PROPOSAL
Oleh:
AMELIA NOFIKASARI
F1B016012
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
17
BAB I
PENDAHULUAN
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan di orbit luarnya sehingga relatif tidak stabil (Pinnel et al., 2003).
Radikal bebas dapat berasal dari polusi, debu maupun diproduksi secara kontinyu sebagai
konsekuensi dari metabolisme normal (Septiana et al., 2002). Radikal bebas mampu
memberikan efek kerusakan pada komponen biologi seperti protein, DNA dan lipida.
Kerusakan makromolekul tersebut bisa menimbulkan kanker dan penyakit pembuluh
darah (Langsethm, 1995).
Antioksidan adalah zat yang dapat menunda dan mencegah terjadinya reaksi
antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Flavonoid merupakan kelompok senyawa
fenol yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat
(Urbaniak et al., 2012). Ji-guo et al., (2009) telah mengkaji 15 senyawa turunan
flavonoid dengan menggunakan deskriptor molekuler yang dihitung menggunakan
metode mekanika molekuler Austin Model 1 (AM1) menggunakan hyperchem 6.0
didapatkan hasil bahwa senyawa flavonoid memiliki banyak gugus hidroksil (OH) dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan.
Seyoum et al. (2006) telah melakukan penelitian aktivitas pada beberapa senyawa
flavonoid dengan menggunakan metode DPPH radical scavening activity. Salah satu
senyawa turunan flavonoid yang telah diteliti yaitu kaempferol yang memiliki nilai IC50 =
28.05 𝜇𝑀. Kaempferol merupakan senyawa flavonoid yang biasa dijumpai di dalam
tumbuhan, terutama tumbuhan yang biasa digunakan sebagai obat tradisional.
Kaempferol mampu memberikan berbagai khasiat, yaitu sebagai antioksidan, anti-
inflamasi, anti kanker dan anti mikroba (Calderon et al., 2011). Berdasarkan nilai
aktivitas antioksidan pada penelitian Seyoum et al. (2006) dan manfaatnya sebagai
17
antioksidan, maka perlu dilakukan penelitian untuk memprediksi senyawa turunan
kaempferol yang kemungkinan juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan.
Untuk dapat menemukan senyawa antioksidan baru perlu dikembangkan desain
molekul baik secara sintesis langsung maupun dengan pendekatan pemodelan
menggunakan konsep-konsep kimia komputasi. Salah satu kajian kimia komputasi yang
dapat diterapkan adalah Quantitative Structure Activity Relationship (QSAR) atau
Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivitas (HKSA). Kajian ini mempelajari kolerasi secara
kuantitatif antara struktur molekul dan nilai aktivitas biologis yang terukur secara
eksperimen (Tahir dkk., 2003).
Pada penelitian ini senyawa kaempferol akan dimodifkasi terlebih dahulu dengan
menggantikan substituen gugus pendonor elektron berupa gugus alkoksi, yaitu metoksi
dan etoksi. Penambahan gugus ini didasarkan pada penelitian Rifai et al. (2014) yang
menyatakan bahwa gugus metoksi atau etoksi dapat meningkatkan aktivitas antioksidan.
Hasil prediksi aktivitas antioksidan senyawa turunan didapatkan melalui pendekatan
kimia komputasi.
Berdasarkan penelusuran literatur belum ada yang melakukan penelitian Hubungan
Kuantitatif Struktur dan Aktivitas (HKSA) senyawa apigenin menggunakan metode
semiempirik Recife Model 1 (RM1). Oleh sebab itu akan dilakukan penelitian analisis
HKSA antioksidan turunan senyawa apigenin dengan deskriptor molekuler yang dihitung
menggunakan metode semiempirik Recife Model 1 (RM1).
Senyawa turunan kaempferol dikaji dengan menggunakan deskriptor sterik,
deskriptor hidrofobik dan deskriptor teoritik untuk menentukan persamaan HKSA yang
baik dengan metode semi empirik Recife Model 1 (RM1), sehingga dapat digunakan
untuk meramalkan aktivitas penghambatan 50% (IC50) dari senyawa baru hasil
modifikasi. Untuk mendapatkan persamaan HKSA digunakan analisis regresi multilinier
menggunakan aplikasi SPSS 24.0 dengan metode backward. Persamaan HKSA yang
didapat akan digunakan untuk menghitung nilai aktivitas antioksidan pada senyawa
turunan kaempferol.
2
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana model persamaan HKSA pada senyawa turunan kaempferol ?
2. Bagaimana aktivitas antioksidan dari senyawa prediksi hasil modifikasi turunan
kaempferol ?
3. Bagaimana perbandingan subtituen metoksi dan etoksi pada senyawa turunan
apigenin dalam aktivitas antioksidan?
1.3 Batasan Masalah
1. Senyawa yang digunakan adalah turunan dari kaempferol dengan penambahan
gugus alkoksi, yaitu metoksi dan etoksi.
2. Metode yang digunakan pada uji HKSA adalah metode semi empirik Recife
Model 1 (RM1).
3. Pada perhitungan analisa regresi multilinier menggunakan metode backward.
4. Aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Hyperchem
versi 8.0.8, SPSS for windows versi 24,Microsoft Exel versi 2010, Windows 10
Ultimate 64-bit dan Chembiodraw Ultra 13.
1.4 Tujuan
1. Menentukan model persamaan HKSA pada senyawa turunan kaempferol terhadap
aktivitas antioksidan.
2. Menentukan senyawa turunan kaempferol yang memiliki potensi paling baik pada
aktivitas antioksidan.
1.5 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan wawasan serta pengalaman bagi penulis di bidang
penelitian kimia komputasi.
2. Menambah pengetahuan bagi akademisi mengenai pemodelan persamaan HKSA
pada senyawa turunan kaempferol terhadap aktivitas antioksidan.
3. Hasil yang didapat mampu menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi
pihak akademisi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atau molekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit paling luar, termasuk atom hidrogen,
logam-logam transisi dan molekul oksigen. Adanya elektron tidak berpasangan ini,
menyebabkan radikal bebas secara kimiawi menjadi sangat aktif. Radikal bebas dapat
bermuatan positif (kation), negatif (anion) atau tidak bermuatan (Gutteridge dan Halliwel,
2000).
Sumber radikal bebas bisa berasal dari proses metabolisme dalam (internal) dan dapat
berasal dari luar (eksternal). Dari dalam tubuh mencakup superoksida (O2•), hidroksil
(•OH), peroksil (ROO•), hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (1O2), oksida nitrit
(NO•), dan peroksinitrit (ONOO•). Dari luar tubuh berasal dari: asap rokok, polusi,
radiasi, sinar UV, obat, pestisida, limbah industri dan ozon (Perwira, 2015).
Secara umum sumber radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu endogen dan
eksogen. Radikal bebas endogen dapat terbentuk melalui autooksidasi, oksidasi
enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transfer elektron di mitokondria dan oksidasi ion-
ion logam transisi (Rohmatussolihat, 2009). Sedangkan radikal bebas eksogen berasal
dari luar sistem tubuh, misalnya melalui asap rokok, radiasi sinar matahari, pencemaran
udara, bahan kimia, stress dan alkohol (Yogasmara dan Lestari, 2010).
4
2.2 Antioksidan
Senyawa antioksidan secara kimia merupakan senyawa pemberi elektron
(electron donor). Dan secara biologis, antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal
atau meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa
oksidan tersebut dapat dihambat. Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi tubuh
dari serangan radikal bebas (Sayuti dan Yenrina., 2015).
Ada dua sumber senyawa antioksidan yaitu antioksidan diproduksi oleh tubuh dan
luar tubuh. Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh adalah antioksidan enzimatis
Superperoksida Dismutase atau SOD, Katalase dan gluation peroksidase. Antioksidan
yang ada diluar tubuh atau disebut antioksidan endogen didapatkan dari alam dan hasil
dari sintesis (antioksidan sintetik). Antioksidan sintetik contohnya Butil Hidroksi Anisol
(BHA), Butil Hidroksi Toluena (BHT) dan Propil Galat (PG) (Nisa et al., 2015).
Sedangkan antioksidan alami didapatkan dari rempah-rempah, teh, coklat dan sayur-
sayuran. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya
merupakan senyawa penolik yang tersebar diseluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji,
daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sayuti dan Yenrina, 2015).
Menurut Urbaniak et al., (2012), ada empat mekanisme antioksidan yang dikenal
untuk menggambarkan reaksi antioksidan, yaitu: mekanisme transfer atom hidrogen,
mekanisme transfer elektron tunggal, mekanisme transfer elektron tunggal diikuti oleh
transfer proton dan mekanisme proton tersambung kehilangan transfer elektron:
1) Mekanisme transfer atom hidrogen (Hydrogen Atom Transfer).
ArOH + X• → ArO• + XH
Pada mekanisme ini, antioksidan bereaksi secara langsung dengan radikal bebas yang
dinetralkan dan terbentuk radikal antioksidan.
2) Mekanisme transfer elektron tunggal (Single Electron Transfer)
ArOH + X• → ArO• + + X• -
Pada mekanisme ini, molekul antioksidan bereaksi dengan radikal bebas sehingga
terbentuk radikal kationik dari antioksidan dan bentuk anion dari radikal.
3) Mekanisme transfer elektron tunggal diikuti oleh transfer proton (Single Electron
Transfer followed by Proton Transfer)
ArOH + X• → ArOH• + + X• - (I)
5
ArOH• → ArO• + H+ (II)
Mekanisme ini adalah reaksi dua langkah. Pada langkah pertama molekul antioksidan
bereaksi dengan radikal bebas sehingga terbentuk radikal kationik dari antioksidan dan
bentuk anion dari radikal. Reaksi ini merupakan tahapan termodinamika yang penting
dalam mekanisme dua langkah ini. Pada langkah kedua bentuk radikal kationik dari
antioksidan terurai menjadi proton radikal dan antioksidan.
4) Mekanisme proton tersambung transfer kehilangan elektron (Sequential Proton Loss
Electron Transfer)
ArOH → ArO• + H+ (I)
ArO• + X• + H+ → ArO• + XH (II)
Mekanisme ini juga terdiri dari dua langkah reaksi. Pada langkah pertama antioksidan
terdisosiasi menjadi bentuk anionik dan kationik. Anionik dari antioksidan kemudian
bereaksi dengan radikal bebas (Urbaniak et al., 2012).
2.3 Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam
terutama dalam buah dan sayuran. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,
ungu, biru, dan sebagian zat berwarna kuning. Flavonoid mempunyai kerangka dasar
karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai
propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 (Dhianawaty dan Ruslin,
2014).
6
senyawa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang beragam pada berbagai jenis
sereal, sayuran dan buah-buahan. Penelitian-penelitian mengenai peranan flavonoid pada
tingkat sel, secara in vitro maupun in vivo, membuktikan pula adanya korelasi negatif
antara asupan flavonoid dengan resiko munculnya penyakit kronis tertentu, salah satunya
diduga karena flavonoid memiliki efek kardioprotektif dan aktivitas antiproliferatif
(Redha, 1985).
Flavonoid dan turunannya telah disintesis dan diuji aktivitas antioksidannya yang
dilakukan dengan metode DPPH radical scavenging activity yang disajikan pada tabel
berikut (Ray, 2012).:
Gambar 2. Struktur flavonoid dengan substituen R1, R2, R3,R4,R5, R6, R7, R8
Tabel 1. Senyawa turunan flavonoid berdasarkan subtitusi Rx:
Nama Subtituen Log
No IC50
Senyawa R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 (1/IC50)
1 Fisetin OH H OH H H OH OH H 14.06 -1,14799
2 Galangin OH OH OH H H H H H 71.64 -1,85516
3 Quercetin OH OH OH H H OH OH H 10.89 -1,03703
4 Luteolin H OH OH H H OH OH H 11.04 -1,04297
5 Apigenin H OH OH H H H OH H 463.4 -2,66596
6 Robinetin OH H OH H H OH OH OH 11.02 -1.04218
7 Chrysin H OH OH H H H H H 492.6 -2,69247
8 Morin OH OH OH H OH H OH H 17.27 -1,23729
9 Kaempferol OH OH OH H H H OH H 28.05 -1.44793
10 Taxifolin OH OH OH H H OH OH H 9.27 -0.96708
7
Azra (2008) telah melakukan penelitian untuk menentukan aktivitas antioksidan dari
satu seri senyawa turunan flavonoid menggunakan metode MM+ dan metode AM1. Hasil
aktivitas antioksidan yang diperoleh yaitu: senyawa kaempferol = 68.08%; flavonol =
59.49%; flavon = 4.41%.
Seyoum et al. (2006) telah melakukan penelitian untuk menentukan aktivitas
antioksidan senyawa flavonoid dengan menggunakan DPPH. Hasil yang diperoleh
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid hasil penelitian Seyoum et al. (2006)
2.4 Kaempferol
Hertog et al. (1992a) telah mendapatkan beberapa senyawa flavonoid yang
berpotensi sebagai anti-karsinogenik dari sejumlah sayuran dan buah (Tabel 1). Hasil
studi selanjutnya terhadap 28 jenis sayuran dan 9 jenis buah-buahan yang secara umum
dikonsumsi di Belanda (Hertog et al., 1992b), menunjukkan adanya senyawa quercetin,
kaempferol, myricetin, apigenin dan luteolin. Tabel 1. Kandungan Flavonoid pada
Beberapa Sayuran dan Buah Produk Senyawa Flavonoid Kandungan (mg/kg berat segar)
Lettuce (Lactuca sativa L) Leek (Allium porrum L) Onion (Allium cepa L) Cranberry
(Vaccinium macrocarpon Ait) Endive (Chicorium endivia L) Seledri (Apium graveolens
L) Quercetin Kaempferol Quercetin Kaempferol Quercetin Kaempferol Myricetin
Kaempferol Apigenin Luteolin 9 31 2 544 < 2,5 172 77 18 108 22 Sumber: Hertog et al.,
1992a Jagung Gandum Oat Padi 199 Jurnal Belian Vol. 9 No. 2 Sep. 2010: 196 - 202
8
Pada penelitian lanjut (Hertog et al., 1993) diketahui pula adanya senyawasenyawa
flavonoid seperti quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin dan luteolin pada 12 jenis
teh, 6 jenis minuman anggur dan 7 macam jus buah yang biasa dijumpai pada pusat-pusat
perbelanjaan di Belanda.
