vis
 Jangka sorong
 Mesin pencetak tablet

Bahan:

 Pelarut (etanol 95%. Cloroform)


 Acetosal
 Medium Disolusi (dapar acetat pH 4,5)
 Vaselin

V. CARA KERJA
1. Uji Disolusi

1. Melakukan rekristalisasi asetosal dengan pelarut etanol 95% dan chloroform

2. Mencetak hasil rekristalisasi menjadi tablet A (Hasil rekristalisasi dengan etanol


95%) dan tablet B (hasil rekristalisasi dengan pelarut chloroform).

3. Mengukur diameter tablet dan menimbang bobot tablet yang diperoleh.

4. Mengolesi tablet dengan vaselin pada seluruh permukaan kecuali satu bagian
permukaan tablet

5. Melakukan pengujian dissolusi. Memasukkan tablet hasil rekristalisasi asetosal


ke dalam dissolution tester dengan medium disolusi dapar asetat pH 4.5 sebanyak
500 ml. Sampling dilakukan tiap 15 menit sebanyak 10 ml, dan tiap kali sampling
larutan dapar diganti dengan volume yang sama agar medium disolusi tetap 500
ml.

6. Sampel ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer pada λ = 265 nm dengan


blangko dapar acetat.
2. Pembuatan Kurva Baku Asetosal

1. Menimbang dengan seksama 140 mg asetosal Melarutkan asetosal dengan


alkohol 95% beberapa tetes dalam labu takar 50 ml, menambahkan dapar
acetat ad tanda batas (larutan stock).

2. Melarutkan asetosal dengan alkohol 95% beberapa tetes dalam labu takar
50 ml, menambahkan dapar acetat ad tanda batas (larutan stock).

3. Dengan pipet volume mengambil 1 ml: 1,5 ml: 2 ml: 2.5 ml: 3 ml:
3,5ml larutan stock diatas.Masing-masing dimasukkan dalam labu
takar 50 ml dan ditambahkan larutan dapar ad tanda batas.

4. Membaca absorbansi masing-masing larutan pada 2 = 265 nm


dengan blangko dapar acetat

5. Membuat persamaan kurva baku acetosal antara konsetrasi (x) Vs


absorbansi (y).

VI. HASIL
A. Data Tablet A dan B

Identitas Tablet Tablet A: Hasil Tablet B: Hasil


rekristalisasi dengan rekristalisasi dengan
etanol Chloroform
Nama Bahan Obat: Asetosal Asetosal
Pelarut: Etanol Chloroform
Diameter Tablet: 0,8cm 0,8cm
Bobot Tablet: 0,4745 0,497
B. Kurva Kalibrasi Asetosal

No Volume (mL) Absorbansi (Ao) Konsentrasi (mg%)


1. 1 mL 0,16 5,6 mg%
2. 1,5 mL 0,276 8,4 mg%
3. 2 mL 0,351 11,2 mg%
4. 2,5 mL 0,433 14,0 mg%
5. 3 mL 0,544 16,8 mg%

Nilai regresi linier diperoleh :


a = -0,0176
b = 0,1844
r = 0,983
Persamaan regresi linier : Y = a + bx  Y = -0,0176 + 0,1844x
Konsentrasi : 140 mg  50 ml
 Perhitungan
1. V1 . C1 = V 2 . C2
1 ml . 280 mg% = 50 ml . C2
1ml .280 mg %
C2 =
50 ml
= 5,6 mg%

2. V1 . C1 = V 2 . C2
1,5 ml . 280 mg% = 50 ml . C2
1,5 ml .280 mg %
C2 =
50 ml
= 8,4 mg%

3. V1 . C1 = V 2 . C2
2 ml . 280 mg% = 50 ml . C2
2ml .280 mg %
C2 =
50 ml
= 11,2 mg%
4. V1 . C1 = V 2 . C2
2,5 ml . 280 mg% = 50 ml . C2
2,5 ml .280 mg %
C2 =
50 ml
= 14 mg%

5. V1 . C1 = V 2 . C2
3 ml . 280 mg% = 50 ml . C2
3 ml .280 mg %
C2 =
50 ml
= 16,8 mg%

 Grafik

Chart Title
0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
1 ml 1,5 ml 2 ml 2,5 ml 3 ml

Series 1 Series 2 Series 3

C. Hasil Uji Disolusi

Waktu Absorbansi (A0) Konsentrasi (mg%) K (mg)


(menit) Tablet A Tablet B Tablet A Tablet B Tablet A Tablet B
15’ 0,115 0,115 0,528 0,528 2,64 2,64
30’ 0,208 0,231 1,032 1,157 5,16 5,785
45’ 0,263 0,298 1,33 1,52 6,65 7,6
60’ 0,657 0,371 3,468 1,916 17,34 9,58

Kadar terkoreksi
Factor koreksi AUC dc/dt
(mg)
Tablet A Tablet B Tablet A Tablet B Tablet A Tablet B Tablet A Tablet B
0 0 12,75 15 95,63 112,5 1,08 1,274
0,26 0,3 26,01 26,394 290,7 310,455 1,10 1,121
0,52 0,522 40,22 38,335 496,73 495,468 1,14 1,085
0,79 0,744 56,69 50,901 726,83 669,27 1,20 1,081

 Perhitungan konsentrasi tablet A


1. Y = a + bx
0,115 = -0,0176 + 0,1844x
0,155+−0,0176
=x
0,1844
X = 0,528%
2. Y = a + bx
0,208 = -0,0176 + 0,1844x
0,208+−0,0176
=x
0,1844
X = 1,032%
3. Y = a + bx
0,263 = -0,0176 + 0,1844x
0,263+−0,0176
=x
0,1844
X = 1,33%
4. Y = a + bx
0,657 = -0,0176 + 0,1844x
0,657+−0,0176
=x
0,1844
X = 3,648%

 Perhitungan konsetrasi tablet B


1. Y = a + bx
0,115 = -0,0176 + 0,1844x
0,155+−0,0176
=x
0,1844
X = 0,528%
2. Y = a + bx
0,231 = -0,0176 + 0,1844x
0,231+−0,0176
=x
0,1844
X = 1,157%
3. Y = a + bx
0,298 = -0,0176 + 0,1844x
0,298+−0,0176
=x
0,1844
X = 1,52%
4. Y = a + bx
0,371 = -0,0176 + 0,1844x
0,371+−0,0176
=x
0,1844
X = 1,916%

 Perhitungan K tablet A
Rumus : K = Konsentrasi x Volume media dimensi
0,528 mg
1. K15’ = x 500 ml
100 ml
= 2,64 mg
1,032mg
2. K30’ = x 500 ml
100 ml
= 5,16 mg
1,33 mg
3. K45’ = x 500 ml
100 ml
= 6,65 mg
3,468 mg
4. K60’ = x 500 ml
100 ml
= 1734 mg
 Perhitungan K tablet B
Rumus : K = Konsentrasi dimensi volume
0,528 mg
1. K15’ = x 500 ml
100 ml
= 2,64 mg
1,157 mg
5. K30’ = x 500 ml
100 ml
= 5,78 mg
1,52mg
6. K45’ = x 500 ml
100 ml
= 7,6 mg
1,916 mg
7. K60’ = x 500 ml
100 ml
= 9,58 mg

