Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOFARMASI-FARMAKOKINETIKA
EKSKRESI URIN

DOSEN PENGAMPU :
Jena Hayu Widyasti, M.Farm., Apt

KELOMPOK :5
TANGGAL PRAKTIKUM : 18 Juni 2020
ANGGOTA :
1. Syahrulfath Hibatullah (24185410A)
2. Aulia Dewi Fatmawati (24185410A)
3. Nova Ari Prasetyo (24185419A)
4. Gracia Anthica Tobing (24185421A)

LABORATORIUM BIOFARMASI-FARMAKOKINETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2020
I. Tujuan
Setelah mengikuti percobaan ini makasiswa diharapkan mampu :
- Mengukur konsentrasi obat dalam ekskresi urin dan mengetahui parameter-
parameter lain yang yang dapat dihitung
- Memahami cara mengukur konsentrasi obat dari sampel urin

II. Dasar Teori


Sistem urin adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia, meliputi ginjal dan
saluran keluarnya yang berfungsi untuk membersihkan tubuh dari zat-zat yang tidak
diperlukan. Sebanyak 1 cc urin dihasilkan oleh kedua ginjal kiri dan kanan setiap
menitnya dan dalam 2 jam dihasilkan sekitar 120 cc urin yang akan mengisi kandung
kemih. Saat kandung kemih sudah terisi urin sebanyak itu mulai terjadi rangsangan  pada
kandung kemih sehingga yang bersangkutan dapat merasakannya. Keinginan
mengeluarkan mulai muncul, tetapi biasanya masih bisa ditahan  jika volumenya masih
berkisar dibawah 150 cc. (Sheerwood, 2011)
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin 
terkandung bermacam – macam  zat, antara lain  (1) zat sisa pembongkaran protein seperti
urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan  warna kuning
pada  urin, (3) garam, terutama NaCl, dan (4)  zat – zat yang berlebihan dikomsumsi,
misalnya vitamin C, dan obat – obatan serta  juga kelebihan zat yang yang diproduksi
sendiri oleh tubuh misalnya hormone. (Ethel, 2003) Urin merupakan larutan kompleks
yang terdiri dari sebagian besar air ( 96%) air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang
dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui
proses mikturisi. (Rustiani, 2011)
Proses pembentukan urin, yaitu : (Sheerwood, 2011)
1. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam

glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein

dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini

terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan garam-garam.


2. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus  proksimal zat dalam urin

primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urin

sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.

3. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan

zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi

H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis

Semua obat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi berjalan melewati

membran. Disposisi dari obat ditentukan oleh mekanisme obat terhadap membran dan

sifat fisikokimia dari molekul dapat mempengaruhi pemindahan obat ke jaringan.

Pergerakan obat dan availability obat tergantung pada ukuran dan bentuk molekul, derajat

ionisasi, kelarutan relative lipid dari bentuk ionik dan nonionik dan yang mengikat protein

serum dan jaringan. (Brunton, 2006)

Ketersediaan hayati merupakan kecepatan dan jumlah obat yang mencapai sirkulasi

sistemik dan secara keseluruhan menunjukkan kinetic dan perbandingan zat aktif yang

mencapai peredaran darah terhadap jumlah obat yang diberikan.Ketersediaan hayati obat

yang diformulasi menjadi sediaan farmasi merupakan bagian dari salah satu tujuan

rancangan bentuk sediaan dan yang terpenting untuk keefektifan obat tersebut.Pegkajian

terhadap ketersediaan hayati ini tergantung pada absorpsi obat ke dalam sirkulasi umum

serta pengukuran dari obat yang terabsorpsi tersebut. Dalam menaksir ketersediaan hayati

ada tiga parameter yang biasanya diukur yang an profil konsentrasi dalam darah dan waktu

dari obat yang diberikan. (Issel, 2007)

Proses-proses fisika dan Kimia yang menyebabkan ketersediaan hayati berkurang (F

kurang dari 1) meliputi kelarutan obat yang jelek, absorbsi gastrointestinal yang tidak
lengkap, dan metabolisme yang cepat pada saat melalui hati sebelum sampai ke sirkulasi

sistemik (first-pass effect). (Staf pengajar, 2004)

Organ terpenting untuk ekskresi adalah ginjal obat diekskresi melalui ginjal dalam

bentuk utuh maupun bentuk metabolinya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif

merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses

yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif ditubulus proksimal, dan rebasorpsi pasif

disepanjang tubulus (Gunawan, 2007).

