Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

“OPTIMASI METODE ANALISA OBAT”

Disusun Oleh:
Nama : Sandy Maha Putri
Nim : 1041911133
Kelompok : K

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI SEMARANG
2021
PERCOBAAN 1
OPTIMASI METODE ANALISA OBAT

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami langkah-langkah analisa obat di dalam darah
2. Mampu melakukan validasi metode analisis obat di dalam darah

B. DASAR TEORI
Analisa obat biasanya dilakukan oleh laboratorium kimia klinik atau laboratorium
farmakokinetik klinik. Metode yang digunakan oleh laboratorium analitik bergantung pada
beberapa faktor seperti fisikokimia obat, kosentrasi yang diukur, jumlah dan sifat contoh
biologis (serum dan urin). Laboratorium hendaknya mempunyai suatu standar prosedur
penyelenggaraan untuk tiap teknik analisis obat dan mengikuti cara-cara pelaksanaan
laboratorium yang baik. Lebih lanjut, metode analisis yang digunakan untuk penetapan
kadar obat dalam serum hendaknya lebih sahih, berkenaan dengan hal-hal berikut: spesifitas,
linearitas, kepekaan, ketepatan, ketelitian dan stabilitas (Leon Shargel,2005).
Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar obat dalam serum
hendaknya telah sahih, berkenaan dengan hal-hal berikut seperti spesifitas, linieritas,
kepekaan, ketepatan, ketelitian, dan stabilitas
1. Peka (sensitive), artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa
dalam kosentrasi yang kecil.
2. Tepat (precise), artinya metode tersebut menghasilkan suatu hasil analisis yang sama atau
hampir sama dalam satu seri pengukuran.
3. Teliti (accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang sangat dekat
dengan nilai senenarnya(true value).
4. Selektif, artinya untuk menetapkan kadar tertentu, metode tersebut tidak banyak terpengaruh
oleh adanya senyawa lain
5. Kasar (rugged), artinya adanya perubahan komposisi pelarut atau variasi lingkungan tidak
menyebabkan perubahan hasil analisis.
6. Praktis, artinya metode tersebut mudah dikerjakan serta tidak banyak memerlukan waktu dan
biaya.
Walaupun untuk memenuhi semua persyaratan di atas sulit dicapai, namun
sekurang-kurangnya metode analisis harus memenuhi syarat ketepatan, ketelitian, dan
selektivitas. (Sudjadi, 2008)
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi prasyaratan untuk penggunaannya. Validasi metode menurut United States
Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang digunakan
akurat, spesifik dan reproduksibel serta tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu
metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter
kerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis. Tujuan validasi metode analisa
adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa (cara/prosedur pengujian) yang
digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan secara konsisten. Pada tahap validasi, suatu usaha harus dikerahkan untuk
mendemonstrasikan bahwa metode bekerja dengan sampel yang mengandung analit tertentu,
pada suatu konsentrasi yang diharapkan dalam suatu matriks sampel, dengan tingkat presisi
dan akurasi yang tinggi. Validasi metode yang sempurna hanya dapat terjadi jika metode
tersebut sudah dikembangkan dan sudah dioptimasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Untuk menganalisis darah total, komponen sel darah harus dilisis demikian
sehingga kandungannya bercampur merata dengan sonikator atau ditentukan dalam jangka
waktu tertentu lalu disonikasi. Plasma berbeda dengan serum, serum adalah plasma yang
fibrinogennya telah dihilangkan dengan proses penjendalan, sedangkan plasma diperoleh
dengan menambahkan suatu pencegah penjendalan ke dalam darah. Bila darah tidak diberi
antikoagulan terjadilah penjendalan dan bila contoh seperti dipusingkan maka beningannya
adalah serum (James, 1991).
Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam rangka
penelitian farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter-parameter antara lain :
a) Tetapan (laju) invasi atau tetapan absorpsi.
b) Volume distribusi menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan konsentrasi obat
di dalam darah atau plasma.
c) Ikatan protein.
d) Tetapan (laju) eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t 1/2).
e) Klirens renal, ekstrarenal dan total.
f) Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC).
g) Ketersediaan hayati. (Mutsher, 1991).
Acetaminophen (BM:151,16), Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0%
dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. serbuk hablur,
putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N;
mudah larut dalam etanol (FI ed IV, 1995).
Resorpsinya, dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. PP-
nya 25%, plasma t 1/2nya 1-4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan.
Dalam hati zat ini diuraikan menjadi metaboli-metabolit toksis yang diekskresi dengan
kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat. Efek samping tidak jarang terjadi, antara
lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4g sehari
dapat terjadi kerusakan hati dan pada dosis diatas 6g mengakibatkan necrosis hati yang
tidak reversible (Tjay Tan Hoan.2007.hal:318).
Absorbsi : Diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral. Absorbs rektal
bervariasi. Distribusi : Didistribusikan secara luas, menembus plasenta memasuki
ASI. Metabolisme dan ekskresi : 85-95% dimetabolisme oleh hati. Metabolitnya dapat
bersifat toksik pada keadaan overdosis. Metabolit diekskresi olehginjal (Pedoman Obat
Untuk Perawat, 2005).

C. ALAT DAN BAHAN


ALAT :
1. Labu takar
2. Mikropipet
3. Tabung reaksi
4. Tabung penampung darah (ephendrof)
5. Vortex-mixer
6. Sentrifuge
7. Spektrofotometer Visible
8. Pipet volume
9. Filler
10. Pipet tetes
11. Beaker glass
12. Rak Tabung

BAHAN :
1. Paracetamol
2. Heparin
3. Asam trikloroasetat (TCA) 20%
4. NaOH 10%
5. HCl 6 N
6. N(1-naftil) etildiamin 0,1 %
7. Na. Nitrit 10 %
8. Asam Sulfamat 15%
9. Asam Sulfamat 0,5%

D. SKEMA KERJA

1. Pembuatan Larutan Stok Paracetamol

Ditimbang Paracetamol 100,0 mg, masukkan dalam labu takar

Ditlarutkan dalam aquadest panas ad 100,0 ml

Kadar Paracetamol yang diperoleh (kadar 1 mg/l atau 1000 μg/mL)

2. Pembuatan Kurva Baku

Diambil darah tikus sebanyak 250 µl dan ditampung dalam ependrop yang sudah
diberi heparin

Larutan parasetamol dimasukan dalam 250 µl darah dan dibuat berbagai


konsentrasi sehingga kadarnya 0, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700 µg/ml

Ditambahkan 2,0 ml TCA 20%, dilakukan vortexing


3. Pemrosesan sampel darah invivo (sebagai blangko)

250 µl plasma yang mengandung antikoagulan

Ditambah TCA 20% 2,0 ml ke dalam tabung centritogosi

Sentrifuge campran tersebut selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm )

Tuangkan 1,5 ml supernton dalam labu takar 10,0 ml

Ditambah0,5 ml HCl 6N dan 1,0 ml NaNO2 10 %, dicampur ( didiamkan15’ di


tempat dingin (suhu 15oC) )

Ditambah1 ml Asam Sulfamat 15% melalui dinding tabung lalu ditambah3,5 ml


NaOH 10% ad dengan aquadest

Dibaca intensitas warna pada λ 448,5 nm

Di buat persamaan garis menggunakan kuadrat kecil y = bx + a, dihitung nilai r dari


grafik tersebut

4. Mencari panjang gelombang larutan Paracetamol

Intensitas warna larutan obat 100, 300, 500 µg/ml

Diukur resapannya dari λ 380 - 580 nm

5. Membuat Kurva Baku Paracetamol

Diukur larutan paracetamol (100 – 700 µg/ml) pada panjang gelombang maksimum

Dibuat kurva hubungan antara resapan terhadap kadar masing-masing


Dibuat persamaan garis menggunakan kuadrat kecil y: bx + a dan hitung nilai r dan
grafik tersebut

6. Menentukan Perolehan Kembali, Kesalahan Acak dan Kesalahan Sistemik

Sediakan lar paracetamol dalam darah 100, 300, dan 500 µg / ml

Tiap kadar direplikasi 2 kali disetiap kadar

Tetapkan kadar masing-masing berdasarkan persamaan kurva baku paracetamol

Dihitung kadar rata-rata dan simpangan bakunya

E. DATA PENGAMATAN

 Data Kurva baku (Panjang gelombang 410,4 nm, Operating time 9 menit)

 Data pengukuran perolehan Kembali (recovery)

Sampel Replikasi
(ppm)
1 2 3

100 0.186 0.18 0.191


300 0.258 0.239 0.273

500 0.321 0.331 0.346

F. PERHITUNGAN
1. λ max : 410,4 nm
2. Operating Time : 9 menit

 Pembuatan Stok Paracetamol


100 mg/100 mL 1 mg/mL 1000 μg/ml
Konsentrasi Paracetamol sebenarnya :

100 mg
C= = 1000 mg/mL = 1000 μg/ml
100 mL

 Perhitungan Kadar Sebenarnya


Konsentrasi
Perhitungan Koreksi kadar
(µg/mL)
0 250 µL 0
V1 . C1 = V2 . C2
250 µL . 100 µg/mL = v2. 1000 V1 . C1 = V2 . C2
µg/mL 250 µL . C1= 25 µL . 1000 µg/mL
V1 = 25 µL C1 = 100 µg/mL
100 Volume darah yang diambil 225 µL
V1 . C1 = V2 . C2
250 µL . 200 µg/mL = v2. 1000 V1 . C1 = V2 . C2
µg/mL 250 µL . C1= 50 µL . 1000 µg/mL
200
V1 = 50 µL C1 = 200 µg/mL
Volume darah yang diambil200 µL
V1 . C1 = V2 . C2
250 µL . 300 µg/mL = v2. 1000 V1 . C1 = V2 . C2
µg/mL 250 µL . C1= 75 µL . 1000 µg/mL
300 V1 = 75 µL C1 = 300 µg/mL
Volume darah yang diambil 175 µL

V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
250 µL . 400 µg/mL = v2. 1000 250 µL . C1= 100 µL . 1000
400 µg/mL µg/mL
V1 = 100 µL C1= 400 µg/mL
Volume darah yang diambil 150 µL

V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
250 µL . 500 µg/mL = v2. 1000 250 µL . C1= 125 µL . 1000
500 µg/mL µg/mL
V1 = 125 µL C1 = 500 µg/mL

Volume darah yang diambil 125 µL

V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
250 µL . 600 µg/mL = v2. 1000 250 µL . C1= 150µL . 1000 µg/Ml
600 µg/mL = 600 µg/mL
V1 = 150 µL

Volume darah yang diambil 100 µL

V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
250 µL . 700 µg/mL = v2. 1000 250 µL . C1= 175 µL . 1000
µg/mL µg/mL
V1 = 175 µL C1 = 700 µg/Ml
700
Volume darah yang diambil 75 µL

 Regresi Linier dan Kurva Baku


Sample ID Konsentrasi Sebenarnya Absorbansi
100 99,45 0,1935
200 198,92 0,214
300 300,56 0,257
400 399,16 0,306
500 499,08 0,3444
600 602,17 0,385
700 699,08 0,4101

a = 0,147605
b = 0,00038699
r = 0,9961
y = 0,00038699 X + 0,147605

 Kurva Deret Baku

Kurva Deret Baku


0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
99.45 198.92 300.56 399.16 499.08 602.17 699.08

Series 1

 Kadar Terukur
Konsentra Replikasi
si 1 2
3
Sebenarny
a (μl/ml) y = bx + a y = bx + a y = bx + a
y = 0,0003847 x + 0,1476 y = 0,0003847 x + 0,1476 y = 0,0003847 x + 0,1476
100 0,186 = 0,0003847 x + 0,1476 0,18 = 0,0003847 x + 0,1476 0,191 = 0,0003847 x + 0,1476
x = 99,818 ppm x = 84,2215 ppm x = 112, 8152 ppm

y = bx + a y = bx + a y = bx + a
y = 0,0003847 x + 0,1476 y = 0,0003847 x + 0,1476 y = 0,0003847 x + 0,1476
300 0,258 = 0,0003847 x + 0,1476 0,239 = 0,0003847 x + 0,1476 0,273 = 0,0003847 x + 0,1476
x = 286,9769 ppm x = 237,5877 ppm x = 325,9683 ppm

y = bx + a y = bx + a y = bx + a
y = 0,0003847 x + 0,1476 y = 0,0003847 x + 0,1476 y = 0,0003847 x + 0,1476
500 0,321= 0,0003847 x + 0,1476 0,331 = 0,0003847 x + 0,1476 0,346 = 0,0003847 x + 0,1476
x = 450, 7410 ppm x = 476,7351 ppm x = 515, 7265 ppm

 Perolehan Kembali (% Recovery)

Merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar

Kadar Terukur
Dengan rumus Perolehan Kembali (%P) = ×100 %
Kadar Sebenarnya

Persyaratan Rentang Teoritis : 75% - 90% atau lebih

Konsentrasi Kadar
Replikasi % Recovery (%)
(ppm) Terukur (ppm)
99,818 99,818
1
84,2215 84.2215
100 2
112,8152 112,8152
3
268,9769 89,659
1
300 237,5877 79,1959
2
325,9683 108,6561
3
450,7410 90,1482
1
476,7351 95,3470
500 2
515,7265 103,1453
3

 Rata – rata : 100 ppm : 98,9516 %  Memenuhi syarat

300 ppm : 94,5037 %  memenuhi syarat

500 ppm : 96,2135 %  memenuhi syarat

 Kesalahan Sistematis (KS)


Adalah nilai kesalahan yang disebabkan oleh faktor yang diketahui seperti
kalibrasi alat, pembacaan pada instrumen.
Rumus Kesalahan sistematis = 100 – P%

Persyaratan : % KS < 10%


Konsentrasi % Recovery % KS
Replikasi
(ppm) (%) (%)
99,818 0,182
1
84.2215 15,7785
100 2
112,8152 -12,8152
3
89,659 10,341
1
79,1959 20,804
300 2
108,6561 -8,6561
3
90,1482 9,8518
1
95,3470 4,653
500 2
103,1453 -3,1453
3
Rata – rata : 100 ppm : 1,0484 %  memenuhi syarat

300 ppm : 7,4963 %  memenuhi syarat


500 ppm : 3,7865 %  memenuhi syarat

 Kesalahan Acak
Adalah nilai analytical eror yang tidak diketahui faktor penyebab nya
Simpangan Baku
Rumus Kesalahan acak = ×100 %
Rerata

Kadar Terukur
Sampel (µg/mL) Absorbansi X SD
(µg/mL)
0.186 99,818µg/mL
100 µg/ml 0.18 84,2215µg/mL 98,9516 14,3165
0.191 112,8152µg/mL
0,258 286,9769µg/mL
300 µg/ml 0,239 237,5877 µg/mL 283,511 44,2921
0,273 325,9683 µg/mL
0,321 450,741 µg/mL
500 µg/ml 0,331 476,7351 µg/mL 481,0675 32,7087
0,346 515,7265 µg/mL
Keterangan : persyaratan ˂ 10 %
14,3165
a. 100 µg/ml = × 100 %=¿ 14,46 % Tidak memenuhi syarat
98.9516
44,2921
b. 300 µg/ml = ×100 %=¿ 15,62 % Tidak memenuhi syarat
283,511
32,7087
c. 500 µg/ml = × 100 %=¿ 6,80 % Memenuhi syarat
481,0675

G. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini akan melakukan opmisai metode analisis obat, hal ini
bertujuan untuk memahami langkah-langkah analisa obat di dalam darah serta mampu
melakukan validasi metode analisis obat dalam darah. Optimasi metode merupakan
langkah pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui kevalidan dari suatu metode
penetapan kadar. Sampel yang digunakan kali ini adalah paracetamol.

