Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PERCOBAAN V

BIOFARMASI DAN FARMAKOKINETIKA


Farmakokinetika Sediaan Topikal

Nama Praktikan : Abia Abimayu


NIM : 1813015231
Kelas : S1 A 2018
Dosen : apt. Febrina Mahmudah, S.Farm.,
M.Farm.

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui prinsip dan cara pengujian difusi suatu zat dari
sediaan transdermal atau topikal.
B. Dasar Teori
Kulit merupakan organ tubuh yang penting yang merupakan
permukaan luar organism dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan
lingkungan luar (Mutschler,1991 hal 577). Fungsi kulit (Mutschler,1991 hal
577):
1. Melindungi jaringan terhadap kerusakan kimia dan fisika, terutama
kerusakan mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme.
2. Mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, akan tetapi penguapan air
secukupnya tetap terjadi (perspiration insensibilis).
3. Bertindak sebagai pengatur panas denga melakukan kontriksi dan dilatasi
pembuluh darah kulit serta pengeluaran keringat.
4. Dengan pengeluaran keringat ikut menunjang kerja ginjal, dan
5. Bertindak sebagai ala pengindera dengan reseptor yang dimilikinya yaitu
reseptor tekan, suhu dan nyeri.
Kulit terdiri atas (Mutschler,1991 hal 577):
1. Bagian ectoderm yaitu epidermis (kulit luar) dan kelengkpannya
(Kelenjar, rambut, kuku)
2. Bagian jaringan ikat, yaitu korium (kulit jangat).
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan yaitu stratum corneum (lapisan
tanduk), stratum lucidum (lapisan keratohialin, hanya terdapat pada telapak
kaki dan tangan), stratum granulosum (lapisan bergranul) dan stratum
germinativum (lapisan yang bertumbuh), yang dapat dibagi lagi menjadi
stratum spinosum (lapisan berduri) dan stratum basal (lapisan basal)
(Mutschler,1991 hal 577-578).
Bagian atas kulit yang disebut stratum korneum terdiri atas sel tak
berinti yang disusun oleh brick (komponen selnya/korneosit) dan mortasr
(kandungan lipid interselular). Stratum kornemum dapat itembus oleh
senyawa obat atau zat kimia yang diaplikasikan ke permukaannya disebut
pemberian obat secara perkutan. Tujuan pengobatan obat secara perkutan
dapat ditunjukkan untuk pengobatan local hanya dipermukaan kulit atau pada
jaringan yang lebih dalam seperti otot dan dapat pula ditunjukkan untuk
pengobatan sistemik.
Mekanisme kerja obat pemberian secara perkutan harus mampu
berpenetrasi kedalam kulit melalui stratum koneum, terjadi proses difusi pasif.
Difusi dapat terjadi melalui stratum korneum (jalur transdermal), atau dapat
juga melalui kelenjar keringat, minyak, atau melalui folikel rambut (jalur
transapendagel/transfolikular). Difusi pasif merupakan proses perpindahan
masa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi
rendah.
Kecepatan penetrasi obat dikulit melalui mekanisme difusi sehingga
terjadi sesuai dengan hukum fick.

J = fluks per satuan luas


K= koefisien partisi obat dalam membrane dan pembawa
h = tebal membrane
D = koefisien difusi obat
Cs = konsentrasi obat dalam pembawa
C = konsentrasi obat dalam medium reseptor
Factor yang mempengaruhi difusi zat melalui kuli
1. Sifat fisiko kimia dari zat aktif (bobot molekul, kelarutan, koefisien
partisi)
2. Karakteristik sediaan
3. Karakteristik basis
4. Zat-zat tambahan dalam sediaan
5. Zat tambahan yang perlu ditambahkan adalah zat untuk meningkatkan
penembusan zat aktif (penetrant enhancer), contohnya golongan sulfoksid
(DMSO), alcohol, asam lemak dan surfaktan.
Mekanisme peningkatan penetrasi tersebut dapat melalui beberapa
jalur. Kemungkinan pertama adalah melalui interaksi antara kepala polar lipid.
Enhancer yang bersifat hidrofilik akan menimbulkan gangguan pada kepala
polar lipid dan menginduksi gangguan susunan lipid, kemudian pada akhirnya
menyebabkan fasilitasi transpor obat hidrofilik. Gangguan kepala polar lipid
tersebut juga menimbulkan pengaruh terhadap bagian hidrofobik lipid dan
menyebabkan penataan ulang pada susunan lipid bilayer. Hal inilah yang
menyebabkan peningkatan penetrasi untuk obat lipofilik
Kemungkinan lain adalah interaksi antara enhancer lipofilik dengan
rantai hidrokarbon lipid bilayer. Gangguan pada hidrokarbon lipid tersebut
menyebabkan terjadinya fluidisasi rantai hidrokarbon dan memfasilitasi
penetrasi obat lipofilik. Perubahan tersebut juga mempengaruhi susunan
kepala polar sehingga juga dapat meningkatkan penetrasi obat-obat hidrofilik.
C. Alat dan Bahan
1. Alas
a) Spektrofotometer UV
b) Jam / pengukur waktu
c) Neraca analitik
d) Kalkulator
e) Spatula
f) Gelas kimia
g) Alat uji difusi
h) Spuit
i) Spin bar / stirring bar
2. Bahan
a) Gel piroksikam
b) Aquadest
c) Larutan piroksikam/ ketoprofen 5 ppm
d) Dapar fosfat pH 7,4
e) Membran (kulit ular)
f) Larutan piroksikam/ ketoprofen 2 – 14 ppm
D. Prosedur
1. Pembuatan dapar fosfat pH 7,4

Diambil KH2PO4 sebanyak 50 ml

Diambil NaOH sebanyak 39, 1 ml

Dicampurkan keduanya

Ditambahkan aquadest sampai 200 ml

Dicek pH dapar sampai 7,4

2. Pengujian difusi in vitro

Ditentukan panjang gelombang maksimum piroksikam/ ketoprofen dengan


dibuat larutan piroksikam/ ketoprofen dengan konsentrasi 5 ppm dalam
dapar fosfat pH 7,4

Dibuat kurva kalibrasi piroksikam/ ketoprofen dengan dibuat larutan


dengan konsentrasi 2 – 14 ppm. Diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum yang telah ditentukan sebelumnya

Dimasukkan aquadest ke alat uji difusi melalui pipa yang kecil


Dimasukkan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 13 ml ke alat uji difusi melalui
pipa yang besar

Dimasukkan stirring bar ke alat uji difusi

Dipotong kulit ular 1x1 cm2

Direndam dan dicuci, membran (kulit ular) dikeluarkan

Dipanaskan alat uji difusi pada suhu 60ºC di atas penangas air

Diukur suhu aquadest pada alat uji difusi sampai 37ºC

Setelah 37ºC, maka diturunkan suhu penangas air menjadi 45ºC

Ditimbang 2 gr sediaan gel piroksikam

Dioleskan secara merata ke permukaan kulit ular sebanyak 2 gr sediaan gel


piroksikam

Dijepit kulit ular di alat uji difusi

Dilakukan pengujian selama 2 jam (120 menit)

Diambil cuplikan dengan digunakan spuit 2ml dan setiap pengambilan


selalu diganti dengan dapar fosfat pH 7,4
Diambil cuplikan dengan selang waktu 15 menit, 30 menit, 60 menit, 90
menit, dan 120 menit

Diukur sampel serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang


gelombang maksimum

Ditentukan kadar zat terdifusi setiap interval waktu pengujian

Dilakukan perhitungan faktor koreksi

Dibuat grafik difusi piroksikam/ketoprofen gel yang menghubungkan


antara berat piroksikam/ ketoprofen terdifusi per luas membran (mg/ cm2)
dengan waktu
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

NO Waktu (menit) Absorbansi

1 15 0,026

2 30 0,024

3 60 0,024

4 90 0,024
y= bx + a
a 5 120 0,023 = 0, 0438
b = 0, 0494

2. Perhitungan
a. Pembuatan Dapar Fosfat
1) Perhitungan larutan KH2PO4
Diketahui:
m = 0,5 g
Mr = 136 g/mol
V = 200 mL = 0,2 L
Ditanya: M …. ?
Jawab:
𝑚
n = 𝑀𝑟
0,5 𝑔
= 136 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,0037 mol
0,0037 𝑚𝑜𝑙
M= 0,2 𝐿

= 0,0185 M
2) Perhitungan larutan NaOH
Diketahui:
m = 8,02 g
Mr = 40 g/mol
V =1L
Ditanya: M …. ?
Jawab:
𝑚
n =
𝑀𝑟
8,02 𝑔
= 40 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,2005 mol
𝑛
M=𝑣
0,2005 𝑚𝑜𝑙
= 1𝐿

= 0,2005 M
N = ek . M
= 1 . 0,2005 M
= 0,2005 N
b. Tabel Hasil Uji Difusi

NO Waktu Absorbansi Konsentrasi


(menit) (mg/dL)

