Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN RESMI

FARMASI FISIKA II

KELARUTAN

Dosen Pengampu : Muhammad Dzakwan M.Si., Apt

Disusun oleh :

Nova Ari Prasetyo (24185421A)

Gracia Anthica Tobing (24185422A)

Sheila Andriyani (24185423A)

Natasya Sava Agasta (24185424A)

PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIABUDI
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Menganalisis prinsip kelarutan.


2. Menganalisis dan menentukan kelarutan suatu zat secara zat secara kuantitatif .
3. Menguraikan cara meningkatkan kelarutan suatu zat.

II. DASAR TEORI

1. Kelarutan
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai
konsentrasi  zat    terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan
tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat
melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500
mL air.  Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen
(Tungandi, 2009).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-
sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru
dapat di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah
satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan
menaikkan kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada
kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti
perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus
yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (Woedepss) (Tungandi,
2009).

2. Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan


 Sifat dari solut dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan
substansi polar lainnya.  Substansi nonpolar cenderung untuk miscible
dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi
polar lainnya (Sukardjo, 1977).
 pH
Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena
tidak mudah terionisasi. Semakin kecil pKa nya maka suatu zat semakin
sukar larut, sedangkan semakin besar pKa maka suatu zat akan mudah
larut (Lund, 1994).
 Suhu
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses
melarutnya melalui penyerapan panas atau kalor (reaksi endotermik) dan
akan menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan
pengeluaran panas atau kalor (reaksi eksotermik) (Lund, 1994).
 Solution aditif
Additivies baik dapat meningkatkan atau mengurangi kelarutan zat
terlarut dalam pelarut tertentu (Lund, 1994).

3. Pelarut
Pelarut (solven) didefinisikan sebagai suatu medium dimana zat terlarut
(solute) terlarut (Baroroh, 2004).
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair, gas
yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air (Shevla, 1979).
Terdapat jenis-jenis pelarut, diantaranya seperti :
 Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lainnya. Sesuai
dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan
melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain (Martin, 1990).
 Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion
elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dieektrik pelarut yang rendah.
Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang
terionisasi lemah karena pelarut aprotik, dan dapat membentuk jembatan
hidrogen dengan nonelektrolit (Martin, 1990).
 Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu
derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehinga menjadi
dapat larut dalam alkohol, contohnya benzena yang mudah dapat
dipolarisasikan (Martin, 1990).
 Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat
ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979) :

Istilah Kelatutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan


untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat Mudah Larut Kurang dari 1
Mudah Larut 1-10
Larut 10-30
Agak Sukar Larut 30-100
Sukar Larut 100-1000
Sangat Sukar Larut 1000-10.000
Praktis Tidak Larut Lebih dari 10.000

BAB II
METODE PENELITIAN
I. ALAT DAN BAHAN

NO ALAT BAHAN
1. Spektrofotometer UV-VIS Paracetamol
2. Tabung Reaksi Aqua dest
3. Labu Takar 100 ml dan 50 ml Propilenglikol
4. Orbital Shacker Etanol 96%
5. Timbangan Analitik
6. Erlenmeyer
7. Pipet Volume dan Pipet pomp

II. PROSEDUR PRAKTIKUM


Pengaruh pelarut terhadap kelarutan suatu zat

Membuat 50 ml campuran bahan pelarut yang tertera pada table di bawah ini
Air Etanol(% v/v) Propilen glikol (% v/v)
30 15 5

Mengambil 50 ml campuran pelarut, larutkan parasetamol sebanyak 1 gram ke


dalam masing-masing campuran pelarut
Mengocok larutan dengan orbital shaker selama 1 jam . jika ada endapan yang larut
selama pengocokan tambahan lagi sejumlah tetentu parasetamol sampai diperoleh
larutan yang jenuh kembali

Saring larutan. Mengambil filtratnya sebanyak 1 ml masukan ke dalam labu takar


volume 100 ml , tambahkan aquadest sampai tanda batas

Membaca absorbansinya dengan spektrotometer UV pada λ 244 nm

Dengan persamaan kurva baku hitung kadar yang terlalut (mg/ml)


DAFTAR PUSTAKA

Baroroh, Umi L.U. 2004. Diktat Kimia Dasar 1. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Ditjen POM., 1979, “Farmakope Indonesia”, edisi III, Jakarta.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex Principles and Practice of Pharmaceutics 12th ed.
The Pharmaceutical Press. London.

Martin, A., 1990, “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta.

Shevla. 1979. Buku Ajar Vogel Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro. PT
Kalman Media Pusaka. Jakarta.

Sukardjo. 1977. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Yogyakarta.

Tungadi, Robert.  2009.“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi Universitas


Negeri Gorontalo. Gorontalo.
 

Anda mungkin juga menyukai