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan uji disolusi terhadap sediaan, dimana disolusi
merupakan pelepasan zat aktif dari sediaan dan melarut (diabsorbsi) ke seluruh
sistemik. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlihat
berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni supaya partikel padat
terdisolusi. Molekul solut pertama-tama harus memisahkan diri dari permukaan
padatan, kemudian bergerak menjauhi permukaan memasuki pelarut, tergantung pada
kedua proses ini dan cara bagaimana transport berlangsung. Perilaku disolusi dapat
digambarkan secara fisika. Ada 3 dasar model fisika yang dapat menggambarkan
mekanisme kecepatan disolusi yang terlibat dalam zat murni, yakni model lapisan
difusi (diffusion layer model), model halangan antar muka (interfacial barier model),
dan model dankwert (Dankwert model).
Pengujian dilakukan pada laju disolusi intrinsik yang mana dapat didefinisikan
sebagai laju disolusi dari suatu zat aktif murni yang diperoleh dengan menjaga
konstan kondisi-kondisi yang bisa mempengaruhi laju disolusi zat tersebut, yaitu luas
permukaan, suhu, laju pengadukan, pH, dan kekuatan ionik dari medium disolusi
yang digunakan. Dengan demikian, besarnya laju disolusi intrinsik suatu zat aktif
tidak dipengaruhi oleh faktor formulasi sehingga bisa dijadikan ukuran kelarutan obat
tersebut di dalam medium disolusi. Pelarutan intrinsik merupakan pelarutan dari suatu
serbuk yang mempertahankan luas permukaan yang tetap, yang biasanya dinyatakan
dalam mg/cm2menit. Obat-obat tersebut umumnya meliputi obat-obat yang kecepatan
disolusinya sangat lambat yang disebabkan oleh kelarutannya yang sangat lambat
yang disebabkan oleh kelarutannya yang sangat kecil.
Pada percobaan ini, digunakan dappar asetat pH 4,5 sebagai media disolusi
karena mengingat kelarutan dari obat yang digunakan. Adapun volume dari dappar
asetat yang digunakan adalah 500 ml. Hal ini dianalogikan terhadap suatu gelembung
udara, maka gelembung udara tersebut akan masuk ke pori-pori dan bekerja sebagai
barier pada interfase sehingga mengganggu disolusi obat. Dan pada saat dilakukan
pemipetan dari alat uji disolusi, maka larutan yang diambil dalam alat uji disolusi
harus diganti dengan dappar asetat pH 4,5 sesuai dengan volume yang diambil.
Setelah dipipet 10 ml, sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dimasukkan
lagi dappar asetat 4,5 sebanyak 10 ml sebagai penggantinya. Hal ini diibaratkan dalam
tubuh manusia, yang mana ketika ada cairan yang keluar maka akan segera
tergantikan. Dalam uji disolusi juga suhu air harus diperhatikan agar tetap 36,2oC
karena suhu yang digunakan tersebut disesuaikan dengan suhu tubuh manusia.
Dalam praktikum ini, bahan obat yang digunakan adalah acetocal dengan
interval waktu menit ke 15, 30, 45 dan 60. Dalam proses disolusi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu sifat fisiko kimia zat aktif (polimorfisme, karakteristik partikel,
kompleksasi) dan formulasi sediaan yaitu eksipien, ukuran partikel, pengikat, pelicin,
dsb. Suhu yang digunakan pada uji disolusi ini yaitu 36,2 oC untuk menyamakan
dengan kondisi suhu tubuh manusia normal. Media dapar digunakan media dapar
acetat pH 4,5.
Hasil pengujian absorbansi terhadap sampel bahan baku etanol 95% asetocal pada
menit ke 15, 0, 115 pada menit ke 30 yaitu 0,231 dan menit ke 45 yaitu 0,263 terakhir
hasil absorbansi menit ke 60 yaitu 0,657. Dari hasil yang diperoleh menunjukan
bahwa % disolusi acetocal baik dan Sedangkan hasil pengujian yang diperoleh pada
sampel bahan baku kloroform yaitu pada menit ke 15, 0,115 pada menit ke 30, 0,231
pada menit ke 45, 0,298 dan pada menit ke 60, 0,371.
Berdasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa konsentrasi pada tablet B
(kloroform) lebih besar dibandingkan tablet A (etanol) Begitupula dengan kecepatan
disolusi kedua tablet tersebut terlihat bahwa kecepatan pada menit ke 30 dan 45 lebih
besar tablet B dibandingkan tablet A. Hal tersebut terjadi karena perbedaan pelarut
rekristalisasi antara polar dan non polar yang digunakan. Dimana etanol 95% bersifat
polar sedangkankan kloroform bersifat non polar sehingga obat pada tablet A
disolusinya cepat karena pelarut etanol 95% merupakan senyawa polar sama dengan
struktur asetosal yang menunjukkan bahwa asetosal bersifat polar sehingga dengan
menggunakan pelarut polar menyebabkan kecepatan disolusi dari tablet A lebih cepat.
Dapat dilihat dari struktur kedua pelarut & asetosal, dimana asetosal dan etanol sama-
sama mengandung gugus OH.

VIII. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum Uji Kecepatan Disolusi Intrinsik maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Mahasiwa dapat memahami prinsip disolusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
disolusi. Dimana semakin besar volume etanol maka semakin besar besar konsentrasi
asetosal yang larut didalamnya.
2. Mahasiwa dapat mengetahui parameter jenis kristal terhadap kecepatan disolusi.
3. Mahasiswa dapat melakukan uji disolusi dan menghitung parameter-parameter uji
disolusi.
4. Nilai Absorbansi dapat dilihat bahwa konsentrasi pada tablet B (kloroform) lebih besar
dibandingkan tablet A (etanol). Hal tersebut terjadi karena perbedaan pelarut rekristalisasi
antara polar dan non polar yang digunakan.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetik, 2023. Uji Disolusi


Intrinsik. Universitas Setia Budi, Surakarta

Selly diah febriana, 2017. Uji Disolusi Intrinsik. Academia.edu

Vany Rahmasari, 2018. Laporan Praktikum Biofarmasetika kecepatan disolusi


intrinsik. Universitas Padjajaran Jatinangor
X. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai