Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

SEDIAAN LIQUID DAN SEMISOLID

PEMERIKSAAN MUTU BAHAN BAKU VITAMIN C

Hari / Jam Praktikum : Rabu / 10.00-13.00


Tanggal Praktikum : 18 September 2019
Shift B Kelompok 4

Nama Anggota NPM Tugas


Prosedur, Data Pengamatan,
Irna Roniawati 260110180053
Perhitungan
Nabila Putri Azzahra 260110180054 Pembahasan, Prinsip
Editor, Tujuan, Simpulan,
Kirka Dwi Apriali 260110180055 Reaksi
Teori Dasar, Alat & Bahan.
Elsa Noor Hapitria 260110180056 Lampiran

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS DAN ANALISIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
I. Tujuan
Memeriksa mutu Vitamin C secara kualitatif dan kuantitatif.

II. Prinsip
2.1 Reaksi Reduksi-Oksidasi
Reaksi redoks merupaka reaksi yang dapat menyebabkan berubahnya
bilangan oksidasi pada reaksi tersebut dan dapat diartikan sebagai proses
transfer elektron (Harvey, 2000).
2.2 Reaksi Kompleksometri
Reaksi dimana akan menghasilkan ion kompleks karena adanya ikatan
kovalen antara atom pusat dari unsur-unsur logam maupun transisi dengan
molekul ligannya (Petrucci, 1995).

III. Reaksi
3.1 Reaksi Redoks Vitamin C dengan Iodin

(Gandjar dan Rohman, 2007).

3.2 Reaksi Vitamin C dengan Metilen Biru


(Keppy, 2010).

3.3 Reaksi Pembentukan Kompleks Iod-Amilum

(Basset,1994)
.
3.4 Reaksi Pembakuan Natrium Tiosulfat
I2 + 2Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2NaI

(Gandjar dan Rohman, 2007).


3.5 Reaksi Pembakuan Iodin
KIO3 + 5KI + 3H2SO4 → 3I2 + 3K2SO4 + 3H2O
I2 + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6

(Gandjar dan Rohman, 2007).

IV. Teori Dasar


Acidum Ascorbium (Asam askorbat) atau yang sering dikenal dengan
Vitamin C memiliki rumus empiris yatiu C6H8O6 dengan berat molekul sebesar
176,13. Asam Askorbat mengandung 99-100,5% C6H8O6. Pemerian pada
Asam Askorbat yaitu Hablur atau serbuk, Asam Askorbat berwarna putih atau
warna agak kuning, jika terkena atau terapapar atau terpengaruhi cahaya
nantinya atau secara lambatlaun akan berubah warnanya mnejadi warna gelap
atau hitam. Dalam keadaan kering, Asam askorbat bersifat stabil di udara,
tetapi jika Asam askorbat terdapat didalam larutan maka asam askorbat akan
cepat teroksidasi. Asam Askorbat Melebur pada suhu lebih kurang 190° C.
Asam askorbat mudah larut dalam air/aquadest tetapi sukar larut dalam etanol,
tetapi serta tidak larut dalam kloroform, eter, dan benzen. Wadah dan
penyimpanan yang dapat digunakan dan ditempatkan untuk Asam Askorbta
ialah dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995).
Vitamin C atau asam L-askorbat merupakan senyawa yang bersifat
asam. Vitamin C digunakan sebagai anti oksidan untuk membentuk kolagen
serta membantu memelihara pembuluh kapiler, tulang, dan gigi. Vitamin C
termasuk kedalam zat yang berperan sebagai antioksidan dan efektif untuk
mengatasi radikal bebas yang dapat merusak jaringan atau sel. Vitamin C juga
dapat melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radiasi.
Jenis kelamin, usia, asupan vitamin C harian, kemampuan absorpsi dan
ekskresi, serta adanya penyakit tertentu pada tubuh sangat mempengaruhi
status Vitamin C pada tubuh seseorang. Rendahnya asupan serat dapat
mempengaruhi asupan vitamin C karena buah-buahan dan makanan serat juga
merupakan sumber vitamin C. (Karinda, 2013).
Vitamin C termasuk kedalam vitamin yang paling mudah rusak,
sehingga harus ditangani dengan baik. Vitamin C pada buah disintesa dari
glukosa, dimana vitamin C akan mengalami penurunan selama penyimpanan.
Adanya enzim asam askorbat oksidase menjadi salah satu penurunan
kandungan vitamin C. (Sari, 2012).
Asam askorbat terbukti berkemampuan memerankan fungsi sebagai
inhibitor. Kristal asam askorbat memiliki sifat stabil di udara, tetapi cepat
teroksidasi dalam larutan dan dengan perlahan-lahan berdekomposisi menjadi
dehydro-ascorbic acid (DAA). Setelah itu, secara berurutan akan
berdekomposisi lagi menjadi beberapa molekul asam dalam larutan, sampai
pada akhirnya akan menjadi asam oksalat (oxalic acid) dengan pH di atas 4.
(Tjitro, dkk., 2000).
Identifikasi asam askorbat dapat dilakukan dengan tiga cara, yang
pertama dengan cara larutan 2%-nya akan menreduksi perlahanlahan larutan
kalium tembaga (II) tartar P dan jika dipanaskan reduksi berlangusng lebih
cepat. Kedua dengan 2 ml larutan 2% ditambahakan dengan 4 tetes larutan biru
metilen P, hangatkan hingga suhu 40°C; akan terjadi warna biru tua dalam
waktu 3 menit berubah menjadi lebih muda atau hilang. Ketiga dengan cara
melarutkan 15 mg dalam 15 ml larutan asam trikloroasestat 5%, tambahkan
kurang lebih 200 mg arang jerap, kocok dengan kuat selama 1 menit lalu
disaring, filtrate ditambahkan 1 tetes pirol, goyangkan perlahan hingga larut,
panaskan diatas penangas air pada suhu 50°C dan akan terjadi warna biru.
Untuk penentuan kadarnya bisa dengan cara menambahkan asam sulfat,
sebelumnya zat dilarutkan dalam air bebas CO2, lalu di titrasi dengan iodium,
menggunakan indicator larutan kanji. (Depkes RI, 1979).
Reaksi Oksidasi dan Reduksi merupakan suatu perubahan senyawa
kimia yang mengoksidasi, dimana suatu elemen akan dikatakan teroksidasi jika
bertambah valensi positifnya atau bisa dikatakan kehilangan elektronnya,
dimana jika dalam suatu reaksi terjadi oksidasi maka disitu akan terjadi juga
yang namanya peristiwa reduksi. Suatu elemen dapat dikatakan sedang
tereduksi jika suatu elemen terjadi penurunan valensi atau dapat dikatakan
dengan penambahan electron. Reaksi Oksidasi dan reduksi juga sering disebut
juga dengan sebutan Redoks. Reaksi oksidasi dan reduksi atau reaksi redoks
memiliki nilai potensial di setiap elemen atau reaksinya itu sendiri. Keadaan
redoks dapat dikatakan juga bila dimana kondisi pada saat julah electron yang
akan ditambahkan dari suatu atom dari keadaan yang tergabung lalu kemudian
di konversi menjadi bentuk elemennya. Hal dalam perubahan ini dapat
digunakan nilai angka dan sering denga kata bilangan oksidasi atau biloks. Jika
dalam suatu keadaan dimana system kimiawi sedang dalam terjadinya reaksi
reduksi dan oksidasi atau reaksi redoks didalamnya, maka system dengan
keadaan tersebut dikatan sebagai system redoks tetapi jika tidak ada reaksi
oksidasi dan reduksi dalam suatu reaksi kimiawi maka tidak dapat dikatakan
sebagai system redoks (Licker, 2003).
Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada
reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu
indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari
analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik ekuivalen
pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara
dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks
antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri.
Titrasi iodometri merupakan titrasi yang menggunakan larutan iodium (I2)
sebagai oksidator atau larutan standar. Larutan iodium sebagai larutan standar
akan ditambahkan kedalam sampel, dengan konsentrasi tertentu dan jumlah
berlebih akan terjadi reaksi antara sampel dengan larutan iodium tersebut.
Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya
dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor (Sinaga, 2011).
Analisis kuantitatif vitamin C dalam sampel dilakukan dengan titrasi
iodimetry dimana titrasi ini bersifat langsung. Titrasi didasarkan pada sifat
vitamin C yanag akan bereaksi dengan Iodin menggunakan bantuan indikator
amilum atau amilum (Husniati dan Oktarina, 2012).

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
a. Buret
b. Beaker Glass
c. Erlenmeyer
d. Gelas Ukur
e. Kertas Lakmus
f. Krus
g. Labu Ukur
h. Pipet Tetes
i. Pipet Volume
j. Spatel
k. Statif Klem
l. Tabung Reaksi
5.2 Bahan
a. Amilum
b. Aquadest
c. Asam Askorbat
d. Asam Sulfat
e. Ethanol
f. Iodine
g. Kalium Iodida
h. Kalium Dikromat
i. Larutan FeS
j. Methylen Blue
k. Natrium Tiosulfat
l. Reagen Benedict

VI. Prosedur
6.1 Uji Kualitatif
a. Uji Organoleptis
Asam askorbat dicicipi dan diamati pemeriannya (rasa warna,
bentuk, bau). Kemudian, dibandingkan dengan data pengamatan yang
terdapat pada farmakope (Depkes RI, 2014).
b. Uji Kelarutan
Disiapkan beaker glass sebanyak dua buah. Kemudian, beaker
glass pertama diisi dengan 5 ml aquades dan beaker glass kedua diisi
dengan 5 ml etanol, Setelah itu ditimbang asam askorbat sebanyak 20
mg dan dilarutkan pada beaker glass yang pertama dan ditimbang
kembali asam askorbat sebanyak 5 mg dilarutkan pada beaker glss yang
kedua, lalu diamati hasil yang terjadi pada kedua beaker glass (Depkes
RI, 2014).
c. Uji pH
pH Indikator dicelupkan kedalam beaker glass pertama yang
berisis larutan 20 mg asam askorbat dan 5 ml aquades pada beaker glass
pertama. Lalu diamati pH dan catat (Zeng, 2013).
d. Uji Warna
Reagen Metilen Blue
 Reagen Meti Blue
Ditimbang metilen blue sebanyak 25 mg lalu dilarutkan ke
dalam 100 ml aquades .Selanjutnya metilen blue diencerkan
dengan aquadest hingga mencapai volume 250 ml
 Larutan Asam Askorbat
Ditimbang asam askorbat sebanyak 0,2 g lalu dilarutkan ke
dalam 10 ml aquadest. Kemuadian diambil sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaski, ditambahkan 4-5 tetes metilen
blue dan diamati perubahan yang terjadi
Reagen Perak Nitrat Amoiakal
 Reagen Perak Nitrat Amoniakal
Dilarutan 2,5 g perak nitrai P di dalam 80 ml air, ditambahkan
tetes demi tetes ammonium hidroksida 6 M sampai terbentuknya
endapan larut dan diencerkab dalaan 10 ml aquades
 Larutan Asam Askorbat
Ditimbang asam askorbat sebanyak 0,2 g lalu dilarutkan ke
dalam 10 ml aquadest. Kemuadian diambil sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaski, ditambahkan 4-5 tetes reagen
perak nitrat amoniakal dan diamati perubahan yang terjadi.

Uji benedict
 Reagen Benedict
Dilarutkan 1,73 g CuSO4 dalam 10 ml aquades dan dilarutkan
alumium sitrat 17,3 g ditambahkan Na – Carbonat anhidrat
sebanyak 10 g dan dilarutkan dalam 80 ml dengan bantuan
pemanasan selanjutnya larutan dituangkan kedalam CuSO4 dan
diencerkan hingga 100 ml.
 Larutan Asam Askorbat
Ditimbang asam askorbat sebanyak 0,2 g lalu dilarutkan ke
dalam 100 ml aquadest. Kemudian diambil sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaski, ditambahkan 0,5 ml reagen
benedict lalu dipanaskan dalam penangas air 100 C selama 3 menit
dan diamati perubahan yang terjadi

Reagen Nessler
 Reagen Nessler
Dilarutkan 50 gram kalium iodide pekat kedalam 50 ml.
Ditambahkan larutan KI kedalam larutan merkuri klorida (22 gram
merkuri klorida dalam 350 aquades) hingga endapan larut kembali
kemudian ditambahkan 200 ml NaOH 5M dan di add hingga 1 liter.

 Larutan Asam Askorbat


Ditimbang asam askorbat sebanyak 0,2 g lalu dilarutkan ke
dalam 10 ml aquadest. Kemudian diambil sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaski, ditambahkan reagen Nessler
tetes demi tetes hingga terjadi perubahan warna lalu dipanaskan
dalam penangas air 100 C dan diamati perubahan yang terjadi

Reagen Paladium Klorida


 Reagen Paladium Klorida
Ditimbang paladium klorida sebanyak 80 mg lalu dilarutkan
dalam 10 ml asam klorida encer P dan diencerkan dengan aquadest
hingga 50 ml
 Larutan Asam Askorbat
Ditimbang asam askorbat sebanyak 0,2 g lalu dilarutkan ke
dalam 10 ml aquadest. Kemudian diambil sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaski, ditambahkan reagen
palladium klorida tetes demi tetes hingga terjadi perubahan warna
dan diamati perubahan yang terjadi
(Zeng, 2013 ; Kemenkes RI, 2014).

e. Uji Sisa Pemijaran


Dipijarkan krus pada suhu 600℃ ± 50℃, kemudian ditimbang
krus kosong dan dimasukan 1 gram asam askorbat dengan 1 ml H2SO4.
Selanjutnya dipijarkan hingga berbentuk abu dan ditimbang kembali
krus serta sampel dan dihitung kadar abu (Kemskes RI, 2014).

f. Uji Batas Logam Berat


 Pereaksi khusus : larutan persediaan timbal (II) nitrat pekat
Ditimbang timbal (II) nitrat sebanyak 159,8 mg dan dilarutkan
dalam 100 ml air yang telah ditambahkan 5 ml asan nitrat P
kemudian ediencerkan hingga 100 ml.
 Pereaksi khusus : larutan baku timbal encer
Diencerkan 10 ml “larutan sediaan timbal (II) nitrat” hingga 100
ml.
 Dapar asetat pH 3,5
Larutan ammonium asetat P sebanyak 25 g dalam 25 ml
aquadest ditambahkan 38 ml HCL 7N, lalu diatu pHhingga 3,5
dengan ditambahkan HCL 2 N atuan Amonium Hidroksida 5 N dan
diencerkan hingga 100 ml
 Larutan Baku
Dipipet sebanyak 2 ml “larutan baku timbal” lalu dimasukan
kedalam tambung pembanding warna 50 ml, kemudian diencerkan
dengan air hingga 25 ml, diatur pHnya antara 3-4 dan dan
diencerkan kembali dengan air hingga 40 ml
 Larutan Uji
Ditimbang asam askorbat sebanyak 1 gram lalu dilarutkan
dalam 25 ml aquadest, kemudian dimasukan kedalam tambung
pembanding warna 50 ml, dan diatur pHnya antara 3-4 dan lalu
diencerkan kembali dengan air hingga 40 ml
 Larutan Pembanding
Ditimbang asam askorbat sebanyak 1 gram lalu dilarutkan
dalam 25 ml aquadest, kemudian dimasukan ke dalam tabung
pembanding 50 ml . Ditambahkan 2 ml “Larutan baku primer”, dan
diatur pHnya antara 3-4 dan lalu diencerkan kembali dengan air
hingga 40 ml
 Pembuatan Gas H2S
Dicampurkan besi (II0 sulfida dengan asam sulfat encer atau
asam klorida encer.
 Prosedur
Disiapkan alat dan bahan seperti tabung larutan baku, lrutan uji,
dan larutaan pembanding, selanjutnya ditambahkan 2 ml dapar
asetat pada masing-msing tabuang dan dialiri dengan H2S,
kemudian diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml diamkan 2
menit, lalu diamati dari atas tabung pembanding warna yang telah
dialasi oleh kertas berwarna putih (Depkes RI, 1979).

6.2 Uji Kuantitatif

Pembuatan Reagen
 Larutan Natrium Tiosulfat dan 40 mg Na-karbonat
Ditimbang Na-tiosulfat sebanyak 5.2 gram dan ditimbang 40
mg Nakarbonat lalu dilarutkan dalam 200 ml aquadest panas
 Larutan Iodin 0,05 M
Ditimbang KI sebanyak 18 gram lalu dilarutkan dalam 100 ml
aquadest. Selanjutnya menibang 7 gram iodin kemudian dilarutkan
dalam larutan KI dan ditambahkan 1 tetes HCl lalu dimasukan ke
dalam labu ukur 500 ml dan di add hingga 500 ml
 Larutan Indikator Amilum 5 %
Ditimbang 2.5 gram amilum dan dilarutkan dalam 50 ml
aquadest yang dipanaskan.
 Larutan Kalium Iodat 0,1 N
Ditimbang KIO3 sebanyak 0,05 gram lalu dilarutkan
dengan 25 ml aquadest dalam labu ukur kemudian dimasukan 5
ml larutan KIO3 dalam Erlenmeyer sebanyak dua kali dengan
Erlenmeyer yang berbeda. Selanjutnya enimbang 0,125 gram KI
lalu larutkan kedalam Erlenmeyer.

Pembakuan
 Pembakuan Na-tiosulfat
Dimasukkan larutan Na-tiosulfat dalam buret dan Kalium Iodat
dalam erlenmeyer kemudian titrasi hingga berwarna kuning jerami,
lalu ditambahkan indikator amilum dan titrasi kembali hingga
bening.
 Pebakuan Iodin
Dimasukkan larutan Na-tiosulfat dalam buret dan 10 ml Idoin
dalam erlenmeyer kemudian titrasi hingga berwarna kuning jerami,
lalu ditambahkan indikator amilum dan titrasi kembali hingga
bening.

Penentuan Kadar Vitamin C


Ditimbang 400 mg Vitamin C lalu dilarutkan dalam 100 ml aquadest
dan ditambahkan dengan 25 ml HSO4 2N lalu diambil sebanya 10 ml
larutan dimasukan kedalam Erlenmeyer dan tambahkan dengan 3 ml
indicator amilum kemudian titrasi dengan larutan Iodin (Kemeskes RI,
2014).

VII. Data Pengamatan


7.1 Uji Kualitatif

No. Prosedur Hasil Sesuai Teori Hasil Praktikum Sesuai/ Tidak


7.1.1 Uji Organoleptis
Mencicipi asam askorbat dan Putih agak kuning, Putih agak sesuai
mengamti pemeriannya kering tidak berbau, kuning, kering
rasa asam hablur atau
(Kemenkes RI, serbuk, rasa asam
2014).
7.1.2 Uji Kelarutan
Menyiapkan dua buah beaker Mudah Larut dalam 0,1 gram Vitamin Sesuai
1.
glass air agak sukar larut C larut dalam 1
Mengisi beaker glass dengan dalam etanol ml aqudest dan
2.
5 ml aquadest (Kemenkes, 2014). tidak larut dalam
Mengisi beaker glass kedua etanol
3.
dengan 5 ml etanol
Menimbang 20 mg asam
4. askorbat dan lakukan dalam
beaker glass pertama
Menimbang 20 mg asam
5. askorbat dan larutkan dalam
beaker glass kedua
Melakukan pengamtan
6 terhadap keduanya
(Kemenkes RI, 2014).
7.1.3 Uji pH
Mencelupkan indicator pH pH berkisar antara Telah dicelupkan Sesuai
1.
pada beaker glass pertama 2,4 dan 2,8 dalam indicator pH
yang berisi 20 mg asam larutan encer 2% pada beaker glass
askorbat dan 5 ml aquadest (Zeng, 2013). pertama yang
Melakukan pengamatan pH berisi 20 mg asa
dan catat am askorbat
(Zheng, 2013). ditambahkan 5
2. ml ag pH asam
askorbat asam
yaitu sekitar 2,4 –
2,8
7.1.4 Uji warna
a. Reagen Metil blue
Menimbang 25 mg metilen Warna biru tua Warna biru Sesuai
1. dan larutkan dalam 100 ml dalam 3 detik menjadi bening
aquadest berubah menjadi
Mengencerkan menjadi 250 bening (Depkes RI,
2.
ml 1979).
- Larutan Asam Askorbat
Menimbang asam askorbat
1.
0,2 gram
Melarutkan dalam 10 ml
2.
aquadest
Mengambil sebanyak 2 ml
3. dan masukan kedalam tabung
reaksi
Menambahkan 4-5 tetes
4.
metilen blue
5. Mengamati perubaha
Reagen Perak Nitrat
b.
Amoniakal
Melarutkan 2,5 gram perak Hitam (Kemenkes Tidak Dilakukan
1.
nitrat P dalam 80 ml RI, 2014). Bahan Tidak
Menambahkan tetes demi Tersedia
2. tetes ammonium hidroksida 6
M sampai endapan larut
Mengencerkan dengan air
3.
hingga 100 ml
- Larutan Asam Askorbat
Menimbang asam askorbat
1.
0,2 gram
Melarutkan dalam 10 ml
2.
aquadest
Mengambil sebanyak 2 ml
3. dan masukan kedalam tabung
reaksi
Menambahkan 4-5 tetes
4.
reagen perak nitrat amoniakal
5. Mengamati perubaha
c. Reagen Benedict
Melarutkan 0,4325 g CuSO4 Endapan merah bata Larutan Tidak sesuai
1.
dalam 25 ml air (Siti et al., 2016). berwarna biru
Melarutkan 4,325 g amonium tidak
sitrat dan 2,5 g Na2CO3 menghasilkan
2.
anhidrat dalam 20 ml air endapan merah
dengan bantuan pemanasan bata
Menuangkan larutan ini
3. kedalam larutan CuSO4
mengencerkan hingga 25 ml
- Larutan Asam Askorbat
Menimbang asam askorbat
1.
0,2 gram
Melarutkan dalam 10 ml
2.
aquadest
Mengambil sebanyak 2 ml
3. dan masukan kedalam tabung
reaksi
Menambahkan 0,5 ml reagen
4.
benedict
Memanaskan dalam penangas
5.
air 100℃ selama 3 menit
6. Mengamati perubahan
d. Reagen Nessler
Melarutkan 2,5 gram kalium Hitam (Clarke, Terjadi Sesuai
1. iodidat ke dalam 2,5 ml 1986). perubahan warna
aqudest menjadi hitam
Menambahkan larutan KI
kedalam larutan merkuri
2.
klorida hingga edapan larut
kembali
Menambahkan 200 ml NaOH
3.
5N
- Larutan Asam Askorbat
Menimbang asam askorbat
1.
0,2 gram
Melarutkan dalam 10 ml
2.
aquadest
Mengambil sebanyak 2 ml
3. dan masukan kedalam tabung
reaksi
Menambahkan reagen
4. Nessler hingga terjadi
perubahan warna
Memanaskan dalam penangas
5.
air 100℃ selama 3 menit
6. Mengamati perubahan
e. Reagen Paladium Klorida Hitam (Clarke, Tidak Dilakukan
Menimbang 80 mg palladium 1986). Bahan Tidak
1.
klorida Tersedia
2. Melarutkan dalam 10 ml
Mengencerkan dengan
3.
aquadest hingga 50 ml
- Larutan Asam Askorbat
Menimbang asam askorbat
1.
0,2 gram
Melarutkan dalam 10 ml
2.
aquadest
Mengambil sebanyak 2 ml
3. dan masukan kedalam tabung
reaksi
Menambahkan reagen
4.
Paladium klorida
5. Mengamati perubahan
7.1.5 Uji Sisa Pemijaran
Memijarkan krus pada suhu Tidak lebih daro 0,1 Sisa pemijaran Tidak Sesuai
1.
600℃ ± 50 ℃ % (Kemenkes RI, adalah 5,6 %
2. Menimbang krus kosong 2014).
Memasukan 1 gram asam
3.
askorbat dan 1 ml H2SO4
Memijarkan hingga terbentuk
4.
abu
Menimbang krus dan sampel
5.
kembali
Menhitung Kadar abu / Sisa
6. pemijaran
(Kemenkes RI, 2014).
7.1.6 Uji Bats Logam Berat
Pereaksi Khusus : larutan Tidak Lebih dari 20 Larutan sudah
a. persediaan timbal (II) nitrat bpj (Kemenkes RI, tersedia di lab
perak 2014). dan diganti dari
Menimbang timbal (II) nitrat timbal (II) nitrat
1.
P sebanyak 159,8 mg oerak menjadi
Melarutkan dalam 100 ml air FeS
2. yang telah ditambah 5 ml
asam nitrai P
Mengencerkan hingga 1000
3.
ml
Pereaksi khusus : larutan baku Telah tersedia di
b.
timbal encer lab diganting
Mengencerkan 10 ml “larutan dengan FeS
1. persediaan timbal (II) nitrat”
hingga 100 ml
c. Dapar asetat pH 3,5 Tidak Dilakukan
Melarutkana ammonium Bahan Tidak
1. asetat P sebanyak 25 g dalam Tersedia
25 ml aquadest
2. Menambahkan 38 ml HCl 7N
Mengatur pH hingga 3,5
dengan perubahan HCl 2 N
3.
atau ammonium hidroksida 5
N
Mengencerkan dengan
4.
aquadest hingga 100 ml
d. Larutan Baku
Memipet “larutan baku Telah dimasukan
timbal” sebanyak 2 ml dan larutan baku
1.
memasukan kedalam baku timabal H2S ke
pembanding warna 50 ml dalam tabung I
Mengencerkan dengan air
2.
hingga 25 ml
3. Mengatur pH antara 3-4
Mengencerkan dengan air
4.
hingga 40 ml
e. Larutan Uji
Menimbang 1 gram asam Telah dimasukan
1.
askorbat larutan vitamin C
Melarutkan dalam 25 ml dan air ke dalam
2.
aquadest tabung II
Memasukan kedalam tabung
3.
pembanding warna 50 ml
4. Mengatur pH antar 3-4
5. Mengencerkan hingga 40 ml
f. Larutan Pembanding
Menimbang 1 gram asam Telah dimasukan
1.
askorbat vitamin C dan air
Melarutkan dalam 25 ml kedalam tabung
2.
aquadest III
Memasukan kedalam tabung
3.
pembanding warna 50 ml
Menambahkan 2 ml “larutan
4.
baku timbal”
5. Mengatur pH antara 3-4
6. Mengencerkan hingga 40 ml
g. Pembuatan gas H2S
Mencampurkan besi (II) Tidak Dilakukan
1. sulfida dengan asam sulfa / Bahan Tidak
HCl encer Tersedia
h. Prosedur
Menyiapkan tabung larutan Paling keruh
1. baku, larutan uji, dan larutan yaitu larutan
pembanding pembanding dan
Menambahkan 2 ml dapar larutan uji
2. asetat pada masing masig
tabung
3. Mengaliri dengan H2S
Mengecerkan dengan
4.
aquadest hingga 50 ml
5. Mendiamkan selama 2 menit
Mengamati dari alas tambung
6. pembanding warna yang telah
dialasi warna putih

7.2 Uji Kuantitatif

No. Prosedur Hasil Praktikum


7.2.1 Pembuatan Reagen
a. Laruatan Natrium TIosulfat 0,1 N
Menimbang 5,2 gram Na-tiosulfat dan 40mg Na- Telah ditimbang 5,2 gram Na-tiosulfat dengan
1.
Karbonat 40 mg Na-karbonat
2. Nelarutkan dalam 200 ml aquadest panas Telah dilarutkan dalam 200 ml aquadest panas
b. Larutan I0din 0,05 M
1. Menimbang 18 gram KI Telah ditimbang 36 gram KI (Untuk 1 shift)
2. Melarutkan dalam 100 ml aquadest Telas dilarutkan dalam 1 Liter aquadest
3. Menimbang 7 gram Iodin Telah ditimbang 14 gram iodin
4. Melarutkan kedalam larutan KI Telah dilarutkan kedalam KI
5. Menambahkan HCl 1 tetes Telah ditambahkan 1 tetes HCl
Memasukan dalam labu ukur 500 ml dan add Telah dimasukkan kedalam labu ukur 1000 ml
6.
hingga 500 ml
c. Larutan Indikator Amilum 0,5%
1. Menimbang 500 mg amilum Telah ditimbang 500 mg amilum
Melarutkan dalam 10 ml aquadest yang Dilarutkan dalam 100 ml aquadest yang
2.
dipanaskan dipanaskan
d. Larutan Kalium Iodat 0,1 N
Menimbang 0,05 gram KIO3 Telah ditambahkan 0,05 KIO3 sebanyak tiga
1.
kali
Melarutkan dengan 25 ml aquadest dalam labu Dilarutkan dengan 25 ml aquadest dalam labu
2.
ukur ukur
Memasukan 5 ml KIO3 kedalam erlenmeyer Telah dimasukan 5 ml KIO3 kedalam
3. sebanyak dua kali dengan Erlenmeyer berbeda erlenmeyer sebanyak dua kali dalam erlenmeyer
berbeda
4. Menimbang 0,125 gram KI Telah ditimbang 0,125 KI
5. Melarutkan dalam erlenmeyer Telah dilarutkan dalam erlenmeyer
7.2.2 Pembakuan
a. Pembakuan Na-Tiosulfat
Larutan Na-tiosulfat dalam buret dan kalium Telah dimasukan larutan Na-tiosulfat dan
1.
iodat dalam Erlenmeyer kalium iodat dalam erelnmeyer
Menititrasi hingga berwarna kuning jerami Titrasi telah dilakukan hingga berwana kuning
2.
jerami
3. Menambahkan indicator amilum Amilum 0,5 % telah ditambahkan
Menitrasi kembali hingga bening Telah dititrasi kembali hingga bening didapat V
4.
= 18,3 ml
b. Pembakuan Iodin
Larutan Na-tiosulfat dalam buret dan iodin Telah dimasukan larutan Na-tiosulfat dan iodin
1.
dalam Erlenmeyer dalam erelnmeyer
Menititrasi hingga berwarna kuning jerami Titrasi telah dilakukan hingga berwana kuning
2.
jerami
3. Menambahkan indicator amilum Amilum 0,5 % telah ditambahkan
Menitrasi kembali hingga bening Telah dititrasi kembali hingga bening didapat V
4.
= 0,4 ; V = 0,2 ; v = 0,4
7.2.3 Penetapan Kadat Vitamin C
1. Menimbang 0,1 gram Vitacimin Telah ditimbang vitacimin sebanyak 0,1 gram
2. Melarutkan dalam 250 ml aquadest Telah dilarutkan dengan 250 ml aquadest
Mengambil 20 ml dan memasukan dalam Telah diambil sebanyak 20 ml dan dimasukan
3.
erlenmeyer kedalam erlenmeyer
4. Menambahkan 5 ml H2SO4 2N Telah ditambahkan 5 ml H2SO4 2N
Menambahkan indikator amilun 0,5 % Telah ditambahkan 3 tetes indikator amilun 0,5
5.
%
Menitrasi hingga berwarna bening Tealh dititrasi dan berubah warna menjadi biru
6. dan didapatkan V1 = 9 ml ; v2 = 8,5 ml ; V3 =
8,6 ml

VIII. Perhitungan
8.1 Uji Kualitatif
Keterangan :
Wo = Berat krus kosong
W1 = Berat krus + zat sebelum pemijaran
W2 = Berat krus + zat sesudah pemijaran
Diketahui
Wo = 35,8185 g
W1 = 38,0872 g
W2 = 35,9454 g
Ditanyakan : % Sisa pemijaran
𝑤2−𝑤𝑜
% Sisa Pemijaran = 𝑤1−𝑤𝑜 𝑥100%
35,9454−35,8185
% Sisa Pemijaran = 38,0872−35,8185 𝑥100%

% Sisa Pemijaran = 5,6 %


8.2 Uji Kuantiitatif
a. Pembuatan amilum 0,5%
0,5
𝑥 100 = 0,5 𝑔 = 500 𝑚𝑔
100

b. Pembuatan Iodium
36 𝑔
KI = 100 𝑚𝑙 𝑥500 𝑚𝑙 = 18 𝑔
14 𝑔
I2 = 1000 𝑚𝑙 𝑥500 𝑚𝑙 = 7 𝑔

c. Pembakuan Natrium Tiosulfat


𝑚 1000
N = 𝑀𝑟 𝑥 𝑚𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑥 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
0,0512 1000
N KIO3 = 𝑥 𝑥 6 = 0,14 N
214 10

d. Dilakukan Pengenceratn N KIO3


N1 x V1 = N2 x V2
0,14 x 10 = N2 x 25
N2 = 0,056 N
Diperoleh volume Na2S2O3 untuk mentitrasi 10 m KIO3 sebanyak : 18,3
Sehingga :
N1 x V1 = N2 x V2
N1 x 18,3 = 0,056 x 10
N1 = 0,03 N
Jadi N Na2S2O3adalah 0,03 N
e. Pembakuan Iodin menggunakan natrium tiosulfat
V1= 0,4 ml
V2 = 0,2 ml
V3 = 0,4 ml
V rata-rata = 0,34 ml
Normalitas I2
N1 x V1 = N2 x V2
0,34 x 0,03 = N2 x 10
N2 = 0,001 N
f. Perhitungan Kadar Vitamin C (Vitacimin)
V1= 9 ml
V2 = 8,5 ml
V3 = 8,6 ml
V rata-rata = 8,7 ml
𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑜𝑘
Fp = 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡
250
Fp = 20

Fp = 12,5
𝑚𝑔 𝑣𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶
% Kadar Vitamin C = 𝑚𝑔 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 𝑋 100%

mg vitamin C = NI2 x VI2 x Mr x Fp


8,7 𝑋 0,001 𝑋 12,5
% Kadar Vitamin C = 𝑋 100 %
0,1 𝑋 500

% Kadar Vitamin C = 38,28 %

IX. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan mutu vitamin C atau
asam askorbat secara kualitatif maupun kuantitatif. Tujuan dari pemerikasaan
mutu vitamin C diantaranya adalah untuk dapat mengetahui kadar vitamin C
yang dimiliki dalam suatu sampel yang berupa vitacimin. Uji kualitatif yang
dilakukan berupa uji organoleptis, uji kelarutan, uji pH, uji menggunakan
reagen methylen blue, Nessler, Benedict, uji logam berat dan uji pemijaran.
Sedangkan uji kualitatif yang dilakukan yaitu uji iodimetri dengan prinsip
reaksi redoks dan juga reaksi kompleksometri.
Asam askorbat atau vitamin C adalah agen reduktor yang baik, maka
dari itu digunakan uji kualitatif dengan reagen methylen blue dan juga titrasi
iodometri untuk menentukan kadar secara kuantitatifnya.
Pada literatur, vitamin C diketahui memiliki kestabilan terhadap cahaya
maupun panas yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena apabila dilihat dari
strukturnya, vitamin C atau asam askorbat memiliki dua gugus hidroksil yang
kurang stabil sehingga dapat dengan mudah direduksi dengan adanya atom
oksigen lain yang merupakan reduktor yang cukup kuat. Asam askorbat dapat
dengan mudah teroksidasi menjadi asam dehidroksiaskorbat ang berwarna
kecoklatan apabila terkena paparan sinar matahari ataupun suhu yang sangat
tinggi. Sifat ini menjadi dasar pembuatan obat kulit dengan kandungan vitamin
C dan menjadi alasan mengapa tidak diperbolehkan memasak makanan
sayuran yang kaya menggandung vitamin C terlalu lama.
Pada uji organoleptis yang dilakukan, dapat diamati vitamin C
berbentuk hablur kristal cukup besar, berwarna putih kekuningan, tidak
memiliki bau yang signifikan dan terasa asam apabila dikecap. Sedangkan pada
uji kelarutan terdahap air dan etanol, vitamin C mudah larut dalam air namun
agak sukar larut dalam etanol. Hal ini disebabkan karena vitamin C atau asam
askorbat memiliki cukup banyak gugus hidroksil yang dapat dengan mudah
membuat ikatan hidrogen dalam air dan memiliki struktur yang tidak simetris,
sehingga memiliki distribusi muatan yang tidak merata.
Uji kualitatif lain yang dilakukan adalah pengujian terhadap pH untuk
mengetahui tingkat keasaman dari asam askorbat. Uji keasaman dilakukan
dengan mencelupkan indikator pH pada beaker glass yang berisi 20 mg asam
askorbat yang telah dilarutkan dengan 5 mL aquadest. Didapatkan pH larutan
sekitar 3 (asam). Hal ini dikarenakan asam askorbat memiliki kemampuan
melepas hidrogen, nampun tidak sekuat asam halida yang memiliki pH 1.
Selanjutnya dilakukan uji sisa pemijaran untuk melihat jumlah suatu
zat uji dalam persen yang mudah menguap atau mudah hilang pada kondisi
yang telah ditetapkan. Menurut farmakope indonesia, uji sisa pemijaran pada
vitamin C harus lebih sedikit atau sama dengan 0,1%. Apabila hasil uji
pemijaran lebih dari 0,1% maka dapat dipastikan vitamin C tersebut
mengandung zat pengotor. Uji sisa pemijaran dilakukan dengan memijarkan
kurs pada suhu kurang lebih 600°C. kemudian didinginkan dalam desikator.
Desikator mengandung silika pada bagian bawahnya sehingga suhu pada kurs
akan cepat meningkat. Setelah dingin, kurs kemudia ditimbang. Kegunaan
pemijaran awal ini adalah untuk membersihkan dan memastikan tidak ada
cemaran atau zat pengotor lain yang menempel pada kurs dan juga sebagai
bentuk penaraan pada kurs tersebut. Selanjutnya asam askorbat dimasukan
dalam kurs dan dipijarkan kembali pada suhu yang sama selama 30 menit.
Setelah itu didinginkan kembali dalam desikator dan kurs yang berisi asam
askorbat tersebut ditimbang. Hasil penimbangan kemudian dibuat presentasi
dan didapatkan hasil sebesar 5,6%. Hal ini tidak sesuai dengan batas maksimal
hasil pemijaran yaitu tidak lebih dari 0,1%.
Uji kualitatif selanjutnya yang dilakukan adalah pengujian asam
askorbat dengan methylen blue. Saat ditetesi dengan methylen blue, terjadi
perubahan warna menjadi biru. Akan tetapi, larutan akan berubah menjadi
kehijauan dan lama kelamaat akan berubah menjadi bening. Hal ini terjadi
karena warna biru tersebut dapat memudar akibat dari teroksidasinya vitamin
C karena adanya katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar dan
temperatur yang cukup tinggi. Reaksi asam askorbat dengan methylen blue
merupakan reaksi reduksi oksidasi dimana methylen blue tereduksi dan asam
askorbat teroksidasi meghasilkan leukomethylen blue ditambah asam
dehidroksi askorbat. 1 mol methylen blue sama dengan 1 mol asam askorbat.
Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka semakin pekat warna biru
yang dihasilkan. Selain reagen metil biru, dilakukan juga pengujian kualitatif
dengan reagen benedict dan nessler. Reagen benedict terdiri dari CuSO4 dan
Na3-sitrat. Ketika larutan asam askorbat diteteskan reagen tersebut akan
menghasilkan kompleks warna menjadi merah. Sedangkan reagen nessler
terdiri dari kalium iodida yang dilarutkan dalam 50 mL aquadest , larutan KI,
merkuri klorida dan NaOH. Hasil dari uji ini yaitu kompleks warna hitam.
Kemudian dilakukan uji batas logam berat. Uji ini berguna untuk
menentukan ada tidaknya cemaran logam berat pada asam askorbat. Logam
yang menjadi pembanding pada uji ini adalah timbal. Hal yang harus
diperhatikan pada uji ini adalah komposisi dari setiap larutan, diantaranya
adalah larutan uji yang berisi asam askorbat yang dilarutkan dalam aquades,
larutan pembanding yang berfungsi sebagai pembanding terhadap larutan uji,
apabila larutan uji bereaksi sama dengan larutan pembanding maka larutan uji
tersebut mengandung logam berat yang setara dengan larutan pembanding, dan
larutan baku yang berisi larutan timbal. Semua larutan tersebut dimasukan ke
dalam tabung pembanding warna, tabung yang digunakan diharuskan memiliki
alas yang datar, karena apabila menggunakan tabung alas melengkung seperti
tabung reaksi akan mempengaruhi hasil uji. Dimana kondisi pH serta volume
ketiga larutan dibuat sama. Reagen yang digunakan adalah senyawa H2S yang
berwujud gas . Jika H2S dimasukan pada ketiga tabung tersebut, akan
menghasilkan kekeruhan yang terjadi akibat adanya reaksi reduksi oksidasi,
dimana logam akan mengalami korosi dengan senyawa sulfur.
Pada pengujian kuantitatif, ditentukan kadar asam askorbat yang
dikandung, pada uji kuantitatif ditentukan kadar bahan baku vitamin C dengan
metode iodimetri. Iodimetri merupakan titrasi secara langsung dengan iodium
(I2) sebagai titrannya. Pada penentuan kadar vitamin C dilakukan secara
iodimetri hal tersebut dilakukan karena vitamin C dapat bereaksi langsung
dengan I2 dimana potensial reduksi Vitamin C lebih kecil dibandingkan dengan
iodium I2. Potensial reduksi iodium adalah sebesar +0,545 V sedangkan
vitamin C memiliki potensial reduksi sebesar +0,116 V. Dalam hal ini vitamin
C bertindak sebagai zat pereduksi (reduktor) dan iodium sebagai pengoksidasi
(oksidator). Pada titrasi iodimetri digunakan amilum 0.5% sebagai
indikatornya. Amilum haruslah dibuat segar karena larutan amilum tidak stabil
secara fisik dan mudah ditumbuhi mikroorganisme. Dalam pembuatannya
amilum dilarutkan dalam air panas untuk meningkatkan kelarutannya.
Digunakan amilum sebagai indikaator dalam titrasi ini agar titik akhir
titrasi dapat terlihat dengan jelas. Pentiter yang digunakan adalah larutan iodine
(I2) 0,1 N. Pada pembuatannya ditambahkan kalium iodida (KI). Hal ini
dikarenakan kelarutan iodium dalam air rendah, dan akan lebih mudah larut
jika ada ion iodide (I-). Ion iodide tersebut diperoleh dari KI, karena KI akan
terionisasi menjadi K+ dan I- .Dari hasil tersebut I2 akan bereaksi dengan ion
iodide membentuk I3- (triiodida). Selain itu juga penambahan KI berfungsi utuk
mengurangi penguapan larutan I2, dikarenakan titik uap KI lebih tinggi
dibandingkan I2. Larutan iodine sebagai pentiter merupakan larutan baku
sekunder. Maka dari itu harus dibakukan terlebih dahulu dengan larutan
natrium tiosulfat, kemudian natrium tiosufat (Na2S2O3) dibakukan oleh baku
primer KIO3. Larutan natrium tiosufat merupakan baku sekunder dikarenakan
bersifat higroskopis sedangan KIO3 termasuk baku primer dikarenakan
memiliki kemurnian yang tinggi. Larutan iodine (I2) tidak bisa dibakukan
langsung oleh KIO3 dikarenakan sifatnya yang sama-sama oksidator. Maka
dari itu iodine dibakukan terlebih dahulu dengan natrium tiosulfat yang bersifat
sebagai reduktor. Pada pembakuan larutan natrium tiosufat, KIO3 sebagai
analitnya dan natrium tiosulfat sebagai pentiternya. Pembakuan dilakukan
secara iodometri yang merupakan titrasi tidak langsung. Pada larutan kalium
dikromat ditambahkan KI 10% yang berfungsi sebagai reduktor, sehingga
nantinya kalium dikromat yang bersifat oksidator akan mengalami reduksi dan
menghasilkan I2. Kemudian ditambahkan juga asam sulfat (H2SO4) pada
analit yang berfungsi untuk memberikan suasana asam untuk menjaga pH
larutan kurang dari 8. Karena jika pH lebih dari 8 atau dalam suasana alkalis
iodium akan bereaksi dengan hidroksida (OH-). Membentuk iodida dan
hyphoiodit yang selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodidat yang dapat
mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak
kuantitatif. Pada iodometri ini indikator amilum ditambahkan pada saat
mendekati titik akhir titrasi. Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan
yang berubah menjadi kuning jerami. Hal ini bertujuan untuk menghindari
adsorpsi I2 oleh amilum, sehingga nantinya iodium tidak dapat bereaksi
dengan natrium tiosulfat. Setelah ditambahkan amilum, dititrasi kembali
sampai warna biru menghilang yang menandai titik akhir titrasi. Pada
pembakuan larutan iodine, dibakukan oleh larutan natrium tiosufat. Analitnya
adalah larutan natrium tiosulfat sedangkan pentiternya adalah larutan iodine.
Indikator amilum bisa langsung ditambahkan pada analit dikarenakan amilum
tidak akan bereaksi dengan natrium tiosulfat sehingga tidak akan mengganggu
titik akhir titrasi.
Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan larutan warna dari bening
menjadi biru. Pada penentuan kadar vitamin C sampel yang digunakan adalah
Vitacimin sebanyak 100 mg. Dalam membuat larutan vitamin C, dilarutkan
langsung dalam aquades dikarekan kelarutannya yang mudah larut dalam air.
Pada penentuan kadar tersebut larutan asam askorbat sebagai analitnya
sedangkan larutan iodine sebagai pentiternya. Ke dalam larutan asam askorbat
ditambahkan asam sulfat pekat untuk menciptakan suasana asam kuat agar
nantinya amilum yang dipakai sebagai indikator akan terhidrolisis, selain itu
pada keadaan ini iodida (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi iodine
dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam. Hal
tersebut berguna untuk menghasilkan iodium berlebih. Indikator amilum dapat
ditambahkan langsung pada analit sebelum titrasi dimulai dikarenakan amilum
tidak akan mengadsorpsi larutan asam askorbat. Kemudian analit dititrasi
secara triplo dengan larutan iodine. Larutan analit akan berubah dari bening-
kuning jerami (menandai mendekati titik akhir titrasi)-biru yang menandakan
titik akhir titrasi. Terbentuknya titik akhir titrasi tersbut dikarenakan kelebihan
iodine yang bereaksi (diadsorpsi) oleh amilum sehingga membentuk kompleks
iod-amilum. Pembentukan warna biru tersebut dikarenakan pada amilum
memiliki ikatan konfigurasi pada setiap unit glukosa yang berbentuk rantai
helix, kemudian iodium masuk ke dalam unit glukosa tersebut dan
menghasilkan kompleks yang berwarna biru.

X. Simpulan
Dapat diperiksa mutu Vitamin C pada sampel vitacimin secara
kualitatif yaitu dengan pengamatan organoleptis, kelarutan, pH, reagen metilen
blue, dan pemijaran. Sisa pemijaran menghasilkan abu sebanyak 5,6 %.
Mutu Vitamin C pada sampel vitacimin berdasarkan uji kuantitatif
menggunakan titrasi iodimetri menghasilkan kadar sebesar 38,28 % sehingga
dapat disimpulkan vitamin c tersebut tidak memenuhi persyaratan kadar yang
tertera di farmakope yaitu tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 100,5%.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., R.C. Denney, G. H. Jeffrey, J. Mandhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia

Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC.


Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Gandjar, I. B dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. USA : Mc-Grow – Hill Company.
Husniati, dan Oktarina, E. 2012. Pengaruh Penambahan Kitosan Pada Jus Nanas
Terhadap Shelf Life. Jurnal Hasil Penelitian Industri. Vol. 25 (1) : 11 – 17.
Karinda, M. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol
Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis Dan Iodometri.
Jurnal Ilmiah Farmasi-Unsrat. Vol. 1 (2).
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Keppy, N. K. 2010. Analysis of Methylene Blue Reduction by Ascorbic Acid. USA:
Thermo Fisher Scientific.
Licker, MD. 2003. McGraw-Hill Dictionary of Chemistry. New York: McGraw-Hill.
Petrucci, R. H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid I. Jakarta :
Erlangga.
Sari, E. 2012. Proses Pengawetan Sari Buah Apel (Mallus sylvestrismill) Secara non-
termal Berbasis Teknologi Oscillating Magneting Field (OMF). Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 13 (2).
Sinaga, RH. 2011. Studi Kandungan Vitamin C pada Tumbuhan Kol (Brassica
Oleracia L.) dengan Berbagai Pengolahan. Tersedia online di:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22943/3/Chapter%20II.pdf.2011.
[Diakses pada 23 September 2019].
Siti, N., Anita, A., dan Rohmi, N. 2016. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Jerami
Nangka (Antocorpus heterophyllus L.). Jurnal Farmasi Sains dan Praktis.
Vol 2 (1) : 1-5.
Tjitro, S., J Anggono., AA Anggorowati, dan G Phengkusaksomo. 2000. Studi
Prilaku Korosi Tembaga dengan Variasi Konsentrasi Asam Askorbat
(Vitamin C) dalam Lingkungan Air yang Mengandung Klorida dan Sulfat.
Jurnal Teknik Mesin. Vol. 2 (1).
Zeng, C. 2013. Effects of Different Cooking Methods on The Vitamin C Content of
Selected Vegetables. Nutrition and Food Science. Vol 43 (5) : 438 – 443.

Anda mungkin juga menyukai