1 15 0,026 -0,360

2 30 0,024 -0,401

3 60 0,024 -0,401

4 90 0,024 -0,401

5 120 0,023 -0,421


Persamaan linear kurva baku
y = 0,0494x + 0,0438
1) Konsentrasi pada t = 15 menit
0.026−0.0438
x= = −0,360 mg/dL
0,0494

2) Konsentrasi pada t = 30 menit


0.024−0.0438
x= = −0,401 mg/dL
0,0494

3) Konsentrasi pada t = 60 menit


0.024−0.0438
x= = −0,401 mg/dL
0,0494

4) Konsentrasi pada t = 90 menit


0.024−0.0438
x= = −0,401 mg/dL
0,0494

5) Konsentrasi pada t = 120 menit


0.023−0.0438
x= = −0,421 mg/dL
0,0494

c. Kurva Baku

Absorbansi
0.0265
y = 0.0491x + 0.0437 0.026
R² = 0.9999
0.0255
0.025
0.0245
0.024
0.0235
0.023
0.0225
-0.43 -0.42 -0.41 -0.4 -0.39 -0.38 -0.37 -0.36 -0.35

Absorbansi Linear (Absorbansi)


F. Pembahasan
Percobaan kali ini berjudul Farmakokinetika Sediaan Topikal. Adapun tujuan
dari percobaan kali ini yaitu untuk mengetahui prinsip dan cara pengujian difusi suatu
zat dari sediaan transdermal atau topikal. Prosedur kerja yang dilakukan pada
percobaan kali ini yang pertama pembuatan dapar fosfat pH 7,4 diambil KH2PO4
sebanyak 50ml, kemudian diambil NaOH sebanyak 39,1ml dan dicampurkan
keduanya, kemudian tambahkan aquadest sampai 200ml, lalu dicek pH dapar sampai
7,4. kemudian pengujian difusi in vitro dengan menentukan panjang gelombang
maksimum piroksikam tujuannya untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang
dapat dibaca oleh spektrofotometer UV secara optimum, dibuat larutan piroksikam
pada konsentrasi 5 ppm dalam dapar fosfat pH 7,4 sebagai medium reseptor.
Kemudian dibuat kurva kalibrasi piroksikam dengan membuat larutan konsentrasi 2 –
14 ppm untuk mendapatkan nilai konsentrasi obat pada tiap selang waktu yang telah
ditentukan. Lalu, diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang telah
ditentukan sebelumnya. Masukkan aquadest ke alat uji difusi melalui pipa yang kecil.
Masukkan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 13 ml ke alat uji difusi melalui pipa yang
besar. Kemudian, masukkan stirring bar ke alat uji difusi. Potong kulit ular 1x1 cm2.
Rendam dan cuci membran (kulit ular) dalam larutan dapar fosfat pH 7,4, setelah
direndam dan dicuci, membran (kulit ular) dikeluarkan. Lalu, panaskan alat uji difusi
pada suhu 60oC di atas penangas air dan ukur suhu aquadest pada alat uji difusi
sampai 37oC tujuanya agar sama seperti kondisi suhu tubuh manusia. Setelah 37oC,
maka turunkan suhu penangas air menjadi 45oC. Timbang 2 gram sediaan gel
piroksikam. Jepit kulit ular pada alat uji difusi. Lakukan pengujian selama 2 jam (120
menit). Cuplikan diambil dengan digunakan spuit 2ml dan setiap pengambilan selalu
diganti dengan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak jumlah yang sama juga yang ekivalen
dengan cairan fisiologis tubuh manusia, agar kadar obat dalam cairan tetap sama.
Setelah itu dilakukan perhitungan kadar zat terdifusi setiap interval waktu.
Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan
cara mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran area mata, hidung,
lubang telinga, vagina dan rectum. Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat
topikal pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini
dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan
gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh: lotion). Pemberian obat topikal pada kulit
terbatas hanya pada obat-obat tertentu karena tidak banyak obat yang dapat
menembus kulit yang utuh. Keberhasilan pengobatan topikal pada kulit tergantung
pada: umur, pemilihan agen topikal yang tepat, lokasi dan luas tubuh yang terkena
atau yang sakit, stadium penyakit, konsentrasi bahan aktif dalam vehikulum, metode
aplikasi, penentuan lama pemakaian obat, penetrasi obat topikal pada kulit.
Keuntungan pemberian obat secara topikal adalah: 1) Untuk efek lokal : efek samping
sistemik minimal, Mencegah first pass efect 2) Untuk sistemik menyerupai IV infus
(zero order) Sedangkan kerugian dari obat yang diberikan secara topikal adalah
secara kosmetik kurang menarik.
Asam salisilat ini digunakan sebagai keratolitik di mana asam salisilat ini
dapat menembus kulit dikarenakan dia dapat menurunkan ikatan kovalen dari stratum
corneum. Ada perbedaan dari basis ketika basis yang berbeda maka absorpsinya pun
akan berbeda hal ini dikarenakan sifat dari lipofilisitas dan hidrofilisitas suatu
sediaan. Ketika basisnya itu adalah air yang bersifat hidrofilik sedangkan stratum
corneum bersifat lipofilik sehingga ketika air dimasukkan, air akan langsung masuk
ke dalam viable epidermis, dermis yang kemudian akan langsung masuk ke vaskular
darah, sehingga di dalam suatu lapisan ini absorpsi obat akan sedikit sekali sehingga
dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa perbedaan basis atau zat pembawa
sangat berpengaruh terhadap suatu sediaan topikal.
Difusi adalah peristiwa perpindahan partikel dari lingkungan dengan
konsentrasi tinggi menuju lingkungan dengan konsentrasi rendah (S. Trihandaru,
2012). Proses difusi menjadi proses yang penting pada sistem tubuh manusia, seperti
pada difusi oksigen dan karbondioksida dalam sistem pernafasan, difusi Ca pada
sinaps dalam sistem saraf, difusi beberapa molekul yang terjadi pada ginjal untuk
mempertahankan homeostatis darah dalam sistem urinari, dan difusi zat (obat) dalam
berbagai sistem tubuh manusia (L. Miranti, 2009).
Difusi melalui membran biologis merupakan langkah penting bagi obat untuk
memasuki (absorpsi) atau meninggalkan (eliminasi) tubuh. Difusi dapat terjadi
melalui sel-sel lipoid dua lapis (lipoidal bilayer)→difusi transeluler. Difusi
paraseluler terjadi melalui ruang antarsel yang berdekatan. Pelepasan obat merupakan
proses multilangkah yang meliputi difusi, disintegrasi, deagregasi, dan disolusi.
Contoh: pelepasan steroid (hidrokortison, dll) dari krim dan saleptopikal. Pelepasan
obat harus terjadi sebelum obat dapat bekerja aktif secara farmakologis (B. Haryanto,
2008).
Hasil percobaan yang di lakukan di dapatkan hasil pengamatan berupa data
sebagai berikut: pada menit ke 15 di dapatkan hasil absorbansi sebesar 0,026, pada
menit ke 30 di dapatkan hasil absorbansi sebesar 0,024, pada menit ke 60 di dapatkan
hasil absorbansi sebesar 0,024, pada menit ke 90 di dapatkan hasil absorbansi sebesar
0,024, pada menit ke 120 di dapatkan hasil absorbansi sebesar 0,023. Dalam
pembuatan larutan dafar pospat kita hitung larutan KH2PO4 dengan berat masa 0,5
gram, Mr 136 g/mol dan volume 2 L kemudian hasil konsentrasi yang di dapat ialah
0,0185 M. Lalu dilakukan perhitungan larutan NaOH dengan berat masa 8,02 gram,
Mr 40 g/mol dan volume 200 mL 1 L kemudian hasil konsentrasi yang di dapat
adalah 0,2005 M.
G. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sediaan topikal adalah sediaan yang digunakan pada kulit untuk
menghasilkan efek lokal. Mengandung dua komponen yaitu zat aktif dan zat
pembawa.
2. Difusi merupakan langkah bagi obat untuk memasuki (absorbsi) atau
eliminasi dari tubuh. Terjadi karena adanya peristiwa perpindahan dari
konsentrasi tinggi menuju konsentrasi yang rendah.
3. Sampel yang digunakan yaitu gel piroksikam yang merupakan obat analgesik,
tingkat difusi piroksikam ke dalam membran, absorbsinya lebih besar jika
dalam bentuk gel.
H. Daftar Pustaka

B. Haryanto, ”Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, Langkah Ruang, Langkah


Waktu dan Koefisien Difusi pada Model Difusi”, Jurnal APLIKA, vol. 8,
hlm. 1-7, 2008.

L. Miranti, ”Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempfiria galangal


L.) dengan basis Salep Larut Air terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya
Hambat Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro”, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2009

S. Trihandaru, A. Widyayanti, S. Rachmawati, and B.S. Toenlioe, ”Pemodelan


dan Pengukuran Difusi Larutan Gula dengan Lintasan Cahaya Laser”,
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng & DIY, 2012.

Anda mungkin juga menyukai