Paracetamol atau acetaminophen adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai


sifat antipiretik-analgesik.Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas
badan yangdisebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Paracetamol
memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga penetapan kadarnya bisa
menggunakan sepktrofotometri visibel. Pada spektrofotometri visibel salah satunya
adalah memiliki gugus kromofor dan auksokrom, namun yang paling penting adalah
kromofor. Kromofor adalah sebuah gugus yang bertanggung jawab atas adanya
absorbansi dan transisi elektronik. Kromofor memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang
berselang-seling, sedangkangkan gugus auksokrom adalah gugus yang melekat pada
kromofor yang memiliki pasangan bebas dan dapat menaikkan atau menurunkan
intensitas serapan sehingga berperan dalam pergeseran panjang gelombang. Penambahan
Paracetamol dengan Natrium nitrit dalam suasana asam dapat membentuk reaksi
diazotasi menghasilkan intensitas warna sehingga pengukuran paracetamol ini dapat
diguanakan dengan metode spektrofotometri visibel.

Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa


metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya atau untuk membuktikan
bahwa semua metode analisa (cara/prosedur pengujian) yang digunakan dalam pengujian
maupun pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten
(terus-menerus). Nilai-nilai parameter farmakokinetika obat yang baik dan benar adalah
dengan melakukan optimasi metode analisa. Jika suatu metode telah dinyatakan valid
maka parameter – parameter farmakokinetik yang diperoleh dari metode tersebut dapat
dipercaya. Suatu metode dapat di katakan valid apabila memenuhi beberapa kriteria
diantaranya sensitivitas, spesifisitas, akurat, presisi, dan praktis.

Hewan uji yang digunakan pada percobaan kali ini adalah tikus, yang diambil
darahnya dibagian vena ekor. Dalam penyayatan pada vena silet harus dalam posisi
miring, dikhawatirkan jika dalam posisi tegak akan menyebabkan terputusnya vena ekor.
Hewan uji tersebut memiliki nilai konversi tikus ke manusia sehingga dapat dianalogkan
sebagai model kompartemen fisiologik. Darah dari hewan uji ditampung dalam
eppendorf yang telah diberi heparin.
Heparin atau bisa disebut dengan asam heparinat, memiliki fungsi sebagai
antikoagulan yang menghambat roses penggumpalan darah dari protombin menjadi
trombin. Sifat antikoagulan dari heparin yang dapat mencegah darah agar tidak
menggumpal, hai ini terjadi akibat penghambatan pengubbahan protombin menjadi
thrombin dalam proses penggumpalan darah.

Setelah itu dilakukan penambahan TCA sebagai penghilangan keberadaan


protein. TCA dapat mendenaturasi protein, sehingga protein mengendap. Penggunaan
TCA sebagai agen pendenaturasi protein memiliki beberapa keuntungan diantaranya
TCA adalah asam lemah sehingga tidak akan mengubah struktur primer suatu protein.
Bila struktur primernya rusak maka akan pecah menjadi asam amino yang dapat
mengganggu pembacaan absorbansi. Yang kedua, TCA sebagai asam lemah dapat
mengubah pH sehingga terjadi dehidratasi dan mengubah struktur tersier dan sekunder
protein.

Kemudian dilakukan vortex untuk memperkecil ukuran partikel agar tidak terjadi
koagulasi pada darah dan menghomogenkan darah dengan TCA. Campuran disentrifuge
selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm, dimaksudkan untuk mengendapkan
kompleks TCA-protein terbentuk. Pengendapan dapat meningkatkan pemisahan. Apabila
terjadi penggabungan partikel (koalsen), maka densitas partikel tersebut akan meningkat
dan memudahkan pemisahannya.

Supernatan yang diperoleh dari hasil proses sentrifuse, diambil dan ditambahakan
HCl dan NaNO2 akan membentuk reaksi diazotasi yang tidak tahan terhadap suhu kamar.
Karena pada suhu kamar garam diazonium akan dengan mudah terdegradasi menjadi
senyawa fenol dan gas nitrogen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perendaman selama 15

menit ditempat dingin atau pada suhu < 15oC.

Kemudian ditambahkan asam sulfamat 15%. Penambahan asam sulfamat


dilakukan sedikit demi sedikit karena reaksi bersifat eksoterm dan menghasilkan banyak
gelembung udara. Bila pada dinding kuvet banyak mengandung gelembung udara dan
jumlahnya semakin lama semakin banyak maka absorbansi yang ditunjukkan bukan
merupakan nilai sebenarnya. Penambahan NaOH 10% untuk memperpanjang gugus
kromofor sehingga warna yang terbentuk semakin jelas dan dapat terbaca absorbansinya
dengan valid.

Penentuan OT bertujuan untuk mengetahui jangka waktu yang diperlukan larutan


obat untuk memberikan resapan tetap/stabil, karena adanya reaksi kompleks antara
sampel dengan reagen. Sedangkan penentuan panjang gelombang maksimal bertujuan
untuk mengetahui panjang gelombang larutan dapat memberikan resapan yang maksimal.
Pada praktikum dilakukan pengukuran dan didapat λ maks sebesar 410,4 nm dan
Operating Time selama 9 menit. Kemudian diukur absorbansi deret baku dengan
konsentrasi 100 μg/ml, 300 μg/ml, 500 μg/ml. Pada λ maks dan Operating Time yang
telah ditentukan sebelumnya. Kemudian, dilakukan perhitungan persamaan regresi
menggunakan data tersebut. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan persamaan y =
0,00038699 X + 0,147605 Persamaan kurva baku ini selanjutnya digunakan untuk
menghitung perolehan kembali atau recovery.
Recovery adalah perolehan kembali yaitu untuk mengetahui kemampuan metode
memberikan pengukuran nilai rata-rata yang sangat dekat dengan nilai sesungguhnya
dengan membandingkan antara kadar yang terukur dengan kadar yang sesungguhnya.
Pada perhitungan didapatkan hasil nilai recovery Paracetamol pada konsentrasi 100
μg/ml sebesar 98,9516 %, konsentrasi 300 μg/ml sebesar 94,5037 %, pada konsentrasi
500 μg/ml sebesar 96,2135 %. Menurut Bratton Marshall persyaratan nilai recovery
sebesar 75% - 90% atau lebih. Jadi, dapat disimpulkan recovery dari paracetamol
memenuhi persyaratan.
Perhitungan kesalahan sistematis bertujuan sebagai tolak ukur inakurasi
penetapan kadar. Pada perhitungan didapatkan hasil nilai kesalahan sistemis
Paracetamol pada konsentrasi 100 μg/ml sebesar 1,0484 %, konsentrasi 300 μg/ml
sebesar 7,4963 %, pada konsentrasi 500 μg/ml sebesar 3,7865 % . Persyaratan
kesalahan sistematis harus kurang dari 10 %. Jadi, dapat disimpulkan kesalahan sistemis
dari paracetamol tidak memenuhi persyaratan.
Perhitungan kesalahan acak bertujuan sebagai tolak ukur imprecision suatu
analisa dan dapat bersifat positif atau negative. Pada perhitungan didapatkan hasil nilai
kesalahan sistemis Paracetamol pada konsentrasi 100 μg/ml sebesar 14,46 %,
konsentrasi 300 μg/ml sebesar 15,62 %, pada konsentrasi 500 μg/ml sebesar 6,80 %.
Persyaratan kesalahan acak harus kurang dari 10 %. Jadi, dapat disimpulkan kesalahan
acak dari paracetamol 100 dan 300 ppm tidak memenuhi persyaratan.
Dari hasil perhitungan yang didapat, recovery, kesalahan acak, dan kesalahan
sistemis tidak memenuhi persyaratan, sehingga metode ini tidak valid. Hal ini terjadi
kemungkinan karena banyak sampel yang hilang selama preparasi. Salah satu jaminan
suatu metode dikatakan memenuhi syarat linearitas, nilai yang diharapkan adalah untu b
mendekati 0 dan r = ;1 tergantung arah garisnya. Suatu metode dikatakan memenuhi
syarat linearitas jika nilai r tidak kurang dari 0,999. Dari nilai r yang didapatkan kurang
dari 0,999 maka dari itu dapat disimpulkan bahwa untuk parameter linearitas belum
memenuhi parameter linearitas.

H. KESIMPULAN

1. Panjang gelombang maksimum untuk Paracetamol adalah 410,4 nm dan


operating time untuk Paracetamol selama 9 menit.

2. Pada perhitungan recovery didapatkan hasil nilai kesalahan sistemis Paracetamol


pada konsentrasi 100 μg/ml sebesar 1,0484 %, konsentrasi 300 μg/ml sebesar
5,4963 %, pada konsentrasi 500 μg/ml sebesar 3,7865 % . Persyaratan kesalahan
sistematis harus kurang dari 10 %. Jadi, dapat disimpulkan kesalahan sistemis dari
paracetamol tidak memenuhi persyaratan.

3. Pada perhitungan didapatkan hasil nilai kesalahan sistemis Paracetamol pada


konsentrasi 100 μg/ml sebesar 1,0484 %, konsentrasi 300 μg/ml sebesar 7,4963
%, pada konsentrasi 500 μg/ml sebesar 3,7865 % . Persyaratan kesalahan
sistematis harus kurang dari 10 %. Jadi, dapat disimpulkan kesalahan sistemis dari
paracetamol tidak memenuhi persyaratan.

4. Pada perhitungan kesalahan acak didapatkan hasil nilai kesalahan sistemis


Paracetamol pada konsentrasi 100 μg/ml sebesar 14,46 %, konsentrasi 300 μg/ml
sebesar 15,62 %, pada konsentrasi 500 μg/ml sebesar 6,80 %. Persyaratan
kesalahan acak harus kurang dari 10 %. Jadi, dapat disimpulkan kesalahan acak
dari paracetamol 100 dan 300 ppm tidak memenuhi persyaratan.
5. Nilai kesalahan acak Paracetamol pada konsentrasi 100 μg/ml sebesar 14,2949 %,
konsentrasi 300 μg/ml sebesar 3,7829%, pada konsentrasi 500 μg/ml sebesar
15,6939%.
6. Recovery (perolehan kembali), kesalahan sistemis, dan kesalahan acak metode
analisa ini tidak memenuhi persyaratan sehingga metode tersebut tidak valid.

I. DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen kesehatan


Republik Indonesia
2. Deglin H.J., Vallerand H.A., 2005. Pedoman Obat untuk Perawat. Edisi ke-4,
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Gholib Gandjar, Ibnu, Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
4. Mutschler,Ernest.1991.Dinamika Obat.Bandung:ITB

5. Shargel, Leon, dan andrew B.C.YU. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika


Terapan. Surabaya : Airlangga University Press

6. Sudjadi, 2007, Kimia Farmasi Analisis,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 27;220-255;353-


362.

7. Tan Hoan Tjay, dan Raharja Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia
Underwood & R.A Day. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

8. Munson James, W. 1991. Analisis Farmasi. Airlangga University Press. Surabaya

9. Shargel. 1985. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University


Press. Surabaya

Mengetahui, Semarang, 17 September 2021


Dosen Pengampu, Praktikan,
Sandy Maha Putri (1041911133)

Anda mungkin juga menyukai