Kaempferol merupakan kristal padat berwarna kuning dengan titik lebur 276-278°C.
Senyawa ini tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan dietil eter. Kaempferol
adalah senyawa polifenol yang biasa dijumpai di alam (Claderon et al., 2011). Senyawa
ini terkandung disebagian besar tanaman herbal yang dapat dimakan seperti teh, buah-
buahan dan sayuran (Chen dan Chen, 2013). Kaempferol memiliki berbagai aktivitas
farmakologi, termasuk antioksidan, anti-inflamasi, antibakteri, antikanker, antidiabetes
dan anti-osteoporosis (Claderon et al., 2011).
9
etoksi adalah untuk meningkatkan aktivitas pada senyawa prediksi turunan kaempferol.
Perwira (2015) telah melakukan penelitian terhadap senyawa turunan apigenin dengan
mengganti atom H menjadi gugus alkoksi yang mampu meningkatkan aktivitas
antioksidannya dan memiliki nilai log 1/IC50 sebesar 3,57691.
Jaya (2017) telah melakukan penelitian pada senyawa turunan fisetin dengan
mengganti atom H menjadi gugus alkoksi, yaitu etoksi dan metoksi yang mampu
meningkatkan aktivitas antioksidannya dan memiliki nilai IC50 sebesar 2.73 𝜇𝑀 pada
senyawa prediksi, yaitu senyawa 5-metoksi fisetin.
Penentuan aktivitas antioksidan dari salah satu senyawa turunan flavonoid, juga telah
dilakukan oleh Fizamil (2017) dengan menggunakan senyawa turunan flavonoid, yaitu
luteolin dengan metode RM1, dengan mengganti atom H menjadi gugus alkoksi. Adapun
hasil perhitungan nilai aktivitas antioksidan yang paling baik adalah senyawa 3’,4’,5,7-
tetrahidroksi-6-metoksi flavon dengan nilai IC50 = 1.33 𝜇𝑀.
Nisa et al. (2015) juga melakukan modifikasi senyawa untuk memprediksi nilai
aktivitas antioksidan. Senyawa yang dimodifikasi adalah senyawa turunan khrisin dengan
penambahan gugus alkoksi, yaitu metoksi dan etoksi. Senyawa prediksi yang lebih tinggi
adalah 3,5,7-trihidroksiflavon dengan nilai log 1/IC50 sebesar -1,6887.
Pada penelitian Xu et al. 2007, kaempferol 7-metil eter (3,5,4’-trihidroksi-7-metoksi
flavon) telah diuji aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH pada ekstrak
Phyllanthus urinaria L., sehingga didapatkan nilai IC50 sebesar 365 𝜇M. Berdasarkan
dari penelitian diatas, dapat diartikan bahwa senyawa turunan kaempferol lainnya juga
memiliki nilai aktivitas antioksidan. Sehingga perlu dianalisa secara teoritis untuk
mendapatkan nilai IC50 pada senyawa turunan kaempferol lainnya.
10
komputasi antara lain metode mekanika molekuler, semi empiris, Ab-Initio, DFT dan
Hartree Fock (Nindia dan Gunawan, 2017).
Metode kimia komputasi dapat dibedakan menjadi 2 bagian besar yaitu mekanika
molekuler dan metode struktur elektronik yang terdiri dari Ab Initio dan 23 semiempiris.
Metode mekanika molekuler memungkinkan pemodelan terhadap molekul yang besar
tanpa kapasitas dari komputer yang besar dengan proses perhitungan tidak terlalu lama,
tetapi metode ini hanya mampu memvisualisasikan perhitungan jumlah energi dan sifat
kimia banyak yang tidak didefinisikan. Metode Ab Initio mampu menganalisis sifat
senyawa seperti muatan atom neto, spektrum UV, NMR dan IR serta semua elektron
diperhitungkan, tetapi memerlukan waktu yang lama dalam perhitungan dan memori
komputer yang besar. Metode semiempiris tidak hanya mampu memvisualisasikan
perhitungan energi, tetapi juga mampu memvisualisasikan jumlah perhitungan
pembentukan panas, dan hanya memperhatikan elektron valensi, sehingga tidak
memerlukan waktu yang lama. Penelitian ini menggunakan metode sempiempirik Recife
Model 1 (RM 1) karena:
1. Perhitungannya tidak memerlukan memori yang besar dan waktu yang lama.
2. Merupakan salah satu metode semiempiris yang merupakan perbaikan atas AM1
dan PM3
3. Memiliki parameter yang jauh lebih baik.
4. Mampu memodelkan struktur dari sejumlah besar molekul organik, biokimia, dan
penelitian farmasi. Berbeda dengan AM1, dan mirip dengan PM3, semua parameter
RM1 telah dioptimalkan (Nisa, 2013).
Metode RM1 telah banyak digunakan oleh para peneliti diantaranya adalah
Setiawan dan Zulys (2015) telah melakukan penelitan kimia komputasi menggunakan
metode RM1 tentang studi teoritis struktur dan spektrum elektronik kompleks
[Ln(pytpy)(NO3)3] dan Nisa et al., (2015) juga menggunakan metode Recife Model 1
untuk menguji aktivitas antioksidan pada modifikasi senyawa khrisin dengan gugus
alkoksi.
11
2.6 Substitusi Gugus
Reaksi substitusi adalah suatu reaksi dalam mana satu atom, ion atau gugus
disubstitusikan untuk menggantikan atom, ion atau gugus lain (Fessenden dan Fessenden,
1982). Ben-gou et al., (2010) sebagaimana yang telah dikutip oleh Nisa, (2013) telah
menganalisis wilayah paling aktif dalam penambahan H dan HOMO dalam flavonoid.
12
mempengaruhi nilai aktivitas antioksidan senyawa turunan luteolin. Pada penambahan
gugus metoksi aktvitasnya besar sekitar 1-4 μg/mL, sedangkan penambahan gugus etoksi
semakin menurun yaitu berkisar 5-9 μg/mL. Didapatkan aktivitas antioksidan senyawa
luteolin prediksi terbaik yaitu 3’,4’,5,7 Tetrahidroksi-6-metoksi flavon dengan nilai IC50
sebesar 1,33 μg/mL dibandingkan dengan aktivitas antioksidan senyawa luteolin yaitu
11,04 μg/mL.
13
hubungan antara struktur kimia dengan aktivitas biologis, yang diterjemahkan ke dalam
bentuk persamaan matematika antara struktur kimia yang dideskripsikan oleh deskriptor
dengan aktivitas tersebut (Rozaq, 2008).
Salah satu keuntungan pendekatan HKSA dengan bantuan ilmu komputasi adalah
mengurangi trial and error dalam kepentingan sintesis obat baru, mempersempit fokus
sintesis obat baru, efisiensi waktu dan biaya. Pendekatan tersebut didasari oleh nilai sifat
fisika kimia senyawa teoritik (hasil perhitungan kimia komputasi) yang berkesesuaian
dengan aktivitas biologis, yang diolah secara statistik sehingga didapatkan hubungan
yang signifikan (Panggarjito et al., 2007).
Kajian HKSA yang utama adalah menentukan struktur kimia yang berpengaruh
terhadap aktivitas biologis serta menunjukkan hubungan kuantitatif antara sifat-sifat
molekul dengan aktivitas biologisnya, sehingga diperoleh persamaan matematis HKSA.
Persamaan ini nantinya dapat digunakan untuk memprediksi aktivitas senyawa baru yang
memiliki aktivitas biologis yang diduga relatif lebih baik. Secara umum bentuk
persamaan HKSA dituliskan dalam persamaan linier sebagai berikut:
Aktivitas biologis = tetapan + (C1.P1) + (C2.P2) + (C3.P3) .........
Pi adalah parameter yang dihitung untuk setiap molekul. Ci merupakan koefisien
yang dihitung dengan variasi fitting dalam parameter dan aktivitas biologis. Persamaan
HKSA merupakan model linear yang menyatakan kaitan antara variasi aktivitas biologi
dengan variasi sifat yang dihitung (diukur) untuk suatu seri senyawa tertentu. (Pranowo,
2011).
Dalam kajian HKSA ada tiga parameter atau deskriptor yang digunakan untuk
menjelaskan aktivitas dari senyawa yang akan diuji. Deskriptor merupakan patameter-
parameter yang digunakan dalam model HKSA. Adapun deskriptor-deskriptor yang
digunakan dalam kajian ini berupa deskriptor sterik, hidrofobik dan elektronik. (Rozaq,
2008).
Deskriptor sterik yang digunakan dalam penelitian ini berupa indeks topologi. Pada
hampir setiap kasus, indeks topologi lebih sering digunakan oleh para kimiawan untuk
melakukan evaluasi terhadap toksisitas dan memprediksi aktivitas biologi. Hal ini
dikarenakan indeks topologi memberikan cara yang lebih mudah dalam pengukuran
cabang molekul, bentuk, ukuran, siklisitas, simetri, sentrisitas dan kompleksitas
(Devillers et al., 1997).
14
2.9 Analisis Regresi Multilinier
Regresi multilinier pada kajian HKSA dimaksudkan untuk menguji pengaruh dua
atau lebih variabel independen (explanatory) terhadap satu variabel dependen. Model ini
mengasumsikan adanya hubungan satu garis lurus atau linier antara variabel dependen
dengan masing-masing prediktornya (Janie, 2012). Pada kajian HKSA analisa regresi
multilinier menghubungkan variabel bebas (berupa parameter yang dipilih) dengan suatu
variabel tidak bebas (aktivitas biologi).
Rozaq (2008) menyatakan bahwa untuk pemilihan prediktor yang penting agar
dihasilkan efek terhadap aktivitas biologis dalam mempelajari HKSA biasanya digunakan
analisa regresi multilinier. Analisa regresi multilinier digunakan untuk mendapatkan
persamaan matematis HKSA dan aktivitas biologi senyawa prediksi. Secara umum
persamaan regresi multilinier dituliskan sebagai berikut:
𝑌 = 𝑎 + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + ⋯ + 𝑏𝑛 𝑋𝑛
Parameter statistik yang dapat digunakan sebagai faktor uji adalah berupa nilai R
(koefisien korelasi), R2 (koefisien determinasi) SE (standar eror) dan F. Koefisien
korelasi (R) merupakan ukuran kekuatan hubungan antara variabel terikat (aktivitas
antioksidan) dengan variabel bebas (deskriptor molekuler). Nilai R berjarak antara -1
sampai +1. Nilai -1 menandakan hubungan variabel bebas dan variabel terikat negatif
sempurna, sedangkan nilai +1 menyatakan hubungan yang positif sempurna. Jadi, jika R
mendekati ±1, maka hubungan linier antara variabel bebas dan variabel tergantung
semakin kuat. Jika R = 0, slope akan sama dengan nol, dan variabel bebas tidak dapat
digunakan untuk memprediksi variabel terikat. Harga R dapat dihitung dengan rumus
yang dituliskan sebagai berikut:
𝑛
∑𝑖=1 𝑌𝑖
∑𝑛 𝑛
𝑖=1 𝑋𝑖 𝑌𝑖[∑𝑖=1 𝑋𝑖( )]
𝑛
R= (∑𝑛 𝑋𝑖2 (∑𝑛 𝑌𝑖2
√∑𝑛 𝑋𝑖 2 𝑖=1 √∑𝑛 𝑌𝑖 2 𝑖=1
𝑖=1 𝑛 𝑖=1 𝑛
Dimana,
R : Koefisien Korelasi
Yi : Variabel Terikat
n : Jumlah Data
Xi : Variabel Bebas
F merupakan ukuran perbedaan tingkat signifikansi dari model regresi. Nilai F dapat
dihitung dengan rumus yang dituliskan pada persamaan berikut:
15
𝑟 2 (𝑛 − 𝑘 − 1)
𝐹=
𝑘 (1 − 𝑟 2 )
Signifikansi dari persamaan regresi terjadi apabila nilai Fhitung lebih besar dari pada
Ftabel untuk batas konfidensi yang ditentukan. Untuk nilai analisis HKSA, tingkat
konfidensi yang biasa digunakan adalah 95% atau 99%.
Kadang-kadang dalam suatu set data, terdapat beberapa data di sekitar garis linier.
Untuk mengukur data yang menyebar tersebut digunakan suatu perkiraan standard error
(SE) seperti pada persamaan berikut ini:
2
√∑𝑛𝑖=(𝑌𝑖 − 𝑌̂𝑖 )
𝑆𝑌𝐼𝑋 =
𝑛−2
Dengan Yi adalah nilai Y yang diteliti untuk nilai-nilai Xi dan 𝑌̂𝑖 yang diberikan
dalam data (Fatimah, 2008). Standard error (SE) merupakan nilai toleransi yang terjadi
pada koefisien regresi prediksi. Nilai yang semakin kecil pada SE berarti nilai koefisien
tidak mudah berubah (Wibowo, 2012).
16
BAB III
METODE PENELITIAN
17
Pada penelitian ini senyawa kaempferol akan dimodifkasi terlebih dahulu
dengan menggantikan substituen gugus pendonor elektron berupa gugus alkoksi,
yaitu metoksi (-OCH3) dan etoksi (-OC2H5). Penggantian atom H dan gugus -OH
senyawa kaempferol dengan gugus alkoksi dilakukan pada posisi 3,5,6,7,2’,3’,4’
dan 5’, yaitu pada R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7 dan R8 untuk melihat pada posisi
mana yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Sehingga terbentuk 16
senyawa turunan dari kaempferol, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Senyawa modifikasi turunan kaempferol
Substituen
No Nama Senyawa
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8
5,7,4’-trihidroksi-
1 OCH3 OH H OH H H OH H
3-metoksi flavon
3,7,4’-trihidroksi-
2 OH OCH3 H OH H H OH H
5-metoksi flavon
3,5,7,4’-
3 tetrahidroksi-6- OH OH OCH3 OH H H OH H
metoksi flavon
3,5,4’-trihidroksi-
4 OH OH H OCH3 H H OH H
7-metoksi flavon
3,5,7,4’-
5 tetrahidroksi-2’- OH OH H OH OCH3 H OH H
metoksi flavon
3,5,7,4’-
6 tetrahidroksi-3’- OH OH H OH H OCH3 OH H
metoksi flavon
3,5,7-trihidroksi-
7 OH OH H OH H H OCH3 H
4’-metoksi flavon
3,5,7,4’-
8 tetrahidroksi-5’- OH OH H OH H H OH OCH3
metoksi flavon
5,7,4’-trihidroksi-
9 OC2H5 OH H OH H H OH H
3-etoksi flavon
18
3,7,4’-
10 trihdidroksi-5- OH OC2H5 H OH H H OH H
etoksi flavon
3,5,7,4’-
11 tetrahidroksi-6- OH OH OC2H5 OH H H OH H
etoksi flavon
3,5,4’-trihidroksi-
12 OH OH H OC2H5 H H OH H
7-etoksi flavon
3,5,7,4’-
13 tetrahidroksi-2’- OH OH H OH OC2H5 H OH H
etoksi flavon
3,5,7,4’-
14 tetrahidroksi-3’- OH OH H OH H OC2H5 OH H
etoksi flavon
3,5,7-trihidroksi-
15 OH OH H OH H H OC2H5 H
4’-etoksi flavon
3,5,7,4’-
16 tetrahidroksi-5’- OH OH H OH H H OH OC2H5
etoksi flavon
Berdasarkan 16 senyawa turunan kaempferol diatas dapat dilihat substituen
yang diganti dengan gugus alkoksi dan akan diprediksi substituen yang mana
yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan.
19
3.3.2 Pemodelan Struktur Senyawa Turunan Kaempferol
Senyawa modifikasi dari kaempferol setelah melalui pemodelan molekul
kemudian dioptimasi dengan perhitungan semi empirik dengan metode Recife
Model 1( RM1 )algoritma Polak-Ribiere dengan batas konvergensi 0,01 kcal/Å
mol untuk mendapatkan struktur yang lebih stabil dengan tingkat energi terendah.
Setelah itu dicari nilai deskriptor molekuler, diantaranya nilai energi total/Et
(kcal/mol), energi ikat/Eb (kcal/mol), energi elektronik/Ee (kcal/mol), panas
pembentukan/∆𝐻f (kcal/mol), momen dipol/𝜇(D), energi HOMO (eV), energi
LUMO (eV), lipofilitas (log P), refraktivitas/R(Å3) dan polarisabilitas/(Å3).
Adapun alur untuk mendapatkan nilai deskriptor molekuler pada aplikasi
Hyperchem dapat dilihat pada Gambar 6.
20
Langkah dalam melakukan analisa dengan SPPS yaitu memasukkan semua
data deskriptor kedalam aplikasi SPSS. Setelah data dimasukkan, diklik menu
Analyzer → Regression → Linear akan muncul kotak dialog Linear Regression.
Pada form Dependent diisi dengan nilai log 1/IC50, pada form Independent
diisi dengan nilai deskriptor yang dihitung. Pada form Method dipilih backward,
selanjutnya diklik menu Statistics. Muncul kotak dialog Linear Regression:
Statistics, diberi tanda centang pada pilihan Estimates, Model fit, dan descriptive,
setelah itu diklik menu Continue.
Pada kotak dialog Linear Regression diklik menu Plots, dimasukkan
DEPENDNT pada Y dan *ADJPRED pada X. Dicentang pilihan Histogram dan
Normal probability plot kemudian diklik menu Continue untuk kembali ke kotak
dialog Linear Regression. Diklik Save maka akan muncul kotak dialog, diberi
tanda centang pada pilihan Unstandarized pada Predicted Values dan Residuals
kemudian diklik menu Continue untuk kembali ke kotak dialog Linear
Regression. Kemudian, diklik OK untuk menjalankan analisis.
Prosedur analisa dilakukan menggunakan variabel bebas dan variabel terikat
dari senyawa kajian untuk mencari persamaan regresi. Dipilih beberapa kombinasi
persamaan yang memiliki korelasi antar variabel bebas yang kuat sebagai model
persamaan. Kemudian dilakukan analisa dari model persamaan regresi multilinier
dengan pertimbangan R, R2, Adjust R, SE dan Fhitung/Ftabel untuk mendapatkan
model persamaan terbaik dalam menghitung aktivitas masing-masing senyawa
turunan kaempferol.
3.3.4 Perhitungan Nilai Aktivitas Antioksidan Senyawa Turunan Kaempferol
Nilai aktivitas antioksidan atau konsentrasi penghambat radikal bebas (IC50)
dari masing-masing senyawa turunan kaempferol dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝑰𝑪𝟓𝟎 = 𝒂 + 𝒃𝟏 𝑿𝟏 + 𝒃𝟐 𝑿𝟐 + ⋯ + 𝒃𝒏 𝑿𝒏
IC50 : Aktivitas senyawa X2 : Variabel bebas ke 2
a : Konstanta bn : Koefisien regresi ke n
b1 : Koefisien regresi ke 1 Xn : Variabel bebas ke n
X1 : Variabel bebas ke 1
b2 : Koefisien regresi ke 2
21
Perhitungan nilai aktivitas antioksidan yang didapatkan akan dibandingkan dengan
nilai aktivitas antioksidan dari hasil penelitian Seyoum et al. (2006), yaitu IC50 = 28.05 𝜇𝑀
22
DAFTAR PUSTAKA
Isnindar, Wahyuono, S., & Setyowati, E. P. (2011). Isolasi dan identifikasi senyawa
antioksidan daun kesemek (diospyros kaki Thunb.) dengan metode DPPH (2,2-
Difenil-1 Pikrilhidrazil). Majalah Obat Tradisional, 16(3), 157-164.
Juniarti, Osmeli, D., & Yuhernita. (2009). Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas (Brine
shrimp lethality test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun
saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains, 13(1), 50-54.
Pinnel S.R., Durham M.D., Carolina N. 2003. Cutaneous Photodamage, Oxidatives Stress,
And Topical Antioxidants Protection. J Am Acad Dermatol, 48(1), 1-19.
Langsethm L. 1995. Oxidants, Antioxidants and Disease Prevention. Washington DC: ILSI
Press
Calderon M. J. M., Burgos M. E., Perez G. C., Lopez L. M. 2011. A Review on the Dietary
Flavonoid Kaempferol. Mini-Review in Medicinal Chemistry, 11(4), 298-344.
Tahir I., Wijaya K., Widianingsih D. 2003. Terapan Analisis Hansch untuk Aktivitas
Antioksidan Senyawa Turunan Flavon/Flavonol. Yogyakarta : Jurusan Kimia FMIPA
UGM.
23
Rifai A.A., Kasmui., Hadisaputro S. 2014. Kajian HKSA Senyawa Turunan Deoksibenzoin
Terhadap Aktifitas Antioksidan Menggunakan Analisis Multilinear. Indonesian Journal
of Chemical Science, 3(3), 222-226.
Gutteridge, J. M. C. dan Halliwel, B. 2000. Free Radical and Antioxidants in Year 2000 : A
Historical look to the Future. Annals of The New York Academy Of Sciences, 899: 136-
147.
Perwira, G. 2015. Analisis Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Antioksidan Senyawa
Turunan Apigenin. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Yogasmara E., Lestari. 2010. Buku Pintar Keluarga Sehat, Panduan Praktis Hidup Bagi
Seluruh Anggota Keluarga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sayuti K., Yenrina R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang: Andalas University
Press.
Nisa F. K., Kasmui., Harjito. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Pada Modifikasi Senyawa
Khirisin dengan Gugus Alkoksi Menggunakan Metode Ricife Model (RM1). Jurnal
Mipa, 38(2), 160-168.
24