Organ lain yang memiliki kemampuan untuk mengeliminasi obat atau metabolit dari

badan. Ginjal bisa mengekskresi obat dengan filtrasi glomerulus atau proses aktif seperti

sekresi tubular proksimal. Obat juga dapat dieliminasi melalui empedu yang diproduksi

oleh hati atau pengeluaran udara oleh paru-paru. (Dipiro, 2008)

Ginjal merupakan dua organ utama eliminasi obat dalam tubuh, walau eliminasi obat

juga dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Ginjal merupakan obat ekskresi utama untuk

pembersihan sisa produk metabolic dan memeganng peran utama dalam mempertahankan

kesetimbangan garam dan air, ginjal mengekskresi kelebihan elektrolit, cairan dan produk-

produk sisa sambil mempertahankan solute yang diperlukan untuk fungsi tubuh.

Disamping itu, ginjal mempunyai dua fungsi endokrin: (1) sekresi urin, yang mengatur

tekanan darah; dan (2) sekresi eritropetin, yang merangsang produksi sel darah merah.

(Shargel, 2012)

Proses yang terlihat adalah : (Neal, 2006)

1. Eliminais urin oleh filtrasi glomerulus

2. Metabolisme, biasanya oleh hati

3. Ambilan oleh hati dan selanjutnya eliminasi melalui empedu


WKlirens obat merupakan istilah farmkokinetika untuk menggambarkan eliminasi

obat dari tubuh tanpa mengidentifikasi mekanisme prosesnya. Kliren obat (klirens tubuh,

klirens tubuh total atau ClT) menganggap seluruh tubuh sebagai system pengeliminasi obat

tunggal dimana beberapa proses eliminasi yang tidak di identifikasi terjadi. Sebagai

pengganti gambar laju eliminasi obat dalam jumlah obat yang dibersihkan persatuan aktu

(misal, mg/ menit) klirens obat digambarkan dalam istilah volume cairan yang dibersihkan

dari obat persatuan waktu (misal, mL/ menit). (Shargel, 2012)

III. Alat dan Bahan

ALAT BAHAN
Spektrofotometer UV-Vis Vitamin C 50mg
Mikropipet Metanol
Pipet volume Dapar Phospat pH 6,8
Tabung Reaksi NaOH
Beaker glass KH2PO4
Labu Takar 10,25,50,100, dan 250 ml
Botol Plastik
Botol Vial volume 5 dan 10 ml

IV. Cara Kerja

A. Pengambilan Sampel

Menyiapkan Alat dan Bahan

Urin blanko dari sukarelawan diambil sebelum obat diminum

Obat yang ekivalen dengan vitamin C kadar 50mg diminum oleh


sukarelawan pada jam 13.00 satu hari sebelum percobaan.
Urin sukarelawan dikumpulkan pada rentang waktu 13.00-16.00, 16.00-
19.00, 19.00-tidur,sesaat setelah bangun pagi-08.00, 08.00-13.00. Urin pada
pagi hari diambil sebelum sukarelawan minum maupun makan apapun.

B. Perlakuan Sampel

Tiap sampel urin diambil sebanyak 1.0000 µL (1ml) dan dimasukkan kedalam
labu takar 10 ml, diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8

Sampel Urin di ukur absorbansinya pada panjang gelombang UV 271 nm


(dilakukan scaning ‫ג‬max ,terlebih dahulu)

Hitung kadar Vitamin C dalam urin

C. Pembuatan Kurva Baku

Melarutkan 50 mg Vdengan sedikit vitamin C metanol sampai tepat larut, ditambah


dengan dapar fosfat pH 6,8 dalam labu takar sampai tepat 50 ml.

Dibuat serangkaian larutan Vitamin C dengan konsentrasi


5,10,15,20,25,30,35,40,45 dan 50 µg/ml dalam labu takar 10 ml. Panjang
gelombang maksimum Vitamin C adalah 271 nm.

Dengan kurva kalibrasi yang didapat, hitunglah konsentrasi vitamin C dari


sampel urin
Disetrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 jam pertama, kedua,
ketiga, kemudian diamati persen pemisahannya.

Berdasarkan data, konsentrasi obat dalam sampel urin buat kurva log dXu/dt
vs tmid, kemudian tentukan konstanta laju eliminasi dan waktu paruh eliminasi

V. HASIL

ln (Du tak terhingga-


Waktu Du Du tak terhingga - Du Du)
1 0,36 49,64 3,905
2 1,32 48,68 3,885
3 2,7 47,3 3,857
4 4,37 45,63 3,821
6 8,23 41,77 3,732
8 12,35 37,65 3,628
12 20,24 29,76 3,393
18 29,82 20,18 3,005
24 36,55 13,45 2,599
36 44,11 5,89 1,773
Tak terhingga 50 0  
Kurva Semilog t vs (Du tak hingga-Du)
100

10

1
0 5 10 15 20 25 30 35 40

Fase eliminasi diambil dari minimal 4 data terakhir maka,

waktu (jam) Du (mg) Du tak hingga - Du ln (Du tak hingga -


Du)
12 20.24 29.76 3.393
18 29.82 20.18 3.005
24 36.55 13.45 2.599
36 44.11 5.89 1.773

