Anda di halaman 1dari 10

Nama : Wiwid Verri Yanti

Nim : 19482013045

Tugas : paparan tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan tenaga

kefarmasian dalan pencegahan dan penanganan COVID-19 di Indonesia.

Dalam masa pandemi Corona Diseases 2019 (COVID-19),

Pemerintah Indonesia meminta pelayanan kefarmasian tetap berjalan.

Peran seorang Apoteker sangat diperlukan dalam memastikan produksi,

distribusi dan pelayanan obat, kosmetik serta alat kesehatan sampai ke

masyarakat dengan baik.

Dalam pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan termasuk apoteker,

baik di negara yang terdampak wabah corona maupun yang belum

terpengaruh, sering kali menjadi titik kontak pertama dengan sistem

kesehatan bagi masyarakat yang dinilai berisiko atau membutuhkan

informasi dan saran yang dapat diandalkan terkait wabah tersebut.

Oleh sebab itu, apoteker memiliki tanggung jawab untuk

memberikan informasi, saran, dan dukungan terkait pencegahan virus

corona, dengan beragam cara seperti menenangkan pasien, menginfokan


situasi dan cara penularan virus, menghubungi rumah sakit untuk

memulai protokol perawatan, menjelaskan tentang prosedur isolasi,

diagnosis dan pengobatan, cara pencegahan, hingga memberikan

informasi/nasehat berbasis bukti, baik secara tertulis ataupun lisan.

Farmasi Rumah Sakit di negara-negara yang terkena wabah atau

yang belum terpengaruh sama-sama memiliki peran penting dalam

pengendalian infeksi virus corona, baik untuk perawatan maupun

dukungan sampai penyembuhan penyakit. Selain itu, apoteker juga dapat

berkontribusi di laboratorium klinis dalam menghadapi situasi wabah

corona ini.

Bagaimana peran apoteker dalam menjalankan kedua fungsi diatas

untuk kesiapsiagaan menghadapi COVID-19? Berikut ulasan singkat

peran apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan

langsung ke pasien

1. Pengelolaan dan Penyediaan perbekalan Farmasi

Sejak WHO menyatakan bahwa kejadian penyakit COVID-19

akibat virus SARS-CoV-2 adalah sebagai suatu pandemic, maka ditengah


epidemi yang terjadi secara global di hampir seluruh negara, termasuk

Indonesia, pelayanan Farmasi harus menghadapi tantangan sekaligus

peluang untuk menjalankan fungsinya sebagai unit yang mampu

menyediakan kebutuhan obat dan alkes sekaligus memberikan pelayanan

langsung kepada pasien dan juga tenaga medis lainnya.

Tentunya hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi saat ini

jumlah kebutuhan obat dan alkes sangat meningkat untuk pelayanan

pasien COVID-19, sementara disisi lain ketersediaan baik obat maupun

alkes belum dapat mengikuti kebutuhan yang ada. Kondisi seperti ini

dipersulit lagi oleh ulah sebagian oknum yang menimbun obat dan alkes

untuk mendapatkan keuntungan pribadi, sehingga persediaan di lapangan

menjadi semakin langka.

Menghadapi tantangan dilapangan, Apoteker sebagai penggerak

roda dalam pelayanan kefarmasian harus menyikapi permasalahan

tersebut dengan cepat, tuntas dan professional. Penyediaan perbekalan

obat dan alkes termasuk APD merupakan “modal “ bagi tenaga medis

dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Untuk menghadapi krisis


dan kesulitan ini, maka ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh

Apoteker, antara lain

1. Membuat perencanaan kebutuhan obat/alkes dan APD dengan

akurat

2. Mencari referensi, dan buku panduan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan Apoteker dalam mencari solusi

apabila obat/alkes /Alat pelindung diri (APD) yang dibutuhkan

sulit didapat.

3. Meningkatkan kerjasama dengan Apoteker di RS lain, untuk

bertukar informasi terkait penyediaan obat/alkes dan informasi

supplier

4. Bekerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi, maupun dengan

Tim-Tim yang terlibat seperti Tim pengendalian Infeksi, Tim

Satgas Covid dan juga komite medis, untuk mencari alternative

obat/alkes yang dapat digunakan sebagai best alternative.

5. Melakukan seleksi dan bekerjasama dengan beberapa supplier

yang memiliki izin distribusi secara legal.


Langkah langkah diatas sangat berguna untuk mencari solusi

dalam penyelesaian dengan mengutamakan kepentingan bersama.

Selain upaya di atas, Apoteker juga harus memiliki kemampuan

untuk mengatasi permasalahan langkanya APD seperti Hazmat,

masker, kacamata google, sepatu dan alat pelindung diri lainnya yang

saat ini cukup sulit untuk didapatkan. Merujuk pada referensi yang ada,

maka Apoteker dapat memberikan solusi dengan

melakukan reusable apabila APD yang dibutuhkan tidak tersedia. Dalam

melakukan reusable, Apoteker harus mengikuti panduan yang

dikeluarkan oleh Kemenkes RI, agar fungsi APD dapat berjalan baik.

Sebagai contoh, untuk mengatasi kelangkaan N95, maka Apoteker

dapat melakukan upaya reusable dengan ketentuan reuseable dapat

dilakukan maksimal 5 kali kecuali jika masker N95 ini digunakan untuk

tindakan aerosol atau masker sudah rusak, maka reusable tidak dapat

dilakukan.

Ada beberapa metode agar masker N95 dapat kembali digunakan


1. Metode ke 1 : Masker N95 disimpan di kantong kertas berlabel

nama petugas, tanggal dan jam. Masker N95 dapat dibuka dan di

pasang kembali sebanyak 5 kali selama 8 jam

2. Metode ke 2: Masker N95 dapat digunakan kembali setelah

diletakkan kering di ruangan terbuka dalam suhu kamar selama 3 –

4 hari. Masker N95 terbuat dari polypropylene yang bersifat

hidrofobik dan sangat kering sehingga Covid -19 tidak dapat

bertahan hidup. Masker N95 tidak boleh di jemur di bawah sinar

matahari karena akan merusak material Masker N95 juga rusak

oleh sinar ultraviolet

3. Metode ke 3: Sterilisasi dengan cara menggantung masker N95

menggunakan jepitan kayu di dalam oven dapur dengan suhu 70oC

selama 30 menit

4. Metode ke 4 Sterilisasi dengan menggantung masker N95 di atas

uap air panas dari air mendidih selama 10 menit

N95 yang telah direusable, agar dapat digunakan kembali dapat

disimpan dengan cara dimasukkan ke dalam kantung bag coklat yang


dilubangi dan digantung serta diberikan nama petugas di masing masing

kantong.

2. Pelayanan Kefarmasian kepada pasien

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, maka apoteker harus

memiliki kemampuan terkait COVID-19 dan pengobatannya. Sampai

saat ini, WHO belum mengeluarkan standar terapi yang dapat dijadikan

acuan untuk pengobatan pasien COVID-19. Pengobatan yang ada

mengacu kepada referensi dan panduan yang dikeluarkan oleh Kemenkes

dan Ikatan dokter Indonesia (IDI) maupun Ikatan Apoteker Indonesia

(IAI). Untuk dapat memberikan informasi dan konseling, Apoteker harus

menerapkan prinsip kewaspadaan standar dalam memberikan pelayanan

kepada pasien untuk mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan


standar meliputi kebersihan tangan dan penggunaan Alat Pelindung Diri

(APD) untuk menghindari kontak langsung dengan sekret (termasuk

sekret pernapasan), darah, cairan tubuh, dan kulit pasien yang terluka.

Disamping itu juga mencakup pencegahan luka akibat benda tajam dan

jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman, pembersihan, desinfeksi

dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan pasien, serta pembersihan

dan desinfeksi lingkungan.

Untuk melindungi diri dan juga orang di sekitar kita dan memutus

mata rantai penularan COVID-19, maka Apoteker perlu

menyiapkan Standar Operational Prosedur (SOP) yang menjadi acuan

dalam pelayanan. Standar minimal SOP yang harus dimiliki dalam

pelayanan Kefarmasian untuk COVID-19 adalah

1. SOP Sanitasi ruangan Apotek

2. SOP Penggunaan APD

3. SOP pelayanan kepada pasien COVID-19

4. SOP Mencuci tangan dan pencegahan Infeksi

5. SOP pelayanan konseling dan PIO secara online ( telephon)


6. SOP Pelayanan Pesan hantar obat

7. SOP Reusable APD saat Krisis

3. Pelayanan Resep untuk Pasien COVID-19

Pada perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman

kepada penilaian risiko/antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh,

sekresi dan kulit yang terluka. Ketika melakukan prosedur yang berisiko

terjadi percikan ke wajah dan/atau badan, maka pemakaian APD harus

ditambah dengan pelindung wajah dengan cara memakai masker bedah

dan pelindung mata/eye- visor/kacamata, atau pelindung wajah, dan gaun

dan sarung tangan bersih. Berdasarkan tingkat risiko, maka pelayanan

kefarmasian termasuk dalam pelayanan tingkat risiko ke 2, dimana dalam

pemberian pelayanan, petugas Farmasi wajib menggunakan APD berupa

Masker Bedah, Kacamata google dan sarung tangan. Dalam kondisi

Masker bedah tidak tersedia, maka dapat menggunakan masker kain

dengan penambahan Face shield yang menutupi sampai ke dagu

sehingga mencegah kontaminas karena cipratan atau semburan batuk dan

bersin pasien.
Gambar 4. Rekomendasi APD untuk Tingkat Perlindungan II

Demikian sekilas hal-hal yang perlu diketahui terkait pelayanan

kefarmasian di rumah sakit dan peran apoteker dalam upaya bersama

membangun kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Tidak ada yang

tidak mungkin untuk dilakukan, termasuk memastikan peran aktif

apoteker dalam upaya bangsa ini melewati wabah penyakit COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai