Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI& TEKNOLOGI SEDIAAN CAIR SEMI PADAT


”SIRUP”

Kelompok D-4
DOSEN PENGAMPU :
Drs. Widodo Priyanto,MM., Apt.

DISUSUN OLEH :
1. Ninda Destya Diningrum (23175157A)
2. Ita Novitasari (23175158A)
3. Diera Mirinda Simanjuntak (23175162A)
4. Ervina Nila Rahmawati (23175163A)
5. Ahmad Khoironi (23175163A)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
I. TUJUAN
1. Menentukan angka kelarutan suatu bahan obat.
2. Memahami prinsip dan evaluasi pembuatan sediaan sirup.

II. Dasar Teori

Menurut Farmakope Indonesia III (1979), sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang
mengandung sukrosa. Kadar sukrosa (C12H22O11) kandungan sukrosa dari sirup umumnya
antara 60-65%(DEPKES, 1995). Hal ini menentukan daya tahan dari sediaan. Atas dasar
daya tahannya maka sediaan berkonsentrasi tinggi dinilai paling baik, meskipun demikian
perlu diperhatikan bahwa dengan meningkatkan kandungan gula dari sirup menyebabkan
kelarutan bahan obat tertentu di dalamnya berkurang (Voight, 1994).

Komponen sirup terdiri dari (Van Duin, 1991) :

1. Pemanis
Berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Contoh pemanis yang dapat digunakan
adalah sorbitol, sukrosa, laktosa dan sakarin.
2. Pengawet
Berfungsi untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat bertahan lebih
lama dan tidak ditumbuhu mikroba atau jamur.
3. Perasa dan pengaroma
Berfungsi untuk membuat sirup mempunyai rasa yang lebih enak tujuannya untuk
menarik minat khususnya anak-anak. Perasa yang digunakan harus dapat melarut
dengan baik di dalam air. Contohnya untuk sirup rasa jeruk dapat ditambahkan aroma
citrus.
4. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada
warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisen dengan rasa. 

Keuntungan sediaan sirup:

1. Cocok untuk penderita yang sukar menelan tablet.


2. Absorbsi obat lebih cepat.
3. Homogenitas terjamin.
4. Dosis disesuaikan.

Kerugian sediaan sirup:

1. Tidak dapat dibuat untuk senyawa yang tidak stabil dalam air.
2. Bagi obat yang rasanya terlalu pahit dan baunya tidak enak sukar ditutupi.
3. Tidak praktis ketika dibawa.
4. Air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
5. Untuk dengan pemberian khusus (sediaan parental) harus dengan bantuan alat khusus
dan para ahli.

Parasetamol (acetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem syaraf pusat (SSP) (Lusiana Darsono,
2002). Parasetamol mempunyai daya kerja analgetik dan anti piretik sama dengan asetosal,
meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti asetosal, parasetamol tidak mempunyai
daya kerja antiradang dan menimbulkan iritsi dan pendarahan lambung. Parasetamol
mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak (Sartono, 1996).
            Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak
dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme dihati, sekitar 3%
diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90% dikonjugasi dengan asam
glukonorik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama,
sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokoinon yang sangat reaktif dan berpotensi
menjadi metabolit berbahaya, pada dosis normal beraksi dengan gugus sulfhidril dari
glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berkaitan dengan sulfhidril dari
protein hati (Lusiana Darsono, 2002).
           Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek
iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga
gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.

PREFORMULASI ZAT AKTIF

Zat  Aktif : Parasetamol


Rumus Kimia : C8H9NO2
Nama Kimia : N-asetil-4-aminofenol
Berat Molekul : 151, 16 gram/mol
Titik Lebur : 169 – 172oC (Farmakope Indonesia III, 37)
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit (Farmakope
Indonesia III, 37)
Kandungan : parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Kelarutan : larut dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam
40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam
larutan alkali hidroksida (Farmakope Indonesia III, 37)
Inkompatibiltas : tidak bercampur dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen dan
beberapa antasida.
Stabilitas : peningkatansuhu dapat mempercepat degradasi. Terhidrolisis pada pH
minimal 5-7, stabil pada temperatur 45oC (dalam bentuk serbuk).
Polimorfisme : tiga bentuk metastabil dari parasetamol yaitu osthorombik
acetamoluntuk pembuatan tablet dan monoklinik acetaminophen
dengan ukuran lebih kecil dan termodinamik yang stabil.
Penyimpanan : dalam wadah tetutup baik, terlindung dari
cahaya (Farmakope Indonesia III, 37)

PERMASALAHAN FARMASETIKA
            Permasalahan yang timbul setelah study preformulasi :
1. Paracetamol memiliki kelarutan agak sukar larut dalam air, tetapi larut dalam 40 bagian
Gliserol P dan 9 bagian Propilenglikol.
2. Dibutuhkan rasa yang relatif enak (dapat dikonsumsi oleh pasien) karena zat aktif
memiliki rasa pahit.
3. Penggunaan air sebagai pelarut dapat mengakibatkan kontaminasi bakteri.

PENYELESAIAN MASALAH
1. Dibutuhkan cosolven (campuran pelarut) untuk mempertinggi kelarutan zat aktif yaitu
Propilenglikol.
2. Penggunaan zat pemanis yang berpengaruh dalam menutupi rasa Paracetamol  pada
formulasi sediaan,  pemanis yang digunakan adalah glukosa.
3. Dibutuhkan pengawet yaitu Nipagin.
III. ALAT BAHAN
ALAT BAHAN
1. Mortir dan stamper 1. Paracetamol
2. Gelas ukur 100 ml 2. Pewarna hijau
3. Beaker Glass 3. Sirup Simplex
4. Batang pengaduk 4. Propilenglikol
5. Viskometer 5. Essens Melon
6. Pignometer 6. Nipagin
7. pH meter
8. Timbangan analitk

IV. CARA KERJA


SIRUP SIMPLEX

Ditimbang Gula dan larutkan dalam air panas 1L

FORMULA 1

Ditimbang semua bahan

Masukan paracetamol, nipagin, pewarna ke dalam mortir ditambah


sirup simplex sebagian dan campurkan hingga homogen.

Masukan dalam botol dan tambahkan essen melon dan ad dengan


sirup simplex 100ml
FORMULA 2

Ditimbang semua bahan

Larutkan paracetamol dalam propilenglikol sampai homogen.


Tambahkan nipagin dan pewarna dan aduk sampai homogen.

Masukan botol, tambahkan essens dan ed kan dengan sirup simplex


V. HASIL
 Berat pot
125 mg/5 mL = 100 Ml
100 ml/5ml x 125 mg = 2,5 gram
 Sirup simplex
Gula : 65/100 x 1000 ml = 650 gram
 Uji organoleptik
Formula 1
Warna : Hijau Keruh
Aroma : Melon
Rasa : Manis
Formula 2
Warna : Hijau bening
Aroma : Melon
Rasa : Manis
 Uji pH
Formula 1 : 6,91
Formula 2 : 7.06
 Uji Viskositas
Formula 1 : 50 mPa’s
Formula 2 : 51 mPa’s
 Uji Bobot Jenis
Formula 1
Berat pikno kosong : 28,612 gram
Berat pikno + aquades : 77,601 gram
Berat pikno + sediaan : 90,489 gram
Bj =( berat pikno+ sediaan)- pikno kosong
Berat Pikno aquades - Pikno kosong
= 90,489 – 28,612
77,601 – 28,612
= 1,263
Formula 2
Berat Pikno + sediaan : 87,200 gram
Bj = 87,200 – 28,612
77,601 - 28,612
= 1,195
VI. PEMBAHASAN
Pada pratikum formulasi dan teknologi sediaan cair dan semi padat dengan membuat
2 formula syrup. Menggunakan paracetamol sebagai bahan aktif, propilen glikol sebagai
kosolven, nipagin sebagai pengawet, pewarna untuk memberikan warna pada sirup, essens
melon sebagai pemberi aroma; dan menggunakan sirup simplek sebagai pemanis, hal ini
digunakan unutk menutupi rasa tidak enak dari parasetamol dan untuk meningkatkan
penerimaan pada konsumen.
Pada 2 formula tersebut masing-masing dilakukan pengujian yang meliputi uji pH
didapat formula 1 yaitu 6,91 termasuk dalam asam lemah dan formula 2 yaitu 7,06 basa
lemah, formula 1 memenuhi syarat menurut buku AHFS Drug Information 2008 syarat sirup
parasetamol yaitu 4-7, maka formula 2 lebih buruk, maka dikhawatirkan formula 2 dapat
membentuk garam dalam asam lambung sehingga kurang baik.
Uji yang kedua dilakukan berat jenis dari sediaan sirup yang telah dibuat masing-
masing diperoleh berat jenis formulasi 1 dan 2 yaitu 1,263 dan 1,195. Bobot jenis yang
dihasilkan pada formula 1 tidak memenuhi syarat dan formula 2 masuk syarat karena
mendekati literatur bobot jenis mutu sediaan sirup 1,198 g/ml, hal ini pada formula 1 tidak
memenuhi syarat karena kemungkinan disebabkan beberapa hal yaitu terdapat kontaminan
yang menempel pada piknometer dan mungkin terjadi kesalahan pada saat penimbangan yang
membuat hasil bobot jenis dari sediaan lebih besar dari hasil yang di peroleh .
Uji yang ke tiga dilakukan uji viskositas dilakukan dengan mengumpulkan sampel
sirup parasetamol dari semua kelompok untuk formula 1 yaitu 50 mPa.s dan formula 2 yaitu
51 mPa.s, sifat dari larutan belum dapat ditentukan apakah rheopeksi atau tiksotropi karena
pengujian viskositas hanya dilakukan satu kali, sedangkan untuk melihat sifat dari sediaan
harus dilakukan pada beberapa waktu untuk melihat apakah pengaruh waktu pengadukan
mampu meningkatkan atau menurunkan viskosistas dari sirup paracetamol tersebut. Tapi agar
sirup paracetamol dapat diterima maka sifatnya harus tiksotropi yakni semakin lama waktu
viskositas sediaan semakin kecil (encer).
Uji yang ke empat dilakukan uji organoleptik pada formula 1 warna yang di hasilkan
hijau keruh, rasa manis dan bau buah melon. Pada formula 2 dihasilkan warna hijau bening,
rasa manis dan bau buah melon. Jika dibandingkan pada formula 1 dan 2 warna yang
dihasilkan berbeda hal ini dikarenakan pada formula 2 diberi tambahan propilen glikol
sebagai kosolven sehingga serbuk paracetamol larut dengan sempurna. Sedangkan pada
formula 1 tidak diberikan propilen glikol sehingga kelarutan yang di hasilkan kurang baik.
VII. KESIMPULAN

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :


1. pH sirup paracetamol formula satu sebesar 6,91 dan formula dua sebesar 7,06
2. Viskositas sirup paracetamol formula satu yaitu 50 dan formula dua yaitu 51.
3. BJ sirup paracetamol formula 2 yaitu 1,263 dan formula dua yaitu 1,195.
4. Pengamatan organoleptis formula satu diperoleh warna hijau keruh, rasa manis, dan
bau buah melon. Formula dua warna yang diperoleh hijau bening, rasa manis, dan bau
buah melon.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 822,
DEPKES RI: Jakarta.
Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, 572-574, diterjemahkan oleh Soedani,
N., Edisi V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.
Van Duin, C.F. 1954, Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek dan Teori, Cetakan kedua.
Jakarta: Soeroengan, hal: 121.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, DEPKES
RI: Jakarta
Luciana, Darsono. 2002. Diagnosis dan Teapi Intoksikasi Salisilat dan Paracetamol.
Bandung: Universitas Kristen Maranatha.
Sartono, 1996. Obat-obat Bebas Dan Bebas Terbatas. Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Pustaka
Utama. Halaman 6, 8.

Anda mungkin juga menyukai