Kurva fase eliminasi


t vs ln (Du tak hingga-Du)
4.000

3.500
f(x) = − 0.07 x + 4.21
3.000 R² = 1
2.500

2.000

1.500

1.000

0.500

0.000
10 15 20 25 30 35 40

Persama fase eliminasi :

Y = -0.068X + 4.215

A = 4.215

B = -0.068
R = 0.9999

Maka nilai K adalah nilai yang berasal dari nilai B yaitu :

K = 0.068

0.693 0.693
T½= = = 10, 191
k 0.068
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini tema dari uji yang kami lakukan adalah ekskresi urin. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi obat yang ada pada urin. Eksresi sendiri
merupakan tahapan yang terjadi pada fase eliminasi tepatnya saat zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh dikeluarkan dikarenakan akan menyebabkan toksisitas bila terlalu lama
didalam tubuh. Eksresi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu ketetapan laju eliminasi dan
waktu paruhnya. Ketetapan laju eliminasi mempengaruhi kecepatan obat untuk keluar dari
tubuh, obat yang memiliki nilai K rendah akan lambat dikeluarkan tubuh bila terlalu lama
untuk keluar maka bisa saja berefek toksik, dan bila obat memiliki nilai K tinggi maka
obat akan cepat keluar dari tubuh hal ini akan mempengaruhi kerja dari ginjal dimana
eksresi urin menjadi tidak optimal, salah satu kerja yang dipengaruhinya yaitu penyerapan
kembali atau reabsorbsi pada tubulus kontortus proksimal yang kurang optimal sehingga
bila mana urin masih mengandung zat zat yang dibutuhkan tubuh akan tetapi kurang dapat
diserap dikarenakan nilai K dari obat yang terlalu tinggi. Sama halnya dengan t ½, t ½
sendiri berpengaruh dalam seberapa lama obat mencapai ½ dari kadar obat maksimal
didalm tubuh. t ½ eliminasi artinya seberapa lama obat mencapai ½ dari kadar obat yang
telah di elminasi oleh tubuh. Hal ini erat hubungannya dengan nilai K, bila nilai laju
eliminasi obat tinggi maka waktu paruh obat akan rendah dan kebalikannya bila nilai laju
eliminasi rendah maka waktu paruh eliminasi obat akan tinggi.
Pada data yang kami peroleh terlihat nilai K dari obat tergolong rendah yaitu 0.068
yang berarti laju eliminasi obat sangatlah lambat hal ini ditakutkan obat akan berakibat
toksik bagi tubuh. Sedangkan eliminasi ½ dari kadar obat membutuhkan waktu 10, 191
jam yang berarti obat sangat lambat di eliminasi. Untuk setengah dari kadar obat
membutuhkan waktu hingga 10 jam. Menurut beberapa artikel yang kami baca bila
vitamin C dalam tubuh kadarnya terlalu tinggi maka akan menyebabkan pembentukkan
batu ginjal. Sehingga tidak disarankan untuk menggunakan lebih dari batas anjurannya.

VII. KESIMPULAN
Jadi, ketetapan laju eliminasi obat sangatlah lambat yaitu 0.068 serta untuk
membuang atau mengeksresi kan ½ dari kadar obat total memebutuhkan waktu hingga 10,
191 jam lamanya atau berkisar 10 jam 11 menit 46 detik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunton, Laurence L.2006. “Goodman And Gilman's The Pharmacological Basis Of
Therapeutics,11/e”. Mcg Graw-Hill : New York.

Ditjen POM, 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Depkes Ri :Jakarta.

Dipiro, Joseph T. 2008. “Pharmacoteraphy ed. 7th”. The MC Graw Hill Companies:New York.

Ethel, S. 2003. “Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula”. EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.

Gunawan, Sulitia gan.2007.”Farmakologi dan Terapi ed.5”.Badan penerbit FKUI: Jakarta

Issel Bacher, dkk.,2007.“Prinsip-prinsip Ilmu PenyakitDalam”. Penerbit Buku


Kedokteran:Jakarta

Neal, Michael .J. 2006. “At Glance Farmakologi Medis edisi Lima” Penerbit Erlangga : Jakarta.

Pramudianto, Arlina, Evaria. 2011. “MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi:.BIP:Jakarta

Rustiani, E., Rokhmah, NN., Fatmi, M., 2011. “Penuntun Praktikum Farmakokinetik”.
Universitas Pakuan:Jakarta

Shargel, L. 2012. “Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan”. Airlangga University


Press:Surabaya.

Sherwood Lauralee, “Fisiologi manusia, Edisi 6”. 2011. Buku kedokteran : Jakarta

Staf Pengajar Departemen Farmakologi. 2004. “Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2” Fakultas
Kedokteran Sriwijaya, Penerbit EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai